Disusun Oleh :
NIM. 201910461011090
KELOMPOK 7
2020
BAB I
1.1 Definisi
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yang adekuat organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam
jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa
klien (BPPPKMN, 2010). Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan
sirkulasi darah kedalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme
(Sarwono, 2012).
Syok adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umum yang lemah, pucat,
kulit yang dingin dan basah, denyut nadi meningkat, vena perifer yang tak tampak,
tekanan darah menurun, produksi urine menurun dan kesadaran menurun.
Tekanan darah sistolik lazimnya kurang dari 90 mmHg atau menurun dari 50
mmHg dibawah tekanan darah semula. Masalah utama adalah penurunan perfusi
(aliran darah) yang efektif dan gangguan penyampaian oksigen ke jaringan.
Keadaan syok menandakan bahwa mekanisme hemodinamik dan transport
oksigen lumpuh. Jaringan menjadi rusak karena tidak mendapat oksigen yang
cukup untuk metabolism aerobic. Jika sel melakukan metabolism aerobic maka
akan dihasilkan asam laktat yang merugikan. Makin tinggi kadar asam laktat makin
tinggi risiko mati.
Syok yang berlangsung lama akan mengganggu oksigenasi miokard sehingga
menyebabkan syok kardiogenik sekunder. Pada tahap lanjut, terjadi gagal fungsi
ginjal, hati, paru, otak dan jantung. Angka kematian meningkat seiring dengan
jumlah organ yang mengalami gagal fungsi (MOF – Multiple Organ Failure).
Kematian pada gagal 2 organ adalah > 60%, pada 3 organ mencapai > 90%.
1.3 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi
air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan
kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal
menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun,
maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada
saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan,
metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi
kematian sel. Dinding pembuluh darah melemah dan tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak
dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-
kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC =
Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak
menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia
dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan
toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksikasi hepar Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan
juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat
ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi meluas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang
cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
Gambar 1.1 Pathway Syok
c. Syok Anafilaktik
1. Definisi
Syok Anafilaktik (Shock Anafilactic) adalah reaksi anafilaksis yang disertai
hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid
adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-
antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi
sebagai anafilaksis
2. Penyebab
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen)
mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik
3. Diagnosa
Tanda – tanda syok (penurunan perfusi perifer dan penurunan tekanan
darah yang tiba - tiba) dengan riwayat adanya alergi (makanan atau hal – hal
lain) atau riwayat setelah pemberian obat-obatan.
4. Tindakan
a. C- Circulation. Raba karotis, posisi syock, pasang infus kristaloid (RL).
Berikan epinephrine (adrenalin) subcutan atau intra muscular dengan
dosis sesuai dengan gejala klinis yang tampak (0.25 mg, 0.5 mg atau 1
mg = 1 ampul bila ternyata jantung tidak berdenyut).
b. Airway. Pertahankan jalan nafas tetap bebas. Call for help
c. Breathing. Beri oksigen bila ada, kalau perlu nafas dibantu.
d. Syok Septik
1. Definisi
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat
dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan
teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang
jaringan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat
dan mencuci tangan secara menyeluruh.
2. Penyebab
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif.
Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan
aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang
mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, pada perembesan
cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
3. Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat
bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan
penurunan perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien
sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan 60%
disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi
saluran kencing merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah
sakit kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan kateter atau kateter
intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis adalah
staphylococcus aureus dan pseudomonas . Pasien dengan sepsis dan shock
sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan pengobatan sangat
diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum adalah:
a. Demam
b. Berkeringat
c. Sakit kepala
d. Nyeri otot
4. Diagnosis
a. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.
b. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.
5. Tindakan
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial Pressure
60 mmHg)
a. Tindakan awal
Infus cairan kristloid, pemberian antibiotic, membuang sumber infeksi
(pembedahan)
b. Tindakan lanjut
Penggunaan cairan koloid lebih baik dengan diberikan vasopressor
(Dopamine atau dikomnbinasi dengan Noradrenaline).
e. Syock Kardiogenik
1. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung
yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali.Syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat,
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan
mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 2010)
2. Penyebab
Penyebab syok kardiogenik Dapat terjadi pada keadaan – keadaan
antara lain: Kontusio jantung, Tamponade jantung dan Tension
pneumothoraks. Pada versi lain pembagian jenis syok, ada yang membagi
bahwa syock kardiogenik hanya untuk gangguan yang disebabkan karena
gangguan pada fungsi myocard. Missal : decomp cordis, trauma langsung
pada jantung, kontusio jantung. Tamponad jantung dan tension
pneumothoraks dikelompokkan dalam syok obstructive (syok karena
obstruksi mekanik)
3. Diagnose
a. Hipotensi disertai gangguan irama jantung.
b. Mungkin terdapat peninggian tekanan vena jugularis (JVP).
c. Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade jantung (bunyi
jantung menjauh atau redup), pada tension pneumothoraks
(hipersonor dan pergeseran letak trakea).
4. Tindakan
a. Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid
b. Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropic.
c. Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring
EKG.
d. Pemasangan jarum torakostomi pada Tension Pneumothoraks di ICS
II- mid clavicular line untuk mengurangi udara dalam rongga pleura
(dekompresi).
1.6 Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab
syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan
kausal.
1. Airway dan Breathing
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Jaga dan pertahankan jalan nafas tetap bebas
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg
c. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada sekresi.
d. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
e. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin. Pemberian Cairan :
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-
mual, muntah, kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat
trauma pada perut serta kepala (otak) karena bahaya terjadinya aspirasi
cairan ke dalam paru.
b. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
c. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik.
d. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
cairan yang berlebihan.
e. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian
cairan berlebihan yang akan membebani jantung.
f. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ
majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat
canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan
pemeriksaan analisa gas darah Obat-obatan inetropik untuk mengobati
disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa menambah konsumsi
oksigen miocard.
1) Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
2) Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3) Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
4) Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
5) Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung,
menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.
3. Letakkan pasien dalan “posisi syok” yaitu mengangkat kedua tungkai lebih
tinggi dari jantung
4. Bila pasien syok karena perdarahan, lakukan penghentian sumber
perdarahan yang tampak dari luar dengan melakukan penekanan, di atas
sumber perdarahan (Mansjoer, 2000)
1.7 Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
BAB II
ANALISIS KASUS
Tn. AY usia 23 tahun dibawa ke IGD setelah mengalami kecelakaan mobil tunggal.
Menurut saksi mata, mobil korban tergelincir karena jalanan licin dan menyebabkan
mobil korban terguling-guling. Korban diketemukan satu jam setelah kejadian. Di
TKP, korban masih dalam keadaan sadar dan mengeluh nyeri di punggung dan tungkai
kaki kanannya. Saat di IGD, dilakukan pemeriksaan dengan hasil berikut ini: Suhu 35,6;
nadi 106 x/menit; TD 110/88 mmHg; RR 24 x/menit; GCS 455. Terdapat multiple
abrasi pada bagian leher, bahu, abdomen dan tungkai bawah kaki kanan. Pada abdomen
kuadran kiri atas terdapat kontusio dan nyeri tekan sedang. Pelvis stabil. Terdapat
deformitas, krepitasi, instability, pembengkakan dan nyeri tekan di tungkai bawah kaki
kanan. Hasil pemeriksaan Focused Abdominal Sonographic Examination For Trauma
(FAST) ditemukan adanya cairan bebas di kantong Morrison. Pemeriksaan
laboratorium: leukosit 14.800 sel/mm3, Hb 11.2 g.dL dan hematokrit 34,4%.
FORMAT PENGKAJIAN ASKEP
GAWAT DARURAT
Nama : Tn. AY
Jenis kelamin :L
Usia : 23 th
Sumber informasi
TRIAGE P1 P2 P3 P4
Mekanisme cidera :
Orientasi (Tempat,
waktu dan orang) : baik tidak baik
AIRWAY
BREATHING
RR : 24 x / mnt
Keluhan lain :
CIRCULATION
regular irregular
lemah kuat
Tekanan darah : 110/88 MAP: mm/Hg PP: mmHg
mm/Hg
Cyanosis : ya tidak
Keluhan lain :
DISABILITY
pain unresponsive
GCS 455
Keluhan lain :
EXPOSURE
Keluhan lain :
SECONDAR ANAMNESA
Y SURVEY
Tanda dan gejala :
Alergi :
Medikasi :
Riwayat penyakit :
sebelumnya
Peristiwa penyebab :
RR: x/menit T: ºC
Inspeksi
Palpasi
Dada
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pelvis
Inspeksi
Palpasi
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Bagian punggung
INTEGUMEN
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
EKG lain-lain……FAST….…….…
Hasil Fast : di temukan adanya cairan bebas di kantong Morrison
Terapi :
Jam : 23:00
Tanda tangan
Nama terang
: DEVI AMALIA YASITA
ANALISA DATA
Diagnosa H
N SLKI SIKI a Implementasi Evaluasi
Keperawata
o ri
n
/
T
gl
1. Hipovolemi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Syok Manajemen S:
Kehilangan keperawatan selama 1 x 24 Hipovolemik Syok
Cairan Aktif jam diharapkan “Status (1.02050) Hipovolemik O:
Cairan menmbaik (L.03028) 1. Memonitor status Frekuensi nadi : 100x/mnt
Observasi
dengan kriteria hasil : kardiopulmonal (Frekuensi Membaik (5)
1. Monitor status
Frekuensi nadi : 106x/mnt kardiopulmonal (Frekuensi dan kekuatan nadi, Tekanan nadi Membaik (4)
Membaik (4) dan kekuatan nadi,
Frekuensi napas, TD, Frekuensi napas, TD, Kadar Ht : 34,4%
Tekanan nadi Membaik MAP) MAP) Membaik (5)
(4) 2. Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD) 2. Memonitor status Intake Cairan Membaik
Kadar Ht : 34,4% oksigenasi (oksimetri nadi, (4)
3. Monitor status cairan AGD)
Membaik (4) (masukan dan haluaran, Suhu Tubuh : 35,7C
turgor kulit, CRT) 3. Memonitor status cairan
Intake Cairan Membaik
(masukan dan haluaran, Membaik (4)
(4) 4. Periksa seluruh permukaan turgor kulit, CRT)
tubuh terhadap adanya
Suhu Tubuh : 35,6C DOTS 4. Memeriksa seluruh A: Masalah teratasi
(deformity/deformitas, permukaan tubuh
Membaik (3) terhadap adanya DOTS sebagian
open wound/luka terbuka,
tenderness/nyeri tekan, (deformity/deformitas,
P: Lanjutkan Intervensi
swelling/bengkak) open wound/luka
terbuka, tenderness/nyeri
Terapeutik tekan, swelling/bengkak)
1. Pertahankan jalan napas 5. Pertahankan jalan
paten napas paten
2. Berikan oksigen untuk 6. Berikan posisi syok
mempertahankan (Modified
saturasi O2 >94% Trendelenberg)
3. Berikan posisi syok
(Modified
Trendelenberg)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid 1-2
L pada dewasa
2. Kolaborasi pemberian
transfuse darah, jika perlu
Diagnosa H
N SLKI SIKI a Implementasi Evaluasi
Keperawata
o ri
n
/
T
gl
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi Dukungan Mobilisasi S : Px mengeluh sulit
mobilitas fisik keperawatan selama 1 x 24 (1.05173) menggerakkan ekstremitas
1. Mengidentifikasi adanya
b/d jam diharapkan “Mobilitas nyeri atau keluhan fisik dan nyeri saat bergerak
Observasi
Fisik meningkat (L.05042) lainnya
Nyeri
1. Identifikasi adanya nyeri 2. Mengidentifikasi toleransi O :
dengan kriteria hasil : atau keluhan fisik lainnya fisik melakukan
Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi toleransi fisik pergerakan Pergerakan ekstremitas
Meningkat (4) melakukan pergerakan 3. Memonitor frekuensi Meningkat (4)
Rentang gerak (ROM) 3. Monitor frekuensi jantung jantung dan tekanan darah
dan tekanan darah sebelum sebelum memulai Rentang gerak (ROM)
Meningkat (4) memulai mobilisasi mobilisasi Meningkat (4)
Nyeri Menurun (4) 4. Monitor kondisi umum 4. Memonitor kondisi umum Nyeri Menurun
selama melakukan selama melakukan
Kecemasan Menurun (4) mobilisasi (4)
mobilisasi
Kelemahan fisik Menurun (3) Terapeutik 5. Memfasilitasi aktivitas Kecemasan Menurun
mobilisasi dengan alat bantu
1. Fasilitas aktivitas mobilisasi (5)
(mis. Pagar tempat tidur)
dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur) 6. Melibatkan keluarga untuk Kelemahan fisik Menurun
2. Fasilitas melakukan membantu pasien dalam (4)
pergerakan, jika perlu meningkatkan pergerakan
A: Masalah teratasi
3. Libatkan keluarga untuk 7. Menjelaskan tujuan dan
membantu pasien dalam prosedur mobilisasi sebagian
meningkatkan pergerakan P: Lanjutkan Intervensi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
(empat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
Diagnosa H
N SLKI SIKI a Implementasi Evaluasi
Keperawata
o ri
n
/
T
gl
3. Risiko Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perdarahan Pencegahan Perdarahan S:
. Perdarahan keperawatan selama 1 x 24 (1.02067)
1. Memonitor tanda dan
berhubungan jam diharapkan “Tingkat gejala perdarahan O:
Observasi
dengan Trauma Perdarahan” menurun 2. Memonitor nilai Kelembapan kulit
1. Monitor tanda dan gejala
(L.02017) dengan kriteria hematocrit/hemoglobin
(D.0012) perdarahan Meningkat (4)
sebelum dan setelah
hasil : 2. Monitor nilai kehilangan darah Distensi abdomen
Kelembapan kulit hematocrit/hemoglobin
3. Mempertahankan bed rest Menurun (4)
sebelum dan setelah
Meningkat (3) selama perdarahan
kehilangan darah Hematokrit
Distensi abdomen 3. Monitor 4. Menghndarkan
koagulasi (mis. Membaik (4)
pengukuran suhu rektal
Menurun (3) Prothrombin time (PT), 5. Menjelaskan tanda dan Tekanan Darah Membaik
partial thromboplastin time gejala perdarahan
Hematokrit Membaik (PTT), fibrinogen, (5)
(4) degradasi fibrin dan/atau 6. Menganjurkan Suhu Membaik
platelet) meningkatkan asupan
Tekanan Darah Membaik (4) cairan untuk menghindari (4)
Terapeutik konstipasi
Suhu Membaik (4) A: Masalah teratasi
1. Pertahankan bed rest 7. Menganjurkan
selama perdarahan menghindari aspirin atau sebagian
2. Batasi tindakan invasive, antikoagulan P: Lanjutkan Intervensi
jika perlu 8. menganjurkan
3. Hindari pengukuran suhu meningkatkan asupan
rektal makanan dan vitamin K
Edukasi 9. menganjurkan segera
melapor jika terjadi
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
perdarahan
2. Anjurkan menggunakan
kaus kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
6. Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
BAB III
DOPS
Tujuan kolom klinis ini adalah untuk meninjau penggunaan posisi Trendelenburg (TP) pada
syok hipovolemik. Teori fisiologis di balik posisi Trendelenburg adalah bahwa peningkatan aliran
balik vena akan terjadi oleh perubahan gradien hidrostatik, dengan kaki terangkat di atas tingkat
jantung dan kepala turun. Melalui mekanisme Frank-Starling, penambahan dalam aliran darah vena
dari ekstremitas dan perut ini selanjutnya akan meningkatkan volume stroke dan curah jantung,
sehingga meningkatkan perfusi ke organ-organ vital seperti otak dan jantung. Intinya, asumsinya
adalah TP meningkatkan volume darah ke toraks dan otak melalui efek autotransfusi.
Rekomendasi saat ini untuk penentuan posisi syok adalah agar pasien telentang dengan kaki
diangkat secara pasif pada 30 hingga 60 jika tidak ada bukti trauma atau cedera (seperti pingsan
sederhana, syok akibat perdarahan nontraumatic, sepsis, dehidrasi). Namun, TP tetap sesuai untuk
banyak operasi (seperti prosedur robotik dan ginekologis) selain penempatan garis pusat jugularis
atau subklavia. Terus menggunakan TP dalam kasus syok hipovolemik meskipun temuan
penelitian negatif kemungkinan besar multifaktorial dan termasuk unsur tradisi dan defisit
pengetahuan tentang apa yang dianggap praktik terbaik.
3.2 Video
Posisi Trendelenburg : https://youtu.be/M_hwFPr3TNc
Penanganan Fraktur Pada Kecelakaan Lalu Lintas : https://youtu.be/eM4Zjxe5U5w
Penanganan Pasien Kecelakaan Di UGD : https://youtu.be/NzLY0tldC6I
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. Jakarta: EGC.
www.sciencedirect.com/journal/journal-of-vascular-nursing
https://youtu.be/M_hwFPr3TNc
https://youtu.be/eM4Zjxe5U5w
https://youtu.be/NzLY0tldC6I