Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN KEBISINGAN DAN GETARAN

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas individu Mata Kuliah Manajemen
Kebisingan dan Getaran

Dosen Pengampu : Dr. Iting Shofwati, S.T., M.KKK

Disusun oleh :

Eka Hartomy

11151010000068

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb,


Puji syukur kehadirat Allah Swt. karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah Manajemen Kebisingan dan
Getaran. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Manajemen
Kebisingan dan Getaran
Penyusun menyampaikan terima kasih kepada:
1. Orang tua (abah dan mamah) atas segala perjuangan dan doanya dalam mendukung
penyusun, baik langsung maupun tidak langsung
2. Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T., M.KKK selaku dosen mata kuliah Manajemen Kebisingan
dan Getaran yang telah mengajarkan dan memberikan materi dengan baik, sehingga
penyusun mampu membuat makalah ini dengan maksimal
3. Teman-teman Kesmas UIN Jakarta angkatan 2015, khususnya teman-teman dari
KLASIK (Katiga Lima Belas Asik) yang menjadi rekan seperjuangan, serta menjadi
salah satu fasilitator penyusun dalam belajar dan memperoleh ilmu

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Saran serta
kritik senantiasa penyusun harapkan untuk masukan di masa depan. Penyusun berharap
makalah ini dapat di pahami dengan baik dan bermanfaat bagi penyusun, serta
perkembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya ilmu Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di masa depan.

Ciputat, Desember 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

1. RESPON FISIOLOGIS DAN DAMPAK PAJANAN BISING......................................1


1.1 Dampak Pajanan Bising...........................................................................................1
1.2 Determinan Faktor Penurunan Pendengaran............................................................1
1.3 Mekanisme Fisiologis Penurunan Pendengaran.......................................................1
2. HLPP (Hearing Loss Prevention Program) atau HCP (Hearing Conservation Program)
2
5 W + 1 H............................................................................................................................2
PENJELASAN MASING-MASING ELEMEN PROGRAM............................................2
3. APT (Alat Pelindung Telinga).........................................................................................2
3.1 Jenis-Jenis Alat Pelindung Telinga..........................................................................2
3.2 Kelebihan dan Kelemahan........................................................................................2
3.3 Cara Penggunaan Alat Pelindung Telinga................................................................2
3.4 Dasar Pemilihan Penggunaan APT..........................................................................2
3.5 Efektivitas Alat Pelindung Telinga..........................................................................2
4. AUDIOMETRI................................................................................................................3
4.1 Tujuan dan Manfaat Pemeriksaaan Audiometri.......................................................3
4.2 Klasifikasi Penurunan Pendengaran Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Audiometri..3
4.3 Perbedaan Sensory Neural dan Conductive.............................................................3
4.4 Strategi Pelaksanaan Audiometri.............................................................................4
4.5 Kemungkinan Bias pada Pelaksanaan Pengukuran Audiometri..............................4
4.6 Perhitungan Cacat Pendengaran...............................................................................4
4.7 Standar Threshold Shift............................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................4

iii
1. RESPON FISIOLOGIS DAN DAMPAK PAJANAN BISING
1.1 Dampak Pajanan Bising
Pajanan bising yang diterima manusia dapat menyebabkan berbagai gangguan
berikut : (Thorne PR et al., 2008) dalam (Eryani, 2016)
 Gangguan Fisiologis
Gangguan fisilogis yang dapat terjadi antara lain kelelahan, pusing, denyut
jantung meningkat, ritme pernafasan meningkat, sakit kepala, tekanan darah
meningkat, serta peningkatan laju metabolik
 Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis yang dialami antara lain gangguan perasaan, rasa tidak
nyaman, rasa khawatir dan cemas, kurang konsentrasi, rasa jengkel, mudah
marah, cepat tersinggung, dan sudah tidur. Dalam psikologi, semakin keras
suara akan semakin menganggu. Kemudian apabila suara yang terdengar
dapat diprediksi dan teratur, maka dampak gangguan yang diterima akan
lebih kecil.
 Gangguan Komunikasi
Pajanan bising menyebabkan proses komunikasi terganggu akibat intervensi
dalam proses komunikasi, sehingga ketika berkomunikasi, komunikator
perlu meningkatkan volume suara agar komunikan dapat mengerti pesan
yang disampaikan oleh komunikator
 Gangguan Tidur
 Gangguan Pendengaran
Jenis gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pajanan kebisingan
terbagi menjadi tiga, antara lain :
 Trauma Akustik
Secara umum, gangguan ini disebabkan pajanan tunggal atau lebih dari
satu pajanan bising yang memiliki intensitas tinggi pada wktu yang

1
singkat. Suara yang sangat keras seperti ledakan dapat membuat gendang
telinga pecah, hingga merusak sel sensoris saraf pendengaran
 Temporary threshold shift (ketulian sementara)
Kemampuan pendengaran akan berkurang berdasarkan intensitas
pajanan yang diterima seseorang. Pemulihan pendengaran setelah
pajanan bising membutuhkan waktu 3 x 24 jam hingga 7 x 24 jam. Saat
pekerja mendapatkan pajanan bising sebelum pemulihan sempurna,
maka dapat memicu penurunan pendengaran hingga tuli
 Permanent threshold shift (ketulian tetap)
Istilah lainnya adalah Noise Permanent Threshold Shift (NPTS) atau
Noise Induced Hearing Loss (NIHL), yaitu penurunan pendengaran
bertahap yang disebabkan kerusakan sensorneural akibat pajanan bising
dalam waktu lama dan intensitas tinggi. Jenis ketulian ini bersifat
irreversible atau tidak dapat disembuhkan.

1.2 Determinan Faktor Penurunan Pendengaran


Faktor determinan penurunan pendengaran antara lain : (Akbar, 2015)
 Dosis kebisingan
 Masa kerja
 Usia pekerja
 Kebiasaan merokok
 Penggunaan obat ototoksik
 Riwayat penyakit telinga
 Pemakaian alat pelindung telinga

1.3 Mekanisme Fisiologis Penurunan Pendengaran


Faktor determinan penurunan pendengaran antara lain : (Akbar, 2015)
 Dosis kebisingan
Terdapat hubungan antara dosis kebisingan dengan gangguan pendengaran
pekerja. Di dalam telinga bagian tengah manusia terdapat tensor timpani yan

2
berfungi menegangkan rangkaian tulang pendengaran saat suara yang masuk ke
dalam sistem pendengaran manusia memiliki kekuatan lebih dari 70 dB, agar
meredam getaran yang mencapai sel rambut reseptor pendengaran manusia.
Otot yang dipaksa bekerja secara kontinu dalam menghadapi suara bising yang
terlalu kuat dapat menyebabkan stimulasi yang merusak fungsi sel-sel rambut.
Kerusakan sel rambut dapat bersifat sementara dan permanen (Akbar, 2015)
 Masa kerja
Setelah bekerja di tempat bising, gangguan pendengaran terjadi dalam periode 5
– 10 tahun, dan semakin lama pajanan bising yang diterima akan meningkatkan
kerusakan pendengaran akibat perontokkan sel-sel rambut pada telinga
(National Safety Council, 1975) dalam (Akbar, 2015)
 Usia pekerja
Orang dengan usia tua akan mengalami penurunan fungsi pendengaran akibat
proses penuaan (presbycusis) yang merupakan proses degenerasi alat
pendengaran yang secara umum mulai terjadi pada usia 40 tahun ke atas
(Akbar, 2015)
 Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok berperan dalam penurunan fungsi pendengaran. Hal ini
disebabkan gangguan peredaran darah manusia akibat efek nikotin dan
karbonmonoksida. Nikotin dapat merusak koklea pada telinga manusia akibat
sifat ototoksik nya, dan karbonmonoksida memicu produksi karboksi-
hemoglobin yang merpakan ikatan antara karbonmonoksida dan hemoglobin
sehingga menyebabkan iskemia, dan hemoglobin tidak mampu mengikat
oksegen secara normal. Dampak yang ditimbulkan adalah suplai oksigen
menuju organ korti pada koklea menjadi terganggu dan menyebabkan iskemia
(Akbar, 2015)
 Penggunaan obat ototoksik
Jenis obat ototoksik yang menyebabkan penurunan pendengaran secara umum
berupakan jenis antibiotik amimoglikosid yang memberikan pengaruh pada

3
komponen akustik. Gangguan akustik dimulai pada tahap berkurangnya
kepekaan pada gelombang degan frekuensi tinggi secara tidak sadar, kemudian
muncul gejala tinitus bernada tinggi setelah antibiotik aminoglikosid berhenti
dikonsumsi yang mampu bertahan hingga dua minggu. Patologi akibat
kerusakan akustik berupa degenerasi berat sel rambut organ corti dimulai pada
bagian basilar dan menjalar ke apeks (Akbar, 2015)
 Riwayat penyakit telinga
- Otitis media
Otitis media merupakan peradangan telinga bagian tengah yang disebabkan
bakteri Streptococcus pneumoniae, Haemopilus influenzae, dan
Staphylococcus aureus. Peradangan ini terjadi apabila terjadi penyumbatan
pada tuba eustakhius yang mengalirkan sekresi telinga tengah menuju
tenggorokan. Penyumbatan ini menyebabkan penimbunan sekresi, saat tuba
eustakhius terbuka, tekanan pada telinga yang mengalami kongesti mampu
menarik sekresi hidung yang tercemar melalui perantara tuba eustakhius
untuk masuk menuju telinga bagian tengah sehingga infeksi telinga tengah
terjadi. infeksi berulang ini menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada
gendang telinga dan penurunan pendengaran permanen (Corwin, 2000)
dalam (Akbar, 2015)
- Tinnitus
Dampak yang ditimbulkan tinnitus adalah suara berdenging pada satu atau
kedua telinga. Tinnitus disebabkan penumpukkan kotoran telinga atau
presbiakusis yang kemudian menghambat aliran suara yang diterima pada
telinga, sehingga menurunkan fungsi pendengaran (Akbar, 2015)
 Pemakaian alat pelindung telinga
Penggunaan alat pelindung telinga dapat mereduksi tingkat kebisingan yang
masuk ke telinga bagian luar dan tengah sebelum menuju ke telinga bagian
dalam (Akbar, 2015)

4
2. HLPP (Hearing Loss Prevention Program) atau HCP (Hearing Conservation
Program)
2.1 HLPP (Hearing Loss Prevention Program)
HLPP adalah
HLPP dilaksanakan untuk
HLPP dilaksanakan oleh
HLPP dilaksanakan di
HLPP dilaksanakan saat
Dalam pelakasnaan HLPP, terdapat beberapa elemen yaitu : (Franks, 1996) dalam
(Sitanggang, 2015)
 Survei kebisingan

 Pengendalian teknis dan administratif

 Evaluasi audiometri

 Alat pelindung telinga

 Pendidikan dan motivasi

 Pelaporan

 Evaluasi program

2.2 HCP (Hearing Conservation Program)

3. APT (Alat Pelindung Telinga)


3.1 Jenis-Jenis Alat Pelindung Telinga
Alat Pelindung Telinga terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu : (Sitanggang, 2015)
 Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert protector)
 Tutup telinga (earmuff/protective caps/circumaural protector)
 Helmet/enclosure

5
3.2 Kelebihan dan Kelemahan
 Sumbat telinga (ear plug)
Kelebihan serta kelemahan APT sumbat telinga antara lain : (Akbar, 2015)
 Kelebihan :
a. Baik untuk digunakan pada tempat kerja panas
b. Ukuran kecil dan praktis untuk dibawa
c. Relatif murah dibandingkan APT tutup telinga
d. Gerakan kepala tidak terbatasi
e. Efektif digunakan tanpa mengganggu penggunaan kacamata, tutup
kepala, dan atribut lain
 Kelemahan :
a. Kemampuan reduksi bising lebih rendah dari tutup telinga
b. Pemasangan membutuhkan waktu lebih lama dari tutup telinga
c. Penggunaan hanya dapat dilakukan pada saluran telinga yang sehat
d. Monitoring relatif sulit dilakukan karena pemakaian yang sulit dilihat
e. Saluran telinga akan mudah terkena infeksi apabila tangan dalam
keadaan kotor saat memasang sumbat telinga
 Tutup telinga (ear muff)
Kelebihan serta kelemahan APT tutup telinga antara lain : (Akbar, 2015)
 Kelebihan :
a. Berbagai ukuran telinga yang berbeda dapat diantisipasi dengan
menggunakan satu ukuran APT tutup telinga
b. Penggunaan mudah diawasi oleh pengawas
c. Reduksi bising umumnya lebih besar dari sumbat telinga
d. Tidak mudah hilang
e. Orang dengan infeksi telinga ringan tetap dapat menggunakan APT
tutup telinga
 Kelemahan :
a. Tidak praktis untuk disimpan atau dibawa

6
b. APT tutup telinga memiliki harga yang relatif mahal dibandingkan
sumbat telinga
c. Dalam ruang agak sempit dapat menghambat gerakan kepala pekerja
d. Pada tempat kerja panas, tidak nyaman dipakai
e. Mengganggu kenyamanan apabila pekerja menggunakan atribut lain
seperti kacamata, tutup kepala, dan atribbut lainnya
f. Penggunaan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan elastisitas pita
penghubungnya berkurang
 Helmet/enclosure
Kelebihan serta kelemahan APT helmet/enclosure antara lain : (Akbar, 2015)
 Kelebihan :

 Kelemahan :

3.3 Cara Penggunaan Alat Pelindung Telinga

3.4 Dasar Pemilihan Penggunaan APT

3.5 Efektivitas Alat Pelindung Telinga


Efektivitas Alat Pelindung Telinga berdasarkan jenis-jenisnya yaitu : (Sitanggang,
2015)
 Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert protector)
Jenis APT ini mampu mengurangi tingkat kebisingan sebesar 30 dB
 Tutup telinga (earmuff/protective caps/circumaural protector)
Jenis APT ini dapat mengurangi tingkat kebisingan hingga 40-50 dB dalam
frekuensi 100-800 Hz
 Helmet/enclosure

7
Tingkat kebisingan dapat berkurang sebesar 35 dB pada frekuensi 250 Hz
hingga 50 dB dalam frekuensi tinggi

4. AUDIOMETRI
4.1 Tujuan dan Manfaat Pemeriksaaan Audiometri
Pemeriksaan audiometri dilakukan untuk mengetahui jenis tetulian yang
dialami seseorang berupa tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural), tuli campuran,
dan mengetahui derajat ketulian (Affandi, 2012)
Tujuan lain dalam pengukuran audiometri, antara lain : (Anggarita, 2009)
 Mendiagnosa penyakit telinga
 Kegiatan skrining pada balita dan anak sekolah dasar
 Melakukan pengukuran terhadap kemampuan pendengaran pada kegiatan
sehari-hari atau kegunaan validasi untuk mengetahui kebutuhan alat bantu
dengar, maupun keperluan hukum atau asuransi
 Bentuk pemantauan terhadap pekerja yang melakukan pekerjaan di tempat
yang bising

Manfaat yang diperoleh dari audiometri antara lain : (Anggarita, 2009)


 Tindakan pencegahan pada anak maupun pekerja di tempat bising
 Membantu proses hukum terkait penurunan pendengaran, seperti ganti rugi
 Aspek klinik, yaitu untuk menentukan jenis penyakit telinga

4.2 Klasifikasi Penurunan Pendengaran Berdasarkan Hasil Pemeriksaan


Audiometri
Melalui hasil pengukuran yang dilakukan, interpretasi derajat ketulian dapat
diperoleh dengan klasifikasi sebagai berikut : (Affandi, 2012)
 0 – 25 dB : normal
 >25 – 40 dB : tuli ringan
 >40 – 55 dB : tuli sedang
 >55 – 70 dB : tuli sedang berat

8
 >70 – 90 dB : tuli berat
 >90 dB : tuli sangat berat

4.3 Perbedaan Sensory Neural dan Conductive


Perbedaan kedua jenis tuli ini antara lain : (Eryani, 2016)
 Tuli Konduktif
- Tuli konduktif terjadi saat suara yang diterima, tidak diteruskan kembali
melalui saluran telinga luar menuju membran timpani dan menuju
tulang pendengaran pada bagian telinga tengah.
- Tuli konduktif menyebabkan suara yang diterima terdengar lebih halus
serta tidak mudah didengar
- Apabila seseorang menderita tuli konduktif, maka dapat disembuhkan
dengan obat-obatan atau operasi
- Tuli konduktif dapat disebabkan beberapa hal, yaitu otitis media,
terdapat cairan di telinga tengah, lubang di membran timpani, penurunan
fungsi tuba, keberadaan benda asing pada saluran telinga, serumen yang
terlalu banyak, dan lain-lain
 Tuli Sensorineural (NIHL)
- Tuli sensorineural terjadi saat telinga mengalami kerusakan pada bagian
dalam (koklea) atau saraf telinga dalam yang menuju otak
- Tuli sensorineural menyebabkan kemampuan untuk mendengar suara
lemah atau suara keras menjadi menurun
- Apabila seseorang mengalami tuli sensorineural, maka tidak dapat
disembuhkan karena bersifat permanen
- Tuli sensorineural dapat disebabkan beberapa hal, yaitu genetik, trauma
kepala, penuaan, paparan terhadap bising, dan lain-lain

4.4 Strategi Pelaksanaan Audiometri

9
4.5 Kemungkinan Bias pada Pelaksanaan Pengukuran Audiometri

4.6 Perhitungan Cacat Pendengaran

4.7 Standar Threshold Shift

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Y. 2012. "Audiometri". Retrieved October 5th, 2017, from


https://www.scribd.com/doc/212216429/Pemeriksaan-Audiometri-
Audiogram.

Akbar, R. 2015. "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Gangguan Pendengaran Pekerja Unit Utilities PT. Pertamina
(Persero) Refinery Unit VI Balongan, Indramayu Tahun 2014."

Anggarita, N. 2009. Retrieved October 5th, 2017, from


https://www.academia.edu/9436264/REFERAT_AUDIOMETRI_N
ADA_MURNI?auto=download.

Eryani, Y. M. 2016. "HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN,


DURASI PAPARAN DAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG
DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING
PADA KARYAWAN PT. BUKIT ASAM (PERSERO) TBK
BANDAR LAMPUNG."

10
Sitanggang, D. A. 2015. "Gambaran Program Pengendalian Bising
Pada PT Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014."

11

Anda mungkin juga menyukai