Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi otak


Sistem saraf manusia dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat yang
terdiri dari otak dan medula spinalis, dan sistem saraf perifer yang terdiri
dari sistem saraf aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem
saraf otonom. Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel
penyokong (neuroglia dan sel schwann). Neuron adalah sel saraf yang peka
terhadap rangsang yang menerima input aferen atau sensorik dari ujung-
ujung saraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan
menyalurkan motorik atau eferen ke otot-otot, kelenjar yang merupakan
organ efektor. Neuron aferen dan eferen dihubungkan oleh interneuron atau
disebut neuron asosiasi yang banyak terdapat di substansia grisea.Neuroglia
merupkan penyokong, pelindung, dan sumber nutrisi untuk neuron otak dan
medula spinallis. Sel schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-
neuron dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat.1
Sel-sel otak (neuron), sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia,
cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron
berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2%
(sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.1
Otak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks
serebri(lipatan duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior).
Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai
hemisfer dominan. Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi
motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area
bicara motorik).1

22
23

Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi


sensorik.Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu.Lobus
occipitalis berukuran lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan.Batang
otak terdiri dari mesensefalon, pons dan medula oblongata.Mesensefalon
dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam
kesadaran dan kewaspadaan.Pada medula oblongata berada pusat vital
kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medula spinalis di
bawahnya. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula
spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.1

Gambar 2.1. Pembuluh Darah di Otak

Otak diperdarahi oleh dua arteri, yaitu dua arteri carotis interna dan dua
arteri vertebralis. Keempat arteri terletak di dalam ruang subarachnoid, dan
cabang-cabangnya beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk
membentuk circulus willisi.1
Aliran darah yang menuju otak harus membawa oksigen, glukosa, dan
nutrisi ke jaringan saraf dan mengangkut karbondioksida, asam laktat, dan
hasil metabolisme lainya.1 Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah
per menit, yaitu sekitar15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat
istirahat agar berfungsi normal.1
Jika terjadi sumbatanpada arteri carotis interna atau arteria vertebralis,
darah berjalan kearah depan atau ke belakang melalui tempat ini untuk
24

mengkompensasi kekurangan aliran darah. Sirkulus arteri ini juga


memungkinkan aliran darah menyilang ke sisi kontralateral, seperti yang
terlihat ketika arteria carotis interna dan artertia vertebralis tersumbat.1
Saraf kranialis berjumlah 12 pasang dan langsung bersumber dari otak.
N. I Olfaktorius, N. II Optik, N. III Olfaktorius, N. IV Troklearis, N. V
Trigiminal, N. VI Abdusen, N. VII Fasialis, N. VIII Vestibulokoklearis, N.
IX Glossofaringeus, N. X Vagus, N. XI Hipoglosus, dan N. XII Aksesorius.1,2
Susunan neuromuskular tersusun atas Upper Motor Neuron (UMN) dan
Lower Motor Neuron (LMN).UMN merupakan kumpulan saraf motorik yang
menyalurkan impuls dan area motorik di korteks serebri sampai motorik saraf
kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis. Berdasarkan
perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan
piramidal dan ekstrapiramidal.1
Susunan piramidal merupakan semua neuron yang menyalurkan impuls
motorik secara langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong
dalam kelompok UMN.Melalui aksonnya neuron korteks motorik
menghubungi metoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan
motorneuron di kornu anterior medula spinalis. Akson-akson tersebut
membentuk jaras kortikobulbar dan kortikospinal.Serabut saraf Serabut saraf
yang bersinaps dengan nervus kranialis membentuk traktus kortikobulbar.
Sedangkan serabut saraf yang bersinaps dengan nervus spinalis mengirim
informasi untuk pergerakan volunter ke otot skelet membentuk traktus
kortikospinal.1
- Traktus kortikospinal.1
Serabut yang berasal dari korteks motorik akan berjalan secara
konvergen melalui corona radiata massa putih serebri menuju tungkai
posterior capsula interna. Lalu berkumpul merapat dalam susunan
somatotropik dan memasuki bagian tengah pedunculus otak tengah.
Serat-serat yang merupakan berkas padat berjalan turun ke bawah di
tengah pons dan kemudian muncul melewati piramid. Dari bagian ventral
medula oblongata, serabut saraf kortikospinal terlihat seperti gambaran
piramid. Inilah yang menyebabkan penamaan traktuspiramidalis.
25

Pada piramid di daerah inferior dari medula, 85-90 % serabut saraf


kortikospinal menyilang ke sisi lain dari otak melalui garis tengah
(decusasio piramidalis). Disebut traktus kortikospinal lateralis atau
traktus piramidalis lateralis. Sisanya 10-15 % terus berjalan ipsilateral
dalam funiculus anterior. Karena berjalan turun sepanjang sisi korda
spinalis, serabut saraf yang tidak menyilang yang bersinaps dengan
nervus spinalis pada sisi ipsilateral dari tubuh disebut traktus piramidalis
direk. Juga disebut traktus piramidalis ventralis atau traktus kortikospinal
anterior sebab mereka berjalan turun melalui aspek ventral dari korda
spinalis.
Traktus kortikospinal menstimulasi motor neuron pada medulla
spinalis yang bertugas menggerakkan otot-otot aksial tubuh, tangan dan
tungkai. Traktus kortikospinal lateral berakhir di motor neuron yang
bekerja untuk pergerakkan sebagian besar segmen distal tangan dan
tungkai. Sedangkan traktus kortikospinal medial berakhir di motor
neuron untuk pergerakkan otot aksial tubuh dan segmen proksimal
tangan dan tungkai.
Nervus spinalis hanya menerima inervasi kontralateral dari traktus
kortikospinalis. Ini berarti lesi traktus piramidalis unilateral di atas titik
persilangan pada piramid akan menyebabkan paralisis otot yang
dipersarafi nervus spinalis di sisi berlawanan dari tubuh. Sebagai contoh,
lesi di sisi kiri traktus piramidalis di atas titik persilangan dapat
menyebabkan paralisis sisi kanan tubuh.
- Traktus Kortikobulbar.1
Traktus kortikobulbar membawa pesan motorik yang paling
penting untuk bicara dan menelan.Akson kortikobulbar dari korteks
berjalan turun diantara ikatan dari kapsula interna.
Serabut traktus kortikobulbar meninggalkan traktus piramidalis
pada daerah otak tengah dan melakukan perjalanan ke arah dorsal. Di
dalam perjalanannya menuju nukleus saraf otak, ada beberapa serabut
saraf yang menyilang sedangkan sisanya tetap berjalan ipsilateral.
Nukleus yang terlibat adalah saraf otak yang mengontrolpersarafan
26

volunter otot wajah dan mulut, NV, NVII (keluar dari pons), NIX, NX,
NXI dan NXII (keluar dari medullaoblongata).
Hampir semua nervus kranialis menerima inervasi bilateral dari
serabut saraf traktus piramidalis. Ini berarti bahwa keduanya, yakni
anggota kanan dan kiri dari sepasang nervus kranialis diinervasi oleh
daerah korteks motorik hemisfer kanan dan kiri. Sehingga jika ada lesi
unilateral dari traktus piramidalis, kedua sisi tubuh tetap menerima
pesan motorik dari korteks. Pesan untuk pergerakan ini mungkin tidak
sekuat sebelumnya tapi tidak akan menyebabkan paralisis.
Dua pengecualian untuk pola ini adalah fungsi NXII yang
menginervasi pergerakan lidah dan bagian dari NVII yang menginervasi
otot muka bagian bawah. Mereka hanya menerima inervasi kontralateral
dari traktus piramidalis. Ini berarti mereka menerima informasi hanya
dari serabut saraf di sisi berlawanan dari otak. Oleh sebab itu, lesi
unilateral upper motor neuron dapat menyebabkan ‘facial drop’
unilateral atau masalah dengan pergerakan lidah di sisi berlawanan dari
tubuh. Sebagai contoh, lesi di serabut saraf kiri traktus piramidalis
menyebabkan ‘facial drop’ sisi kanan dan kesulitan gerak sisi kanan
lidah.1

2.1. Stroke
2.2.1. Definisi
Stroke menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau
global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler.2

2.2.2. Epidemiologi
Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta
dari penderita tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas
permanen.Stroke merupakan penyebab kematian keempat di
27

Amerika.Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama


kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara
berkembang. Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus
stroke baik dalam kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan usia sebesar : 15,9% (usia 45 – 55 tahun), 26,8% (usia 55 –
65 tahun), dan 23,5% (usia > 65 tahun). Sedangkan insiden stroke sebesar
51,6/ 100.000 penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3%
semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke
dibanding perempuan dengan profil (usia < 45 tahun) sebesar 11,8%, (usia
45-64 tahun) sebesar 54,2%, dan (usia > 65 tahun) sebesar 33,5%. Stroke
menyerang usia produktif dan usia lanjut, sehingga dapat menimbulkan
masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian
hari.3
Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan
fungsional yang pertama, dan sebanyak 15–30 % penderita stroke
mengalami kecacatan yang permanen. Mayoritas stroke adalah infark
serebral. Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik
atau infark.3

2.2.3. Faktor Risiko


A. Non modifiable risk factors
 Usia
 Jenis kelamin
 Keturunan / genetik
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan
pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi,
apabila diketahui adanya faktor risiko ini, memungkinkan untuk
diidentifikasinya pasien dengan risiko yang tinggi, sehingga dapat
dilakukan terapi yang lebih cepat terhadap faktor risiko yang dapat
dimodifikasi.4
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit
stroke. Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke
28

meningkat dua kali pada pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25
lebih banyak pada pria.4
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena
beberapa hal, antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan
atau gaya hidup yang mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan
bahwa riwayat dari ayah dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko
stroke.7 Risiko stroke juga meningkat apabila ditemukan saudara derajat
satu mempunyai penyakit jantung koroner atau stroke sebelum usia 55
tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita).4
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient
ischemic attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang
tidak memiliki riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga
memiliki risiko yang sama.4

B. Modifiable risk factors


 Behavioral risk factors4
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, anti platelet, obat
kontrasepsi
 Physiological risk factors4
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues,arthritis,traumatik,AIDS,lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan(obesitas)
7. Polisitemia,viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan
8. Kelainanan atomi pembuluh darah
29

Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu
ICH. Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi. 7 Pada
kasus stroke hemoragik, sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi. 10
Risiko ICH diketahui meningkat berhubungan dengan tingkat tekanan
darah sistolik. Hipertrofi ventrikel kiri juga berhubungan dengan
peningkatan stroke hemoragik sebanyak dua sampai tujuh kali.4
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial
juga merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui
berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres
hidup kronik, dan gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya
stroke.Obat-obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti
hormon juga meningkatkan risiko stroke. Faktor risiko lainnya, yaitu
konsumsi alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga dua
gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun, peminum
berat dapat merusak miokardium.4
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan
rendahnya kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang
sama juga terjadi pada merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor
risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan
meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak 50%.4

2.2.4. Klasifikasi
A. Berdasarkan kelainan patologik pada otak :5,6
1. Stroke Hemoragik :
• Perdarahan intraserebral

• Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)


Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena
adanya perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan
kerusakan otak dan gangguan fungsi saraf.5
a. Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba.Di
sekitarsetengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan
30

sakitkepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,


sakitkepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi
otakmenggambarkan perkembangan yang terus memburuk
sebagaiperdarahan. Beberapa gejala,seperti kelemahan,
kelumpuhan,hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya
mempengaruhi satusisi tubuh.Orang mungkin tidak dapat berbicara
atau menjadibingung.Visi dapat terganggu atau hilang.Mata
dapatmenunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh.
Mual,muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan
dapatterjadi dalam beberapa detik untuk menit
b. Subaraknoid5
Sebelum robek, aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala
kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah,
biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala),
menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:5,6
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah
(kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum
pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala
yang tidak biasa ke dokter segera.6
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-
tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik.Hal ini
sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat.
Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum
mencapai rumah sakit.Beberapa orang tetap berada dalam koma
atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
mengantuk.Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita
mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan.2
31

Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak


mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges),
menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan
muntah, pusing, dan nyeri pinggang.2

2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)


Yang dibagi atas subtipe :
• Trombosis serebri

• Emboli serebri

• Hipoperfusi sistemik

Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik


dan proses patologik (kausal).
a. Berdasarkan Manifestasi Klinik
- Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
- Defisit Neurologik Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic
Neurological Deficit)
Gejala neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari satu minggu.
- Stroke Progresif (Progressive Stroke)
Gejala neurologi makin lama makin berat
- Stroke Komplet (Completed Stroke/permanent Stroke)
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal
• Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan
pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada
pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil.
Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah
32

yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya


kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL).
Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena
aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
• Stroke Emboli
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari
jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi
penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak
bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

c. Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya


1. Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara,
gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya
atau gejala neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 3
minggu.
3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang
gejala klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan
sampai semakin berat.
4. Stroke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan
defisit neurologis yang menetap dan sudah tidak berkembang
lagi.
2.2.5. Patogenesis
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah
satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang
menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme
emboli.Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinik dengan cara:
33

1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi


aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu
juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan
sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel
sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel
radang.6
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya
H+ dari asidosis laktat.K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia
disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah
stroke.Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami
gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih
hidup.Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di
suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark
maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati,
dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya
akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada
membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat
akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium
channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan
kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat,
yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya.
Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan
melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric
34

acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran
sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium.
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel.6

2.2.6. Manifestasi Klinis


Jenis patologi (hemoragik atau nonhemoragik) secara umum tidak
menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis
hemoragik sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi
saat bekerja.
Tabel 2.1. Perbedaan klinis stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik
Gejala atau Stroke non hemoragik Stroke hemoragik
pemeriksaan
Gejala yang TIA (+) TIA (-)
mendahului
Beraktivitas/istirahat Istirahat, tidur atau segera Sering pada waktu aktifitas
setelah bangun tidur
Nyeri kepala dan Jarang Sangat sering dan hebat
muntah
Penurunan kesadaran Jarang Sering
waktu onset
Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang
sedang
Rangsangan meningen Tidak ada Ada
Defisit neurologis fokal Sering kelumpuhan dan Defisit neurologik cepat
gangguan fungsi mental terjadi
CT-Scan kepala Terdapat area hipodensitas Massa intrakranial dengan
area hiperdensitas
Angiografi Dapat dijumpai gambaran Dapat dijumpai aneurisma,
penyumbatan, AVM, massa intrahemisfer
penyempitan dan atau vasospasme
vaskulitis

A. Pada Stroke Non-Haemoragis


35

 Sering terjadi pada bangun pagi/waktu istirahat


 Ada Riwayat TIA
 Tidak nyeri kepala, kejang,
 Tidak muntah,
 biasanya kesadaran normal
 tidak ada gejala meningeal

Membedakan Trombosis dan Emboli


 Trombosis : - Sering terjadi pada bangun pagi.
- Sering terjadi pada usia lanjut
 Emboli : - Kejadian mendadak dgn gejala yg menetap
- Sering bersumber pada penyakit jantung
- Sering Pada Usia Muda

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran


darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut
adalah:
b. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna 7
- Buta mendadak (amaurosis fugaks).
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior 10
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
- Gangguan mental
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
- Bisa terjadi kejang-kejang.
d. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media
36

- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih


ringan. Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
- Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
e. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasiliar
- Kelumpuhan di satu sampai keempat ektremitas
- Meningkatnya refleks tendon
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
- Gejala-gejala sereblum seperti tremor dan kepala berputar (vertigo)
- Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
- Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria)
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,
kebutaan setengah lapangan pandang pada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopia homonim).
- Gangguan pendengaran
- Rasa kaku di wajah, mulut dan lidah.
f. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
- Koma
- Hemiparesis kontralateral
- Ketidakmampuan membaca (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
g. Gejala akibat gangguan fungsi luhur 7
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,
sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik.
37

Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan


orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,
walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital),
yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf,
tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya
disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan
mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan,
melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan
gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia
jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh
sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah
laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatan massa di otak.Dementia adalah hilangnya fungsi.

B. Pada Stroke Haemoragis /Stroke Perdarahan


 Serangan pada saat aktif
 Nyeri Kepala yang hebat
 Muntah
38

 Kaku duduk
 Gangguan Kesadaran
 Perdarahan retina
 Kejang-kejang
 Gangguan gerakan Bola Mata
 Funduskopi: Papil edema 5
1) Perdarahan intraserebral8,9
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh
kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang
otak dan serebelum.
Gejala klinis :
 Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu
melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal
berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,
muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan
epistaksis.
 Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
 Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral,
refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi.
 Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK),
misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana
terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara
primer.8,9
Gejala klinis :
 Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
 Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
39

 Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar


dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
 Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
 Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan
gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid.
 Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi,
hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat,
atau gangguan pernafasan.

2.2.7. Diagnosis
Gejala stroke dapat dibedakan atas gejala atau tanda akibat lesi dan
gejala/ tanda yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa
sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis akan tetapi dapat sedemikian
tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya.
Pasien dapat datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh
badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja akan tetapi tidak jarang
pasien datang dalam keadaan koma sehingga memerlukan penyingkiran
diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke.10
Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak
yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian
tersebut. Jenis patologi (iskemik atau perdarahan) secara umum tidak
menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis
perdarahan sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi
saat bekerja.9

Tabel 2. Perbedaan Manifestasi Klinis Antara Stroke Hemoragik dan


Iskemik
Hemoragik Iskemik
Intraserebral Subaraknoid Trombosis Emboli
 Sering pada  Penyebab  Sering  Gejala
usia dekade terbanyak didahului mendadak
5-8 pecahnya aneurisma dengan TIA  Sering
 Tidak ada  Sering terjadi pada  Sering terjadi terjadi pada
40

gejala dekade 3-5 dan 7 pada waktu waktu


prodormal  Gejala prodormal istirahat dan bergiat
yang jelas. yaitu nyeri kepala bangun pagi  Umumnya
Kadang hebat  Biasanya kesadaran
hanya  Kesadaran sering kesadaran bagus
berupa nyeri terganggu bagus  Sering
kepala hebat,  Rangsang  Sering terjadi terjadi pada
mual, meningeal positif pada dekade dekade 2-3
muntah. 6-8 dan 7.
 Sering  Harus ada
terjadi waktu sumber
siang, waktu emboli
bergiat,
waktu emosi
 Sering
disertai
penurunan
kesadaran
Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT
hiperdens hiperdens hipodens Scan:
hipodens

Selain dari sisi gejala klinik dalam mendiagnosis kasus stroke juga
bisa menggunakan skor siriraj dan algoritma gajah mada.12
Skor Siriraj

Gambar 2.2 Skor Siriraj


41

 Concious: 0: kompos mentis, 1: samnolen, 2: stupor/koma


 Muntah: 0: tidak ada, 1: ada
 Nyeri kepala: 0: tidak ada, 1: ada
 Ateroma: 0: tidak ada, 1: salah satu (DM, angina, penyakit pembuluh
darah).
Kesimpulan:
<-1: stroke iskemik
-1 – 1: meragukan
>1: stroke hemoragik.10

Alogaritma Gajah Mada


Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada :10
 Penurunan kesadaran (+), sakit kepala (-), refleks patologis (-)
 Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (+), reflek patolgi (-)
 Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (-), refleks patologi (+) Stroke
Infark

Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.10

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan


yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
42

penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya


hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke.10

Gambaran Radiologi

a. CT scan kepala non kontras


Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).14

Gambar 2.3 CT Scan pada stroke non hemoragik

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3
jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.14
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat
43

diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di


daerah tersebut.14
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh
darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan
jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.14

b. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut.14

Gambar 2.4 Gambaran MR Angiografi

c. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi
44

aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.14

2.2.8. Tatalaksana
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat10
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat
pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat,
sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala dan klinik stroke akut
meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan,
aktivitas penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala,
mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup),
gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko
stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi,
oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher
(misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis,
dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif).Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan
neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang
selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks,
koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status
neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi
45

oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan


defisit neurologis yang nyata.
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan
saturasi oksigen < 95%.
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring
pada pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi
pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia. Pasien
stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan
terapi oksigen.
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal
Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia
(pO250 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko
untuk terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan
terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang
lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari
pernberian cairan hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter),
dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan
sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi.
Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik <
120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat
vasopressor dapat diberikan seperti dopamin dengan target
sistolik berkisar 140 mmHg
 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan
selama 24 jam pertama setelah serangan stroke iskernik.
46

Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera


atasi (konsultasi Kardiologi).
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal
dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah
jantung sekuncup harus dikoreksi
Pemeriksaan Awal Fisik Umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal:
i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
iii. Keparahan hemiparesis
a. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan
intrakranial meliputi:
1. Tinggikan posisi kepala 20o- 30o
2. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik iv
4. Hindari hipertermia
5. Jaga normovolernia
6. Osmoterapi atas indikasi:
a) Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L.
Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari
selama pemberian osmoterapi.
b) Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v.
b. Pemberian obat neuroprotektif
Stabilisator membran, citicholine bekerja memperbaiki
membran sel dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin
47

dan mengurangi kadar asam lemak bebas. Menaikkan sintesis


asetilkolin, suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif.
c. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg
dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus
dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
d. Menghindari stress ulcer
Untuk mencegah timbulnya perdarahan lambung pada stroke,
sitoprotektor atau penghambat reseptor H2 perlu diberikan.
Tidak ada perbedaan hasil antara pemberian penghambat
reseptor H2, sitoprotektor agen ataupun inhibitor pompa
proton.
e. Pengendalian tekanan darah
Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di
Indonesia didapatkan kejadian hipertensi pada pasien stroke
akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg.
1. Perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah
harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan
tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya
stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang,
pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan
darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg.
2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila
TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP)
>150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu
dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
3. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan
sekitar 15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam
48

pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik


(TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD)
>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan
diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan
hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg.Obat
antihipertensi yang sering diberikan:
49
50

f. Pengendalian demam
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5oC
g. Pemeriksaan Penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas
darah, dan elektrolit)
 Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid,
lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan cairan
serebrospinal
 Pemeriksaan radiologi.
B. Penatalaksanaan umum di ruang rawat10
1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan
menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara
5-12 mmHg.
b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
c.Keseimbangancairan diperhitungkan dengan mengukur produksi
urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak
dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk
kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml
per derajat Celcius pada penderita panas).
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48
jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi
menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
makanan, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
- Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
51

- Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi


35-55 %);
- Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein
1.4-2.0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0,8)
d. Apabila kemungkinan pemakain pipa nasogastrik lebih dari 6
minggu, peritimbangkan untuk gastrotomi pertimbangkan
untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara
parenteral.
f. Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-
obatan yang diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang
banyak mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat
warfarin.
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi10
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi
subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena
dalam, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan
kontraktur) perlu dilakukan (AHA/ASA, Level of evidence B
and C).8
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes
kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris
sesuai dengan pola kuman (AHA/ASA, Level of evidence A).8
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau
memakai kasur antidekubitus.
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena
dalam, heparin subkutan 5000 IU dua kali sehariatau
heparinoid perlu diberikan (AHA/ASA, Level of evidence A). 8
Resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral perlu
diperhatikan.6Padapasien imobilisasi yang tidak bias menerima
antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin
52

direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam.


(AHA/ASA, Level of evidence A and B).
4. Penatalaksanaan Medis Lain10
a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan.
Hiperglikemia (kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke
akut harus diobati dengan titrasi insulin (AHA/ASA,Class I,
Level of evidence C).8 Target yang harus dicapai adalah
normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati
dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor
dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau
propofol bias digunakan.
c. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan
lambung).
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau
memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan
laboratorium, MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial
Doppler, dan lain-lain sesuai dengan indikasi.
i. Rehabilitasi.
j. Edukasi.
k. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah
sakit).

2.2.9. Komplikasi
Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe
(2008) dan Stroke National clinical guideline for diagnosis and initial
management of acute stroke and transite ischemic attack (2014),
53

daerah(domain) neurologis yang mengalami gangguan akibat stroke dapat


dikelompokkan yaitu:
a. Motor
Gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan
yang disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka,
lengan, dan kaki maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh.
Biasanya manifestasi stroke seperti hemiplegia,hemiparesis
(kelemahan salah satu sisi tubuh), hilang atau menurunnya refleks
tendon. Hemiparesis adalah kekuatan otot yang berkurang pada
sebagian tubuh dimana lengan dan tungkai sisi lumpuh sama beratnya
ataupun dimana lengan sisi lebih lumpuh dari tungkai atau sebaliknya
sedangkan hemiplegia adalah kekuatan otot yang hilang.
b. Sensor
Defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer sampai
kehilangan persepsi yang sifatnya lebih kompleks. Penderita mungkin
menyatakannya sebagai perasaan kesemutan, rasa baal, atau gangguan
sensitivitas.
c. Penglihatan
Stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara monokuler,
hemianopsia homonim, atau kebutaan kortikal.
d. Bicara dan bahasa
Disfasia mungkin tampak sebagai gangguan komprehensi, lupa akan
nama-nama, adanya repetisi, dan gangguan membaca dan menulis.
Kira-kira 30% penderita stroke menunjukkan gangguan bicara.
Kelainan bicara dan bahasa dapat mengganggu kemampuan penderita
untuk kembali ke kehidupan mandiri seperti sebelum sakit.
e. Kognitif
Kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi, orientasi, dan
hilangnya kemampuan menghitung. Sekitar 15-25% penderita stroke
menunjukkan gangguaun kognitif yang nyata setelah mengalami
serangan akut iskemik.
54

f. Afek
Gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai
stroke. Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah serangan dan
jarang pada saat akut.

2.2.10. Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,
disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek
prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk
mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.11
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan
sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat
batasan sebagai berikut: 11
1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis
dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi,
fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan
ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk
berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat
seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh
stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita
stroke berperan sebagai manusia normal akibat “impairment” atau
“disability” tersebut.

2.2. Parese Nervus VII


2.3.1. Definisi
Kelumpuhan nervus fasialis (N.VII) merupakan kelumpuhan otot-
otot wajah, tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga
55

wajah pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta
untuk menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.12

2.3.2. Etiologi
Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh
kelainan congenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah,
idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu.12
1. Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir (kongenital) bersifat irreversible
dan terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang
pendengaran.Pada parese nervus fasialis bilateral dapat terjadi karena
adanya gangguan perkembangan nervus fasialis dan seringkali
bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).
2. Infeksi
Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat
menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Infeksi intracranial yang
menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt,
Herpes otikus.
Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan parese nervus fasialis
adalah otitis media supuratif kronik (OMSK) yang telah merusak
Kanal Fallopi. Otitis media akut dan kronik dapat menyebabkan
terjadinya paresis nervus fasialis. Terdapat dua mekanisme yang dapat
menyebabkan paralisis nervus fasialis yaitu : 1.Hasil toksin bakteri di
daerah tersebut, 2.Dari tekanan langsung terhadap saraf oleh
kolesteatoma atau jaringan granulasi. Pada otitis media akut,
penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis khususnya pada anak
terjadi ketika kanalis nervus fasialis padatelinga tengah mengalami
Congenital Dehiscent atau saraf terkena akibat kontak langsung
dengan materi purulen sehingga dapat menimbulkan inflamasi dan
edema pada saraf dan menyebabkan paresis. Pada otitis media kronik
bisa mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya dapat dilibatkan
dengan osteitis, kolesteatom dan jaringan granulasi, disusul oleh
56

infeksi ke dalam kanalis fasialis. Manifestasi klinik yang tampak yaitu


paralisis nervus fasialis bagian bawah, ipsilateral terhadap telinga yang
sakit.
3. Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab
yang paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara,
paru-paru, dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung
dari tumor regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun
jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari nervus
fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat
kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran
aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi motorik nervus
fasialis secara ipsilateral.Selain itu parese nervus fasialis juga dapat
terjadi pada karsinoma nasofaring, mekanisme tidak langsung dari
pembesaran tumor yakni oklusi tuba eustachius karena letaknya di
fossa rosenmuller berdekatan sehingga mengakibatkan tekanan negatif
dalam kavum timpani, yang jikaberlangsung lama dapat terjadi otitis
media dan jika tidak tertangani menjadi masoiditis. Namun, dikatakan
bahwa perluasan tumor ini jaranglangsung mengenai dari nucleus
nervus. VII dan VIII karena letaknya yang tinggi.
4. Trauma
Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika
terjadi fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal.
Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir
juga bisa menjadi penyebab. Nervus fasialis pun dapat cedera pada
operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan
operasi kelenjar parotis.13 Kapasitas kembalinya fungsi dari paralisis
nervus karena manipulasi bedah adalah hal yang sangat penting.
Contoh nyata paralisis nervus fasialis disebabkan oleh pembedahan
yang mengakibatkan perpindahan posisi nervus. Sebagai contoh
setelah operasi fossa infratemporal yangmemerlukan ekstensi
transposisi dari nervus fasialis ekstratemporal, dalam 4-6 minggu
57

paralisis fasial sering terlihat. Hal ini merupakan manifestasi adanya


iskemia nervus dan manipulasi nervus secara mekanik. Penyembuhan
yang memerlukan waktu lama dapat disertai dengan asimetri dan
sinkinesis.
5. Gangguan pembuluh darah
Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan parese nervus
fasialis diantaranya trombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri
serebri media.
6. Idiopatik (Bell’s Palsy)
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui
penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain.Pada parese Bell
terjadi edema nervus fasialis. Karena terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut
sebagai Bell’s Palsy.
7. Penyakti-penyakit tertentu
Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu,
misalnya DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi,
infeksi telinga tengah, sindrom Guillian Barre.

2.3.3. Gejala Dan Manifestasi Klinis


Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi.
Karena itu, terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis
sentral dan perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang
mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh, yang lumpuh ialah bagian
bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada di
inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan
mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan
sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis. Bagian inti motorik yang
mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik
kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat
persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya
kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus VII (lesi padatraktus
58

piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada


otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak.
Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan
menutup mata (persarafan bilateral), tetapi pasien kurang dapat
mengangkat sudut mulut (menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada
sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi,
bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat
terangkat.Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang
volunter maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor
neuron) nervus VII sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini
dapat dijumpai pada strok dan space occupying lesion yang mengenai
korteks motorik,kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas
inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak
terganggu. Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat
dijumpai pada paralisis pseudobulber.

Gambar 2.5. Perbedaan Sentral dan Perifer

2.3. Parase Nervus XII


2.4.1. Definisi
Nervus hipoglosus (N. XII) adalah saraf motorik ekstrinsik dan
intrinsik lidah. Parese nervus hipoglosus adalah gangguan fungsi motorik
akibat adanya lesi  jaringan saraf pada nervus hipoglosus. 12
59

2.4.2. Etiologi
Parese nervus hipoglosus dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut: 12
1) Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring.
2) Meningitis basalis tuberkulosa atau luetika.
3) Fraktur basis kranii (atau traksi pada nervus hipoglosus pada trauma
kapitis).
4) Siringobulbi.
5) Infeksi retrofaringeal.

2.4.3. Manifestasi Klinis


Lesi pada satu nervus hipoglosus akan akan memperlihatkan di sisi
pipi lateral: 12
1) Separuh lidah yang menjadi atrofis, dengan mukosa yang menjadi
longgar  dab berkeriput. Mungkin pula akan tampak fibrilasi pada otot-
otot lidah yang atrofis.
2) Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung lidah itu
memperlihatkan deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung lidah ke sisi
yang sakit timbul karena kontraksi M. genioglussus di sisi kontralateral
(bila M. genioglossus kanan dan kiri berkontraksi dan kedua otot itu
sama kuatnya, maka lidah itu akan dijulurkan lurus ke depan, Bila satu
otot adalah lebih lemah dari yang lainnya, maka akan timbul deviasi
dari ujung lidah ke sisi otot yang lumpuh).
3) Di dalam mulut sendiri akan tampak bahwa ujung lidah itu mencong
ke sisi yang sehat. Keadaan ini timbul karena tonus otot-otot lidah di
sisi yang sehat adalah melebihi tonus otot-otot lidah di sisi yang sakit.
4) Motilitas lidah akan terganggu sehingga di sisi yang sakit misalnya
akan tampak ada sisa-sisa makanan di antara pipi dan gigi-geligi.
5) Karena lidah berperanan dalam mekanisme menelan dan artikulasi,
maka gejala-gejala kelumpuhan paralysis nervus hipoglosus berupa
sukar menelan dan  bicara pelo. 
60

Nervus hipoglosus mungkin mengalami lesi sendiri-sendiri terlepas


daripada yang lainnya, tetapi dapat pula mengalami gangguan bersama,
misalnya parese nervushipoglosus, parese nervus asesorius, parese nervus
vagus, dan parese nervus glosofaringeus.
Dalam hal yang terakhir ini akan timbul bermacam-macam sindrom,
yaitu: 12
1) Sindrom bulbar  
Pada sindrom bulbar akan tampak paralisis nervus hipoglosus, nervus
asesorius, nervus vagus, dan nervus glosofaringeus. Hal ini dapat
ditimbulkan oleh: (1) infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring,
(2) meningitis tuberculosa atau luetika, (3) fraktur basis kranii (atau
traksi sarafsaraf tersebut pada trauma kapitis).
2) Sindrom foramen jugulare
Pada sindrom foramen jugularis tampak paralysis dari nervus
glosofaringeus, nervus vagus dan nervus asesorius (nervus hipoglosus
dalam keadaan baik) Sindrom ini dapat ditimbulkan oleh: (1) infiltrasi
karsinoma anaplastik dari nasofaring, (2) fraktur basis kranii (atau
traksi saraf-saraf tersebut pada trauma kapitis), (3) meningitis
tuberculosa atau luetika, (4) periflebitis/trombosis dari vena  jugularis.
3) Sindrom spasium parafaringeum Pada sindrom ini tampak
kelumpuhan dari nervus glosofaringeus, nervus vagus dan nervus
hipoglosus. Di samping itu akan tampak sindrom Horner’s di sisi yang
sakit. Sindrom spasmium parafaringeal dapat timbul pada: (1) abses
retrofaringeal, (2) abses peritonsiler.

2.3.4. Diagnosis
Diagnosis parese nervus hipoglosus ditegakkan dengan anamnesis
serta gejala kinis yang ada, anamnesis mengenai ada tidaknya riwayat
trauma kapitis (sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa trauma kapitis
dapat menyebabkan traksi pada nervus hipoglosus sehingga terjadi parese
pada nervus hipoglosus) atau fraktur basis kranii. Ananmesis yang lain
yang tentunya akan mengarahkan kita kepada riwayat-riwayat penyakit
61

ataupun tumor yang secara lansung ataupun tidak langsung akan


menyebabkan parese nervus hipoglosus. Untuk mengetahui gejala-gejala
atau manifestasi yang ditimbulkan oleh parese nervus hipoglosus, dapat
dilakukan pemeriksaan nervus hipoglosus dengan cara: 12
 Menyuruh pasien menjulurkan lidah lurus-lurus, kemudian menarik
dan menjulurkan lagi dengan cepat.
 Lidah kemudian disuruh bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cepat
kemudian menekankan pada pipi kiri dan kanan sementara pemeriksa
melakukan  palpasi pada kedua pipi untuk mengetahui/merasakan
kekuatan lidah.
 Pada lesi bilateral  gerakan lidah kurang lincah
 Pada lesi unilateral  lidah akan membelok ke sisi lesi saat dijulur-
kan dan akan membelok ke sisi yang sehat saat diam di dalam mulut.
 Lesi N. hipoglosus tipe LMN aksonal  atropi.
 Lesi N. hipoglosus tipe LMN nuklear  atropi dan fasikulasi.
 Paralisis N. hipoglosus sukar menelan dan bicara pelo.

Anda mungkin juga menyukai