Anda di halaman 1dari 41

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

4.1 Jual Beli Dalam Islam

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari bermu’amalah

antara satu dengan yang lainnya. Mu’amalah sesama manusia senantiasa

mengalami perkembangan dan perubahan sesuai kemajuan dan kehidupan

manusia. Hubungan manusia dengan manusia yang berkaitan dengan harta

diatur agama Islam salah satunya dalam jual beli. Jual beli yang didalamnya

terdapat aturan-aturan yang seharusnya kita mengerti dan kita pahami.23

A. Pengertian Jual Beli

Jual beli (al-ba’i), menurut etimologi berarti menjual atau

mengganti, atau menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Secara

terminologi, jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar

saling merelakan. Atau, memindahkan hak milik dengan ganti yang

dapat dibenarkan (Ghazaly dkk, 2010: 90).

Jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang

yang mempunyai nilai, secara sukarela diantara kedua belah pihak,

pihak pertama memberikan suatu barang atau jasa dan pihak lain

menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan hukum dan

disepakati. Bisa dikatakan juga jual beli adalah proses pemindahan hak

milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang

sebagai alat tukarnya.

23
http://www.anekamakalah.com/2013/03/jual-beli-dalam-islam.html?m=1 diakses pada
hari Kamis 7 Juni 2018 jam 22.28.

97
98

B. Dasar Hukum Jual Beli

Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan

berdasarkan al-Quran, Hadist Nabi, qiyas dan Ijma.

1. Al-Quran

ِّ ‫َح َّل اللَّهُ الَْبْي َع َو َحَّر َم‬


‫الربَا‬ َ ‫َوأ‬
Artinya : “... Padahal Allah telah menghalalkan jaul beli dan

mengharamkan riba...” (Q.S. al-Baqarah : 275)24

ۚ ‫ضاًل ِم ْن َربِّ ُك ْم‬


ْ َ‫اح أَ ْن َتْبَتغُوا ف‬
ٌ َ‫س َعلَْي ُك ْم ُجن‬
َ ‫لَْي‬
Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki

hasil perniagaan) dari Tuhanmu...” (Q.S. al-Baqarah : 198)25

‫اض ِمْن ُك ْم‬


ٍ ‫إِاَّل أَ ْن تَ ُكو َن جِت َ َار ًة َع ْن َتَر‬

Artinya : “…Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku

dengan suka sama suka di antara kamu…” (Q.S. an-Nisa : 29)26

2. Hadist

‫َّم ِر َوالْ ِملْ ُح‬ ِ ‫الش عِ ِري والت‬ِ ِ َّ ‫ض ِة والْب ُّر بِ الْب ِّر و‬ ِ ِ َّ ‫ب والْ ِف‬
ِ ِ ‫ال َّذ َه‬
ْ ‫َّم ُر ب الت‬
ْ َ َّ ‫الش عريُ ب‬ َ ُ ُ َ َّ ‫ض ةُ بالْف‬ َ ‫ب بال َّذ َه‬
ُ
‫ف ِش ئْتُ ْم إِذَا‬ ِِ ٍ ٍ ِ‫ِ ِ مِب‬
َ ‫اف فَبِيعُ وا َك ْي‬
ُ َ‫َص ن‬
ْ ‫ت َهذهاأْل‬ ْ ‫بِالْملْ ِح مثْاًل ثْ ٍل َس َواءً بِ َس َواء يَ ًدا بِيَد فَِإذَا‬
ْ ‫اخَتلَ َف‬
‫َكا َن يَ ًدا بِيَ ٍد‬

“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum

dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam,

sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila

berlainan jenis, maka jual-lah sesuka kalian namun harus

24
www.tafsirqu.com
25
www.tafsirqu.com
26
www.tafsirqu.com
99

langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim:

2970).27

3. Dalil Ijma

Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli

sangat urgen, dengan transaksi jual beli seseorang mampu untuk

memiliki barang orang lain yang diinginkan tanpa melanggar

batasan syariat. Oleh karena itu, praktek jual beli yang dilakukan

manusia semenjak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan

disyariatkannya jual beli (Fiqhus Sunnah,3/46).

4. Dalil Qiyas

Kebutuhan manusia menuntut adanya jual beli, karena

seseorang sangat membutuhkan sesuatu yang dimiliki orang lain

baik, itu berupa barang atau uang, dan hal itu dapat diperoleh

setelah menyerahkan timbal balik berupa kompensasi. Dengan

demikian, terkandung hikmah dalam pensyariatan jual beli bagi

manusia, yaitu sebagai sarana demi tercapainya suatu keinginan

yang diharapkan oleh manusia (Al Mulakhos Al Fiqhy, 2/8).

C. Syarat dan Rukun Jual Beli

Para ulama berbeda pendapat tentang rukun jual beli. Menurut

Hanafiyah rukun jual beli hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli

dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual) atau sesuatu

27
www.tafsirqu.com
100

yang menunjukkan kepada ijab dan qabul. Yang menjadi rukun jual

beli hanyalah kerelaan (ridho/taradhi) kedua belah pihak untuk

melakukan transaksi jual beli.

Menurut Malikiyah, rukun jual beli ada tiga, yaitu ‘aqidin (dua

orang yang berakad, penjual dan pembeli), ma’qud ‘alaih (barang yang

diperjualbelikan dan nilai tukar pengganti barang ), dan sighat (ijab dan

qabul). Ulama Syafi’iyah juga berpendapat sama dengan Malikiyah.

Sedangkan ulama Hanabilah berpendapat sama dengan Hanafiyah

(Hidayat, 2015: 17).

Untuk memperjelasnya sesuai kesepakatan para ulama rukun jual

beli ada tiga, yaitu akad (ijab qabul), orang-orang yang berakad

(penjual dan pembeli), dan objek akad (ma’qud ‘alaih). Ketiga rukun

tersebut mempunyai syaratnya masing-masing.

1. Akad (ijab qabul) ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli.

Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan

sebab ijab dan qabul menunjukkan kerelaan (keridhoan). Pada

dasarnya ijab qabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak

mungkin, misalnya bisnis atau yang lainnya, boleh ijab qabul

dengan surat menyurat yang mengandung arti ijab qabul (Suhendi,

2014: 70).

Adapun syarat-syarat sah ijab qabul ialah :

a. Berhadap-hadapan

b. Harus menyebutkan barang dan harga


101

c. Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja

setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.

d. Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan qabul.

Jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya jual beli sesuatu

yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan

qabul ini adalah pendapat jumhur ulama (Suhendi, 2014: 71).

2. Orang-orang yang berakad (‘aqidin) ialah 2 pihak atau lebih yang

melakukan akad yaitu penjual dan pembeli. Berikut ini syarat-syarat

bagi orang yang melakukan akad, yaitu :

a. Mumayyiz, baligh dan berakal agar tidak mudah ditipu orang.

b. Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam

benda-benda tertentu (Suhendi, 2014: 74-75).

c. Tidak dalam keadaan terpaksa ketika melakukan akad.

3. Objek akad (ma’qud alaih) ialah benda-benda atau barang yang

diperjualbelikan. Syarat-syarat benda yang menjadi objek akad

adalah :

a. Suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah

penjualan benda-benda najis seperti anjing, babi dan yang

lainnya.

b. Memberi manfaat menurut syara’. Dalam kaitannya dengan

rokok perlu dipertimbangkan kembali, rokok bermanfaat atau

tidak bagi seseorang.

c. Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan.

d. Tidak dibatasi waktunya.


102

e. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat tidaklah sah

menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap

lagi. Barang-barang yang sudah hilang atau barang yang sulit

diperoleh kembali karena samar.

f. Milik sendiri, tidaklah sah menjual barang orang lain dengan

tidak seizin pemiliknya.

g. Diketahui, dapat dilihat (Suhendi, 2014: 71-72).

D. Macam-Macam Jual Beli

Salah satu kegiatan yang banyak dilakukan adalah jual beli. Hampir

dikatakan tidak ada seseorang yang tidak melakukan transaksi jual beli.

Berikut akan dijelaskan macam-macam jual beli yang diperbolehkan

dan yang dilarang dalam Islam.

1. Jual Beli yang Diperbolehkan

Pada dasarnya Islam menghalalkan jual beli, karena

terkandung manfaat yang banyak. Didalamnya terdapat unsur

tolong-menolong yang saling menguntungkan dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari, dan mengharamkan riba karena

membahayakan sendi-sendi kehidupan dalam masyarakat.

Jual beli yang dibolehkan dalam islam banyak sekali

macamnya, namun dapat diketahui kebolehannya apabila jual beli

telah memenuhi syarat dan rukun, baik pada pembeli dan penjual,

barang maupun ijab dan kabul. Disamping itu, jual beli tersebut

didasarkan pada asas saling menguntungkan.

Adapun macam-macam jual beli yang dibolehkan antara lain

sebagai berikut :
103

a. Jual beli salam atau pesanan, yaitu jual beli dengan cara

menyerahkan lebih dahulu uang muka kemudian barangnya

diantar belakangan sesuai dengan ciri-ciri yang telah disepakati

bersama.

b. Jual beli barter, yaitu jual beli dengan cara menukar barang

dengan barang, seperti menukar sayuran dengan buah-buahan.

c. Jual beli mutlak, yaitu jual beli barang dengan sesuatu yang

telah disepakati sebagai alat pertukaran, seperti uang.

d. Jual beli al-musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga

asli, tetapi kedua akad saling meridhai. Jual beli ini yang

berkembang sekarang.

e. Jual beli kontan, yaitu jual beli suatu barang yang

pembayarannya secara tunai.

f. Jual beli kredit, yaitu jual beli suatu barang yang

pembayarannya secara mengangsur.

g. Jual beli lelang, yaitu jual beli dihadapan orang banyak dengan

tawaran atas mengatasi yang dipimpin oleh penjabat lelang.

2. Jual Beli yang Dilarang

Islam memerintahkan sesuatu tentu karena memiliki hikmah

dan kebaikan. Begitu juga, ketika melarang sesuatu, tentu memiliki

hikmah dan kemudharatan. Praktik jual beli bisa menjadi transaksi

yang dilarang oleh hukum Islam karena dua faktor.

Pertama, tidak terpenuhi syarat dan rukunnya, artinya jual beli

yang batal karena syarat dan rukunnya tidak terpenuhi.


104

Kedua, praktik jual beli yang sudah memenuhi syarat dan

rukunnya, namun terdapat faktor lain yang membatalkan, misalnya

merugikan orang lain.

Berikut ini adalah bentuk-bentuk jual beli yang dilarang dalam

islam, yaitu sebagai berikut:28

a. Sebab tidak terpenuhi syarat dan rukunnya

1. Jual beli barang yang mengandung najis dan haram serta

menimbulkan kemudharatan.

2. Jual beli barang yang masih samar-samar atau belum jelas.

3. Jual beli terlarang karena sebab pelakunya.

b. Sebab faktor lain yang menyebabkan terlarang

1. Menjual sesuatu yang mengandung tipu muslihat (gharar).

2. Barang timbunan (merusak stabilitas ekonomi)

3. Monopoli barang, memonopoli barang dagangan sehingga

orang lain tunduk dan patuh atas harga yang ditentukan.

4. Membeli barang yang masih dalam tawaran orang lain

5. Jual beli induk binatang yang sedang bunting.

6. Jual beli yang dilakukan pada saat adzan jumat

dikumandangkan.

4.2 Jual Beli Rokok Dalam Perspektif Ekonomi Islam

Sebagai sebuah barang yang ditemukan belakangan, bukan di zaman

nabi Muhammad SAW, sudah tentu para ulama berupaya berijtihad untuk

menentukan hukum mengkonsumsi benda tersebut. Sebagian ulama

28
Admin id, 09/05/2016. https://www,tuntas.web.id/2016/09/mengetahui-jual-beli-yang-
diperbolehkan.html?m=1 diakses hari Sabtu, tanggal 9 Juni 2018 jam 05.26.
105

membolehkannya, alasannya, asal segala sesuatu itu mubah kecuali terdapat

dalil yang mengharamkannya.

Sebagian lagi cenderung menganggapnya makruh, karena dapat

menimbulkan bau busuk, tak ubahnya bawang merah, jengkol dan

sejenisnya. Sebagian ulama lainnya menyatakan keharamannya, sebab

mereka sudah berhasil mengetahui bahaya yang terkandung dalam rokok.

Sebagian lagi menangguhkan penetapan hukumnya, karena masih belum

mengetahui secara jelas hakikat rokok tersebut.

A. Merokok Hukumnya Haram

Beberapa ulama yang telah menyatakan bahwa hukum merokok

adalah haram diantaranya adalah Syaikh asy-Syihab al-Qulyubi, Syaikh

Ibrahim al-Laqqani al-Maliki, dan al-Muhaqqiq al-Bujairimi.

Argumen logika yang dikemukakan kelompok yang

mengharamkan rokok adalah sejalan dengan pandangan dikalangan ahli

medis dan ahli lingkungan hidup, bahwa dampak negatif dari merokok

membahayakan bagi si perokok maupun orang-orang yang berada

disekitarnya.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka para ulama menetapkan

keharamannya. disamping alasan logika (dalil aqli) tersebut, mereka

juga beralasan dengan alasan (dalil naqli) dari al-quran dan hadist.

Mengingat rokok bukanlah komoditi yang sudah dikenal di zaman

nabi, maka dalil-dalil yang diangkat untuk membuktikan haramnya

rokok juga bukan dalil-dalil yang menyebutkan secara langsung kata


106

‘rokok’ sebagai obyek hukum. Tapi lebih bersifat dalil-dalil umum dan

kaidah-kaidah komprehensif, yang dapat langsung menyimpulkan

hukum rokok itu sendiri.

1. Dalil ke-1

Allah SWT berfirman :

ِ ِ
ُ َ‫ك َماذَا أُح َّل هَلُ ْم ۖ قُ ْل أُح َّل لَ ُك ُم الطَّيِّب‬
ۙ ‫ات‬ َ َ‫يَ ْسأَلُون‬
“Mereka menanyakan kepadamu, ‘Apakah yang dihalalkan bagi

mereka?’ Katakanlah, ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik’.” (QS.

al-Maidah : 4)

Al-Qurthubi menjelaskan, pengertian yang baik-baik disini

adalah yang halal. Setiap yang haram, pasti tidak baik. Sebagian

ulama menjelaskan bahwa maknanya adalah segala sesuatu yang

enak dikonsumsi, dimakan atau diminum, dan tidak mengandung

bahaya di dunia maupun di akhirat.29

Dari penjelasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan :

1. Sesuatu yag dihalalkan adalah yang baik-baik.

2. Setiap yang haram pasti tidak baik, baik diketahui maupun tidak

diketahui manusia.

3. Segala yang enak yang dimakan atau diminum namun

berbahaya di dunia, maka hukumnya haram.

Rokok adalah komoditi yang mengandung banyak bahaya,

baik bagi pengisapnya, maupun bagi orang lain yang ada

disekitarnya. Maka mengkonsumsi atau menghisap rokok


29
Tafsir Al-Qurthuby (VI/65)
107

hukumnya dapat dihukumi haram karena menimbulkan madharat

bagi diri sendiri dan orang lain.

2. Dalil ke-2

Allah SWT berfirman :

‫ات َما َر َز ْقنَا ُك ْم َوا ْش ُك ُروا لِلَّ ِه إِ ْن ُكْنتُ ْم إِيَّاهُ َت ْعبُ ُدو َن‬
ِ ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا ُكلُوا ِمن طَيِّب‬
َ ْ َ َ َ َ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang

baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada

Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah.”

(QS. al-Baqarah: 172)

Sebagian ulama menjelaskan, perintah untuk makan disini

memiliki pengertian untuk menambah kenikmatan dari

mengkonsumsi yang halal. Karena semua yang halal itu baik.

Mengkonsumsi yang haram menunjukkan pelakunya tidak

bersyukur. Kenapa mengkonsumsi yang busuk, jelek dan

berbahaya, jika Allah telah menghalalkan yang baik-baik.

3. Dalil ke-3

Allah SWT berfirman :

‫ول النَّيِب َّ اأْل ُِّم َّي الَّ ِذي جَيِ ُدونَ هُ َمكْتُوبًا ِعْن َد ُه ْم يِف الت َّْو َر ِاة َواإْلِ جْنِ ي ِل يَ أْ ُم ُر ُه ْم‬ َّ ‫ين َيتَّبِعُ و َن‬
َ ‫الر ُس‬ ِ َّ
َ ‫الذ‬
ِ
ِ ‫وف ويْنه اهم ع ِن الْمْن َك ِر وحُيِ ُّل هَل م الطَّيِّب‬
‫ض ُع َعْن ُه ْم‬ َ ِ‫ات َوحُيَ ِّر ُم َعلَْي ِه ُم اخْلَبَ ائ‬
َ َ‫ث َوي‬ َ ُُ َ
ِ
ُ َ ْ ُ َ َ َ ‫ب الْ َم ْع ُر‬
‫ُّور الَّ ِذي‬
َ ‫ص ُروهُ َواتََّبعُ وا الن‬
ِ
َ َ‫ين َآمنُ وا بِ ه َو َع َّز ُروهُ َون‬
ِ َّ ِ
َ ‫ت َعلَْيه ْم ۚ فَالذ‬ ْ ِ‫إ‬
ْ َ‫ص َر ُه ْم َواأْل َغْاَل َل الَّيِت َك ان‬
‫ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن‬
َ ِ‫أُنْ ِز َل َم َعهُ ۙ أُوٰلَئ‬
“(yaitu) orang-orang yang megikut rasul, nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis didalam Taurat dan Injil yang
ada disisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang
108

ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan


menghalalkan mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-
beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (al-quran), mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” ( QS. al-Araf: 157)

Tak ada orang berakal yang menyangkal bahwa rokok jenis

apapun pasti mengandung unsur-unsur buruk. Kata buruk secara

bahasa digunakan untuk segala sesuatu yang rasa ataupun baunya

tidak enak dan tidak disukai orang. Begitulah adanya rokok. Para

pakar medis maupun agama sepakat bahwa rokok itu termasuk

barang yang tidak baik.

“Menghalalkan yang baik-baik”, merupakan salah satu simbol

ajaran nabi. Demikian dijelaskan oleh sebagian ahli tafsir. Orang

yang merokok, lalu menganggap bahwa rokok itu halal atau

mubah, padahal ia sudah mengerti begitu banyak bahaya rokok,

secara global ataupun rinci, berarti telah menolak salah satu simbol

ajaran kenabian.

4. Dalil ke-4

Allah SWT berfirman :

َ‫ش َما ظَ َهَر ِمْن َها َو َما بَطَن‬ ِ


َ ‫َواَل َت ْقَربُوا الْ َف َواح‬
“...Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang

keji , baik yang nampak diantaranya atau yang tersembunyi...”

(QS. al-An’am: 151)


109

Perbuatan keji adalah “segala hal yang dibenci dan tidak

disukai oleh jiwa manusia”. Itu bisa ditemukan pada rokok. Dalam

hadist riwayat al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra

diceritakan, suatu ketika ada sahabat yang bertanya pada Nabi

Muhammad SAW, “Wahai Rasulullah, aku ini pencemburu.”

Beliau menjawab, “aku juga pencemburu dan Allah juga

pencemburu. Itulah sebabnya Allah mengharamkan hal-hal yang

keji atau merusak.30

Rokok adalah benda yang keji dan merusak. Dan Allah

mengharamkan hal-hal yang keji dan merusak, sebagai

implementasi cemburu Allah ketika seorang hamba berbuat

maksiat kepadanya, dengan melakukan perbuatan keji.

5. Dalil ke-5

Firman Allah SWT :

ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
‫ورا‬ َ ‫إ َّن الْ ُمبَ ِّذر‬
ً ‫ين َكانُوا إ ْخ َوا َن الشَّيَاطني ۖ َو َكا َن الشَّْيطَا ُن لَربِّه َك ُف‬
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara setan dan

setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya” (QS. al-Isra: 27).

Seorang perokok melakukan tindakan mubadzir dengan

merokok. Yakni, menghabiskan sebagian hartanya untuk

menghisap tembakau yang mengandung bahaya dan menyebabkan

berbagai macam penyakit. Membelanjakan uang untuk membeli

rokok bagi yang kecanduan rokok adalah pemborosan. Sekedar

kecanduan merokok pun, berarti setan telah menggiring dan

30
Tafsir Ibnu Katsir (11/189)
110

mempermudah berbuat maksiat itu sebagai keindahan. Rokok, bagi

para pecandunya terlihat begitu nikmat, mirip dengan racun yang

beraroma buah-buahan, oleh karenanya rokok dapat dihukumi

haram.

6. Dalil ke-6

Firman Allah SWT :

ِ ُّ ِ‫َواَل تُ ْس ِرفُوا ۚ إِنَّهُ اَل حُي‬


َ ‫ب الْ ُم ْس ِرف‬
‫ني‬

“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. al-An’am:

141)

As-Sudiy menjelaskan makna berlebihan dalam ayat diatas

adalah membelanjakan harta secara berlebihan sehingga

menyebabkan seseorang kekurangan. Muawiyah bin Abi Sufyan,

salah seorang sahabat Nabi. Pernah ditanya tentang makna

berlebihan disitu, yakni ketika menyebabkan berkurangnya hak-hak

Allah.31

Faktanya, banyak para perokok yang tega mengambil sebagian

jatah belanja keluarganya demi menghisap rokok. Tak jarang,

keluarga miskin menjadi makin miskin karena perilaku buruk itu.

Akibatnya, sebagian hak allah dan hak sesama hambanya tidak

tertunaikan.

7. Dalil ke-7

Firman Allah SWT :


31
Tafsir Al-Qurthubi (VII/110)
111

‫الس َف َهاءَ أ َْم َوالَ ُك ُم الَّيِت َج َع َل اللَّهُ لَ ُك ْم قِيَ ًاما‬


ُّ ‫َواَل ُت ْؤتُوا‬
“Dan janganlah kamu serahkan pada orang-orang yang belum

sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)

yang dijadikan allah sebagai pokok kehidupan.” (QS. an-Nisa: 5).

Makna “Orang yang belum sempurna akalnya” yang

disebutkan dalam ayat itu adalah orang yang belum memiliki

kompetensi untuk mengurus dan menjalankan keuangan.

Kenyataannya membuktikan, para perokok seberapapun dewasanya

mereka, biasanya berubah menjadi orang yang tidak mampu

mengatur keuangan. Terutama mereka yang berpenghasilan kecil,

punya kebutuhan banyak namun sudah terlanjur kecanduan

merokok. Bahkan sebagian mereka rela tidak makan seharian, asal

bisa merokok.

8. Dalil ke-8

ٍ ‫ ال يُ ْس ِم ُن َوال يُ ْغيِن ِم ْن ُج‬.. ‫ض ِري ٍع‬


.. ‫وع‬ ِ
َ ‫س هَلُ ْم طَ َع ٌام إِال م ْن‬
َ ‫لَْي‬
“... Selain dari dhari’ (pohon berduri), yang tidak menggemukkan

dan tidak pula menghilangkan lapar.” (QS. al-Ghasyiah: 7)32

Ikrimah menjelaskan, ‘dhari’ adalah makanan ahli neraka,

yang di dunia dikenal sebagai jenis pohon berduri. Di musim semi

disebut syabruq dan di musim panas disebut dhari33’. Yang

diberikan pada penghuni neraka itu adalah kehinaan belaka. Karena

32
www.tafsirqu.com
33
Tafsir Ath-Thabari (30: 162)
112

fungsi makanan adalah untuk pertumbuhan badan dan

mengenyangkan.

Makanan penghuni neraka tidak memiliki kedua fungsi

tersebut, sehingga sangat hina. Demikian juga rokok, rokok tidak

dapat membantu pertumbuhan, karena tidak memiliki unsur

vitamin, protein dan zat gizi yang dapat membantu pertumbuhan

secara alami. Ia juga tak dapat mengenyangkan, karena tidak

mengandung zat makanan, serat atau unsur lain yang bila

dikonsumsi secara alami sehingga membuat perut terasa kenyang.

9. Dalil ke-9

Firman Allah SWT :

ِِ ُّ ِ‫َح ِسنُوا ۛ إِ َّن اللَّهَ حُي‬ ِ ِ ِ ِ


‫ني‬
َ ‫ب الْ ُم ْحسن‬ ْ ‫َوأَنْف ُقوا يِف َسبِ ِيل اللَّه َواَل ُت ْل ُقوا بِأَيْدي ُك ْم إِىَل الت َّْهلُ َكة ۛ َوأ‬
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan

janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,

dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-

orang yang berbuat baik.” (QS. al-Baqarah: 195)

Rokok jelas bisa menjerumuskan penghisapnya ke dalam

berbagai penyakit yang mematikan, seperti kanker, TBC dan lain

sebagainya.

10. Dalil ke-10

Firman Allah SWT :

ِ ِ ِ
ً ‫َواَل َت ْقُتلُوا أَْن ُف َس ُك ْم ۚ إ َّن اللَّهَ َكا َن ب ُك ْم َرح‬
‫يما‬
113

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah

dalah maha penyayang kepadamu”. (QS. an-Nisa: 29)

Perokok pada dasarnya menghisap bahan-bahan yang

menggiringnya kepada kematian, membiarkan dirinya dijangkiti

berbagai macam penyakit tanpa alasan yang dibenarkan syariat.

Para ulama telah menegaskan haramnya memakan racun, tanah,

kaca, batu dan segala yang berbahaya, demi menjaga kesehatan.

Banyak penelitian membuktikan bahwa rokok dan merokok

merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia, secara

langsung ataupun tidak.

11. Dalil ke-11

Nabi Muhammad SAW bersabda :

ِ ‫من حَت َّسى مُسَّا َف َقتل َن ْفسه فَس َّمه يف ي ِد ِه يتح َّساه يف نَا ِر جهن‬
َ ‫َّم َخال ًدا خُمَلَّ ًدا‬
‫فيها أَبَ ًدا‬ َ ََ ُ َ ََ َ ُ ُ ُ َ َ َ َ َْ
“Barang siapa yang memakan racun sehingga mati, maka di

akhirat nanti ia kan terus memakannya dalam Neraka Jahannam

selama-lamanya” (HR. al-Bukhari)34

Merokok berarti membinasakan diri bahkan melakukan bunuh

diri secara perlahan. Orang yang meninggal dunia berdasarkan

pemeriksaan medis terbukti sebab kematiannya adalah rokok, maka

ia dianggap bunuh diri.

12. Dalil ke-12

34
HR Al-Bukhari, kitab Ath-Thibb, no.56 dan kitab Al-Iman, no.45 dari Abu Hurairah,
Riwayat Muslim, kitab Al-Iman, no.45 dari Tsabit bin Adh-Dhahhak.
114

Ummu Salamah ra meriwayatkan, “Nabi Muhammad SAW

melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan,”

(HR Abu Dawud)

Para ahli medis memang berbeda pendapat, apakah rokok

berpengaruh memabukkan. Karena pada kondisi tertentu, mereka

yang sudah sangat kecanduan merokok dan biasa menekan

hisapannya hingga ke ujung paru-paru, ia dapat mencapai titik fly

yang mirip dengan yang dialami pecandu ganja, heroin dan

sejenisnya. Memang efeknya tidak sampai membius tapi cukup

mengganggu konsentrasi pikiran.

13. Dalil ke-13

Rasulullah SAW bersabda :

‫َما اَ ْس َكَر َكثِْيُرهُ َف َقلِْيلُهُ َحَر ٌام‬

“Sesuatu yang memabukkan dalam jumlah besar maka hukumnya

juga haram meskipun dalam jumlah kecil.” (HR. Ahmad)35

Sedikit minuman keras dapat memabukkan seorang pemula.

Namun sebotol minuman keras kadang tidak mempengaruhi orang

yang sudah kecanduan. Demikian juga halnya dengan rokok yang

dapat melemahkan syaraf, terutama orang yang baru mencoba

merokok atau yang sudah lama tidak merokok, atau bagi orang

yang baru berbuka puasa.

14. Dalil ke-14

Firman Allah SWT :


35
www.tafsirqu.com
115

ِ ‫ك َع ِن اخْلَ ْم ِر َوالْ َمْي ِس ِر ۖ قُ ْل فِي ِه َما إِمْثٌ َكبِريٌ َو َمنَافِ ُع لِلن‬


‫َّاس َوإِمْثُُه َما أَ ْكَب ُر ِم ْن َن ْفعِ ِه َما‬ َ َ‫يَ ْسأَلُون‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah,

pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi

manusia, tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS.

al-Baqarah: 219)

Tidak diragukan lagi, bahaya rokok jauh lebih banyak daripada

manfaatnya. Bahkan lebih dari minuman keras, yang terbukti

secara ilmiah masih mengandung zat-zat yang bermanfaat, meski

bahayanya lebih banyak. Bahaya rokok terhadap kesehatan terlihat

menakutkan dan mengerikan sekali jika kita menyadari bahwa

jutaan manusia terpaksa menghadapi kematian mendadak setiap

tahunnya akibat kecanduan merokok.

15. Dalil ke-15

Rasulullah SAW bersabda :

‫ضَر َر َوالَ ِضَر َار‬


َ َ‫ال‬
“Segala sesuatu yang berbahaya untuk diri sendiri atau

membahayakan orang lain hukumnya dilarang.” (Shahih al-Jami’:

17393)

Arti kata dharar adalah bahaya terhadap diri sendiri, sementara

dhiraar adalah membahayakan orang lain. Secara umum dapat

ditegaskan, merokok amatlah membahayakan kesehatan baik bagi

penghisapnya, maupun bagi orang lain. Walaupun ada hal-hal yang

dianggap sebagai manfaat dan faedah dari rokok atau merokok,


116

semuanya sangat bersifat subyektif atau insidentil, atau tidak

memiliki arti apa-apa dibanding dengan sekian banyak bahayanya.

16. Dalil ke-16

Nabi Muhammad SAW bersabda :

‫ َولَْي ْقعُ ْد يِف َبْيتِه‬،‫صالً َفْلَي ْعتَ ِزلْنَا أ َْو لَِي ْعتَ ِز ْل َم ْس ِج َدنَا‬
َ َ‫َم ْن أَ َك َل ثُوماً أ َْو ب‬
“Barangsiapa memakan bawang merah atau bawang putih

hendaknya ia menyingkir, yakni menjauhi masjid kami dan duduk

di rumah saja.” (HR. Muslim).

Rokok jelas jauh lebih mengganggu dibandingkan dengan

bawang merah atau bawang putih. Gangguannya tidak lebih ringan

dari kedua benda itu, karena bau rokok jauh lebih mengganggu dan

dapat bertahan lebih lama dimulut. Bahkan baunya bisa tercium

melalui tubuh dan pakaian yang terkena asap rokok. Perlu

diketahui, di antara sunnah ketika menghadiri shalat jumat dan

shalat jamaah adalah memakai wewangian. Sementara rokok justru

dapat merusak sunnah nabi tersebut.

17. Dalil ke-17

Rasulullah SAW bersabda :

ِ ‫ فَح ِام ل الْ ِمس‬، ‫ك ونَ افِ ِخ الْ ِك ِري‬


‫ك إِ َّما أَ ْن‬ ِ ِ ِ ِ َّ ‫الص الِ ِح و‬ ِ ِ‫َمثَ ل اجْلَل‬
ْ ُ َ َ ‫الس ْوء َك َحام ِل الْم ْس‬ َ َّ ‫يس‬ ُ
‫ َونَ افِ ُخ الْ ِك ِري إِ َّما أَ ْن حُيْ ِر َق‬، ً‫ َوإِ َّما أَ ْن جَتِ َد ِمْن هُ ِرحيًا طَيِّبَ ة‬، ُ‫اع ِمْن ه‬
َ َ‫ َوإِ َّما أَ ْن َتْبت‬، ‫ك‬
ِ
َ َ‫حُيْ ذي‬

‫ َوإِ َّما أَ ْن جَتِ َد ِرحيًا َخبِيثَة‬، ‫ك‬


َ َ‫ثِيَاب‬
“Dari perumpamaan teman yang baik, ibarat seorang penjual
minyak wangi. Walaupun ia tidak memberikan minyak wanginya,
kita mendapatkan aromanya yang semerbak. Sementara
perumpamaan teman yang jahat, tak ubahnya pandai besi. Jika
117

kita tidak terkena asap hitamnya, setidaknya kita akan mencium


bau busuk dari tungkunya.” (HR. Abu Daud)36

Perokok bisa disebut teman yang jahat. Orang yang duduk

berdekatan dengan perokok, bisa tergiur mencoba menghisapnya,

akhirnya membeli dan mengkonsumsinya. Bisa juga terbakar kulit

atau bajunya oleh api rokoknya. Atau setidaknya bisa terkena bau

busuk rokok tersebut. Bahkan perokok jauh lebih berbahaya dari

tukang besi. Orang yang duduk disamping orang yang sedang

merokok, disebut sebagai perokok non aktif. Ia secara langsung

menghisap asap rokok itu. Sehingga ikut terkena berbagai bahaya

yang ditimbulkan rokok. Menjadi teman akrab yang selalu

menemani seorang perokok saja sudah terlarang. Apalagi menjadi

perokoknya sendiri.

18. Dalil ke-18

Rasulullah SAW bersabda :

‫الْ ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم الْ ُم ْسلِ ُمو َن ِم ْن لِ َسانِِه َويَ ِد ِه‬

“Seorang muslim adalah yang menyebabkan muslim lainnya

selamat dari bahaya lisan dan tangannya.” (HR. al-Bukhari)

19. Dalil ke-19

Rasulullah SAW bersabda :

ِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫َم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر فَاَل يُ ْؤذ َج َاره‬

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir

hendaknya ia tidak mengganggu tetangganya.” (HR. al-Bukhari)

36
HR. Abu Daud, kitab Al-Adab, No.4191
118

Perokok dengan bau rokok yang tidak sedap bisa mengganggu

istri, anak-anaknya, para tetangga, malaikat dan orang-orang yang

sedang shalat di mesjid. Bagi sebagian orang yang tidak menyukai

bau rokok dianggap mengganggu karena bisa menimbulkan mual-

mual.

20. Dalil ke-20

Allah SWT berfirman :

ِ ِ ِ ِِ ِ َّ
ْ ‫ني َوالْ ُم ْؤمنَات بِغَرْيِ َما ا ْكتَ َسبُوا َف َقد‬
‫احتَ َملُوا بُ ْهتَانًا َوإِمْثًا ُمبِينًا‬ َ ‫ين يُ ْؤذُو َن الْ ُم ْؤمن‬
َ ‫َوالذ‬
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan

Mukminah tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka

sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang

nyata.” (QS. al-Ahzab: 58)

Mayoritas perokok telah kehilangan perasaannya terhadap

orang lain. Seringkali mereka merokok di berbagai fasilitas umum,

dalam mobil, dalam kamar tertutup bahkan di rumah sakit. Maka

pastinya banyak kaum Muslimin dan Muslimah yang terganggu

oleh asap rokok itu.

21. Dalil ke-21

Rasulullah SAW bersabda :

‫َم ْن تَ َشبَّهَ بَِق ْوٍم َف ُه َو ِمْن ُه ْم‬

“Barangsiapa yang meniru kelompok manusia tertentu, maka ia

termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Daud)37

37
HR. Abu Daud, (IV/44); Imam Ahmad dalam Al-Wara’, (1/178;VI/471)
119

Tidak diragukan lagi, merokok adalah salah satu dari warisan

dan pengaruh kolonial. Merokok merupakan indikasi betapa

rendahnya jiwa seseorang, merupakan tindakan meniru orang-

orang kafir dan meniru gaya hidup mereka.

22. Dalil ke-22

Rasulullah SAW bersabda :

ِ ِِ ِ ِِ ِ ِ ٍ
‫يم ا َف َع َل َو َع ْن‬ َ ‫ول قَ َد َما َعْب د َي ْو َم الْقيَ َام ة َحىَّت يُ ْس أ ََل َع ْن عُ ْم ِره ف‬
َ ‫يم ا أَْفنَ اهُ َو َع ْن ع ْلم ه ف‬ ُ ‫الَ َت ُز‬
ِ ِِ ِ ِ ِ ِِ
َ ‫يما أَْن َف َقهُ َو َع ْن ج ْسمه ف‬
ُ‫يما أَبْالَه‬ َ ‫َماله م ْن أَيْ َن ا ْكتَ َسبَهُ َوف‬
“Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeming pada hari
kiamat sebelum ia ditanya tentang empat perkara: tentang
umurnya untuk apa dia habiskan, tentang tubuhnya untuk apa dia
gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan
kemana ia membelanjakannya, serta tentang ilmunya untuk apa
dia gunakan.” (HR. At-Tirmidzi)

Apa jawaban seorang perokok ketika ditanya di hari kiamat nanti:

1. Umurnya : umurnya dihabiskan untuk menghisap rokok

2. Ilmunya : ia mengetahui rokok itu haram, tapi masih terus

menghisapnya. Padahal hujjah (alasan) telah ditegaskan

padanya.

3. Hartanya : hartanya ia hamburkan untuk sesuatu yang tidak

berguna.

4. Tubuhnya : ia telah mempersembahkan tubuhnya kepada setan.

Merokok adalah salah satu lubang masuk setan. Setan telah

mengubah tubuhnya menjadi samsak hidup, meninju dan

memukulinya dengan asap rokok yang sangat mematikan.

23. Dalil ke-23


120

Allah SWT berfirman :

‫ص َّد ُك ْم َع ْن ِذ ْك ِر‬ ِ ِ
ُ َ‫ض اءَ يِف اخْلَ ْم ِر َوالْ َمْيس ِر َوي‬
َ ‫الش ْيطَا ُن أَ ْن يُوق َع َبْينَ ُك ُم الْ َع َد َاو َة َوالَْب ْغ‬ ُ ‫إِمَّنَا يُِر‬
َّ ‫يد‬

‫اللَّ ِه َو َع ِن الصَّاَل ِة ۖ َف َه ْل أَْنتُ ْم ُمْنَت ُهو َن‬

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan

permusuhan dan kebencian diantara kamu dan berjudi itu, dan

menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka

berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. al-

Maidah: 91)38

Rokok terbukti menghalangi orang berdzikir pada Allah dan

beribadah padanya, terutama ibadah puasa. Puasa adalah ibadah

paling berat bagi perokok. Seorang perokok tidak menyukai i’tikaf

di mesjid, membaca Al-Quran dalam waktu lama, mengikuti

majelis taklim, pergi ke masjid lebih cepat untuk sholat berjamaah.

24. Dalil ke-24: Kaidah-Kaidah Syariat

Berbagai pondasi ajaran syariat dan kaidahnya menetapkan

haramnya rokok, antara lain:

1. Setiap yang berbahaya bagi dirinya dan membahayakan orang

lain dilarang (haram). Rokok berbahaya bagi penghisapnya dan

orang lain disekitarnya.

2. Asal dari sesuatu yang bermanfaat itu mubah dan asal sesuatu

dari yang berbahaya itu dilarang (haram). Rokok amat

berbahaya, maka hukumnya haram.

38
www.tafsirqu.com
121

3. Mencegah bahaya harus lebih didahulukan daripada mengambil

manfaat. Merokok nyaris tidak punya manfaat sama sekali.

Walaupun ada sedikit, tetaplah harus ditinggalkan, karena

menghindari bahaya lebih diutamakan.

4. Jika hukum yang halal dan haram bertemu pada suatu hal, maka

hukum haramnya lebih kuat. Hal yang halal pada rokok, sebagai

hukum asal, harus dikalahkan oleh hal-hal haram, karena bahaya

yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, hukumnya

adalah haram.

5. Prinsip mencegah sesuatu yang bisa menggiring kepada

perbuatan haram. Merokok dapat diharamkan melalui kaidah ini.

Sebab, bisa menggiring seseorang menjadi tukang mendzhalimi

orang lain, keras kepala, kurang beradab, dan bahkan bisa

menjerumuskannya ke dalam bahaya haram lain, yakni

meminum minuman keras, narkoba dan lainnya.

Paling ringan rokok mengandung syubhat, sementara

Rusulullah SAW memerintahkan kita agar menghindari hal-hal

yang syubhat. Beliau bersabda: “Yang halal itu jelas dan yang

haram itu jelas. Diantara yang halal dengan yang haram itu ada

perkara-perkara syubhat yang tidak diketahui oleh banyak orang.

Barangsiapa yang menjaga diri dari perkara syubhat berarti ia

telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa

yang terjerumus kedalam perkara syubhat berarti terjerumus ke

dalam perkara haram.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)


122

25. Lima tujuan syariat

Para ulama menjelaskan, islam diturunkan untuk

menyempurnakan kebutuhan primer manusia yang lima: Agama

(Hifdz Ad-Din), akal (Hifdz Al’ Aql), jiwa (Hifdz Al’-Nafs), harta

(Hifdz An-Nasb) dan keturunan (Hifdz An-Nasb). Setiap perbuatan

atau sesuatu yang merusak salah satu dari kelima hal itu

disepakati sebagai sesuatu yang haram.

Rokok dan merokok berpotensi besar untuk merusak

setidaknya empat elemen penting tersebut. Merokok merusak

agama seseorang, karena mendzhalimi diri sendiri dan orang-orang

disekitarnya. Rokok dan merokok juga dapat merusak nyawa

seseorang. Terbukti banyak kematian yang disebabkan oleh rokok.

Rokok juga merusak akal, karena terbukti banyak zat dalam

rokok yang dapat merusak sel-sel otak. Itu secara fisik. Secara

psikologis, rokok juga membuat orang layaknya tak berakal.

Seorang perokok sering kehilangan pertimbangan akal sehat dalam

mengatur ekonomi keluarga, menjaga kesehatan, dan tata krama

yang selama ini sangat dikenalnya.

Rokok juga merusak harta benda, karena termasuk perbuatan

mubadzir dan membuang-buang harta. Bahkan rokok sering

menjerumuskan seseorang pada kebiasaan mengkonsumsi narkoba,

yang menjerumuskannya pada kehidupan malam, perbuatan zina,

atau lebih keji dari itu.


123

B. Merokok Hukumnya Halal

Asas pertama yang telah ditetapkan oleh islam ialah setiap sesuatu

ciptaan Allah adalah halal. Ia tidak diharamkan melainkan jika ada nash

yang shahih lagi sharih (jelas/tegas) dari syari’i yang mengharamkannya

(Tamizo, 2015: 109). Berdasarkan firman Allah SWT :

ِ ‫ُه َو الَّ ِذي َخلَ َق لَ ُك ْم َما يِف اأْل َْر‬


‫ض مَجِ ًيعا‬

“Dialah dzat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada dibumi ini

semuanya.” (Q.S. al-Baqarah: 29).39

Dalil ini mencakup semua hal dalam urusan hidup manusia, tidak

hanya dalam masalah hubungan sosial kemasyarakatan akan tetapi juga

segala hal yang berkaitan dengan sesuatu yang dikonsumsi manusia.

Begitu juga dengan rokok yang tidak ada dalil atau nash yang secara

tegas mengharamkan atau menghalalkannya.

Kelompok ini menetapkan bahwa secara mutlak menghalalkan

merokok. Dasarnya, sesuai dengan kaidah hukum Islam bahwa asal

segala sesuatu adalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Menurut mereka tidak ada nash yang mengharamkannya, hal ini sesuai

dengan kaidah hukum Islam:

‫أألصل يف األشياء و األفعال اإلباحة حىت يدل الدليل على حترميها‬

“pada dasarnya segala sesuatu dan perbuatan adalah mubah, kecuali

ada dalil yang menunjukkan keharamannya.”

39
www.tafsirqu.com
124

Kelompok ini menolak semua dalil yang digunakan oleh kelompok

yang mengharamkan merokok. Menurut mereka dalil-dalil yang

digunakan untuk mengharamkan merokok tersebut bersifat zhanni,

sehingga tidak dapat digunakan untuk menetapkan keharaman rokok

(Zuhroni dkk, 2003: 226).

Salah satu ulama yang dengan lantang menyatakan tidak

diharamkannya rokok adalah al-Imam Abd al-Ghani an-Nabilisi. Dia

seorang pengikut Madzhab Hanafi yang telah dianggap seorang murabbi

(guru orang banyak). Dia telah membuat suatu karangan khusus yang

mencoba menawarkan dalil-dalil shahih tentang halalnya rokok. Risalah

tersebut dinamai ash-shulh bain al-Ikhwan fi Hukm Ibahah Syarb ad-

Dukhan (Mendamaikan para kawan; Kitab tentang Bolehnya Merokok).

(Jampes, 2010: 52).

Meski banyak ulama yang tegas menyatakan bahwa rokok

hukumnya haram, namun ada juga sebagian ulama yang membolehkan.

Syaikh al-Babili merupakan salah satu tokoh yang juga tak kalah

provokatifnya memfatwakan halalnya mengkonsumsi rokok. “merokok

itu hukumnya halal, dan zatnya pun sama sekali tidak haram”, demikian

pernyataan beliau yang pernah dikutip Syaikh al-Barmawi. Namun, lebih

jauh beliau menjelaskan, bahwa yang dimaksud tidak haram (halal) disini

adalah bagi pengkonsumsi yang tidak mengalami dampak buruk

(mudharat) dari rokok tersebut. Sebaliknya, rokok menjadi haram jika ia

merusak pernafasan pengkonsumsi.


125

Memang terjadi perbedaan pendapat mengenai hukum rokok

lantaran tidak ditemukannya landasan hukum syara’ yang jelas. Akan

tetapi, telah disepakati bahwa keharaman rokok disebabkan dampak

mudharat yang ditimbulkannya, selain itu tidak ada.

Tidak logis jika dinyatakan bahwa rokok hukumnya haram. Sebab,

sudah menjadi kesepakatan ulama madzhab bahwa sesuatu menjadi

haram jika ia bisa menimbulkan mudharat. Merusak akal dan otak.

Sementara rokok, sekali lagi sama sekali tidak merusak akal dan otak.

Dalam ungkapan lain, yang bisa diharamkan pada rokok sebenarnya

sifatnya yang terkadang menimbulkan mudharat. Itu pun masih relatif,

tergantung apabila si pengkonsumsi merasa terpengaruh, dalam arti

pesakitan karena merokok. Sedangkan zat rokok itu sendiri sama sekali

tidak haram atau najis.

Berikutnya adalah pendapat yang dikemukakan Mas’ud bui Husain

al-Fatawi asy-Syafi’ie dalam salah satu risalahnya. Sebagaimana

beberapa pendapat sebelumnya, beliau juga membolehkan rokok. Dalam

ungkapan lain, rokok haram jika ia menimbulkan efek buruk terhadap

akal pikiran seseorang. Imam lainnya yang semasa dengan beliau yakni

Abdur Ra’uf al-Manawi Asyafi’ie dan asy-Syubari, juga sependapat

dengan Husain al-Fatawi. Mereka mengeluarkan fatwa secara nyata

bahwa zat rokok sama sekali tidak haram.

Menurut Imam al-Bajuri, pendapat yang menyatakan rokok haram

ataupun halal sebenarnya sama-sama lemah. Karena, lanjut beliau, yang


126

paling mu’tamad (bisa dijadikan pegangan) adalah bahwa rokok itu

hukumnya makruh. Namun, adakalanya pula rokok itu menjadi wajib jika

meninggalkannya justru menimbulkan dampak bahaya.

Sebaliknya rokok juga menjadi haram jika uang yang dipergunakan

untuk membelinya justru meninggalkan kewajiban untuk memenuhi

nafkah atau kebutuhan keluarganya. Mengharamkan rokok juga demi

menghindari kemudharatan yakni supaya kewajiban untuk memenuhi

nafkah keluarga bisa dilakukan.

C. Fleksibilitas Hukum Rokok

Kelompok ulama ketiga menyatakan hukum merokok bisa haram

bisa halal, bahkan bisa berlaku kelima hukum taklifi yaitu, wajib, haram,

sunnah, makruh dan mubah tergantung kondisi dan keadaan. Mereka

menyatakan bahwa hukum merokok sangat tergantung dengan ‘illatnya,

sejalan dengan kaidah hukum islam:

‫احلكم يدورو مع علته وجودا وعدما‬


“Hukum berputar sejalan dengan illatnya, ada dan tidaknya.”

Menurut mereka, merokok haram jika telah menjurus kepada

pemborosan yang diharamkan, misalnya jika si perokok pada saat itu

sangat membutuhkan uang untuk memberikan nafkah, wajib kepada isteri

dan keluarganya, atau ada resiko yang mengancam kesehatan atau

hidupnya. Keadaan demikian berbeda antara satu individu dengan

individu lain, maka yang pasti menentukkannya adalah dokter ahli yang

dapat dipercaya.
127

Merokok makruh jika misalnya, merokok baginya secara tidak

langsung dapat mengganggu atau membahayakan kesehatannya dan

keuangannya. Namun demikian, merokok dinilai sebagai tindakan

penghambur-hamburan uang yang kurang atau tidak bermanfaat, akan

lebih baik jika uang tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang sangat

membutuhkannya. Disamping itu, rokok dapat mengganggu orang lain

karena asapnya (Zuhroni dkk, 2003: 227).

D. Dalil tentang jual beli rokok

Adanya perbedaan pendapat para ulama tentang hukum merokok

maka demikian mereka juga berbeda pendapat tentang hukum

memperjualbelikannya. Bagi ulama yang menghalalkan merokok maka

hukum menjual dan mendapat keuntungan dari rokok adalah halal.

Sedangkan bagi ulama yang mengharamkan merokok maka hukum

menjual dan mendapat keuntungan dari rokok juga adalah haram.

Salah satu tokoh yang melarang mengkonsumsi rokok dan

memperdagangkannya, yaitu Syaikh Hasan asy-Syaranbila, seorang

ulama dari Madzhab Hanafi. Dalam komentarnya atas nazham-nazham

(syair) al-Wahbaniyah, dia berkata, “terlaranglah menjual rokok pula

menghisapnya saat puasa berarti berbuka”.

Imam ath-Tharabisy menjelaskan bahwa adanya teks yang

menyatakan larangan mengkonsumsi maupun menjual rokok di atas

sebenarnya mengindikasikan adanya potensi keharaman. Jadi, ketika

sesuatu itu haram dijual karena haram dikonsumsi, maka haram pula
128

membelinya. Atau sebaliknya, setiap sesuatu yang haram dijual maka

haram pula membeli dan mengkonsumsinya.

Syaikh Hasan asy-Syaranbila melanjutkan tentang keharam rokok

ini, terdapat sajak-sajak yang disusun dalam bahar basith:

“wahai orang-orang yang bertujuan takwa, wahai orang-orang


yang menghindari dosa-dosa tempuhlah jalan petunjuk dan tapaklah
sunnah nabi-Nya. Jangan kau menyimpang dari jalan ini berselisihlah
dengan hawa napsumu sendiri, bersabarlah dari segala coba dan uji,
waspadalah pada segala bala yang menimpa terutama rokok; ia yang
sudah tersiar dikalangan manusia, yang membahayakan tubuh lagi tiada
guna yang membawa madharat juga penyakit raga. Dan sebab jelas
sifat-sifat yang dikandungnya seharusnya kau mengharamkannya jika
kau memang cendekia” (Jampes, 2010: 40).

Berdasarkan pendapat yang terkuat yang mengharamkan merokok

maka haram hukumnya memperjualbelikan rokok serta keuntungan dari

penjualannya merupakan harta haram (Tarmizi, 2018: 134).

Berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ٍ
ُ‫ َحَّر َم مَثَنَه‬، ‫َوإِ َّن اللَّهَ َعَّز َو َج َّل إِ َذا َحَّر َم أَ ْك َل َش ْيء‬

“sesungguhnya Allah bila mengharamkan memakan sesuatu,

berarti allah mengharamkan juga uang hasil penjualannya”. (HR. Abu

Daud, hadist ini dishahihkan oleh al-Albani).

4.3 Analisis Jual Beli Rokok Dalam Konsep Ekonomi Islam

Jual beli merupakan salah satu cabang aktivitas muamalah. Muamalah

adalah sendi kehidupan dimana setiap muslim diuji nilai keagamaan dan

kehati-hatiannya, serta konsistennya dalam ajaran-ajaran Allah SWT. Jual

beli adalah salah satu usaha manusia untuk memperoleh harta dengan

mendapat keuntungan dari seseorang yang sedang membutuhkan suatu


129

barang atau jasa sehingga mereka dapat saling memenuhi kebutuhan

hariannya.

A. Jual beli dalam Fatwa DSN-MUI

Kehadiran fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

(DSN MUI), adalah kebutuhan para praktisi ekonomi syari’ah dalam

melakukan kegiatan transaksi, khususnya di Lembaga Keungan Syariah

(LKS). Dalam Fatwa DSN MUI No: 110/DSN-MUI/IX/2017 tentang

Akad Jual Beli bagian keempat, ketentuan terkait Mutsman (Mabi’)

atau barang yang diperjualbelikan poin kedua disebutkan bahwa

Mutsman/Mabi’ harus berupa barang dan/atau hak yang boleh di

manfaatkan sesuai syariah (mutaqawwam) serta boleh diperjualbelikan

menurut syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Maksudnya disini berarti barang yang menjadi objek jual beli

haruslah suci, bukan barang najis, serta memiliki manfaat dan tidak

menimbulkan madharat bagi diri sendiri ataupun orang lain. Lalu

bagaimana dengan memperjualbelikan rokok yang menurut sebagian

pendapat, rokok adalah jenis benda yang jika terus menerus dikonsumsi

maka akan menjadi malapetaka bagi yang mengkonsumsinya karena

dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian.

B. Hukum menjual dan membeli Rokok


130

Zaman sekarang, banyak orang yang tidak peduli dengan jalan

untuk mendapatkan harta, banyak manusia tergila-gila terhadap harta

benda sehingga tidak menghiraukan keharaman atau kehalalan jalan

yang diambil untuk mendapatkan harta tersebut. Nabi Muhammad

SAW bersabda :

‫َخ َذ الْ َم َال أَِم ْن َحاَل ٍل أ َْم ِم ْن َحَر ٍام‬ ‫مِب‬ ِ ‫لَيَأْتِنَي َّ َعلَى الن‬
َ ‫َّاس َز َما ٌن اَل يُبَايِل الْ َم ْرءُ َا أ‬

“Akan datang suatu zaman pada manusia yang ketika itu seorang tidak

peduli lagi tentang apa yang didapatnya, apakah dari barang halal

ataukah haram” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra.).40

Berjualan bukanlah suatu usaha yang dilarang dalam islam kecuali

aktivitas menjual tersebut tidak sesuai dengan aturan-aturan syariah.

Sebagai seorang muslim, dalam berjualan bukan hanya keuntungan

yang dicari melainkan keberkahan dan ridho Allah SWT. Oleh karena

itu, usaha atau berdagang adalah salah satu jalan untuk memenuhi

kebutuhan hidup bukan untuk ketamakan atau kesombongan diri.

Berdagang atau menjual sesuatu yang dilarang oleh syara’ maka

hukum menjualnya pun haram, begitu juga keuntungan yang didapat

dari proses transaksi tersebut. Lalu jika seseorang menjual sesuatu

benda yang masih belum jelas kehalalannya seperti rokok yang saat ini

sudah menjadi konsumsi harian manusia bahkan masuk menjadi

kebutuhan pokok manusia, maka berikut penjelasan syariat islam dalam

menanggapi hal ini.


40
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Jami’ul Musnad ash-Shohih al-Mukhtashor juz 3
dalam al-Maktabah asy-Syamilah, h.55.
131

Dalam kitab Bughyah Al-Musytarsyidiin dinyatakan, “haram

menjual tembakau kepada orang yang akan menghisapnya atau

memberikannya kepada orang lain yang akan menghisapnya”.

Tembakau telah dikenal sebagai salah satu benda yang jelek. Hal ini

dikarenakan tembakau dapat menghilangkan kesadaran dan pemborosan

terhadap harta. Seorang yang menjaga kehormatan tentu tidak akan

menggunakannya (Zainu, 2003: 56).

Berdasarkan pendapat terkuat yang mengharamkan rokok, maka

haram menanam dan menjual tembakau, begitu juga haram menjual

rokok serta keuntungan dari penjualannya dihukumi haram. Mereka

berpegang pada prinsip dari sabda Nabi SAW :

ٍ
ُ‫ َحَّر َم مَثَنَه‬، ‫َوإِ َّن اللَّهَ َعَّز َو َج َّل إِ َذا َحَّر َم أَ ْك َل َش ْيء‬

“Sesungguhnya Allah bila mengharamkan mengkonsumsi sesuatu,

berarti Allah mengharamkan juga uang hasil penjualannya“. (HR. Abu

Daud, hadist ini dishahihkan oleh Nasrudin al-Albani).41

Menurut Syaikh Shahih al-Fauzan, menjual rokok adalah salah satu

jual beli yang dilarang dalam Islam karena rokok adalah salah satu

benda yang buruk dan dapat menyebabkan sakit. Semua sifat jelek lagi

buruk ada pada rokok, dan ia sama sekali tidak ada manfaatnya.

Madharatnya sangat banyak. Para perokok itu orang paling jelek, bau

dalam penampilannya. Teman duduk yang paling berat adalah perokok.

Apalagi jika rokok itu dibakar dan dihisap maka asapnya akan ada

41
Sulaiman Bin al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, h.280.
132

disekitar orang tersebut bahkan orang yang tidak merokok pun ikut

menghirup asap berbahaya tersebut, tentu ini lebih berat lagi.42 Untuk

itu merokok sangat dilarang dilakukan ditempat umum.

Masalah ini telah melanda kaum muslimin, dan banyak yang

meremehkannya. Kadang ada diantara kaum muslimin yang tidak

merokok dan tidak suka dengan rokok, tetapi (anehnya) ia menjual

rokok karena ia senang menumpuk harta dengan segala cara. Orang-

orang ini tidak mengetahui, bahwa jual beli rokok ini akan merusak

seluruh hasil usaha mereka. Yaitu hasil penjualan rokok bercampur

aduk dengan hasil hasil perniagaan atau usaha lainnya sehingga

mengakibatkan rusaknya harta yang diusahakannya secara halal.43

Dengan adanya perbedaan pendapat para ulama tentang hukum

merokok maka mereka juga berbeda pendapat tentang hukum

menjualnya. Bagi ulama yang menghalalkan merokok, yang

mengganggap rokok itu bukan barang yang najis, dapat bermanfaat

(bagi sebagian orang) maka hukum menjual dan mendapat keuntungan

rokok adalah halal. Karena salah satu syarat sah melakukan transaksi

jual beli adalah objek yang diperjualbelikan itu suci, bermanfaat, dan

milik sendiri maka jual beli tersebut sah dalam pandangan hukum islam

(Suhendi, 2014: 72). Mereka memegang prinsip pada kaidah fiqih:

ِ
َ َ‫َص ُل يِف املَُع َاملَة ا ِإلب‬
ُ‫احة‬ ْ ‫األ‬
42
Syaikh Shahih Al-Fauzan, Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam, https://almanhaj.or.id/
diakses pada hari Kamis tanggal 28 Juni 2018, jam 20.12 WIB (Disalin dari majalah As-Sunnah
Edisi 03/Tahun/IX/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta).
43
https://almanhaj.or.id/2979-jual-beli-yang-dilarang-dalam-islam.html diakses pada hari
Kamis tanggal 28 Juni 2018 jam 20.25.
133

“Prinsip dasar dalam muamalah adalah halal dan boleh”

Dari berbagai asumsi mengenai penjualan rokok tersebut, penulis

berpendapat bahwa hukum menjual rokok adalah boleh. Hukumnya

dibolehkan dengan beberapa syarat yaitu jika pedagang rokok

menjualnya kepada orang yang telah memenuhi kriteria perokok yang

berdasar pada fatwa MUI dan pendapat merokok dari NU (Nahdatul

Ulama) yaitu orang yang sudah cukup umur (dewasa), sehat tidak

mempunyai penyakit parah, dan sedang tidak hamil. Mereka lebih

rentan terkena bahaya dari rokok, jika pedagang rokok menjualnya

kepada mereka dan mengetahui dengan jelas bahwa rokok akan

dikonsumsi mereka sendiri maka hukumnya haram karena menjadi

perantara seseorang mengalami kerusakan atau bahaya (Hidayat, 2015:

93).

.........‫اص ِد‬
ِ ‫الو ِسيلَةُ هَل ا أَح َكام امل َق‬
َ ُ ْ َ ْ َ
“Sesungguhnya wasilah mempunyai tujuan hukum, jika wasilah

kepada haram, maka hukumnya menjadi haram”.

Lain halnya jika penjual rokok tidak mengetahui rokok tersebut

dikonsumsi untuk siapa, dan mereka yang membeli hanya berperan

sebagai pembeli rokok maka hal itu diperbolehkan untuk menjual

kepada mereka. Tetapi jika pedagang rokok merasa ragu-ragu untuk

menjualnya kepada yang pantas, maka sebaiknya hal tersebut lebih baik

dihindari atau ditinggalkan dengan tidak lagi menjual rokok, karena

khawatir akan membuat banyak orang bahaya sehingga hasil dari

penjualan rokok tersebut dapat menjadi haram. Karena hukum jual beli
134

secara umum hukumnya halal tetapi jika mengarah kepada yang haram

maka hukumnya haram (Hidayat, 2015: 93).

“Setiap sesuatu yang diperbolehkan tapi mengarah kepada yang

diharamkan, maka hukumnya haram.”

Kaidah diatas berhubungan dengan kaidah syadz adz dzariyat

(tindakan yang semula tidak menjurus kepada kemufsadatan, tetapi bisa

menuju kepada kesimpulan yang menyebabkan kerusakan) dalam ilmu

ushul fiqih. Maksudnya sesuatu itu bisa dihukumi mubah (boleh)

karena mengandung zatnya. Hal-hal yang dihukumi mubah itu bisa

menjadi perantara (wasilah) dan berpengaruh pada dampak hukum

disebabkannya (Hidayat, 2015: 93).

Sejatinya dalam bermuamalah, seorang penjual dan pembeli

hendaknya tetap memelihara kemaslahatan dan mencegah akan adanya

kemudharatan di salah satu pihak maupun kedua belah pihak (Hidayat,

2015: 131).

“Hukum asal dalam setiap muamalah adalah keadilan, memelihara

kemaslahatan, dan menghilangkan kemudharatan kedua belah pihak”.

Kaidah diatas berhubungan dengan prinsip yang agung dalam

rangka pelaksanaan syariat Islam umumnya dan sesuai dengan tujuan-

tujuannya yang disebut dengan istilah maqashid al-Syari’ah. Sama

halnya dengan menjual, dalam membeli sebuah barang yang akan

dikonsumsi didalamnya terdapat maslahat dan kerusakannya, ada

bahaya dan manfaatnya, maka keduanya harus dipertimbangkan dengan


135

betul. Sebaiknya mengambil keputusan terhadap pertimbangan yang

lebih berat dan lebih banyak, karena susunguhnya yang lebih banyak itu

mengandung hukum yang menyeluruh.

Sebuah fatwa Nomor 1407, tanggal 9/11/1396, dari Panitia Tetap

Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa di Riyadh, sebagai berikut:

“Tidak dihalalkan memperdagangkan rokok dan segala sesuatu yang

diharamkan karena dia termasuk sesuatu yang buruk dan

mendatangkan bahaya pada tubuh, rohani dan harta”.

Jika seseorang hendak mengeluarkan hartanya untuk pergi haji

atau menginfakkannya pada jalan kebaikan, maka dia harus berusaha

membersihkan hartanya untuk dia keluarkan untuk beribadah haji atau

di infakkan kepada jalan kebaikan, berdasarkan umumnya firman Allah

SWT:

‫َخ َر ْج نَ ا لَ ُك ْم ِم َن‬ ‫مِم‬ ِ ِ ِ ِ َّ


ْ ‫آم نُ وا أَنْ ف ُق وا م ْن طَ يِّ بَ ات َم ا َك َس ْب تُ ْم َو َّ ا أ‬ َ ‫يَ ا أَ يُّ َه ا ال ذ‬
َ ‫ين‬
ِ‫َن ُت ْغ ِم ض وا فِ ي ه‬
ْ ‫آخ ِذ ي ِه إِ اَّل أ‬
ِ ِ‫ون و لَ س تُ م ب‬ ِ ِ َ ِ‫ و اَل َت ي َّم م وا ا خْل ب‬Rۖ ‫ض‬
ُ ْ ْ َ َ ‫يث م ْن هُ ُت ْن ف ُق‬ َ ُ َ َ ِ ‫ا أْل َ ْر‬

ٌ ِ‫َن اللَّ هَ َغ يِن ٌّ مَح‬


‫يد‬ َّ ‫اع لَ ُم وا أ‬
ْ ‫ َو‬Rۚ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang kami keluarkan untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
darinya” (QS. al-Baqarah: 267).

Makna tersurat dari fatwa tersebut adalah diharamkan

memperdagangkan rokok. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), kata “Dagang” berarti pekerjaaan yang melibatkan dua pihak


136

yakni penjual yang menjual, dan pembeli yang membeli. Jadi fatwa

tersebut mengharamkan menjual dan membeli rokok.

Begitu juga dengan Dewan Fatwa Kerajaan Arab Saudi yang

mengharamkan rokok dengan fatwa Nomor: (4947), yang berbunyi,

“Merokok hukumnya haram, menanam bahan bakunya (tembakau) juga

haram serta memperdagangkannya juga haram, karena rokok

menyebabkan bahaya yang begitu besar”.44

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi jual beli dianggap

sah jika barang yang menjadi objek jual beli telah memenuhi syarat,

yang diantaranya: Suci, bermanfaat dan milik sendiri. Padahal sebagian

kelompok berpendapat bahwa rokok itu tidak najis dan bermanfaat bagi

sebagian orang.

Dari berbagai asumsi mengenai memperjualbelikan rokok dapat

disimpulkan bahwa hukum memperjualbelikan rokok secara umum

adalah makruh. Karena salah satu manfaat rokok ialah dapat

meningkatkan semangat seseorang (si perokok) apalagi semangat itu

muncul ketika sedang menimba ilmu. Selain itu jika dikonsumsi terus-

menerus hingga menjadi candu rokok dapat membahayakan tubuh

perokok dan orang-orang sekitarnya yang tidak merokok. Hal tersebut

sangat tidak dianjurkan oleh Islam.

Jadi, merokok ditinjau dari ekonomi Islam merupakan perbuatan

yang bertentangan dengan konsep Maqashid al-Syari’ah yaitu

44
Ammi Nur Baits, Hukum Rokok Dalam Islam, https://konsultasisyariahislam.com/
diakses pada hari Jum’at tanggal 29 Juni 2018, jam 08.13.
137

perlindungan terhadap jiwa, akal dan harta. Dengan demikian apabila

dalam menghadapi suatu perkara antara maslahat dan mafsadah, maka

yang harus dipilih adalah maslahatnya yang lebih banyak. Dan ketika

kedua-duanya sama banyaknya atau kuatnya, maka menolak mafsadah

lebih baik dari meraih kemaslahatan, sebab menolak suatu

kemafsadatan merupakan kemaslahatan.

Anda mungkin juga menyukai