Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat


rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
dengan mengambil pembahasan “Apensiditis”.
Dalam pembentukan makalah ini tentu banyak hambatan-hambatan yang
penulis temukan, akan tetapi atas bantuan dan dukungan semua pihak makalah ini
dapat terselesaikan, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik.
Penulis menyadari bahawa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Palembang , april 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. .......5
A. Konsep Dasar Apendisitis........................................................................5
B. Konsep Dasar Kasus Askep
Apendisitis………………………………..15
BAB III LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
PERIOPERATIF..24

BAB IV PENUTUP......................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................38

3
BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks
disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus
buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan
radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan
limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan
penyumbatan.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara
bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi.
Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi
apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai
puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada
menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-
laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya
menjadi 3:2, kemudian angka yan tinggi ini menurun pada pria.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab


yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman-
kuman yang merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen,
menurut Schwartz kuman terbanyak penyebab apendisitis akut adalah Bacteriodes
Fragilis bersama E.coli.

Beberapa gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut:
Peritonitis; merupakan peradangan pada selaput perut (peritonium). Gangguan
lain adalah salah cerna akibat makan makanan yang merangsang lambung, seperti
alkohol dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik. Sedangkan
produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada
dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak
lambung. Gesekan akan lebih parah kalau lambung dalam keadaan kosong akibat
makan tidak teratur yang pada akhirnya akan mengakibatkan pendarahan pada
lambung. Gangguan lain pada lambung adalah gastritis atau peradangan pada
lambung. Dapat pula apendiks terinfeksi sehingga terjadi peradangan yang disebut
apendisitis.

Di dalam makalah ini kami akan membahas seputar gangguan pencernaan pada
apendiks atau biasa dikenal dengan apendisitis yang meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan, diagnosis, penatalaksanaan, dan
komplikasinya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR APENDISITIS

1. Pengertian

Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10


cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum.
Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks
cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner dan
Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk,
2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen
oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran
mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,
Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur
yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk
berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat
terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
2. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1) Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini

5
terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3) Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
4) Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)
3. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti
oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.

Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang


diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra
mukosa juga semakin tinggi.Tekanan yang tinggi akan menyebabkan
infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan
supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.Selain
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari

6
organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis
kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial
atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik
antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi
dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang
diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan
apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.

7
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa
infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu
kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas. Penderita sering datang
dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila
terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks, penyakit ini jarang ditemukan, biasa
ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut.
Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi
kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis
akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada
muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan.
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

8
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

9
Pathway

10
5. Manifestasi Klinis
1) Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan
2) Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3) Nyeri tekan lepas dijumpai.
4) Terdapat konstipasi atau diare.
5) Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6) Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.

11
7) Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
8) Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9) Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10) Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11) Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

Nama Pemeriksaan Tanda dan Gejala


Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan
tekanan pada kuadran kiri bawah dan
timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s sign Pasien dibaringkan pada sisi kiri,
kemudian dilakukan ekstensi dari
panggul kanan. Positif jika timbul nyeri
pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul
dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri pada
hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan
bawah dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium atau sekitar pusat,
kemudian berpindah ke kuadran kanan
bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada
perut kuadran kanan bawah saat pasien
dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada
petit triangle kanan (akan positif

12
Shchetkin-Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas.
Palpasi pada kuadran kanan bawah
kemudian dilepaskan tiba-tiba
6. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling
sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak
di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15%
terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding
appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang
sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi
gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-
mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis

13
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6
jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP
yaitu 80% dan 90%.
2) Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan
angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-
Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3) Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4) Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.

14
5) Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
6) Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
7) Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan
besar infeksi intra-abdomen.

15
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA
APENDISITIS
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway (Jalan Nafas)
Airway diatasi terlebih dahulu, selalu ingat bahwa cedera bisa lebih dari
satu area tubuh, dan apapun yang ditemukan, harus memprioritaskan
airway dan breathing terlebih dahulu. Jaw thrust atau chin lift dapat
dilakukan atau dapat juga dipakai naso-pharingeal airway pada pasien
yang masih sadar. Bila pasien tidak sadar dapat dipakai OPA. Kontrol
jalan nafas pasien dengan airway terganggu karena faktor mekanik, atau
ada gangguan ventilasi akibat gangguan ventilasi akibat gangguan
kesadaran, dicapai dengan intubasi endotracheal, baik oral maupun
nasal
b. Breathing (Pernafasan)
Kaji pernafasan, apakah ventilasi adekuat atau tidak. Berikan oksigen
bila pasien tampak kesulitan untuk bernafas atau terjadi pernafasan
yang dangkal dan cepat (takipnue). Pemberian oksigen nasal : pada fase
nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian oksigen nasal 3 L/menit
dapat meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri.
c. Circulation
Kaji sirkulasi dengan TTV, bila terjadi mual muntah yang berlebihan
sehingga intake cairan kurang, maka penuhi cairan dengan pemasangan
infus.
d. Disability

16
Kaji GCS pasien.
2. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan
bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu
yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual
dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
2. Sirkulasi : Takikardia.
3. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
4. Aktivitas/istirahat : Malaise.
5. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
6. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.
7. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
8. Demam lebih dari 38oC.
9. Data psikologis klien nampak gelisah.
10. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
11. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.

17
12. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis (distensi
jaringanintestinal oleh inflamasi)
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (inflamasi apendiks)
3. Ansietas berhubungan dengan stress (akan di laksanakan tindakan operasi)
4. Kerusakan integrtas kulit berhubungan dengan medikasi (insisi bedah)
5. Risiko infeksi
C. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nyeri Akut NOC NIC
berhubungan dengan  Pain Level Analgetik
agen cidera biologis Kriteria Hasil Administration
(distensi 1. Mampu mengontrol 1. Tentukan lokasi,
jaringanintestinal oleh nyeri (tahu penyebab karakteristik,
inflamasi) nyeri, mampu kualitas dan derajat
menggunakan tehnik nyeri sebelum
nonfarmakologi pemberian obat
untuk mengurangi 2. Cek instruksi dokter
nyeri, mencari tentang jenis obat,
bantuan) dosis dan frekuensi
2. Melaporkan bahwa pemberian
nyeri berkurang 3. Cek riwayat alergi
dengan 4. Pilih analgesik yang
menggunakan di perlukan atau
manajemen nyeri kombinasi dari
3. Mampu mengenali analgesik ketika
nyeri (skala, itnsitas, pemberian lebih
frekuensi dan tanda dari satu
nyeri) 5. Tentukan analgesik
4. Mengatakan rasa piliham, rute

18
nyaman setelah nyeri pemberian, dan
berkurang dosis optimal
6. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
7. Evaluasi evektivitas
pemberian
analgesik.
Hipertermi NOC : NIC
berhubungan dengan Thermoregulation Pain Management
penyakit (inflamasi Setelah dilakukan 1. Lakukan
apendiks) tindakan keperawatan pengkajian nyeri
selama …. Pasien secara
hipertermia teratasi, komprehensif
dengan kriteria hasil: termasuk lokasi,
1. Tidak terjadi karakteristik,
peningkatan suhu durasi, frekuensi,
tubuh > 37,5 0 C kualitas dan faktor
2. Tidak terjadi presipitasi
perubahan warna kulit 2. Observasi reaksi
( memerah ), nonverbal dari
3. Nadi tidak teraba atau ketidaknyamanan
lemah 3. kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
4. Kurangi faktor
presipitasi nyeri

19
5. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
6. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
7. Kolaborasi
pemberian
analgetik
8. Tingkatkan
istirahat
9. Berikan informasi
tentang nyeri
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
Ansietas berhubungan NOC : NIC :
dengan stress (akan di  Anxiety control  Anxiety
laksanakan tindakan  Koping Reduction
operasi) Setelah dilakukan asuhan (penurunan
selama ……………klien kecemasan)
kecemasan teratasi dgn 1. Gunakan
kriteria hasil: pendekatan yang
1. Klien mampu menenangkan.
mengidentifikasi 2. Nyatakan

20
dan dengan jelas
mengungkapkan harapan terhadap
gejala cemas. pelaku pasien.
2. Mengidentifikasi, 3. Jelaskan semua
mengungkapkan prosedur dan apa
dan menunjukkan yang dirasakan
tehnik untuk selama prosedur.
mengontol cemas. 4. Temani pasien
3. Vital sign dalam untuk
batas normal. memberikan
4. Postur tubuh, keamanan dan
ekspresi wajah, mengurangi
bahasa tubuh dan takut.
tingkat aktivitas 5. Berikan
menunjukkan informasi faktual
berkurangnya mengenai
kecemasan diagnosis,
tindakan
prognosis.
6. Libatkan
keluarga untuk
mendampingi
klien.
7. Instruksikan
pada pasien
untuk
menggunakan
tehnik relaksasi.
8. Dengarkan
dengan penuh
perhatian.
9. Identifikasi

21
tingkat
kecemasan .
10. Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan
kecemasan.
11. Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi.
12. Kelola
pemberian obat
anti cemas:........
Kerusakan integrtas NOC NIC
kulit berhubungan  Tissue Integrity : Pressure Management
dengan medikasi (insisi Skin and Mucous 1. Jaga kebersihan
bedah) Membranes kulit agar tetap
 Hemodyalis akses bersih dan kering
Kriteria Hasil : 2. Mobilisasi pasien
1. Integritas kulit yang (ubah posisi pasien)
baik bisa (sensasi, setiap dua jam
elastisitas, sekali
temperature, hidrasi, 3. Monitor kulit akan
pigmentasi) adanya kemerahan
2. Tidak ada luka/lesi 4. Monitor aktivitas
pada kulit dan mobilasasi
3. Perfusi dengan baik pasien
4. Menunjukkan 5. Monitor status
pemahaman dalam nutrisi pasien
Insision site care

22
proses perbaikan 1. Membersihkan,
kulit dan mencegah memantau dan
terjadinya sedera meningkatkan
berulang proses
5. Mampu melindungi penyembuhan pada
kulit dan luka yang ditutup
mempertahankan dengan jahitan, klip
kelembaban kulit dan atau straples
perawatan alami 2. Monitor proses
kesembuhan area
insisi
3. Bersihkan area
sekitar jahitan atau
staples,
menggunakan lidi
kapas steril
4. Gunakan preparat
antiseptic, sesuai
program
5. Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut)
sesuai program
Risiko infeksi NOC NIC
 Immune Status Infection Control
 Knowledge : (Kontrol infeksi)
Infection control 1. Gunakan sabun
 Risk control antimikrobia untuk

Kriteria Hasil cuci tangan

1. Klien bebas dari 2. Cuci tangan setiap


sebelum dan

23
tanda dan gejala sesudah tindakan
infeksi keperawatan
2. Mendeskripsikan 3. Gunakan baju,
proses penularan sarung tangan
penyakit, factor yang sebagai alat
mempengaruhi pelindung
penularan serta 4. Pertahankan
penatalaksanaannya lingkungan aseptik
3. Menunjukkan selama pemasangan
kemampuan untuk alat
mencegah timbulnya 5. Ganti letak IV
infeksi purifier dan line
4. Jumlah leukosit central dan dressing
dalam batas normal sesuai dengan
5. Menunjukkan petunjuk umum
perilaku hidup sehat 6. Tingkatkan intake
nutrisi
7. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan local
8. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
9. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
10. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
11. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap
kemerahan, panas,

24
drainase
12. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
13. Pertahankan
masukan cairan
14. Tingkatkan istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan cara
menghindari infeksi
17. Laporkan
kecurigaan infeksi

BAB III

LAPORAN KASUS
I. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN

25
a. Nama pasien : Ny. X
b. Tempat Tanggal Lahir : Palembang, 14 april 1985
c. Umur : 35 Tahun
d. Agama : islam
e. Alamat : Jalan Sukabangun 2 Lorong Alamiah
f. No. RM : 489067
g. Diagnose medis : Post Apendiktomu

2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


a. Nama Pasien : Tn. Y
b. Umur : 37 Tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan :Buruh
f. Hubungan dengan Pasien :Keluarga

Asal pasien : Rawat Inap

1. Riwayat penyakit sekarang


Satu minggu yang lalu, klien mengeluh lagi sakit pada perutnya dan klien
kemudian dibawa oleh keluarganya ke RS.A pada tanggal 10 April 2020
jam 14.00 WIB. Jam 15.00 WIB klien dirawat di ruang bedah dengan
keluhan nyeri pada perut kanan bawah. Pada tanggal 11 April klien
menjalani operasi apendiktomi oleh dr.D pukul 08.30.00 WIB dan selesai
pukul 10.00 WIB. Setelah stabil selama 2 jam di RR klien dipindahkan ke
ruang rawat. Keluhan utama di ruang rawat bedah hari pertama pada saat
pengkajian tanggal 11 April 2020 jam 16.00 WIB didapatkan data
subjektif klien menyatakan nyeri di daerah sekitar operasi, nyeri skala 4
seperti diremas-remas, nyeri terus-menerus pada saat bergerak sehingga
klien takut bergerak, dan tidak mau makan ikan karena takut luka akan
susah sembuh. Klien tampak lemah, kesadaran composmentis, hanya
berbaring di tempat tidur, klien dibantu keluarga untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. TD 100/70mmHg, N :70x/mnt, RR 20x/mnt, suhu
36,5ºC .

2. Riwayat penyakit dahulu


Menurut keterangan klien dan keluarga, klien hanya sakit biasa seperti
demam dan maag.

3. Riwayat keperawatan keluarga


Tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien
dan tidak ada keluarga mempunyai penyakit keturunan maupun menular.

26
4. Riwayat Psikososial
Klien mengatakan berusaha sabar menghadapi penyakit yang diderita, dan
berharap penyakitnya bisa segara sembuh

5. Pola managemen kesehatan


Klien mengatakan ketika sakit sering periksa ke klinik dokter dekat rumah

6. Pola Nutrisi
Di rumah : Klien mengatakan makan 3x/hari dengan menu nasi lauk pauk
dan minum air putih kurang lebih 1500 ml/hari.
Di Rumah Sakit : klien mengatakan nafsu makan menurun makan 2x/hari
habis ½ porsi.. Diit : bubur halus

7. Pola Eliminasi
Di Rumah : Klien mengatakan BAK 5x/hari warna kuning jernih, dan
BAB 1-2x/hari warna kuning kecoklatan dengan konsistensi padat sering
kontipasi
Di Rumah Sakit : klien mengatakan BAK kurang lebih 3x/hari, dan
sampai saat ini belum BAB

8. Pola Istirahat dan Tidur


Di Rumah : klien mengatakan tidur siang ± 1 jam, tidur malam ± 7 jam .
Di Rumah Sakit : klien mengatakan sering tidur ± 4, pada malam hari dan
sering bangun karena kurang nyaman dengan keadaanya.

9. Pola Aktivitas
Di Rumah : klien mengatakan melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri.
Di Rumah Sakit : klien melakukan semua aktivitas sehari-hari dibantu
oleh keluarganya.

10. Sistem Pernafasan


Klien tidak mengalami gagal nafas, tidak mengalami cuping hidung,
tidak memakai alat bantu nafas, bunyi nafas vesikuler, frekuensi nafas
20x/mnt

11. Sistem Kardiovaskuler

27
Klien sebelumnya tidak ada riwayat hipertensi, nadi normal 70 /mnt, TD
normal 100/70 mmHg, BJ 1 dan 2 tunggal, tidak mengalami sianosis, dan
konjungtiva tidak anemis

12. Sistem Pencernaan


Klien tidak mengeluh mual muntah tetapi klien belum BAB hari ke-1 post
operasi apendiktiomi.

13. Sistem Perkemihan


Klien tidak mengalami gangguan perkemihan, BAK sudah 4x

14. Sistem Muskuloskeletal


Klien mengeluh lemas karena tirah baring post operasi dan kekakuan otot.

15. Sistem Persarafan


Kesadaran klien composmentis, seluruh saraf berfungsi dengan baik, klien
tidak mengalami gangguan pendengaran, gangguan penglihatan,
gangguan menelan

16. Sistem Endokrin


Klien tidak mengalami kelainan fungsi endokrin.

17. Pemeriksaan Fisik


K/U : Lemah
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4V5M5
Suhu : 36,5 °C
Nandi : 70 x/menit
Tensi darah : 100/70 mmHg
Respirasi : 20 x/menit
a. Kepala : Inspeksi : tampak kotor
Palpasi : tidak ada benjolan
b. Rambut : Inspeksi : warna hitam, jenis rambut ikal
c. Wajah : Inspeksi : simetris tidak ada bekas luka
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d. Mata : Inspeksi : simetris, fungsi penglihatan baik,
konjungtiva merah muda
e. Hidung : Inspeksi : simetris, fungsi penciumsn baik, tidak

28
ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret.
f. Mulut : Inspeksi : bibir kering, terlihat karies, bau
mulut
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
g. Telinga : Inspeksi : fungsi pendengaran baik, telinga
bersih.
h. Leher : Inspeksi : tidak ada pembesaran limfe dan
tyroid
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
i. Dada : Inspeksi : bentuk dada simetris, pola nafas
teratur,Tidak terdapat tarikan otot bantu nafas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : suara kedua paru sonor
Auskultasi : suara normal (vesikuler)
j. Abdomen : Inspeksi : ada bekas luka, bentuk abdomen
simetris
Palpasi : ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
hepar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus 12x/menit
k. Ekstermitas : Inspeksi : tidak ada gangguan pada
ektermitas.
l. Kekuatan tonus otot :5555
Palpasi : akral hangat, tidak ada edema

18. Data psikososial spiritual


Di Rumah klien selalu beribadah dengan rutin dan turut aktif dalam
kegiatan keagamaan yang ada dalam masyarakat.
Di Rumah Sakit : klien mengatakan sholat 5 waktu terganggu dan jarang
sholat karena keterbatasan gerak

19. Hasil Pemeriksaan Diagnostik


1. Rongsen : Tidak tampak kelainan yang spesifik tak tampak bayangan
ontras masuk kedalam rongga appendix ccum normal.
2. Pemeriksaan USG : Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc.
Burney.

29
3. Hasil Laboratorium
Tgl 11 april 2020
No. Pemeriksaan Hasil Normal
1. Hb 13,0 13,3-18 g/Dl
2. Eritrosit 4,8x 4,6-6,2 x /µL
3. Leukosit 15.200% 3700-10000

20. Terapi
1) Infuse RL 20 tpm
2) Metronidazole 500 gr/8 jam
3) Cefotaxim 1 gr/12 jam
4) Norages 100 gr/8 jam

II. ANALISA DATA

POST OPERASI
Symptom Problem Etiologi
DS : Klien mengeluh Nyeri Akut Tindakan pembedahan
nyeri di daerah luka
operasi
DO: Luka insisi
-keadaan umum :
lemah
-kesadaran: CM Kerusakan jaringan/sel
TD: 100/70 mmHg Tubuh melepaskan zat
N: 70 xm kimia (histamin,
RR: 20 x/m bradikinin,  prostaglandin,
T: 36°c serotonin)
-Terdapat Luka
Operasi Di daerah
perut Talamus (otak
- skala nyeri 4 menginterpretasikan
- Klien meringis signal, memproses
informasi zat kimia
kesakitan

Mempersepsi nyeri  

Nyeri akut

DS : klien Gangguan mobilitas Tindakan pembedahan

30
mengatakan takut fisik
bergerak karena
masih nyeri di daerah luka insisi
sekitar operasi
DO :
-keadaan umum : keterbatasan gerak
lemah
-kesadaran: CM
TD: 100/70 mmHg gangguan mobilitias fisik
N: 70 xm
RR: 20 x/m
T: 36°c
-Terdapat Luka
Operasi Di daerah
perut
-Klien tidak pernah
miring kanan kiri di
tempat tidur
-Klien tampak
dibantu semua
kebutuhannya
DS : klien Apendiktomi Defisit Pengetahuan
mengatakan takut 
untuk makan ikan Prosedur
karena nanti lukanya Pembedahan
susah sembuh

DO:
-keadaan umum : Luka insisi
lemah 
-kesadaran: CM Kurang terpapar
-klien tidak pernah informasi dan tidak
makan ikan di rs mengenal sumber
TD: 100/70 mmHg informasi
N: 70 xm

RR: 20 x/m
T: 36°c Kurang Pengetahuan
Data Subjektif : - Apendektomi Resiko infeksi
Data Objektif : 
- Terdapat luka Prosedur
bekas operasi di Pembedahan

perut kanan
Luka insisi
- Leukosit 15.200 
Resiko Infeksi

31
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN (POST OPERASI)

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (post op apendiktomi) d.d klien
mengeluh nyeri dan klien tampak meringis (D. 0077)

2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri d.d mengeluh sulit menggerakkan


ekstremitas, fisik lemah, dan nyeri saat bergerak (D. 0054)

3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi dam ketidaktahuan


menemukan sumbe rnformasi d.d menunjukkan perilaku tidak sesuai
anjuran, sering menanyakan masalah yang dihadapi, dan menunjukkan
perilaku yang berlebihan (D. 0111)

4. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif ( D. 0142

32
IV. RENCANA KEPERAWATAN (POST OPERASI)

Tgl Diagnosa Perencanaan


Keperawatan Tujuan & criteria Intervensi
hasil
11 april Dx.1 L. 08066 1. MANAJEMEN NYERI (I. 01014)
2020 Setelah dilakukan
a. Observasi
intervensi
keperawatan selama - Identifikasi lokasi,karakteristik,
3x1 hari selama 3
durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
hari maka tingkat
nyeri menurun nyeri
dengan kriteria
- Identifikasi skala nyeri
hasil :
1. Keluahan nyeri - Identifikasi respon nyeri
menurun nonverbal
2. Meringis menurun - Identifikasi factor yang
3. Kesulitan tidur memperberat dan memperingan
menurun nyeri
4. Pola napas - Identifikasi pengetahuan dan
membaik keyakinan tentang nyeri
5. Frekuensi nadi - Monitor efek samping
membaik penggunaan analgesic
b. Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
- Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgesic
secara tepat
33
- Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauam
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesic, jika
perlu

2. PEMBERIAN ANALGESIK (I.008243)


a. Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor efek analgesik
b. Terapeutik
- Diskusikan jenis analgesic yang
disukai untuk mencapai analgesic
yang optimal
- Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opiod untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
- Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien
- Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesic
c. Edukasi
Jelasakan efek terapi dan efek saming
obat
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis

34
analgesic, jika perlu
11 april Dx.2 L.05042 1. DUKUNGAN AMBULASI (I. 06171)
2020 Setelah dilakukan
a. Observasi
intervensi
keperawatan selama - Identifikasi adanya nyeri atau
3x1 hari selama 3
keluhan fisik lainnya
hari maka mobilitas
fisik meningkat - Identifikasi toleransi fiisk
dengan kriteria
melakukan ambulasi
hasil :
1. Pergerakan - Monitor frekuensi jantung dan
ekstremitas tekanan darah sebelum memulai
meningkat ambulasi
2. Kekuatan otot - Monior kondiis umum selama
meningkat melakukan ambulasi
3. ROM meningkat b. Terapeutik
4. Nyeri menurun - Fasilitasi aktivitas ambulasi
5. Keceasan dengan alat bantu
menurun - Fasilitasi melakukan mobilisasi
6. Kelemahan fisik fisik
menurun - Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi
dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan
2. DUKUNGAN MOBILISASI (I.01026)
a. Obervasi
- Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan
35
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
b. Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dnegan alat bantu
- Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mmobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
- Ajarkan mobilisasi sederhanaa
yang harus dilakukan
11 april Dx. 3 L.14125 1. EDUKASI KESEHATAN (I.12383)
20 Setelah dilakukan
a. Observasi
intervensi
keperawatan selama - Identifikasi kesiapan dan
1x1 hari maka
kemampuan menerima informasi
diharapkan perilaku
pasien sesuai dengan - Identifikasi faktor-faktor yang
pengertahuan,
dapat meningkatkan dan
dengan kriteria
hasil : menurunkan motivasi perilaku
1. Perilaku sesuai
hidup bersih dan sehat
anjuran
b. Terapeutik
meningkat
- Sediakan materi dan media
2. Pertanyaan
pendiidkan kesehatan
tentang masalah
- Jadwalkan pendidikan keseahatan
yang dihadapi
keseahatn sesuai kesepakatan
menurun
- Berikan kesempatan untuk
3. Persepsi yang
bertanya

36
keliru tentang c. Edukasi
masalah yang - Jelaskan faktor resiko yang dapat
dihadapi menurun mempengaruhi keseahatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
- Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meninkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

11 april Dx.4 L.14137 1. PENCEGAHAN INFEKSI (I. 14539)


2020 Setelah dilakukan
a. Observasi
intervensi
keperawatan selam Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
3x3 hari maka dan sistemik
tingkat infeksi b. Terapeutik
menurun, dengan
- Batasi jumlah pengunjung
kriteria hasil :
1. Kemampuan - Berikan perawatan kulit pada area
mengikuti edema
perintah - Cuci tangan sebelum dan sesudah
meningkat kontak dengan pasien dan
2. Gelisah menurun lingkungan
3. Pola tidur - Pertahankan teknik aseptic pada
membaik apsien beesiko tinggi
4. Interaksi sosial c. Edukasi
membaik - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Kontinensia fekal - Ajarkan cara mencuci tangan
membaik dengan benar
6. Kontinensia urine - Ajarkan etika batuk
membaik - Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
d. Kolaborasi

37
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu

V. IMPLEMENTASI (POST OPERASI)

Tgl No Implementasi & Respon Ttd


11 april Dx.1 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
2020 intensitas nyeri
Respon:
P = Pasca operasi apendiktomi
Q = Seperti diremas-remas
R = Perut kanan bawah
S=4
T = Terus-menerus
2. Mengidentifikasi skala nyeri
Respon : Klien mengatakan skala nyeri 4
3. Mengdentifikasi respon nyeri non verbal
Respon: klien tampak meringis
4. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (nafas
dalam dan distraksi)
Respon: klien mengatakan merasa lebih nyaman setelah latihan nafas
dalam dan nyeri sedikit berkurang
5. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Respon: Klien mengatakan nyaman jika tidak terlalu bising
6. Memfasilitasi istirahat dan tidur
Respon : klien mengatakan masih sulit tidur
7. Mengidentifikasi riwayat alergi obat
Respon: klien mengatakan tidak ada alergi obat
8. Memonitor tanda-tanda vital
Respon :
TD = 100/70 mmHg
N = 70x/mnt
RR = 20 x/mnt
Suhu = 36,5ºC
9. Berkolaborasi dalam pemberian analgesic
Respon: Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang setelah diberikan
obat Norages 100gr/8 jam
11 april Dx.2 1. Menjelaskan tujuan dan tindakan mobilisasi dini
2020 Respon : klien mengerti dengan penjelasan perawat
2. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Respon : Klien mengatakan nyeri di sekitar bekas operasi dan badan
terasa lemas
3. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Respon: klien mau mengikuti gerakan
4. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
Respon: TD sebelum melakukan mobilisasi = 100/70 mmHg
5. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi
Respon: Klien bisa miring kanan-kiri dengan berpegangan pagar

38
tempat tidur
6. Melibatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatkan
pergerakan
Respon :keluarga selalu membantu klien
11 april Dx.3 1. Menanyakan kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2020 Respon: klien mengatakan siap mendengarkan informasi
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menurunkan motivasi
perilaku hidup sehat
Respon: Klien mengatakan memang biasa jika ada luka tidak makan
ikan karena takut lukanya susah sembuh
3. Memotivasi perilaku hidup sehat
Respon: Klien mengerti dengan penjeasalan perawat bahwa ikan itu
mengandung protein dan baik untuk penyembuhan luka
4. Memberikan kesempatan untuk bertanya
Respon: klien mengerti dan tidak ada yang ditanyakan lagi

11 april Dx.4 1. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi


2020 Respon : klien mengerti penjelasan
2. Mengajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
Respon: klien mengerti penjelasan
3. Menganjutkan meningkatkan asupan nutria dan cairan
Respon: klien mengatakan akan menuruti
4. Batasi jumlah pengunjung
Respon: klien merasa nyaman

VI. EVALUASI

Tgl No dx Evaluasi ttd


11 april 2020 Dx.1 S= Klien mengtakan nyeri sudah sedikir
berkurang, tidak terus menerus lagi dirasakan
O= Klien tampak masih meringis
P : post op apendiktomi
Q : nyeri seperti diremas-remas
R : Bagian perut bawah
S:2
T : hilang timbul
A= Maslaah teratasi sebagian
P= Intervensi diteruskan
11 april 2020 Dx.2 S= klien mengatakan sudah bisa miring kanan-kiri
secara perlahan
O= klien tampak latihan miring kanan-kiri
A= masalah teratasi sebagain
P= intervensi diteruskan
11 april 2020 Dx.3 S= Klien mengatakan sudah memahami jika
makan ikan penting untuk penyembuhan luka
O= Lauk pauk yang diberikan RS pada klien
39
tampak habis
A= masalah teratasi
P= intervensi dihentikan
11 april 2020 Dx.4 S= klien mengatakan akan meningkatkan nutrisi,
cairan, dan merawat luka dnegan baik agar tidak
terjadi infeksi pada lukanya
O= klien tampak makan makan bergizi
A= masalah teratasi sebagian
P= intervensi diteruskan

BAB IV
PENUTUP

Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam
salah satu organ sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada
sekum yang berfungsi sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada
apendiks yang disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau benda
asing di dalam tubuh, namun ulserasi mukosa oleh parasit E. 

Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat
menyebabkan terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan
rendah serat dapat menyebabkan konstipasi yang akan menyebabkan meningkatnya
tekanan intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
40
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis. 

Dalam menangani usus buntu sebaiknya jangan terlalu banyak makan zat non
hidrohenik, seperti cabai-cabaian. Bila sering makan satu cabai, maka zat ini akan
awet dalam tubuh sampai meninggal dunia, tidak keluar; kenyang terus; sehingga
tidak ada gantian zat. Tetapi bila cabai dibuat sambal dengan seluruh jenis cabai
merah, cabai hijau, cabai kuning; cabai hitam dan lain-lain, maka tidak berpengaruh
terhadap kesehatan tubuh. Pasca operasi hindari makan makanan yang dapat
menyebabkan alergi, konsumsi makanan anti-oksidan (tomat, dll.) Hindari konsumsi
makanan yang menstimulasi (kopi, alkohol, rokok), dan minum air 6-8 gelas/hari.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/328936413/Konsep-Dasar-Apendiksitis. Diakses
Tanggal 14 April 2020 pukul 17.00 wib.

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses


http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan
Askep%20Apendisitis.html tanggal 11 april 2020.

41
42

Anda mungkin juga menyukai