Anda di halaman 1dari 49

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN IBU TENTANG

PENGGUNAAN IUD POST PLASENTA DI PUSKESMAS KECAMATAN CENGKARENG

TAHUN 2014

Oleh :

SUHAENAH

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

PASCA SARJANA

TAHUN 201
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah penduduk yang besar tidak selalu menjadi kekuatan pembangunan

apabila tidak disertai dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai.

Penduduk yang berkualitas tinggi akan mempercepat tercapainya pertumbuhan

ekonomi dan tujuan-tujuan pembangunan. Sebaliknya, penduduk dengan

jumlah yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat cepat

dan kualitas yang rendah akan menjadi beban pembangunan dan

memperlambat tercapainya pertumbuhan ekonomi serta tujuan-tujuan

pembangunan yang sebenarnya dimaksudkan untuk meningkatkan

kesejahteraan penduduk itu sendiri. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk

mengendalikan tingkat pertumbuhan serta meningkatkan kualitasnya sangat

diperlukan (BKKBN, 2009). Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik

yang menyangkut jumlah, kualitas, maupun persebarannya merupakan

problema berat yang harus diatasi untuk tercapainya keberhasilan

pembangunan bangsa Indonesia (BKKBN, 2009). Badan Pusat Statistik (BPS)

menyatakan hasil sensus penduduk tahun 1971 jumlah penduduk Indonesia

sebesar 119,2 juta jiwa, tahun 1980 jumlah penduduk Indonesia sebesar 147,5

juta jiwa, tahun 1990 jumlah penduduk Indonesia sebesar 179,4 juta jiwa,

tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia sebesar 205,1 juta jiwa, tahun 2010

jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Maka selama tahun
terakhir penduduk Indonesia bertambah sekitar 32,5 juta orang atau meningkat

dengan tingkat (laju) pertumbuhan per tahun sebesar 1,49 persen (BPS, 2011)

Situasi dan kondisi kependudukan saat ini merupakan fenomena yang memerlukan

perhatian dan penanganan secara seksama, lebih sungguh-sungguh, dan berkelanjutan.

Salah satu upaya yang telah dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah bersama-sama

dengan seluruh lapisan masyarakat yaitu dengan pengendalian jumlah penduduk dan

peningkatan kualitasnya melalui program keluarga berencana (BKKBN, 2009).

Menurut International Confederation Of Midwives (ICM) pada tahun 2005 bidan

adalah seorang yang telah berhasil atau sukses menyelesaikan pendidikan bidan yang

terakreditasi dan diakui negara, telah memperoleh kualifikasi yang dibutuhkan untuk

didaftarkan dan mendapat sertifikat dan atau secara resmi diberi lisensi untuk

melakukan praktik kebidanan. Sedangkan definisi bidan di Indonesia adalah seorang

wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan kebidanan yang telah

diakui pemerintah dan telah lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan

memperoleh kualifikasi untuk registrasi dan memperoleh izin untuk melaksanankan

praktik kebidanan (Purwandari, 2008). Tugas penting yang dilaksanakan bidan

mencakup KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) dan KIPK (komunikasi

interpersonal/konseling) untuk ibu, keluarga dan masyarakat, pendidikan antenatal dan

persiapan menjadi orang tua kesehatan reproduksi perempuan, keluarga berencana,

dan pemeliharan kesehatan anak (Purwandari, 2008) Fitriani (2011), menyatakan

bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu,

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,


pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Keluarga Berencana (Family Planning)

sangat bermanfaat bagi kesehatan ibu, dimana dengan jalan mengatur jumlah dan

jarak kelahiran anak, maka kesehatan ibu dapat terpelihara terutama kesehatan organ

reproduksinya serta dapat meningkatkan kesehatan mental dan sosial yang

dimungkinkan oleh adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak. Selain

untuk ibu, keluarga berencana juga bermanfaat bagi suami, anak, serta bangsa

(Sulistyawati, 2011). Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau

merencanakan jumlah serta jarak kehamilan dengan menggunakan metode kontrasepsi

(Anggraini dan Martini, 2011). Metode kontrasepsi bekerja dengan cara mencegah

sperma laki-laki mencapai dan membuahi sel telur wanita (Sulistyawati, 2011). Salah

satu sasaran Program keluarga berencana yang tertuang dalam RPJMN 2004-2009

yaitu menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14 persen

per tahun (Anggraini dan Martini, 2011). AKDR atau IUD adalah suatu alat

kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran,

bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya), diletakkan dalam kavum uterus sebagai

usaha kontrasepsi, (Hidayati, 2009). Menurut Augustin (dalam Darwani, 2012)

menyatakan bahwa pada tahun 2010 diperkirakan akseptor yang menggunakan AKDR

/ IUD 30 % terdapat di Cina, 13 % di Eropa, 5 % di Amerika dan sekitar 6,7 % di

Negara Berkembang. Menurut laporan Riskesdas (2010), presentasi perempuan kawin

umur 10-49 tahun yang menggunakan alat/cara KB menurut tempat tinggal yaitu

Sterilisasi Wanita 2,1%, Sterilisasi Pria 0,1 %, Pil 12,8 %, AKDR / Spiral 5,1

%,Susuk 1,4%, Suntik 32,3 %, Kondom 1,1 %, Diafragma 0,1 %, Amenorrhea Laktasi

0,1 %, Pantang Berkala 0,4 %, Senggama Terputus 0,3 %, Tidak ber KB 44,2 %). Hal

ini menunjukkan bahwa alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) masih kurang diminati
dibandingkan dengan metode KB lainnya yang peminatnya lebih tinggi. Hasil

pelayanan peserta KB baru sampai dengan bulan Desember 2011 di Provinsi Aceh

menunjukan pencapaian peserta KB Baru total sebanyak 182.619 peserta, menurut

jenis kontrasepsi yang digunakan yaitu sebagai berikut IUD 5.547 (3,04 %), MOW

1.247 (0,68 %), MOP 28 (0,02 %), Kondom 20.875 (11,43%), Implant 6.169 (3,38

%), Suntikan 80.578 (44,12 %), dan Pil 68.175 (37,33 %) (BKKBN, 2011).

Berdasarkan penelitian Putri (2011) yang dilakukan di Desa Seuneubok Rawa

Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen didapatkan hasil bahwa dari 9 responden

yang berpengetahuan kurang ternyata 100% tidak menggunakan AKDR. Hasil

penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Asiah (2012) yang dilakukan di

Rumah Sakit Umum Sigli yang mana dari 46 responden yang berpengetahuan kurang

35 diantaranya tidak menggunakan AKDR. Kedua hasil penelitian tersebut diperkuat

oleh hasil penelitian Fauziah (2012) yang dilakukan di Desa Dayah Kruet Kecamatan

Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya yang menunjukkan hasil bahwa dari 31 responden

yang berpengetahuan kurang 100% tidak menggunakan IUD. hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan akseptor KB terhadap pemilihan

kontrasepsi AKDR/IUD dimana semakin kurang pengetahuan akseptor KB maka

semakin kecil kemungkinan untuk menggunakan AKDR/IUD begitu juga sebaliknya.

Selain hubungan pengetahuan dengan pemilihan AKDR, penelitian Putri (2011) yang

dilakukan di Desa Seuneubok Rawa Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen

menunjukkan pula hasil bahwa dari 18 responden yang berpendidikan dasar ternyata

15 tidak menggunakan AKDR. Hasil penelitian Asiah (2012) yang dilakukan di

Rumah Sakit Umum Sigli juga menunjukkan hasil dari 43 responden yang

berpendidikan dasar 32 diantaranya tidak menggunakan AKDR/IUD. Penelitian


Safrinawati (2012) yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam

Kabupaten Aceh Besar menunjukkan pula hasil yang sama dengan kedua penelitian

tersebut yang mana dari 54 responden yang berpendidikan dasar ternyata 44 memilih

metode KB yang efektif. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa ada hubungan

pendidikan akseptor KB dengan pemilihan kontrasepsi AKDR/IUD dimana semakin

tinggi pendidikan Berdasarkan penelitian Safrinawati (2012) yang dilakukan di

Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Kabupaten Aceh Besar didapatkan hasil

bahwa dari 32 responden yang bekerja ternyata 87,5% memilih metode KB yang

efektif sejalan dengan hasil penelitian Safrinawati, hasil penelitian yang dilakukan

oleh Anita Di Pemukiman Tangan-Tangan Rayek Kecamatan Tangan-Tangan

Kabupaten Aceh Barat Daya (2012) juga menunjukkan bahwa dari 35 responden 25

responden yang bekerja memilih menggunakan metode KB AKDR, artinya ada

hubungan pekerjaan akseptor KB dengan pemilihan metode KB yaitu apabila ibu

bekerja maka semakin besar kemungkinan untuk menggunakan metode KB

AKDR/IUD. akseptor KB maka semakin besar kemungkinan untuk menggunakan

AKDR/IUD. Berdasarkan penelitian Darwani (2012) yang dilakukan di Wilayah Kerja

Puskesmas Saree Kabupaten Aceh Besar didapatkan hasil bahwa dari 40 responden

ternyata 23 diantaranya tidak menggunakan AKDR karena kurangnya informasi

tentang AKDR dari tenaga kesehatan. Selain penelitian Darwani, hasil penelitian yang

dilakukan oleh Anita Di Pemukiman Tangan-Tangan Rayek Kecamatan Tangan-

Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya (2012) juga menunjukkan bahwa dari 35

responden 27 diantaranya tidak menggunakan AKDR karena kurangnya informasi

tentang AKDR. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh

informasi dari tenaga kesehatan terhadap penggunaan AKDR oleh akseptor KB


dimana apabila ibu mendapatkan informasi yang cukup maka semakin besar

kemungkinan untuk menggunakan AKDR/IUD. Berdasarkan studi pendahulan yang

peneliti lakukan di Ruang Seureune III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel

Abidin didapatkan informasi bahwa dari semua pasien post partum yang dirawat di

ruang tersebut dari Januari 2012 sampai dengan Januari 2013 hanya 13 pasien yang

tercatat menggunakan IUD Post Plasenta. Pasien yang menggunakan IUD Post

plasenta tersebut 9 diantaranya adalah pasien post partum dengan proses persalinan

secara seksio saesarea dan 4 lainnya adalah pasien post partum yang melalui proses

persalinan secara spontan atau pervaginam. Dari data diatas menunjukkan bahwa

pengguna IUD Post Plasenta masih sangat sedikit di Puskesmas Kecamatan

Cengkareng yang merupakan tempat Rujukan Puskesmas Kelurahan, sedangkan

kontrasepsi ini memiliki tingkat efektivitas yang tinggi dan merupakan metode KB

jangka panjang (Saifuddin et al, 2006). Faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya

akseptor IUD seperti yang telah disebutkan diatas diantaranya adalah karena pengaruh

pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan informasi dari tenaga kesehatan. IUD post

plasenta adalah IUD yang dipasang dalam waktu 10 menit setelah lepasnya plasenta

pada persalinan pervaginam maupun seksio Sesarea, IUD yang dipasang setelah

persalinan selanjutnya juga akan berfungsi seperti IUD yang dipasang saat siklus

menstruasi (Saifuddin et al, 2006). Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Penggunaan IUD Post Plasenta di

Puskesmas Kecamatan Cengkareng Tahun 2014”.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah

“Apakah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Penggunaan

IUD Post Plasenta di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Tahun 2014”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang

Penggunaan IUD Post Plasenta di Puskesmas Kecamatan Cengkareng 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan

IUD Post Plasenta di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Abidin Tahun 2014

b. Diketahuinya pengaruh pekerjaan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan

IUD Post Plasenta di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Tahun 2014”.

c. Diketahuinya pengaruh informasi dari tenaga kesehatan terhadap pengetahuan ibu

tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Tahun

2014”.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam bidang penelitian,

khususnya penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu

tentang penggunaan IUD Post Plasenta.

2. Institusi Pendidikan

Khususnya bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah Program Studi D-III

Kebidanan, hasil penelitian secara teoritis dapat menambah khasanah ilmu kesehatan

terutama tentang IUD Post Plasenta dan dapat dijadikan bahan bacaan untuk

meningkatkan pengetahuan

3. Bagi Lahan Penelitian

Sebagai tolak ukur dalam menilai tingkat pelayanan kesehatan dan bahan kajian serta

informasi bagi tenaga kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan pada keluarga berencana khususnya IUD Post Plasenta.

4. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi dan penambah pengetahuan masyarakat tentang

Keluarga Berencana khususnya IUD Post Plasenta sehingga dapat meningkatkan

pandangan positif terhadap Keluarga Berencana.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai program untuk

menangani masalah kependudukan yang ada. Salah satu programnya yaitu

dengan Keluarga Berencana Nasional sebagai integral dari pembangunan

Nasional yang mempunyai tujuan ganda yaitu mewujudkan pembangunan

yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia

sejahtera. Keadaan ini dapat dicapai dengan menganjurkan PUS untuk

mengikuti Program Keluarga Berencana (BKKBN, 2011). Dalam undang-

undang nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga Sejahtera menyebutkan bahwa Keluarga

Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta

masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,

pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga

untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera (BKKBN, 2009).

Menurut WHO, keluarga berencana (KB) adalah tindakan yang membantu

individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-obketif

tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan

kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan,

mengontrol waktu saat kehamilan dalam hubungan dengan umur suami

istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Program KB memiliki


tujuan umum untuk membentuk keluarga dalam keluarga. Program KB

memiliki tujuan umum untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan

kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran

anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Program keluarga berencana dapat

memberikan beberapa dampak, diantaranya adalah penurunan angka

kematian ibu dan anak, penanggulangan masalah kesehatan reproduksi,

peningkatan kesejahteraan keluarga, dan peningkatan derajat kesehatan

(Anggraeni Martini,2011).

B. IUD Post Plasenta

IUD atau AKDR / SPIRAL adalah suatu benda kecil dari plastik lentur, sebagian besar

memiliki lilitan tembaga yang dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan

mempunyai benang (Anggraeni & Martini, 2011). IUD atau AKDR mencegah

kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan ovum karena adanya

perubahan pada tuba dan cairan uterus. Hal ini disebabkan karena AKDR dianggap

sebagai benda asing yang dapat menyebabkan peningkatan leukosit serta tembaga

yang dililitkan pada AKDR juga bersifat toksik terhadap sperma dan ovum.

Efektivitas IUD atau AKDR dalam mencegah kehamilan mencapai 98% hingga 100%

bergantung pada jenis IUD atau AKDR. IUD atau AKDR merupakan metode

kontrasepsi jangka panjang serta dapat dipasang segera setelah melahirkan ataupun

pasca abortus (Meilani et al, 2010).

1. Pengertian IUD Post Plasenta


IUD post plasenta adalah IUD yang dipasang dalam waktu 10 menit setelah

lepasnya plasenta pada persalinan pervaginam maupun persalinan dengan

seksio sesarea (Saifuddin et al, 2006, hlm MK – 7) Dengan adanya teknik baru

yaitu IUD Post Plasenta maka dapat memberikan harapan dan kesempatan bagi

ibu yang tidak ingin hamil lagi. Bagi Indonesia dengan kesulitan hidup yang

cukup tinggi (30% miskin), dan banyaknya unmet need (8,6%) maka teknologi

ini perlu untuk ditawarkan kepada pasien post partum dengan cara

memberikan konseling sebelum persalinan. Peningkatan penggunaan IUD Post

Plasenta akan dapat mengurangi jumlah kehamilan yang tidak diinginkan

dimasa depan, sehingga akan mengurangi angka kematian ibu di Indonesia

(Saifuddin et al, 2006) Dengan adanya teknik baru yaitu IUD Post Plasenta

maka dapat memberikan harapan dan kesempatan bagi ibu yang tidak ingin

hamil lagi. Bagi Indonesia dengan kesulitan hidup yang cukup tinggi (30%

miskin), dan banyaknya unmet need (8,6%) maka teknologi ini perlu untuk

ditawarkan kepada pasien post partum dengan cara memberikan konseling

sebelum persalinan. Peningkatan penggunaan IUD Post Plasenta akan dapat

mengurangi jumlah kehamilan yang tidak diinginkan dimasa depan, sehingga

akan mengurangi angka kematian ibu di Indonesia (Saifuddin et al, 2006)

2. Jenis

Saifuddin (2006) menyatakan bahwa AKDR yang umumnya digunakan dalam

pemasangan IUD Post Plasenta adalah AKDR jenis Cu-T khususnya AKDR

CuT-380A yang dimasukkan kedalam fundus uteri dalam 10 menit setelah

plasenta lahir.
Gambar 2.1 IUD Copper T

AKDR CuT-380A adalah IUD berukuran kecil, terbuat dari kerangka plastik

yang fleksibel berbahan polyethylene, berbentuk huruf T, pada batang dan

tiap-tiap lengannya dibungkus dengan kawat tembaga halus (Cu) yang

mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik. Dalam

setiap batang plastik “T” terdapat 176 mg kawat tembaga (Cu) pada bagian

vertikal, dan 66,5 mg tembaga pada bagian horizontal. Total luas permukaan

tembaga adalah 380 mm2. Jangka waktu penggunaan IUD Copper T 380 A

adalah 10 tahun, dan setelah 10 tahun AKDR tersebut harus dilepaskan namun

dapat pula dilepaskan lebih awal sesuai dengan keinginan pasien (Varney et

al,2006)

3. Cara Kerja

AKDR / IUD Post Plasenta langsung bekerja secara efektif segera setelah pemasangan

selesai. AKDR bekerja dengan cara menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke

tuba falopii, mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri, AKDR

bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu (AKDR membuat sperma sulit

masuk kedalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk
fertilisasi), dan memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus

(Saifuddin et al,2010).

4. Efektivitas

Sebagai alat kontrasepsi, AKDR / IUD Post Plasenta memiliki tingkat efektivitas yang

tinggi yaitu 0,6 – 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan

dalam 125–170 kehamilan). Ini dapat pula diartikan bahwa angka kegagalan IUD Post

Plasenta 0,8 % dibandingkan dengan pemasangan setelahnya (Saifuddin et al, 2010).

5. Keuntungan

Menurut Nisa (2011), IUD Post Plasenta memiliki beberapa keuntungan, yang

diantaranya adalah :

a. Langsung bisa didapatkan oleh ibu yang melahirkan di tempat pelayanan kesehatan.

b. Efektif dan tidak berefek pada produksi ASI

c. Kesuburan dapat segera kembali segera setelah pelepasan

d. Resiko terjadinya infeksi rendah yaitu dari 0,1-1,1 %

e. Kejadian perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi dari jumlah populasi

1150 sampai 3800 wanita.

f. Kasus perdarahan lebih sedikit daripada IUD yang dipasang di waktu

menstruasi

Selain itu Saifuddin (2010), juga mengungkapkan beberapa keuntungan


dari IUD itu sendiri, yaitu : Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi (1 kegagalan

dalam 125 – 170 kehamilan).

b. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.

c. Metode jangka panjang ( IUD Copper T 380 A bekerja hingga 10 tahun dan tidak

perlu diganti).

d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.

e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.

f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.

g. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.

h. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan.

i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi

infeksi).

j. AKDR dapat di lepaskan setiap saat sesuai dengan kehendak pasien.

k. Membantu mencegah kehamilan di luar kandungan (kehamilan ektopik)

6. Kelemahan

Kelemahan dari IUD Post Plasenta ialah dimana angka keberhasilannya ditentukan

oleh waktu pemasangan, tenaga kesehatan yang memasang, dan teknik

pemasangannya. Waktu pemasangan dalam 10 menit setelah keluarnya plasenta

memungkinkan angka ekspulsinya lebih kecil ditambah dengan ketersediaan tenaga

kesehatan yang terlatih (dokter atau bidan) dan teknik pemasangan sampai ke fundus
juga dapat meminimalisir kegagalan pemasangan (Nisa, 2011). Saifuddin (2010)

mengatakan bahwa IUD Post Plasenta memiliki beberapa kekurangan lainnya, yaitu :

a. AKDR dapat keluar dari uterus secara spontan, khususnya selama beberapa

bulan pertama pemakaian.

b. Angka ekspulsi lebih tinggi (6-10%)

c. Kemungkinan terjadi perdarahan atau spotting beberapa hari setelah

pemasangan.

d. Perdarahan menstruasi biasanya akan lebih lama dan lebih banyak.

e. AKDR tidak melindungi diri terhadap IMS termasuk virus AIDS. Apabila

pasangan beresiko, mereka harus menggunakan kondom seperti halnya

AKDR.

7. Indikasi

Menurut Saifuddin (2010), Indikasi pemasangan IUD untuk tujuan kontrasepsi dapat

dilakukan pada wanita dengan kriteria usia reproduktif, keadaan nulipara,

menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang, ibu menyusui yang

menginginkan menggunakan kontrasepsi, setelah melahirkan dan tidak menyusui

bayinya, setelah abortus dan tidak terlihat adanya infeksi resiko rendah dari IMS, tidak

menghendaki mentode hormonal dan tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum

pil setiap hari.

8. Kontra indikasi
Kontraindikasi pemasangan IUD Post Plasenta ialah ketuban pecah lama, infeksi

intrapartum, dan perdarahan post partum dan abnormal uterus ( Saifuddin, 2010 )

9. Pemasangan

IUD Post Plasenta dimasukkan atau dipasang ke dalam fundus uteri dalam 10 menit

setelah plasenta lahir dengan cara penolong menjepit AKDR di ujung jari tengah dan

telunjuknya, kemudian jari penolong menyusuri sampai kefundus, dan kemudian

meletakkan AKDR dengan benar di fundus dengan cara tangan kiri penolong

memegang fundus dan menekannya kebawah, setelah selesai barulah dilakukan

pemotongan benang AKDR sepanjang 6 cm sebelum insersi (Saifuddin, 2010).

10. Pemantauan

Menurut Saifuddin (2010), pemantauan kondisi AKDR Post Plasenta dilakukan pada :

a. Pemantauan dapat dilakukan 4 sampai 6 minggu setelah pemasangan AKDR.

b. Pemantauan kondisi AKDR dapat pula dilakukan bila terdapat keluhan (nyeri,

perdarahan, demam, dan sebagainya).

c. Benang AKDR harus diperiksa secara runtin selama bulan pertama penggunaan

AKDR terutama setelah haid.

d. Pemantauan juga harus dilakukan apabila benang AKDR tidak teraba, merasakan

bagian yang keras dari AKDR, AKDR terlepas, keluar cairan yang mencurigakan dari

vagina, serta adanya infeksi.

11. Efek Samping dan Penanganannya


a. Periksa apakah ibu sedang hamil, apabila tidak, jangan lepaskan AKDR, lakukan

konseling dan selidiki penyebab amenorea. Apabila hamil, jelaskan dan sarankan

untuk melepas AKDR apabila benang AKDR terlihat dan kehamilan kurang dari 13

minggu. Apabila benang tidak terlihat, atau kehamilan lebih dari 13 minggu, AKDR

jangan dilepaskan. Apabila klien hamil dan tidak ingin melepaskan AKDR, jelaskan

adanya resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi serta

gangguan perkembangan kehamilan (Saifuddin, 2010).

b. Kejang

Pastikan dan tegaskan adanya Penyakit Radang Panggul dan penyebab lain dari

kejang kemudian tangani kejang sesuai penyebab yang ditemukan. Apabila penyebab

tidak ditemukan,beri analgesik untuk sedikit meringankan kejang. Apabila klien

mengalami kejang yang berat, lepaskan AKDR dan bantu klien menentukan metode

kontrasepsi lainnya (Saifuddin,2010).

c. Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur

Pastikan dan tegaskan adanya infeksi pelvic dan kehamilan ektopik. Apabila tidak ada

kelainan patologis, perdarahan berkelanjutan serta perdarahan hebat, lakukan

konseling dan pemantauan. Beri ibuprofen (800 mg, 3 x sehari selama seminggu)

untuk mengurangi perdarahan dan beri tablet besi (1 tablet setiap hari selama 1 sampai

3 bulan). Apabila klien menghendaki, maka AKDR mungkin untuk dilepaskan.

Apabila klien telah menggunakan AKDR lebih dari 3 bulan dan di ketahui menderita

anemia (Hb < 7g/%) anjurkan untuk melepas AKDR dan bantu pasien memilih

kontrasepsi lain yang sesuai (Saifuddin, 2010).


d. Benang yang hilang

Pastikan adanya kehamilan atau tidak. Tanyakan apakah AKDR terlepas. Apabila

tidak hamil dan AKDR tidak lepas, berikan kondom. Periksa benang AKDR didalam

saluran endoserviks dan kavum uteri setelah haid berikutnya. Apabila tidak ditemukan

rujuk klien ke dokter lalu lakukan pemeriksaan X-ray atau pemeriksaan ultrasound.

Apabila tidak hamil dan AKDR yang hilang tidak ditemukan, pasang AKDR baru dan

bantu klien menentukan metode kontrasepsi lainnya (Saifuddin, 2010).

e. Adanya pengeluaran cairan dari vagina/dicurigai adanya PRP

Lakukan pemeriksaan IMS. Lepaskan AKDR apabila ditemukan klien menderita atau

sangat dicurigai menderita gonorhoe tau infeksi klamidia, dan lakukan pengobatan

yang memadai. Bila klien mengalami PRP, obati dan lepaskan AKDR sesudah 48 jam.

Apabila AKDR dikeluarkan, beri metode lain sampai masalah teratasi dan bantu klien

menentukan metode kontrasepsi lainnya (Saifuddin, 2010).

B. Pengetahuan

Fitriani (2011), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu,

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan adalah kesan

di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya.

Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman

yang didapatkan oleh setiap manusia (Mubarak,2011). Pengetahuan

merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali


kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja

dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak pengamatan terhadap suatu

objek tertentu. Perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (misalnya perilaku

karena paksaan atau adanya aturan wajib) (Mubarak, 2011). Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2011), Asiah (2012) dan

Fauziah (2012) menunjukkan hasil bahwa responden yang memiliki

pengetahuan kurang cenderung tidak memilih untuk menggunakan metode

KB AKDR/IUD, hal tersebut menyatakan bahwa ada pengaruh

pengetahuan akseptor KB terhadap pemilihan kontrasepsi AKDR/IUD

dimana semakin kurang pengetahuan akseptor KB maka semkain kecil

kemungkinan untuk menggunakan AKDR/IUD dan begitu juga sebaliknya.

Banyaknya penelitian yang menunjukkan kurangnya pengetahuan ibu

tentang AKDR/IUD sehingga menyebabkan rendahnya jumlah pengguna

AKDR/IUD membuktikan bahwa AKDR/IUD sebagai metode KB yang

efektif masih merupakan suatu metode KB yang awam dimasyarakat

sehingga mereka tidak berani memilih metode KB AKDR/IUD dan

menunjukkan pula bahwa ini merupakan suatu masalah serius yang belum

berhasil tertuntaskan di masyarakat. Notoatmodjo (2005) menyatakan

bahwa pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat

pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali (recall) materi

yang telah dipelajari, termasuk hal spesifik dari seluruh bahan atau

rangsangan yang telah diterima (Mubarak, 2011). Misalnya : tahu

bahwa AKDR adalah alat kontrasepsi yang digunakan dengan cara

dimasukan kedalam rahim

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikannya

secara luas (Mubarak, 2011). Misalnya orang yang memahami cara

penggunaan pil KB, bukan hanya menyebutkan jadwal meminumnya,

tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus diminum sesuai

jadwalnya.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata (Mubarak, 2011).

Misalnya, seseorang yang telah paham manfaat KB, ia akan lebih

mudah untuk dapat menggunakan alat KB atau menjadi akseptor KB.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen yang masih saling terkait dan

masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut (Mubarak, 2011).


Misalnya dapat membedakan KB suntik 3 bulan dengan KB suntik

yang 1 bulan.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru (Mubarak, 2011). Dengan kata lain, sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang telah ada (Notoatmodjo, 2005). Misalnya, dapat membuat atau

meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang

telah dibaca atau didengar mengenai alat kontrasepsi AKDR.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya

didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma

yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2005). Misalnya seseorang

dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana, seseorang dapat

menilai manfaat olahraga, dan sebagainya. Mubarak (2011),

mengatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subjek penelitian atau responden. Terdapat tujuh faktor

yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada

orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Semakin tinggi


pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima

informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya

akan semakin banyak (Mubarak, 2011).

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun

tidak langsung (Mubarak, 2011).

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang maka orang tersebut

akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis (mental).

Perubahan aspek psikologis atau mental seseorang akan

membuat tarif berpikir seseorang menjadi semakin matang dan

dewasa (Mubarak, 2011).

d. Minat

Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba

dan menekuni suatu hal, sehingga seseorang memperoleh

pengetahuan yang lebih mendalam (Mubarak, 2011).

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami

seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Jika

seseorang memiliki pengalaman menyenangkan, maka secara

psikologis mampu menimbulkan kesan yang sangat mendalam

dan membekas dalam emosi kejiwaan seseorang. Pengalaman


baik ini akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam

kehidupan seseorang (Mubarak, 2011).

f. Kebudayaan lingkungan sekitar

Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap

seseorang. Kebudayaan lingkungan tempat hidup seseorang dan

dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukkan

sikap orang tersebut (Mubarak, 2011).

g. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat

mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru

(Mubarak, 2011).

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Penggunaan IUD

Post Plasenta

Menurut Mubarak (2011), terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu

diantaranya adalah; pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan

lingkungan sekitar dan informasi. Berdasarkan teori yang disampaikan oleh Mubarak

(2011) tersebut serta hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh

pendidikan, pekerjaan dan informasi dari tenaga kesehatan terhadap pengetahuan ibu

dalam penggunaan IUD. Dalam penelitian ini, penulis hanya membahas variabel yang

diteliti yaitu pendidikan, pekerjaan, dan dan informasi dari tenaga kesehatan.

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan Negara (Depdiknas, 2009). Notoatmodjo (2005), menyatakan bahwa

pendidikan adalah upaya persuasif atau pembelajaran kepada masyarakat agar

masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara, mengatasi

masalah dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan didasarkan kepada

pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran. Pendidikan formal yang

dilakukan oleh pemerintah maupun swasta merupakan upaya untuk meningkatkan

kecerdasan serta kemampuan bangsa. Kemampuan ini mencakup kemampuan

kognitif, efektif dan psikomotor dari segala bidang keilmuan termasuk teknologi.

Tingginya angka kelulusan perguruan tinggi dari suatu bangsa adalah merupakan

indicator kualitas bangsa itu (Mubarak, 2005). Pendidikan adalah suatu upaya atau

kegiatan untuk mempengaruhi orang agar ia atau mereka berperilaku sesuai dengan

nilai-nilai kesehatan. Pendidikan kesehatan juga suatu kegiatan untuk menjadikan

kondisi sedemikian rupa sehingga orang mampu untuk berperilaku hidup sehat

(Fitriani, 2011). Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikan

lebih rendah (Widianti, 2007). Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur

hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi

maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media massa. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan

dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya (Erfandi, 2009). Menurut Depdiknas (2009),

tahapan pendidikan yang di tetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik

yaitu:

a. Pendidikan dasar (Sekolah Dasar (SD)/Madrasah (MI) atau bentuk lain, Sekolah

Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau bentuk lain.

b. Pendidikan menengah (Pendidikan menengah umum/kejuruan terdiri dari Sekolah

Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain sederajat

c. Perguruan tinggi (Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas).

Semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin mudah pula mereka

menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin

banyak (Mubarak, 2011). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap wawasan

dan pengetahuan ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin banyak

informasi kesehatan yang diperolehnya sehingga pengetahuan mengenai alat

kontrasepsi khususnya KB akan semakin baik sehingga ibu dapat mengambil

keputusan yang tepat dan efektif tentang alat kontrasepsi yang akan digunakan

2. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan profesi atau kegiatan rutin yang dilakukan sehari- hari yang

mendapatkan imbalan uang atau materi. Seseorang yang bekerja karena tuntutan

pekerjaan dan lingkungan sekitarnya biasanya mempunyai tingkat wawasan dan


pengetahuan yang lebih baik, karena ibu yang bekerja memiliki pergaulan dan

informasi lebih baik (Notoatmodjo, 2003). Pekerjaan adalah pencarian barang apa saja

yang menjadi pokok penghidupan yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah

(Depdikbud, 2005). Menurut Notoatmodjo (2005), makin tinggi pengetahuan

seseorang maka makin mudah seseorang memperoleh pekerjaan dan dapat

menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Lingkungan pekerjaan dapat membuat

seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang lebih banyak dan luas.

Dengan kondisi sebagai seorang pegawai atau seorang karyawan, seorang ibu

diharapkan dapat memilih metode kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi dan

bertahan jangka lama seperti AKDR sehingga dapat membantu ibu lebih nyaman

dalam bekerja (Mubarak, 2011).

2. Informasi Dari Tenaga Kesehatan

Informasi adalah keterangan, gagasan, maupun kenyataan-kenyataan yang perlu

diketahui oleh masyarakat. Menurut Depkes informasi adalah pesan yang disampaikan

oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat (Anggraini & Martini, 2011). Menurut

Notoatmodjo (dalam Asmawati, 2011), sumber informasi adalah segala sesuatu yang

menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, merangsang pikiran dan

kemampuan, serta menambah pengetahuan. Sumber informasi dapat di peroleh dari

media cetak (surat kabar, majalah, buku), media elektronik (tv, radio, internet) dan

melalui tenaga kesehatan seperti pelatihan dan penyuluhan yang diadakan oleh

(dokter, bidan, dan perawat). Aktivitas pertama seorang bidan sebagaimana

didefinisikan dalam A Midwife’s Code of Practice (UKCC, 1991) ialah “untuk

memberi informasi dan nasehat tentang KB yang tepat”. Bidan dapat memberikan
informasi tentang peraturan jarak kehamilan atau informasi tentang ketersediaan

pelayanan. Bidan dapat memberi saran kepada seorang wanita tentang pilihan-pilihan

kontrasepsi atau dapat pula seorang bidan dilibatkan dalam memfasilitasi penggunaan

metode kontrasepsi tertentu. Beberapa contoh peran bidan dalam keluarga berencana

yang dapat dilakukan pada ibu postpartum adalah memberikan saran kepada ibu

tentang metode KB yang paling cocok untuk ibu (mempertimbangkan semua faktor

fisik, social dan budaya); memastikan bahwa wanita mudah mencapai fasilitas KB,

dan menginformasikan kepada wanita tentang waktu yang optimal untuk

menggunakan metode kontrasepsi yang dipilih (Henderson & Jones, 2005). Salah satu

langkah dalam memberikan informasi kepada masyarakat yang dapat dilakukan oleh

tenaga kesehatan ialah dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat

secara intensif, terutama yang ditujukan kepada masyarakat yang datang keklinik dan

masyarakat di lingkungan klinik (Sulistyawati, 2011). Menurut Saifuddin et al (2010),

Kenyataan yang ada di lapangan adalah tidak semua sarana kesehatan dapat dijangkau

oleh klien. Oleh karena itu untuk memberikan informasi kepada klien tentang

Keluarga Berencana dapat dilakukan pada dua jenis tempat pelayanan, yaitu :

a. Non klinik (di lapangan)

Dilaksanakan oleh para petugas dilapangan yaitu PPLKB, PLKB, PKB, PPKBD, Sub

PPKBD, dan kader yang sudah mendapatkan pelatihan konseling yang sesuai standar.

Tugas utama dipusatkan pada pemberian informasi KB, baik dalam kelompok kecil

maupun secara perorangan. Adapun informasi yang diberikan mencakup :

• Pengertian manfaat perencanaan keluarga

• Proses terjadinya kehamilan/reproduksi sehat.


• Informasi berbagai kontrasepsi yang benar dan lengkap (cara kerja, manfaat,

kemungkinan efek samping, komplikasi, kegagalan, kontra indikasi, tempat

kontrasepsi bisa diperoleh, rujukan, serta biaya).

b. Di klinik

Dilaksanakan oleh petugas medis dan paramedis terlatih di klinik yaitu dokter, bidan,

perawat serta bidan desa. Pelayanan konseling yang dilakukan dalam rangka

memberikan informasi tentang Keluarga Berencana diupayakan agar diberikan secara

perorangan di ruangan khusus. Pemberian informasi di klinik dilakukan untuk

melengkapi dan sebagai pemantapan informasi yang diberikan di lapangan, mencakup

hal-hal berikut :

• Memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan klien.

• Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi kesehatan

klien.

• Membantu klien memilih kontrasepsi lain seandainya yang dipilih ternyata tidak

sesuai dengan kondisi kesehatannya.

• Merujuk klien seandainya kontrasepsi yang dipilih tidak tersedia di klinik atau jika

klien membutuhkan bantuan medis dari ahli seandainya dalam pemeriksaan ditemui

masalah kesehatan lain.

• Memberikan informasi sebagai konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan

bahwa klien tidak mengalami keluhan dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya.

Sulistyawati (2011), menyatakan bahwa Pertimbangan perlu diberikannya penyuluhan


kesehatan mengenai Keluarga Berencana oleh tenaga klinik ialah karena tugas

penyuluhan kesehatan merupakan tugas yang tidak dapat dipisahkan dari tugas utama

mereka, misalnya ialah :

a. Dokter-dokter difasilitas pelayanan KB memberikan juga informasi tentang

Keluarga Berencana dalam/ketika memberikan pelayanan medis kepada pasien.

b. Tenaga perawat kesehatan memberikan informasi tentang Keluarga

Berencana saat praktik di klinik maupun pada waktu mengadakan kujungan

kerumah.

c. Tenaga administrasi klinik dapat juga memberikan informasi tentang Keluarga

Berencana kepada pasien ketika sedang melakukan pedaftaran.

d. Petugas-petugas klinik, terutama petugas dalam lingkungan KIA sudah memperoleh

kepercayaan masyarakat sekitarnya, karena sifat-sifat pekerjaan serta pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat disekitar klinik yang bersangkutan. Kepercayaan ini

terutama di kalangan kaum ibu yaitu golongan masyarakat yang justru menjadi salah

satu sasaran Keluarga Berencana sehingga memudahkan tenaga kesehatan dalam

memberikan informasi kepada mereka. Tujuan umum dilakukannya penyuluhan

kesehatan dalam rangka memberikan informasi tentang Keluarga Berencana ialah agar

masyarakat dapat menjadikan Keluarga Berencana sebagai pola kehidupan, artinya

masyarakat mengetahui, memahami, serta menyadari pentingnya Keluarga Berencana

sehingga mau melaksanakannya untuk kesehatan dan kesejahteraan bagi keluarganya,

masyarakat, serta Negara pada umumnya (Anggraini & Martini,2011). Sulistyawati


(2011), menyatakan bahwa tujuan khusus memberikan informasi tentang Keluarga

Berencana kepada masyarakat ialah agar :

a. Sasaran menggunakan salah satu metode (alat kontrasepsi) yaitu atas dasar

kebutuhan karena adanya pengertian pengetahuan, dan kesadaran akan kegunaan atau

manfaatnya.

b. Sasaran menggunakan metode Keluarga Berencana dalam waktu yang cukup lama

sehingga berpengaruh terhadap jumlah kelahiran, taraf kesehatan ibu dan keluarga,

serta tingkat kesejahteraan keluarga.

c. Keluarga berencana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

keluarga. Informasi Keluarga Berencana yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada

masyarakat diharapkan mampu membantu masyarakat dalam mengambil keputusan

untuk dapat memilih kontrasepsi yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Oleh

karena itu yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan informasi

tentang Keluarga Berencana ialah memberikan informasi yang jelas, benar, lengkap,

serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien. Dengan mendengarkan

apa yang disampaikan klien, petugas kesehatan akan dapat memberikan informasi

yang sesuai dengan kebutuhan setiap klien karena tidak semua klien dapat menangkap

semua informasi tentang berbagai jenis kontrasepsi sehingga menyebabkan kesulitan

bagi klien dalam mengingat informasi yang penting yang telah disampaikan. Selain

itu, ketika memberikan informasi, petugas harus memberikan waktu bagi klien untuk

berdiskusi, bertanya, dan mengajukan pendapat. Agar informasi yang diberikan

mudah dipahami oleh klien, maka petugas dapat memperlihatkan contoh alat

kontrasepsi dan cara penggunaannya. Petugas dapat memperlihatkan dan


menjelaskannya dengan menggunakan flip charts, poster, pamphlet, atau halaman

bergambar. setelah selesai memberikan informasi, petugas juga perlu melakukan

penilaian bahwa klien telah mengerti sehingga dapat membantu klien mengingat apa

yang harus dilakukan dan juga berbagi informasi kepada orang lain (Sulistyawati,

2011).

E. Kerangka Teoritis

Menurut Mubarak (2011), terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu

sehingga dapat disimpulkan bahwa kerangka teoritis faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta ialah


BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Menurut Mubarak (2011), terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu

diantaranya adalah; pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan

lingkungan sekitar dan informasi. Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Putri, Asiah, Fauziah, Safrinawati, Darwani, dan Anita yang

menunjukkan hasil bahwa pendidikan, pekerjaan, dan informasi dari tenaga kesehatan

mempengaruhi ibu dalam penggunaan IUD. Karena keterbatasan waktu dalam

penelitian ini, peneliti hanya membahas tentang pendidikan, pekerjaan, dan informasi

dari tenaga kesehatan dalam mempengaruhi pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD

Post Plasenta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut :

Variabel Independent Variabel Dependent

Pendidikan

Pengetahuan ibu tentang


Pekerjaan penggunaan IUD Post
Plasenta

Informasi dari
Tenaga Kesehatan
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Skala
Operasina Ukur Ukur Ukur

l
Depende

nt
Pengetah Hasil dari Menyebar Kuesio Baik Ordi

uan ibu tahu yang kan ner Kurang nal

tentang terjadi kuesioner

penggun setelah pada

aan IUD seseorang responde

Post melakuka dengan

Plasenta n kriteria :

penginder Baik bila

aan 𝑋≥𝑋

tentang Kurang

objek bila

yaitu 𝑋<𝑋

tentang

IUD Post

Plasenta
Independ

ent
1. Pendidik Pendidika Menyebar Kuesio Tinggi Ordi

an n formal ka ner Menen nal

yang kuesioner gah

pernah pada Dasar


ditempuh responden

oleh dengan

responde kriteria :

n Tinggi bila

tamat

perguruan

tinggi,

akademi,

dll.

Menengah

bila tamat

SMA/sede

rajat Dasar

bila tamat

SD/sederaj

at atau

tamat

SMP/seder

ajat
2. Pekerjaa Profesi Menyebar Kuesio Bekerja Ordi

n atau kan ku ner nal

kegiatan responden

yang dengan

dilakukan kriteria :
ibu Bekerja

sehari- bila

hari swasta

yang atau PNS

mendapat Tidak

kan bekerja

imbalan bila ibu

uang sebagai

atau rumah

materi tangga

esioner

pada
3. Informas Informasi Menyebar Kuesio Cukup Ordi

i dari Yang kan ner Kurang nal

Tenaga diberikan kuesioner

Kesehata oleh pada

n tenaga responden

Kesehata dengan

n kepada kriteria :

klien Cukup bila

tentang 𝑋≥𝑋

IUD Kurang

Post bila

Plasenta 𝑋<𝑋
selama

hamil

hingga

C. Hipotesa Penelitian

1. Ada pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan

IUD Post Plasenta di Puskesma Kecamatan Cengkareng Tahun 2014.

2. Ada pengaruh pekerjaan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan

IUD Post Plasenta di Puskesmas Kecamatan Tahun 2014.

3. Ada pengaruh informasi dari tenaga kesehatan terhadap pengetahuan ibu

tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Puskesmas Kecamatan

Cengkareng Tahun 2014.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik dengan

menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu dimana data yang menyangkut

variabel bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang

bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD

Post Plasenta di Puskesmas Kecamatan Cengkareng tahun 2014.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu post partum yang dirawat di

Puskesmas Kecamatan Cengkareng Tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini

dikategorikan dalam kategori populasi Infinit yaitu dimana populasi tidak

mempunyai jumlah yang tetap ataupun jumlahnya tidak terhingga (Nazir,

2005).

3. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua ibu hamil yang datang berkunjung Di

Puskesmas Kecamatan Cengkareng Tahun 2014. Perhitungan besar sampel

pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus sampel minimal Lemeshow

(1997) untuk besar populasi (N) tidak diketahui, yaitu :

𝑛 = 𝑍2 𝑃 (1 − 𝑃 )𝑑2

Keterangan :

n = Besar Sampel

Z = Derajat Kepercayaan 90% (1,65)


P = Proporsi yaitu 50% (0,50)

d = presisi yaitu 10% (0,10)

𝑛=

𝑛=

𝑛=

𝑛=

𝑛 =𝑍2 𝑃 (1 − 𝑃 )𝑑2

(1,65)2. 0,50 (1 − 0,50)

(0,10)2

2,7225. 0,50 (0,50)

0,01

2,7225. 0,25

0,01

0,680625

0,01

𝑛 = 68.0625 = 68

Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, maka didapatlah hasil

sampel minimal sebanyak 68 orang.


C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatn Cengkareng Tahun 2014.

2. Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 22 April sampai dengan 10

2014.

D. Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data pada penelitian ini berupa kuesioner berjumlah 19

pertanyaan untuk semua sub variabel dengan perincian sebagai berikut :

a. Pengetahuan terdiri dari 10 pertanyaan.

Kuesioner menggunakan skala Guttman, bila jawaban “Benar”

mendapat nilai 1, dan bila jawaban “Salah” mendapat nilai 0, nilai

maksimal 10 sedangkan nilai minimal 0.

b. Pendidikan terdiri dari 1 pertanyaan.

Kuesioner menggunakan skala Likert, bila jawaban

“SD/SMP/Sederajat” mendapat nilai 3, “SMA/Sederajat” mendapat

nilai 2, dan “Akademi/Perguruan Tinggi” mendapat nilai 1. Nilai

maksimal 3 sedangkan nilai minimal 1.

c. Pekerjaan terdiri dari 1 pertanyaan


Kuesioner menggunakan skala Guttman, bila jawaban “Bekerja”

mendapat nilai 1, dan “Tidak bekerja” mendapat nilai 0. Nilai

maksimal 1 sedangkan nilai minimal 0.

d. Informasi Dari Tenaga Kesehatan terdiri dari 7 pertanyaan.

Kuesioner menggunakan skala Guttman, bila jawaban “Ya” mendapat

nilai 1, dan bila jawaban “Tidak” mendapat nilai 0, nilai maksimal 7

sedangkan nilai minimal 0.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari

sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat berupa opini

subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi

terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil

pengujian (Saputra, 2009). Data primer dalam penelitian ini adalah data

yang dikumpulkan langsung dengan menyebarkan kuesioner pada

responden tentang pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan informasi

dari tenaga kesehatan.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh

peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan

dicatat oleh pihak lain). Dara sekunder umumnya berupa bukti, catatan

atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter)

yang dipublikasikan dan yang tidak di publikasikan (Saputra, 2009).


Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang di dapat dari buku

register Ruang Seureune III dan Ruang Rekam Medis Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

E. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2010), pengolahan data dengan menggunakan

komputer dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah kegiatan untuk pengecekan data-data yang telah

terkumpul yaitu apakah jawaban-jawaban dari kuesioner sudah

lengkap atau belum. Apabila ada jawaban yang belum lengkap, jika

memungkinkan maka perlu dilakukan pengambilan data ulang

untuk melengkapi jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak

memungkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap

tersebut diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing”

(Notoatmodjo, 2010).

b. Coding

Coding merupakan kegiatan dimana setelah semua kuesioner di edit

atau disunting, selanjutnya dilakukan “pengkodean” atau “coding”

yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan. Misalnya dukungan suami : 1= tidak

mendukung, 2= medukung. Pemberian kode sangat berguna dalam

memasukkan data (data entry) (Notoatmodjo, 2010).


c. Memasukkan Data (Data Entry)

Memasukkan data ialah kegiatan dimana jawaban-jawaban dari

masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau

huruf) dimasukkan kedalam program atau “software” komputer.

Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk

“entry data” penelitian adalah paket program SPSS for window

(Notoatmodjo, 2010).

d. Pembersihan Data (Cleaning)

Pembersihan data merupakan kegiatan dimana setelah semua data

dari setiap responden selesai dimasukkan, maka perlu diperiksa

kemabali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan

kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan

perbaikan (Notoatmodjo, 2010).

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada

umumnya dalam analisa univariat hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).

Kemudian ditentukan persentase (P) dengan menggunakan rumus

distribusi frekuensi menurut Budiarto (2004), yaitu sebagai

berikut :
𝑃 = x 100%

Keterangan :

P: Persentase

N: Sample

F: Frekuensi

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010).

Hubungan antar variabel dilihat dengan menggunakan program computer

SPSS for windows melalui perhitungan uji Chi Squre. Penilaian dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

1) Jika p value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha

diterima.

2) Jika p value ≥ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha

ditolak.

Menurut Sabri dan Hastono (2006), aturan yang berlaku pada uji Chi

Squre dalam program SPSS adalah sebagai berikut :

1) Bila pada tabel 2×2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil

uji yang digunakan adalah Fisher Exact.

2) Bila pada tabel 2×2 tidak ada nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil

uji yang digunakan adalah Continuity Correction.

3) Bila tabel lebih dari 2×2 misalnya 3×2, 3×3, dan lain-lain, maka hasil uji

yang digunakan adalah Pearson Chis-Square.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin merupakan rumah sakit

pemerintah yang beralamat di Jln. Tgk. H.M. Daud Beureueh Nomor


108 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m2 dengan luas bangunan

25.760 m2. Rumah sakit ini berdiri pada tanggal 22 Februari 1979 dan

merupakan rumah sakit kelas “A” sesuai dengan keputusan menteri

kesehatan Republik Indonesia nomor: 1062/Menkes/Sk/2011, tentang

peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin pada

tanggal 1 juni 2011. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin

menawarkan pelayanan kesehatan yang luas serta menyediakan

pelayanan kesehatan baik rawat jalan, rawat inap serta medical chec up.

Selain itu, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin sudah

terakreditasi 16 pelayanan dari departemen kesehatan Republik

Indonesia meliputi : administrasi manajemen, pelayanan medis,

pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan, rekam medis

farmasi, radiologi, laboratorium, kamar operasi, pengendalian infeksi

rumah sakit, perinatal, resiko tinggi, pelayanan rehabilitsi medik,

pelayanan gizi, pelayanan intensif dan pelayanan darah.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel

Abidin Banda Aceh yang beralamat di Jln. Tgk. H.M.Daud Beureueh

Nomor 108 Banda Aceh pada tanggal 22 April sampai dengan 10 Juni

2013, dengan jumlah responden 68 orang. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara membagikan kuesioner yang berisi 19


pertanyaan tentang pengetahuan, pendidikan, pekerjaann dan informasi

dari tenaga kesehatan, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Analisa Univariat

a. Pengetahuan

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Pengetahuan pada Responden di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

Pengetahuan Frekuensi Persentase(%)


Baik 36 52,9
Kurang 32 47,1
Total 68 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 68 responden mayoritas


berada pada kategori pengetahuan baik yaitu sebanyak 36 responden (52,9%).

b. Pendidikan

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pendidikan pada Responden di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013
Pendidikan Frekuensi Persentase(%)
Tinggi 19 27,9
Menengah 23 33,8
Dasar 26 38,2
Total 68 100
c. Pekerjaan

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pekerjaan pada Responden di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013
Pekerjaan Frekuensi Persentase(%)
Bekerja 15 22,1

Tidak Bekerja 53 77,9


Total 68 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 68 responden mayoritas


berada pada kategori tidak bekerja yaitu sebanyak 53 responden (77,9 %).

d. Informasi dari Tenaga Kesehatan

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Informasi dari Tenaga Kesehatan pada
Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2013

Informasi dari tenaga Frekuensi Persentase(%)


kesehatan
Cukup 22 32,4
Kurang 46 67,6
Total 58 100

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dari 68 responden mayoritas


berada pada kategori kurang informasi dari tenaga kesehatan yaitu sebanyak
46 responden (67,6 %).

2. Analisa Bivariat

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi tersebut, dilakukan analisa data


bivariat dengan menggunakan program komputer SPSS for windows untuk
melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang penggunaan
IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin yang meliputi
pendidikan, pekerjaan dan informasi dari tenaga kesehatan. Hasil pengolahan
data dapat dilihat pada tabel berikut :

a. Pengaruh Pendidikan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan IUD


Post Plasenta
Tabel 5.5
Pengaruh Pendidikan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan
IUD Post Plasenta pada Responden di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013

Pendidikan Pengetahuan ibu tentang Total


penggunaan IUD Post Plasenta Value
Baik Kurang
Tinggi
Tinggi
Menengah
Dasar
Total

Anda mungkin juga menyukai