Anda di halaman 1dari 15

Nama : Thalita Dewi Cahyani

NIM : P17124019035
Kelas : 2A Kebidanan

Komplikasi Persalinan dan Penatalaksanaan

A. Persalinan Normal
1. Pengertian
Menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara
spontan,beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama
proses persalinan,bayi lahir secara spontan dalam presentasi belakang
kepala pada usia kehamilan 37-42 minggu lengkap dan setelah persalinan
ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat.

2. Tahap Persalinan
a. Kala I : dimulai dari pembukaan 1-10, pada primipara berlangsung
selama 10 jam dan multipara 7 jam. Dibagi menjadi 2 fase yaitu :
1) Fase laten : berlangsung selama kurang lebih 8 jam, dari
pembukaan 1-3.
2) Fase aktif : terjadi dari pembukaan 4-10, dibagi menjadi 3 fase
yaitu:

a) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm kini


menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal dlam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4cm menjadi 9cm.
c) Fase deselerasi, pemukaan melambat kembali, dalam 2
jam pembukaan dari 9cm menjadi lengkap 10cm.
Pembukaan lengkap berarti bibir serviks dalam keadaan
tak teraba dan diameter lubang serviks adalah 10 cm.
b. Kala II : Pada Kala II his terkoordinasi, kuat, cepat, dan lama
pada waktu his kepala janin mulai, vulva membuka dan
perineum meegang. Dengan his mengedan yang terpimpin akan
lahir kepala dengan diikuti seluruh badan janin. Kala II pada
Primi berlangsung 1 ½ jam – 2 jam. Pada Multipara ½-1 jam
(Mochtar, 2002)

c. Kala III : Pada Kala III dilakukan pengeluaran plasenta yang


ditandai dengan perubahan bentuk dan tinggi fundus, tali pusat
memanjang, semburan darah tiba-tiba. Seluruh proses biasanya
berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. (Mochtar, 2002)
d. Kala IV : Kala pengawasan dimulai dari lahirnya plasenta sampai 1
jam. Periksa fundus uteri setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap
20-30 menit selama jam kedua.

B. Distosia Kelainan Tenaga (His)


1. Pengertian
Kelainan tenaga atau his adalah his tidak normal/ sifatanya
menyebabkan rintangan pada jalan dan tidak dapat ditasi sehingga
menyebabkan persalinan macet ( Sarwono, 1993)

2. Inersia uteri hipotonik


Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his normal.
Inersia uteri di bagi menjadi dua yaitu :
 Inersia uteri primer : terjadi pada permulaan fase laten
 Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif kala I atau II

a. Faktor risiko inersia uteri hipotonik


1) Anemia
2) Uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion,
kehamilan kembar, macrosomia, grand multipara, primipara
3) Keadaan emosi yang kurang baik

b. Penatalaksanaan
1) Keadaan umum penderita harus segera diperbaiki. Gizi
selama kehamilan harus diperbaiki.

2) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan


dijelaskan tentang kemungkinankemungkinan yang ada.
3) Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan
kepala/bokong bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan,
bila his timbul adekuat dapat dilakukan persalinan spontan,
tetapi bila tidak berhasil maka akan dilakukan section
caesarea.

3. Inersia uteri hipertonik


Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang
sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari
bagian atas, tengah dan bawah uterus sehingga tidak efisien untuk
membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
a. Etiologi
1) Pemberian oksitosin berlebihan
2) Ketuban pecah lama disertai infeksi
3) Rangsangan pada uterus
4) Dan sebagainya

b. Penatalaksanaan
Dilakukan pengobatan simptomatis untuk mengurangi tonus
otot, nyeri dan mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin
harus terus dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil,
persalinan harus diakhiri dengan section caesarea.

4. His yang tidak terkoordinasi


Sifat his yang berubah–ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronisasi
antar kontraksi dan bagian–bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien
dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin.
1) Faktor resiko
1) Faktor usia penderita yang relatif tua dan relatif muda
2) Pimpinan persalinan yang salah
3) Karena induksi persalinan dengan oksitosin
4) Rasa takut dan cemas

b. Penatalaksanaan
Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot: berikan
obat-obatan anti sakit dan penenang (sedative dan analgetika)
seperti morfin, peidin dan valium. Apabila persalinan
berlangsung lama dan berlarut-larut, selesaikanlah partus
menggunakan hasil pemeriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi
vakum, forceps atau section caesarea.

C. Distosia Letak dan Posisi janin


Malposisi merupakan abnormal dari vertek kepala janin (dengan
ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Dalam keadaan
malposisi dapat terjadi partus macet atau partus lama.
1. Presentasi puncak kepala
Presentasi puncak kepala adalah kelainan akibat defleksi ringan
kepala janin ketika memasuki ruang panggul sehingga ubun-ubun
besar merupakan bagian terendah. (Mochtar, 2002).
a. Faktor resiko
1) Kelainan Panggul
2) Anak dengan berat badan kecil atau mati
3) Kerusakan dasar panggul
b. Penatalaksanaan
1) Usahakan lahir pervaginam karena kira kira 75% bisa lahir
pervaginam
2) Bila ada indikasi ditolong dengan vakum/forcep bisanya
anak yang lahir didapat caput dengan ubun-ubun Besar

2. Presentasi dahi
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi,
sehingga dahi merupakan bagian teredah. Posisi ini biasanya akan
berubah menjadi letak muka atau belakang kepala.
a. Faktor Resiko
1) Panggul sempit
2) Janin besar
3) Multiparitas
4) Kelainan janin
5) Kematian janin intrauterine
b. Penatalaksanaan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang
normal,tidak akan dapat lahir spontan per vaginam, sehingga
harus dilahirkandengan seksio sesarea. Jika janin kecil dan
panggul yang luas dengan presentasi dahi akan lebih mungkin
lahir secara normal.

3. Presentasi Occipito Posterior


Pada persalinan persentasi belakang kepala, kepala janin turun
melalui Pintu Atas Panggul dengan sutura sagitaris
melintang/miring.
a. Penatalaksanaan
Persalinan perlu pengawasan yang seksama dengan harapan
terjadinya persalinan spontan. Ekstraksi cunam pada persalinan
letak belakang kepala akan lebih mudah jika ubun-ubun kecil
berada didepan,maka perlu diusahakan ubun-ubun diputar
kedepan. Jika dalam keadaan janin posisi letak rendah maka
dapat dilakukan ekstraksi vakum.

4. Presentasi Muka
Keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi
maksimal,sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka yang
merupakan terendah menghadap ke bawah.
a. Penatalaksanaan
Bila pembukaan lengkap
1) Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
2) Bila kemajuan persalinan lembut lakukan oksitosin drip
3) Bila pembukaan belum lengkap
4) Tidak didapatkan tanda obstruksi, lakukkan oksitosin
drip.Lakukan evaluasi persalinan sama dengan persalinan
vertek.

5. Letak lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang
didalam uterus dengan sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir
tegak lurus pada sumbu panjang ibu. ( Sastrawinata, 2004: 145).
a. Penatalaksanaan
Pada permulaan persalinan masih diusahakan mengubah letak
lintang janin menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan
masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah atau utuh,
umur kehamilan 36 sampai 38 minggu, bagian terendah belum
masuk atau masih dapat dikeluarkan dari PAP, dan bayi dapat
lahir pervagina. Pada seseorang primigravida bila versi luar tidak
berhasil, sebaiknya segera dilakukan seksio sesaria.

6. Distosia Bahu
Merupakan kegawat daruratan obstetric karena terbatasnya
waktu persalinan, terjadi trauma janin, dan kompikasi pada ibunya,
kejadiannya sulit diperkirakan setelah kepala lahir, kepala seperti
kura-kura dan persalinan bahu mengalami kesulitan (Manuaba,
2001).
a. Penanganan
1) Hindari 4 P
 Panic
 Pulling (pada kepala)
 Pushing (pada Fundus)
 Pivoting (Memutar kepala secara tajam, dengan kogsigis
sebagai tumpuan)
2) ALARMER
 A : Ask for help (Minta pertolongan)
 L : Lift/hyperflexi of the legs (Mc Robert’s maneuver)
 A : Anterior shoulder disimpaction 
a. Suprapubic pressure (Massanti)
b. Rotate to ablique (Rubin)
 R : Rotation of the posterior shoulder 
a. Rubin maneuver
b. Wood’s screw maneuver (Memutar bahu
posterior menjadi anterior) 
 M : Manual removal of the posterior arm 
 E : Episiotomi
 R : Roll woman over onto “all fours” Membebaskan
bahu posterior dan lbh mudah memutarnya ke anterior

7. Letak sungsang
Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih
ekstremitas pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala
memasuki panggul bersamaan dengan kaki dan/atau tangan.
Presentasi majemuk juga dapat terjadi manakala bokong memasuki
panggul bersamaan dengan tangan.
a. Penatalaksanaan

Persalinan letak sungsang dengan pervaginam mempunyai syarat


yang harus dipenuhi yaitu pembukaan benar-benar lengkap, kulit
ketuban sudah pecah, his adekuat dan tafsiran berat badan janin
< 3600 gram. Persalinan pervaginam tidak dilakukan
apabiladidapatkan kontra indikasi persalinan pervaginam bagi
ibu dan janin, presentasi kaki, hiperekstensi kepala janin dan
berat bayi >3600 gram, tidak adanya informed consent, dan tidak
adanya petugas yang berpengalaman dalam melakukan
pertolongan persalinan. Ada berbagai cara penatalaksanaan pada
letak sungsang sebagai berikut :

1) Prosedur melahirkan secara bracht

2) Manual Aid

3) Prosedur Mueller

4) Prosedur lovset

5) Prosedur mauriceau
8. Presentasi bokong
Adalah letak memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki,
atau kombinasi keduanya.
a. Penatalaksanaan
Prosedur Melahirkan Lengan di Atas Kepala atau di Belakang
Leher (maneuver louset)
1) Pegang janin pada pinggulnya

2) Putarlah badan bayi setengah lingkaran dengan arah putaran


mengupayakan punggung yang berada di atas (anterior)

3) Sambil melakukan gerakan memutar, lakukan traksi ke


bawah sehingga lengan posterior berubah menjadi anterior,
dan melahirkannya dengan menggunakan dua jari penolong
dilengan atas bayi

4) Putar kembali badan janin ke arah berlawanan (punggung


tetap berada di atas) sambil melakukan traksi ke arah bawah.

5) Dengan demikian, lengan yang awalnya adalal anterior


kembali lagi ke posisi anterior untuk dilahirkan dengan cara
yang sama

D. Kelainan Bentuk Janin


1. Makrosomia
Makrosomia atau bayi besar adalah bila berat badan bayi melebihi
dari 4000 gram. (Prawirohardjo, 2006). Dalam dunia kedokteran
makrosomia disebut giant baby. Terdapat tiga faktor utama
penyebab
makrosomia yaitu faktor genetik, kenaikan berat badan Ibu yang
berlebihan karena pola makan yang berlebih, dan Ibu hamil yang
menderita diabetes mellitus (Benson, 2009).

2. Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur.
a. Faktor resiko
1) Infeksi yang menjalar dari vagina
2) Polihidramnion
3) Solusio plasenta
4) Inkompeten serviks

3. Prolapse tali pusat


Prolapse tali pusat merupakan komplikasi yang jarang terjadi,
kurang Dari 1 per 200 kelahiran, tetapi dapat mengakibatkan
tingginya kematian janin.

E. Distosia Kelainan Panggul


1. Kesempitan Pintu Atas Panggul
a. Bidang-bidang panggul
1) Bidang Hodge I : dibentuk pada lingkaran PAP dengan
bagian atas symphisis dan promontorium.
2) Bidang Hodge II : sejajar dengan Hodge I setinggi pinggir
bawah symphisis.
3) Bidang Hodge III : sejajar Hodge I dan II setinggi spina
ischiadika kanan dan kiri.
4) Bidang Hodge IV : sejajar Hodge I, II dan III setinggi os
coccygis
b. Panggul Luar
1) Distansia spinarum : jarak antarakedua spina illiaka anterior
superior : 24 – 26 cm.
2) Distansia cristarum : jarak antara kedua crista illiaka kanan
dan kiri : 28 – 30 cm.
3) Konjugata externa (Boudeloque) 18 – 20 cm.
4) Lingkaran Panggul 80-90 cm.
5) Konjugata diagonalis (periksa dalam) 12,5 cm - Distansia
Tuberum (dipakai Oseander) 10,5 cm.
c. Macam-macam konjugata
1) Konjugata vera atau diameter antero yaitu diameter antara
promontorium dan tepi atas symfisis sebesar 11 cm.
2) Konjugata obstetrika adalah jarak antara promontorium
dengan pertengahan symfisis pubis

3) Diameter transversa (melintang), yaitu jarak terlebar antara


ke dua linia inominata sebesar 13 cm.
4) Diameter oblik (miring) Jarak antara artikulasio sakro iliaka
dengan tuberculum pubikum sisi yang bersebelah sebesar 12
cm.
d. Mengukur Panggul Dalam
Pada pemeriksaan dalam ini yang diukur secara langsung adalah
konjugata diagonalis. Cara mengukur konjugata diagonalis
adalah jari tengah dan telunjuk tangan kanan dimasukkan ke
dalam vagina untuk meraba promontorium. Jari telunjuk tangan
kiri menandai sejauh mana masuk tangan kanan dan kemudian
diukur dengan penggaris saat tangan dikeluarkan. Cara
pengukuran dengan periksa dalam akan memperoleh konjugata
diagonali yaitu jarak dari tepi bawah symfisis pubis ke
promontorium (12,5 cm) dikurangi 1,5-2 cm.
Untuk kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet):
 Konjugata diagonal (KD) kira-kira 13,5 cm.
 Konjugata vera (KV) kira-kira 12.0 cm.
 Dikatakan sempit bila KV kurang dari 10 cm atau
 konjugata diagonalis kurang dari 11,5 cm.

2. Kesempitan Bidang Tengah Pelvic


Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep transverse arrest”
(letak malang melintang rendah) pada perjalanan persalinan dengan
posisi occipitalis posterior (sebuah gangguan putar paksi dalam
akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul).

3. Kesempitan Pintu Bawah Panggul


PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama
(berupa diameter intertuberus) dan tidak terletak pada bidang yang
sama. Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang
terjadi mengingat bahwa kesempitan PBP hamper selalu disertai
dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.

F. Distosia Ruktur Genitalia


1. Vulva

a. Oedema vulva, bisa timbul pada waktu hamil, biasanya sebagai


gejala preeclampsia akan tetapi dapat pula mempunyai sebab
lain misalnya gangguan gizi.

b. Stenosis vulva, biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan


radang yang menyebabkan ulkus-ulkus yang sembuh dengan
parut-parut yang dapat menimbulkan kesulitan.
c. Kelainan bawaan Atresia vulva dalam bentuk atresia himenalis
yang menyebabkan hematokolpos, hematometra dan atresia
vagina dapat menghalangi konsepsi.

d. Varises, wanita hamil sering mengeluh melebarnya pembuluh


darah di tungkai, vagina, vulva dan wasir, tetapi dapat
menghilang setelah kelahiran

e. Hematoma vulva dapat juga terjadi karena trauma misalnya jatuh


terduduk pada tempat yang keras atau koitus kasar, bila
hematoma kecil resorbsi sendiri, bila besar harus insisi dan
bekuan darah harus dikeluarkan.

f. Peradangan vulva sering bersamaan dengan peradangan vagina


dan dapat terjadi akibat infeksi spesifik, seperti sifilis,
gonorrhea, trikomoniasis.

g. Kondiloma akuminta, merupakan pertumbuhan pada kulit


selaput lender yang menyerupai jengger ayam jago. Berlainan
dengan kondiloma akumilatum permukaan kasar papiler,
tonjolan lebih tinggi, warnanya lebih gelap.
2. Vagina
a. Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi sehingga
terdapat satu septum yang horizontal, bila penutupan vagina ini
menyeluruh, menstruasi timbul namun darahnya tidak keluar,
namun bila penutupan vagina tidak menyeluruh tidak akan
timbul kesulitan
b. septum vagina lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia
karena bagian vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik
untuk koitus maupun lahirnya janin. Septum tidak
lengkapkadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada
persalinan dan harus dipotong dahulu.
c. Tumor vagina, dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin
pervaginam, adanya tumor vagina dapat juga menyebabkan
persalinan pervaginam dianggap mengandung terlampau banyak
resiko.
d. kista vagina berasal dari duktus gartner atau duktus muller, letak
lateral dalam vagina bagian proksimal, ditengah, distal dibawah
orifisum uretra eksternal. Bila kecil dan tidak ada keluhan dapat
dibiarkan tetapi bila besar dilakukan pembedahan.
Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setelah lahir.
3. Uterus
Kelainan yang penting berhubungan dengan persalinan adalah
distosia servikalis. Karena disfungtional uterine action atau karena
parut pada serviks uteri. Kala I serviks uteri menipis akan tetapi
pembukaan tidak terjadi sehingga merupakan lembaran kertas
dibawah kepala janin.

Anda mungkin juga menyukai