Anda di halaman 1dari 4

35

BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bagian ini penulis akan membahas tentang kesesuaian maupun


kesenjangan antara kasus nyata yang ditemukan di lapangan dengan teori yang
ada.
4.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesa pada
hari Selasa, 24 Juli 2018 pukul 08.30 WIB, Mengadakan pengamatan, observasi
secara langsung, pemeriksaan fisik, catatan medis dan catatan keperawatan. Dari
hasi pengkajian, dengan nama Tn. M, umur 63 tahun, agama islam, pekerjaan
swasta, pendidikan terakhir SMP. Alamat Tumbang Nusa. Tanggal masuk rumah
sakit 17-07-2018 dengan riwayat penyakit klien sekarang adalah klien mengalami
kecelakaan lalu lintas sebelum masuk rumah sakit klien awalnya dibawa ke
puskesmas sebangau, klien terdapat luka robek di bagian dada atas sehingga
dijahit, dan klien mengalami fraktur akhirnya klien dirujuk ke RS dr. Doris
Sylvanus. Saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah
130/70mmHg dengan Nadi 76x/menit pernafasan 22x/menit. Bunyi nafas
vesikular. Klien mengeluh susah bergerak dan susah melakukan aktivitas.
Menurut teori pengkajian fraktur femur yang dilakukan adalah mengkaji
rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien. Klien tidak menetapkan respon fisiologis
nyeri, klien tidak mengalami nyeri yang parah dan klien hanya menetapkan respon
susah bergerak dan susah beraktivitas.
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain (NIH, 1986; McGuire, 1992).
Dalam melakukan pengkajian terhadap fraktur, perawat harus mengkaji
pergerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
36

pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran


metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau
tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

Jika dibandingkan antara teori dan kasus yang diambil secara nyata di ruang
Dahlia RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya, klien memiliki hambatan dan
keterbatasan gerak, serta klien memiiki luka robek pada bagian dada atas yang
bisa beresiko infeksi.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan yang muncul pada Tn. M dengan diagnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisik dan resiko infeksi
Muncul 2 diagnosa ini dikarenakan tanda dan gejala pada Tn.M saling
berkaitan. Diagnosa keperawatan diangkat hambatan mobilitas fisik pada Tn.M
karena adanya pernyataan atau keluhan pasien berupa susah bergerak dan susah
melakukan aktivitas. Penulis mengamati klien hanya terbaring di tempat tidur
pengkajian. Dan adanya data objektif yang menonjol di mana klien mengalami
resiko infeksi, klien memiliki luka robek pada bagian dada atas sebelah kanan

Menunjukkan susah bergerak dan susah melakukan aktivitas. Berdasarkan


fakta atau kasus pada Tn. M, penulis lebih memprioritaskan masalah keperawatan
hambatan mobilitas fisik menjadi masalah utama, dikarenakan keluhan Nyeri pada
saat itu yang paling dirasakan oleh pasien dan sangat mengancam kenyamanan.
Diagnosa lain yang ditemukan namun tidak diprioitaskan adalah: Defisit
perawatan diri.

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada diagnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur femur adalah:
Observasi derajat immobilitas yang dihasilkan oleh cedera, anjurkan klien ubah
posisi 2-4 jam, anjurkan klien latihan gerak secara perlahan, bantu klien dalam
melakukan ADL, kolaborasi dengan dokter dalam melakukan fisioterapi.
Intervensi keperawatan dari diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan
37

diskontinuitas jaringan: Observasi luka, observasi tanda dan gejala infeksi,


lakukan perawatan luka, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
Sedangkan intervensi keperawatan menurut teori adalah: Ajarkan dan berikan
dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin, Ajarkan
teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga, Sediakan
alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker, Beri penguatan positif
untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman, Ajarkan pada klien & keluarga
tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi roda ke tempat
tidur atau sebaliknya, Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota
tubuh, Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri
dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari,
Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

. Intervensi dengan diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan


diskontinuitas jaringan adalah: Monitor tanda dan gejala infeksi, Monitor
kerentanan terhadap infeksi, partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko, berikan perawatan luka pada area epidema, inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase, Inspeksi kondisi luka / insisi bedah,
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi, Ajarkan cara menghindari
infeksi. Jika dibandingkan antara teori dan kasus yang diambil dengan diagnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisik, penulis membuat intervensi anjurkan klien
melakukan latihan gerak dan bantu klien dalam melakukan ADL. Sedangkan pada
teori, ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara
berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya, dorong klien melakukan
latihan untuk memperkuat anggota tubuh. Dan pada diagnosa resiko infeksi
berhubungan dengan diskontinuitas jaringan, terdapat sedikit perbedaan. Penulis
tidak mengajarkan cara menghindari infeksi.

4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan dari diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan fraktur femur adalah: mengobservasi derajat immobilitas
yang dihasilkan oleh cedera, menganjurkan klien ubah posisi 2-4 jam,
38

menganjurkan klien latihan gerak secara perlahan, membantu klien dalam


melakukan ADL, berkolaborasi dengan dokter dalam melakukan fisioterapi
Implementasi keperawatan dari diagnose resiko infeksi berhubungan
dengan diskontinuitas jaringan adalah mengobservasi luka, mengoobservasi tanda
dan gejala infeksi, melakukan perawatan luka, berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antibiotik ceftriaxone 1x1gr
Dari fakta dan teori implementasi keperawatan diatas tidak banyak
perbedaan, menurut penulis hal tersebut menyesuaikan dengan intervensi yang
telah disusun.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Berdasarkan teori Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefenisikan
sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan
keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang
tampil.
Penilaian  dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Sedangkan evaluasi yang didapatkan oleh penulis dari kedua masalah diatas
dalam hambatan mobilitas fisik penulis menyimpulkan bahwa masalah belum
teratasi dengan ditandai klien belum bisa menggerakkan kakinya, klien terlihat
lemah, tidak ada peningkatan kekuatan otot. Sedangkan masalah resiko infeksi
penulis menyimpulkan bahwa masalah teratasi di tandai dengan tidak ada tanda-
tanda infeksi atau pus, luka terlihat bersih dan tidak lembab
Jika dibandingkan antara teori dan rencana evaluasi yang disusun penulis,
terdapat perbedaan di mana tidak semua hasil yang diharapkan dari evaluasi
sesuai dengan teori yang ada. Hal ini disebabkan adanya masalah keperawatan
yang lebih banyak muncul dan bervariasi serta tidak sesuai dengan masalah
keperawatan yang muncul pada teori, sehingga hasil yang diharapkan dari
evaluasi pun berbeda dari teori yang ada.

Anda mungkin juga menyukai