TINJAUAN PUSTAKA
22
23
Otak diperdarahi oleh dua arteri, yaitu dua arteri carotis interna dan dua
arteri vertebralis. Keempat arteri terletak di dalam ruang subarachnoid, dan
cabang-cabangnya beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk
membentuk circulus willisi.1
Aliran darah yang menuju otak harus membawa oksigen, glukosa, dan
nutrisi ke jaringan saraf dan mengangkut karbondioksida, asam laktat, dan
hasil metabolisme lainya.1 Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah
per menit, yaitu sekitar15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat
istirahat agar berfungsi normal.1
Jika terjadi sumbatanpada arteri carotis interna atau arteria vertebralis,
darah berjalan kearah depan atau ke belakang melalui tempat ini untuk
24
volunter otot wajah dan mulut, NV, NVII (keluar dari pons), NIX, NX,
NXI dan NXII (keluar dari medullaoblongata).
Hampir semua nervus kranialis menerima inervasi bilateral dari
serabut saraf traktus piramidalis. Ini berarti bahwa keduanya, yakni
anggota kanan dan kiri dari sepasang nervus kranialis diinervasi oleh
daerah korteks motorik hemisfer kanan dan kiri. Sehingga jika ada lesi
unilateral dari traktus piramidalis, kedua sisi tubuh tetap menerima
pesan motorik dari korteks. Pesan untuk pergerakan ini mungkin tidak
sekuat sebelumnya tapi tidak akan menyebabkan paralisis.
Dua pengecualian untuk pola ini adalah fungsi NXII yang
menginervasi pergerakan lidah dan bagian dari NVII yang menginervasi
otot muka bagian bawah. Mereka hanya menerima inervasi kontralateral
dari traktus piramidalis. Ini berarti mereka menerima informasi hanya
dari serabut saraf di sisi berlawanan dari otak. Oleh sebab itu, lesi
unilateral upper motor neuron dapat menyebabkan ‘facial drop’
unilateral atau masalah dengan pergerakan lidah di sisi berlawanan dari
tubuh. Sebagai contoh, lesi di serabut saraf kiri traktus piramidalis
menyebabkan ‘facial drop’ sisi kanan dan kesulitan gerak sisi kanan
lidah.1
2.1. Stroke
2.2.1. Definisi
Stroke menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau
global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler.2
2.2.2. Epidemiologi
Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta
dari penderita tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas
permanen.Stroke merupakan penyebab kematian keempat di
27
meningkat dua kali pada pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25
lebih banyak pada pria.4
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena
beberapa hal, antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan
atau gaya hidup yang mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan
bahwa riwayat dari ayah dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko
stroke.7 Risiko stroke juga meningkat apabila ditemukan saudara derajat
satu mempunyai penyakit jantung koroner atau stroke sebelum usia 55
tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita).4
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient
ischemic attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang
tidak memiliki riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga
memiliki risiko yang sama.4
Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu
ICH. Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi. 7 Pada
kasus stroke hemoragik, sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi. 10
Risiko ICH diketahui meningkat berhubungan dengan tingkat tekanan
darah sistolik. Hipertrofi ventrikel kiri juga berhubungan dengan
peningkatan stroke hemoragik sebanyak dua sampai tujuh kali.4
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial
juga merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui
berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres
hidup kronik, dan gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya
stroke.Obat-obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti
hormon juga meningkatkan risiko stroke. Faktor risiko lainnya, yaitu
konsumsi alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga dua
gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun, peminum
berat dapat merusak miokardium.4
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan
rendahnya kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang
sama juga terjadi pada merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor
risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan
meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak 50%.4
2.2.4. Klasifikasi
A. Berdasarkan kelainan patologik pada otak :5,6
1. Stroke Hemoragik :
• Perdarahan intraserebral
• Emboli serebri
• Hipoperfusi sistemik
acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran
sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium.
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel.6
Kaku duduk
Gangguan Kesadaran
Perdarahan retina
Kejang-kejang
Gangguan gerakan Bola Mata
Funduskopi: Papil edema 5
1) Perdarahan intraserebral8,9
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh
kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang
otak dan serebelum.
Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu
melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal
berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,
muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan
epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral,
refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi.
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK),
misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana
terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara
primer.8,9
Gejala klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
39
2.2.7. Diagnosis
Gejala stroke dapat dibedakan atas gejala atau tanda akibat lesi dan
gejala/ tanda yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa
sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis akan tetapi dapat sedemikian
tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya.
Pasien dapat datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh
badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja akan tetapi tidak jarang
pasien datang dalam keadaan koma sehingga memerlukan penyingkiran
diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke.10
Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak
yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian
tersebut. Jenis patologi (iskemik atau perdarahan) secara umum tidak
menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis
perdarahan sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi
saat bekerja.9
Selain dari sisi gejala klinik dalam mendiagnosis kasus stroke juga
bisa menggunakan skor siriraj dan algoritma gajah mada.12
Skor Siriraj
Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.10
Gambaran Radiologi
b. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut.14
aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.14
2.2.8. Tatalaksana
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat10
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat
pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat,
sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala dan klinik stroke akut
meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan,
aktivitas penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala,
mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup),
gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko
stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi,
oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher
(misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis,
dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif).Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan
neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang
selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks,
koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
Pemantauan secara terus menerus terhadap status
neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi
45
f. Pengendalian demam
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5oC
g. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas
darah, dan elektrolit)
Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid,
lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan cairan
serebrospinal
Pemeriksaan radiologi.
B. Penatalaksanaan umum di ruang rawat10
1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan
menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara
5-12 mmHg.
b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
c.Keseimbangancairan diperhitungkan dengan mengukur produksi
urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak
dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk
kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml
per derajat Celcius pada penderita panas).
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48
jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi
menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
makanan, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
- Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
51
2.2.9. Komplikasi
Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe
(2008) dan Stroke National clinical guideline for diagnosis and initial
management of acute stroke and transite ischemic attack (2014),
53
f. Afek
Gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai
stroke. Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah serangan dan
jarang pada saat akut.
2.2.10. Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,
disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek
prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk
mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.11
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan
sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat
batasan sebagai berikut: 11
1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis
dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi,
fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan
ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk
berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat
seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh
stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita
stroke berperan sebagai manusia normal akibat “impairment” atau
“disability” tersebut.
wajah pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta
untuk menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.12
2.3.2. Etiologi
Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh
kelainan congenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah,
idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu.12
1. Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir (kongenital) bersifat irreversible
dan terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang
pendengaran.Pada parese nervus fasialis bilateral dapat terjadi karena
adanya gangguan perkembangan nervus fasialis dan seringkali
bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).
2. Infeksi
Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat
menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Infeksi intracranial yang
menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt,
Herpes otikus.
Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan parese nervus fasialis
adalah otitis media supuratif kronik (OMSK) yang telah merusak
Kanal Fallopi. Otitis media akut dan kronik dapat menyebabkan
terjadinya paresis nervus fasialis. Terdapat dua mekanisme yang dapat
menyebabkan paralisis nervus fasialis yaitu : 1.Hasil toksin bakteri di
daerah tersebut, 2.Dari tekanan langsung terhadap saraf oleh
kolesteatoma atau jaringan granulasi. Pada otitis media akut,
penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis khususnya pada anak
terjadi ketika kanalis nervus fasialis padatelinga tengah mengalami
Congenital Dehiscent atau saraf terkena akibat kontak langsung
dengan materi purulen sehingga dapat menimbulkan inflamasi dan
edema pada saraf dan menyebabkan paresis. Pada otitis media kronik
bisa mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya dapat dilibatkan
dengan osteitis, kolesteatom dan jaringan granulasi, disusul oleh
56
2.4.2. Etiologi
Parese nervus hipoglosus dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut: 12
1) Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring.
2) Meningitis basalis tuberkulosa atau luetika.
3) Fraktur basis kranii (atau traksi pada nervus hipoglosus pada trauma
kapitis).
4) Siringobulbi.
5) Infeksi retrofaringeal.
2.3.4. Diagnosis
Diagnosis parese nervus hipoglosus ditegakkan dengan anamnesis
serta gejala kinis yang ada, anamnesis mengenai ada tidaknya riwayat
trauma kapitis (sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa trauma kapitis
dapat menyebabkan traksi pada nervus hipoglosus sehingga terjadi parese
pada nervus hipoglosus) atau fraktur basis kranii. Ananmesis yang lain
yang tentunya akan mengarahkan kita kepada riwayat-riwayat penyakit
61