Anda di halaman 1dari 17

Referat :

Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)

Pembimbing :
Dr. Andi Adil, Sp.An

Disusun Oleh :
ADE NUSRAYA
C014182153

KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)
dengan baik.

Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.

Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih
baik di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Makassar , July 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

1. COVER …….……………………………………………………………………. I
2. KATA PENGANTAR ………………………………………………………… 1

3. DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. 2

4. PENDAHULUAN ……………………………………………………………… 3

5. CARDIOPULMONARY RESUSCITATION (CPR) ...................................... 4

5.1 DEFINISI .................................................................................................... 4


5.2 SEJARAH ................................................................................................... 4
5.3 EPIDEMIOLOGI ...................................................................................... 7
5.4 INDIKASI ................................................................................................... 8
5.5 FASE ........................................................................................................... 9
5.6 PROSEDUR ............................................................................................... 9

6. DAFTAR PUSTAKA 16

2
PENDAHULUAN

Penyakit jantung merupakan pembunuh nomor satu. Setiap tahun hampir 330.000 warga
Amerika meninggal karena penyakit jantung. Setengahnya meninggal secara mendadak,
karena serangan jantung (cardiac arrest). Dari semua kejadian serangan jantung, 80%
serangan jantung terjadi di rumah, sehingga setiap orang seharusnya dapat melakukan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau cardiopulmonary resuscitation (CPR).

Resusitasi Jantung Paru adalah bantuan dasar dalam medis yang digunakan pada keadaan
darurat dan harus dilakukan sebagai langkah pertolongan pertama pada pasien yang
mengalami henti jantung dan henti nafas. Penyelamatan yang dilakukan dengan Resusitasi
Jantung Paru di Indonesia hanya boleh dilakukan oleh petugas medis yang telah mengikuti
pelatihan tentang Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung Paru. Namun di Amerika,
pelatihan ini dilakukan di semua kalangan dan lapisan masyarakat dan publik.

Dan bagi penderita yang terkena serangan jantung, dengan diberikan RJP segera maka akan
mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup kembali.

3
CARDIOPULMONARY RESUSCITATION (CPR)

1. DEFINISI
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah prosedur
kegawatdaruratan medis yang ditujukan untuk serangan jantung dan pada henti napas.

Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah


kombinasi antara bantuan pernapasan dan kompresi jantung yang dilakukan pada korban
serangan jantung.

Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah


serangkaian aksi penyelamatan hidup yang meningkatkan kesempatan untuk bertahan
setelah henti jantung.
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah Suatu
usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau fungsi jantung serta menangani
akibat-akibat berhentinya fungsi-fungsi tersebut pada orang yang tidak diharapkan mati
pada saat itu.

2. SEJARAH

1740   The Paris Academy of Sciences secara resmi merekomendasikan resusitasi mulut-
ke-mulut pada korban tenggelam.

1767   The Society for the Recovery of Drowned Persons menjadi organisasi pertama
yang berusaha menghadapi kematian tak terduga dan mendadak

4
1891   Dr. Friedrich Maass pertama kali melakukan dan mendokumentasikan kompresi
dada pada manusia.

1900's
1903   Dr. George Crile melaporkan keberhasilan pertama melakukan kompresi dada
eksternal pada resusitasi manusia.

1904   Kasus pertama di Amerika dilakukan closed-chest cardiac massage oleh Dr.
George Crile.

1954   James Elam pertama yang membuktikan bahwa udara yang cukup dan memadai
dapat menjaga oksigen dengan baik

1956   Peter Safar dan James Elam menciptakan resusitasi mulut-ke-mulut.

1957   Militer Amerika Serikat mengadopsi metode resusitasi mulut-ke-mulut untuk


membantu korban yang tidak sadar.

1960   Cardiopulmonary resuscitation (CPR) dikembangkan oleh The American Heart


Association dengan memulai program untuk memperkenalkan dolter dengan resusitasi
jantung dan pernapasan dan menjadi awal pelatihan CPR untuk masyarakat dan publik.

1963   Cardiologist Leonard Scherlis memulai the American Heart Association's CPR
Committee, dan pada tahun yang sama, the American Heart Association secara resmi
mendukung CPR.

 1966   The National Research Council of the National Academy of Sciences mengadakan
konferensi tentang CPR.  Konferensi ini adalah hasil langsung permintaan dari American
National Red Cross dan organisasi lain untuk membuat standard dan pelatihan setandar
tentang CPR

1972   Leonard Cobb menggelar pelatihan warga pertama di dunia di Seattle, Washington
yang disebut Medic 2. Ia telah membantu melatih lebih dari 100.000 orang pada dua
tahun pertama program.

1973 Konferensi Nasional kedua tentang CPR dan ECC.

5
1979 Bantuan Hidup Kardiovaskular Lanjutan/ACLS dikembangkan setelah diskusi pada
Konferensi Nasional Ke-tiga tentang CPR

1981 Sebuah program menyediakan instruksi telepon pada CPR mulai di King Country,
Washington.Program digunakan pada kasus emergensi operator memberikan petunjuk
instan ketika departemen pemadam kebakaran dan personel EMT yang keluar dari rute.
Operator CPR sekarang adalah perawatan standard untuk operator center di Amerika.

1983 AHA menyelenggarakan konferensi nasional tentang resusitasi pediatrik dalam


menngembangkan CPR dan ECC pedoman untuk pediatrik dan pasien neonates. 1985
Konferensi Nasional keemmpat tentang CPR dan ECC.

1988 AHA memperkenalkan pelatihan pertama pediatrik, BHD pediatrik, BHL pediatrik
dan resusitasi neonatal, yang disponsori oleh The American Academy of Pediatrics
(AAP).

1990s Early Public Access Defibrillation (PAD) program dikembangkan dengan tujuan
dan pemikiran telah disediakan pelatihan dan resource untuk public sehingga mereka
dapat mengobati dalam resusitasi yang berhasil pada korban serangan jantung.

Feb 1992 Konferensi ke lima CPR dan ECC.

1992 International Committee on Resuscitation (ILCOR) didirikan.

1999 Tugas pertama pada pertolongan pertama

 Konferensi Internasional pertama tentang pedoman untuk CPR dan ECC

2000's

2004 AHA dan ILCOR mengeluarkan pernyataan penggunaan AED pada anak-anak
umur 1-8 tahun yang tidak memiliki tanda-tanda sirkulasi.

2005 AHA mengembangkan keluarga dan teman dan perangkat CPR kapan saja , produk
revolusioner yang memperbolehkan siapa saja mempelajari kemampuan CPR dalam 20
menit. Perangkat tersebut berisi apapun yang perlu dipelajari dasar CPR, kemampuan
AED dan bantuan tersedak dimana pun, dari rumah nyaman besarnya settingan grup.

6
2005 The 2005 International Consensus on ECC and CPR Science rekomedasi
pengobatan (CoSTR) konferensi menghasilkan the 2005 American Heart Association
Guidelines for CPR & ECC. Pedoman ini mengeluarkan data baru kompres:ventilasi rasio
yang baik diganti oleh AED

2008 The AHAmengeluarkan pernyataan tentang Hands-Only™ CPR, mengatakan


bahwa saksi serangan jantung harus menghubungu 911 dan melakukan kompresi dada
dengan penekanan kuat dan cepat di tengah dada korban

2010 The 2010 International Consensus on ECC and CPR Science dengan rekomedasi
pengobatan (CoSTR) konferensi menghasilkan the 2010 American Heart Association
Guidelines for CPR & ECC; 50th Anniversary of CPR

3. EPIDEMIOLOGI
Kemajuan penting dalam pencegahan, serangan jantung tetap merupakan masalah
kesehatan yang penting dan telah menyebabkan banyak kematian di banyak bagian
dunia. Serangan jantung dapat terjadi diluar dan didapalm rumah sakit. Di Amerika dan
Kanada, sekitar 350.000 orang per tahun (sekitar setengah dari mereka di dalam rumah
sakit) mengalami serangan jantung dan menerima bantuan resusitasi. Perkiraan ini tidak
termasuk sejumlah besar korban yang mengalami serangan namun tidak menerima
bantuan resusitasi. Sementara bantuan resusitasi tidak selalu sesuai atau benar, ada
banyak nyawa hilang karena tidak dilakukan resusitasi yang sesuai atau benar.

Yang diperkirakan insiden serangan jantung (perawatan diluar rumah sakit) di Amerika
dan Kanada adalah sekitar 50 sampai 55 per 100.000 orang per tahun dan sekitar 25%
dengan pulseless ventricular arrhythmia. Korban serangan jantung dengan fibrilasi
ventrikel atau pulseless ventricular tachycardia (VT) memiliki hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan mereka yang asistole/PEA. Sebagian besar korban dari serangan
jantung adalah orang dewasa, tapi ribuan bayi dan anak-anak menderita serangan jantung
baik didalam atau diluar rumah sakit setiap tahunnya di Amerika dan Kanada. Serangan
jantung menjadi penyebab tersering kematian premature dan perbaikan kecil secara
bertahap dapat menyelamatkan ribuan nyawa setiap tahunnya.

7
4. INDIKASI
Indikasi Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) :

1. Henti Jantung
Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidak sanggupan curah jantung untuk
memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan
dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan
kematian atau kerusakan otak. Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau penyakit
kronis tentu tidak termasuk henti jantung. Sebagian besar henti jantung disebabkan
oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh
ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis
henti jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan
pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung
menghilang. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti
atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya
dan pasien tidak sadar. Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar
hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-
4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap,
walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali.

2. Henti Nafas
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya
serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan
napas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung,
radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya. Pada awal henti
napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ
vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat
pertolongan segera maka pasien akan teselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau
terlambat akan berakibat henti jantung.

Kontraindikasi Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation


(CPR) :

8
1. Terminal Illness
2. Kematian secara Klinis > 5 menit

5. FASE
Fase resusitasi dalam “Chain of Survival” :

1. Segera memahami dan mengetahui serangan jantung dan aktivasi system respon
emergensi
2. Segera melakukan RJP dengan penekanan pada kompresi jantung
3. Defibrilasi cepat
4. Bantuan hidup lanjutan yang efektif
5. Post-cardiac arrest care yang terintegrasi

DEWASA

1 2 3 4 5

PEDIATRIK

“Chain of Survival”

6. PROSEDUR
1. Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur pertolongan darurat dan
melakukan RJP secara benar. Terdiri dari :
 Memastikan korban tidak ada respon, tidak bernafas atau sesak nafas
 Melakukan deteksi denyut nadi tidak lebih dari 10 detik, jika tidak terdeteksi
atau ragu langsung beralih melakukan resusitasi
 Kompresi dada
- Posisi korban terlentang, penolong berlutut disebelah dada korban atau
berdiri di sebelah tempat tidur (jika di rumah sakit)
- Penolong menaruh tumit tangan di tengah dada korban (dibawah
sternum) dan menaruh tangan satunya diatas tangan pertama pada
korban dewasa. sedangkan pada bayi, menggunakan teknik kompresi
dada dua jari.

9
- Dilakukan dengan penekanan kuat dan cepat, dengan frekuensi min.
100x/menit dan kedalaman kurang lebih 2 inchi/ 5cm(dewasa dan anak-
anak) atau 1,5 inchi/ 4cm(bayi).
- Posisi dada kembali seperti semula setiap setelah melakukan kompresi
agar memberi kesempatan jantung untuk mengisi sebelum kompresi
selanjutnya.

Posisi dada tidak sempat kembali seperti semula dapat menyebabkan :

 Peningkatan tekanan intrathorak


 Penurunan hemodinamik
 Penurunan perfusi koroner
 Penurunan index kardia
 Penurunan aliran darah miokardial
 Penurunan perfusi cerebral
Insiden dapat dikurangi dengan menggunakan alat rekam elektronik
yang membantu seumur hidup.
- Mengurangi interupsi atau gangguan saat melakukan kompresi agar
kompresi dilakukan dengan maksimal
- Rasio kompresi-ventilasi adalah 30:2
- RJP tangan saja
Dapat dilakukan tanpa penyelamatan
jalan nafas, dilakukan untuk
mengurangi rasa panik penolong
(yang tidak terlatih) dan membantu
bertindak lebih cepat. Namun tidak
dapat digunakan dalam waktu yang
lama.
Teknik ini tidak dapat dilakukan
untuk pediatrik, karena membutuhkan kedua aspek RJP yaitu kompresi
dan ventilasi dalam melakukan resusitasi.

10
 Penyelamatan Jalan Nafas
- Membuka jalan nafas
Dengan melakukan teknik manuver head tilt-chin lift untuk
membebaskan jalan nafas korban. Jika korban suspek cedera spinal
dilakukan teknik “manual spinal motion restriction” dan pada cedera
cervical dilakukan teknik jaw trust tanpa ekstensi kepala.
- Bantuan nafas
 Memberi batuan nafas lebih dari 1 detik
 Memberikan volume tidal yang cukup sehingga terlihat gerakan
dada
 Menggunakan rasio kompresi-ventilasi yaitu 30:2
 Ketika ada alat bantu nafas seperti LMA, ETT, dll dan terdapat 2
penolong, maka dapat diberikan bantuan nafas setiap 6-8 detik
tanpa sinkronisasi dengan kompresi, sehingga tidak ada
penundaan dalam kompresi dada.
Pasien dengan obstruksi jalan nafas membutuhkan lebih tinggi tekanan
untuk ventilasi.
Penolong harus menghindari hiperventilasi karena terlalu banyak nafas
atau terlalu besar volume yang berikan saat melakukan RJP.
- Teknik Bantuan Nafas
 Mulut-ke-Mulut
Bantuan nafas dilakukan dengan cara buka jalan nafas korban,
tutup hidung korban, dan buat tertutup/kedap antara mulut-mulut,
berikan 1 nafas biasa (bukan nafas dalam), kemudian beri nafas
kedua lebih dari 1 detik. Jika dada korban tidak naik pada
pemberian nafas pertama, lakukan manuver head tilt-chin lift lagi
lalu beri nafas kedua, rata-rata pemberian nafas 10-12x/menit
atau setiap 5-6 detik.
Menarik nafas biasa lebih baik dibandingkan nafas dalam agar
penolong tidak pusing saat memberikan bantuan dan tidak
hiperventilasi pada korban.
 Mulut-Alat Penghalang

11
Beberapa penolong mungkin tidak ingin kontak langsung
bantuan nafas mulut-ke-mulut, maka digunakan alat penghalang.
Dan resiko tertular penyakit lebih sedikit. Ketika memakai alat
penghalang penonolong tidak boleh menunda kompresi ketika
menyiapkan alat.
 Mulut-ke-Hidung dan Mulut-ke-Stoma
Mulut-ke-hidung direkomendasikan jika tidak mungkin
melakukan ventilasi lewat mulut korban (cedera serius, tidak
dapat dibuka, korban berada didalam air, kunci mulut-ke-mulut
tidak berhasil). Teknik ini memungkinkan/layak, aman, dan
efektif.
Mulut-ke-Stoma adalah bantuan nafas dengan korban tracheal
stoma. Caranya dengan membuat kunci kedap udara dengan
melingkari memakai sungkup wajah pediatri.k
 Ventilasi dengan Kantung dan Sungkup
Ventilasi kantung-sungkup dapat dikembangkan dengan udara
ruangan atau oksigen. Tidak direkomendasikan pada RJP yang
dilakukan satu penolong.
Alat kantung-sungkup menyediakan ventilasi tekanan positif
tanpa jalan nafas tambahan. Alat yangdgunakan harus material
transparan guna melihat adanya regurgitasi. Namun, alat
kantung-sungkup dapat memproduksi inflasi gastric yang
merupakan komplikasinya.
 Ventilasi dengan Jalan Nafas Supraglottik
Seperti LMA, esophageal-tracheal combitube dan King airway
device.
 Ventilasi dengan Jalan Nafas Lanjutan
 Oksigen pasif – oksigen tekanan positif saat RJP
 Tekanan Krikoid
Teknik menggunakan tekanan ke kartilago krikoid korban untuk
menekan trakea kemarin dan kompres esofagus dibandingkan
vertebrae cervical.

12
 Defibrilasi AED
Seluruh penyedia bantuan hidup dasar harus mengetahui defibrilasi, yang paling
sering karena VF dapat diobati. Pada RJP dilakukan defibrilasi dalam 3-5 menit
kolaps. Defibrilasi cepat pengobatan dengan durasi sebentar, seperti korban
diluar rumah sakit. Ketika ada lebih dari satu penolong, segera lakukan
defibrilasi dan salah satu penolong terus melakukan kompresi dada. Sehingga
satu penolong lagi dapat mengaktifkan system respond an memulai defibrilasi.
 Posisi Pemulihan

Posisi pemulihan digunakan pada korban dewasa yang tidak ada respon yang
telah bernafas normal dan sirkulasi efektif. Posisi ini di design untuk mengelola
jalan nafas yang baik dan mengurangi resiko onstruksi jalan nafas dan aspirasi.
Korban dimiringkan dengan tangan di depan badan. Ada beberapa variasi posisi
pemulihan yang masing-masing memiliki keunggulan. Tidak ada posisi yang
pas untuk semua korban. Posisi harus stabil, mendekati posisi lateral.

 Resusitasi Situasi Khusus

Henti jantung dalam situasi khusus mungkin membutuhkan perawatan khusus


atau prosedur diluar yang disediakan pada BLS atau ACLS normal. Kondisi ini
jarang terjadi, sehingga sulit untuk melakukan uji klinis acak untuk
membandingkan terapi. Akibatnya, situasi unik ini membutuhkan pengalaman
diluar dari dasar, menggunakan consensus klinis dan extrapolasi dari fakta yang
terbatas. Topik pada 2005 AHA Pedoman CPR dan ECC telah ditinjau,
diperbaharui, dan diperluas ke 15 situasi henti jantung spesifik termasuk
pengobatan signifikan periarrest yang penting untuk mencegah henti jantung
atau membutuhkan pengobatan diluar rutin atau perawatan tipikal tergantung
pada pedoman BLS atau ACLS. Topik yang dibahas termasuk asma, kehamilan,
obesitas morbiditas (baru), ketidakseimbangan eklektrolit, konsumsi zat
beracun, trauma, hipotermia mendadak, longsor (baru), tenggelam,
kesetrum/tersambar petir, PCI (baru), tampon jantung (baru), dan operasi
jantung (baru).

13
Bantuan Hidup Dasar Dewasa Sederhana

2. Bantuan Hidup Lanjutan


 Gelombang kapnografi kuantitatif direkomendasikan untuk konfirmasi dan
monitoring pemasangan endotracheal tube dan kualitas CPR.
 Algoritma tradisional henti jantung disederhanakan dan design konseptual
diciptakan untuk menekankan pentingnya kualitas CPR.
 Ada peningkatan nilai pada monitoring fisiologis untuk mengoptimalkan kualitas
CPR dan mendeteksi ROSC.
 Atropin tidak direkomendasikan lagi untuk penggunaan rutin dalam manajemen
PEA/Asistol.
 Infus obat cronotropic direkomendasikan sebagai alternative untuk langkah
simptomatik dan unstable bradycardia.
 Adenosine rekomendasi aman dan efektif untuk kedua pengobatan dan diagnosis
pada manajemen dan penilaian neurologic dan status fisiologik pasien. Sering
masuk dalam terapi hipotermia.

14
3. Post-Cardiac Arrest Care
Untuk meningkatkan kesempatan hidup korban serangan jantung yang masuk ke
rumah sakit setelah ROSC, terkomprehensif, structural, terintregasi multidisiplin
system Post-Cardiac Arrest Care. Pengobatan termasuk jantung paru dan bantuan
neurologi. Pengobatan hipotermia dan Percutaneous Coronary Interventions (PCIs)
harus tersedia jika sudah masuk indikasi. Karena kejang sering terjadi setelah
serangan jantung, elektroenchepalografi untuk diagnosis kejang harus dilakukan
dengan interpretasi dan frekuensi monitoring atau kontinyu pada pasien kejang
setelah ROSC.

15
DAFTAR PUSTAKA

Berg, Marc D, and friends. Pediatric Basic Life Support. American Heart Association . 2010

Berg, Robert A.,and friends. Adult Basic Life Support. American Heart Association . 2010

Boulton, Thomas B, Colin E. Blogg. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta. EGC : 2013

Gray, Huon H. Lecture Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Erlangga Medical Series. 2002

Hazinski, Mary Fran, editors. Highlight of the 2010 American Heart Association Guidelines
for CPR and ECC. 2010

16

Anda mungkin juga menyukai