Anda di halaman 1dari 29

BAB II TINJAUAN

TEORITIS

2.1. Stres Kerja

2.1.1. Pengertian Stres Kerja

Stres adalah suatu respon adaptif, melalui karakteristik individu dan atau

proses fisikologis secara langsung terhadap tindakan, situasi dan kejadian

eksternal yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis

individu yang bersangkutan. Pendapat lain mengatakan bahwa stres adalah

tanggapan yang menyeluruh dari tubuh terhadap tuntutan yang datang

kepadanya (Lilis, 2007).

Seperti yang dikemukan oleh Handoko (2008) stres adalah suatu kondisi

ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi

seseorang.Hasilnya, stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan

seseorang untuk menghadpi lingkungan, yang akhirnya mengganggu

pelaksanaan tugas-tugasnya berarti mengganggu prestasi kerjanya (Peni, 2011).

Noviansyah dan Zunaidah, (2011), mendefenisikan stres adalah interaksi

individu dengan lingkungan, tetapi kemudian mereka memperinci defenisi

sebagai berikut respon adaptif yag dihubungkan oleh perbedaan individu dan

atau proses psikologis yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau

kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan yang

berlebihan pada seseorang.

Definisi stres dari stimulus terfokus pada keajadian dilingkungan, seperti

bencana alam, kondisi berbahaya, penyakit, atau datang dari pekerjaanya.

Definisi ini menyangkut asumsi bahwa situasi demikian memang sangat


menekan, tetapi tidak memperhatikan perbedaan individual dan mengevaluasi

kejadian. Sedangkan, definisi stres dari respon mengacu pada keadaan stres,

reaksi seseorang terhadap stres, atau berada dalam keadaan dibawah stres

(Lazarus dan Folkman,1984).

Definisi stres dengan hanya melihat dari stimulus yang dialami

seseorang, memiliki keterbatasan karena tidak memperhatikan andanya

perbedaan individual yang mempengaruhi asumsi mengenai stressor (penyebab

stress). Sedangkan, jika stres didefenisikan dari respons, maka tidak ada cara

yang sistematis untuk mengenali mana saja yang akan menjadi stressor dan

mana yang tidak. Untuk mengenali stressor, perlu dilihat terlebih dahulu reaksi

yang terjadi.Selain itu, banyak respons dapat mengindikasikan stres psikologis

yang padahal sebenarnya bukan merupakan stres fsikologis.Dari penjelasan

tersebut, terlihat bahwa respons tidak dapat secara reliable dinilai sebagai reaksi

stres psikologis tanpa adanya referensi dari stimulus (Lazarus dan Folkman,

1984).

Dalimunthe (2016) secara umum, ada beberapa hal yang menjadi pemicu

timbulnya stres pada manusia. Berikut adalah beberapa hal penyebab stres.

a. Terlalu banyak kerja tanpa keseimbangan

Tidak ada masalah jika workaholic itu berjalan seimbang dengan kehidupan

kita yang lain, seperti melakukan olah raga, hobi, atau hal-hal diluar

pekerjaan. Bekerja giat tanpa jeda juga sangat memungkinkan untuk

membuat kita stres.

b. Tidak percaya terhadap rekan

Menumpuk tanggung jawab besar sangat mungkin membuat kita terbebani.

Pemikiran seperti, jika anda cuti sehari maka semua pekerjaan berantakan

sehingga justru membuat anda stres dan depresi. Pemikiran ini akan terus
membebani kita ketika kita tidak berada di temapat kerja. Idealnya,

percayalah kepada rekan-rekan kerja kita.

c. Kurang dukungan sosial

Sama halnya rekan kerja yang bias meringankan beban tanggung jawab,

anda juga membutuhkan seseorang untuk mencurahkan beban emosional.

Hal ini akan menambah dukungan bagi kita ketika berada dalam masalah

yang cukup pelik. Keterasingan tanpa memiliki seseorang sebagai tempat

untuk bercerita ketika kita mengalami masalah juga bias menjadi faktor

pendorong stres.

Macam-macam Stres menurut Psikologis Manusia

Menurut Dalimunthe (2016), ada beberapa macam penyebab stres, mulai

dari masalah ekonomi,cinta, keluarga, pekerjaan, tetangga, selebriti, dan lain

sebagainya. Orang stres biasanya mudah tersinggung, sensitif, gugup, agresif,

emosi labil, sedih, dan emosional. Berikut adalah kategori pemicu stres yang

umum terjadi:

1. Stress Kepribadian (Personality Stress)

Stress kepribadian adalah stress yang dipicu oleh masalah dari dalam diri

seseorang yang berhubungan dengan cara pandang terhadap masalah dan

kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu menyikapi positif segala tekanan

hidup maka risiko kemungkinan ia terkena stress kecil. Stress juga bisa terkait

dengan masalah bentuk tubuh, kecantikan, kekayaan, ataupun tingkat pekerjaan.

Dalam hal ini, semakin sering seseorang merasa pesimis, maka stres akan

dengan mudah menyerang.

2. Stress Psikososial (Psychosocial Stress)

Stress Psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan relasi dengan

orang lain di sekitarnya atau akibatsituasi social lainnya, seperti stres adaptasi
dengan lingkungan baru, dan masalah cinta, keluarga, serta stres macet di jalan

raya, ataupun diejek orang lain, dan lain sebagainya.

3. Stress Bioekologi (Bioecological Stress)

Stress bioekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal. Pertama, yaitu

ekologi/lingkungan, seperti polusi dan cuaca, sedangkan kedua adalah akibat

kondisi biologis, misalnya akibat dating bulan, demam, asma, jerawatan,

penuaan, dan lain sebagainya.

4. Stres Pekerjaan (Job Stress)

Menurut Dalimunthe (2016) Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh

pekerjaan seseorang. Persaingan jabatan, tekanan pekerjaan, deadline, terlalu

banyak pekerjaan, ancaman pemecatan, target tinggi, usaha gagal, dan

persaingan bisnis merupakan beberapa hal umum yang dapat memicu

munculnya stres akibat karier pekerjaan.

2.1.3.Gejala-Gejala Stress

Dalimunthe (2016), gejala stres juga bias dikenali. Adapun 23 gejala stres

yang wajib kita ketahui antara lain:

1) Merasa berkeringat atau sering menggigil

2) Jantung berdebar

3) Pergi ketoilet lebih sering dari biasanya

4) Mulut kering

5) Sakit perut (seperti sakit Maag)

6) Mudah lelahmengalami sakit yang tidak biasa

7) Lebih banyak merokok dan minum

8) Gampang lelah dalam kerja

9) Sakit kepala tanpa sebab

10) Takpunya waktu menjalankan hobi apapun


11) Tak punya waktu menjalankan hobi apapun

12) Mudah tersinggung

13) Selalu berfikir tidak biasa mengatasi apapun

14) Kehilangan selera terhadapmakanan, kesenangan,ataupun seks

15) Makan terlalu banyak atau sedikit

16) Kehilangan rasa humor

17) Tidak tertarik kepada orang lain

18) Tidak tertarik terhadap penampilan diri

19) Merasa segala sesuatu tidak berguana

20) Selalu dirundung kesedihan

21) Sering lupa

22) Tidak bergairah

23) Sulit tidur, tidur tidak tenang dan mudah terganggu di pagi buta sehingga

bangun tidak fresh(segar).

Apabila kita mengalami lima (5) gejala diatas, sebaiknya kita cepat

temukan sumber stres dan cari solusinya. Teori Terry Beehr dan Newman, 1978

(dalam Lisis, 2007) membagi gejala stres menjadi 3 aspek yaitu gejala

Fsikologis, gejala fisik dan perilaku. Gejala Fsikologis terdiri dari :

a. Kecemasan, ketegangan

b. Bingung, marah, sensitif.

c. Memendam perasan.

d. Komunikasi tidak efektif, menurunya fungsi intelektual.

e. Mengurung diri, ketidakpuasan bekerja.

f. Depresi, kebosanan, lelah mental.

g. Merasa terasing dan mengasingkan diri, daya konsentrasai.


h. Kehilangan spontanitas dan kreativitas.

i. Kehilangan semat hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri

Gejala Fisik :

a. Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah.

b. Meningkatnya sekresi adrenalin dan non Adrenalin.

c. Gangguan Gastroentritis, misalnya gangguan lambung.

d. Mudah terluka, kmatian, gangguan kardiovaskuler.

e. Mudah lelah secara fisik, gangguan pernafasan.

f. Lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit.

g. Kepala pusing, migraine, kanker.

h. Ketegangan otot, problem tidur.

Gejala Perilaku :

a. Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas.

b. Penurunan prestasi dan produktivitas.

c. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk

d. Perilaku sabotase

e. Meningkatnya frekuensi absensi

f. Perilaku makan yang tidak normal

g. Kehilangan napsu makan dan penurunan drastis berat badan

h. Kecenderungan prilaku yang beresiko tinggi seperti ngebut, berjudi

i. Meningkatnya agresitivitas dan kriminalitas

j. Penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman k.

Kecenderungan bunuh diri. 2.1.4. Elemen Stres Kerja

Menurut Williams Stephen dan Cooper Cary L (1998), bahwa indikator

tekanan manajemen (PMI) menyediakan ukuran yang terintegrasi dari dimensi

utama stres kerja. Hasil skala mengukur kepuasan kerja, kepuasan organisasi,
keamanan organisasi, komitmen organisasi, kecemasan depresi, ketahanan,

khawatir, gejala fisik, dan kelelahan.Model transaksional stres di mana kuesioner

PMI dan indikator Stres Kerja (OSI) didasarkan pada identifikasi tiga elemen

kunci dari pengaruh proses stres, sumber, dan perbedaan individu dan tempat-

tempat penilaian di tengah proses.

Williams dan Cooper (1998) mengidentifikasi 3 elemen dari proses stres

kerja, yaitu:

1.1.4.1. Sumber tekanan;

yaitu beban kerja, hubungan, pengakuan/penghargaan, Lingkungan kerja,

tanggung jawab individu, peran manajer, keseimbangan pekerjaan, gangguan

sehari-hari.

1) Beban Kerja (Workload)

Menurut Dalimunthe (2016), para perawat umumnya akan merasa

stres jika beban pekerjaan mereka terlalu sedikit atau terlalu berat.

Disinilah manager harus bisa membagi-bagi pekerjaan dan tanggung

jawab, serta memberikan prioritas, pekerjaan mana saja yang harus

diselesaikan terlebih dahulu.Jika ingin menyerahkan atau mengalihkan

pekerjaan, pastikan terlebih dahulu bahwa mereka tidak memilki banyak

pekerjaan.Gaoron (2000) mengatakan beban kerja ini berkaitan dengan

fungsi kognitif, "seperti persepsi, monitoring, evaluasi, komunikasi, dan

pemecahan masalah.

2) Hubungan (Relationship)

Cooper (1973), hubungan yang baik antar anggota dari satu

kelompok kerja diangap sebagai faktor utama dalam kesehatan perawat

dan rumah sakit itu sendiri. Hubungan kerja yang tidak baik, percaya diri
perawat akan terlihat diluar atau dipermukan. Taraf support yang rendah

dan minat yang rendah dan pemecahan masalah dalam organisasi.

3) Pengakuan/Penghargaan (Recognition)

Cooper dkk, (2003), penghargaanyaitu faktor yang berhubungan dengan

kemajuanpekerjaan individu, misalnya kurangnya promosi, kemampuan tidak

dihargai/dikembangkan, kehilangan kesempatan, kurang dukungan sosial,

kekhawatiran penurunan pendapatan, dan tingkat pembayaran.

Menurut Dalimunthe (2016), penghargan terhadap perawat bisa

menurunkan produktifitas kerja perawat. sebenarnya, banyak cara yang bisa

ditempuh untuk menunjukkan penghargaan tersebut. Yang paling efektif ialah

mengatakan dengan tulus bahwa mereka sangat berarti bagi anda dan

perusahaan.

4) Lingkungan Kerja (Organizational Climate)

Cooper dkk, (2003), kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi

penyebab perawat mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan

menurunnya produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan kerja tidak

nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat,

lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada

kenyamanan kerja perawat.

5) Tanggungjawab Perawat ( Personal Responsibility)

Ivancelich et.al (2007) menyangkut kepribadian, kepemimpinan,

keramahtamahan dan integritas pribadi.

6) Peran Manaj er (Managerial Role)

Menurut Cooper dkk (2003) yaitu faktor yang berhubungan

dengan kebijakan manajemen, misalnya dipromosikan terlalu tinggi, iklim


dan semangat organisasi, dan keharusan mengerjakan atau mengawasi

pekerjaan lain.

7) Keseimbangan pekerjaan (work Balance)

Menurut Cooper dkk (2003), keseimbangan yaitu faktor yang berhubungan

dengan struktur dari organisasi tempat pekerja berada, misalnya pembagian

waktu kerja, waktu libur, dan kurangnya kebebasan. 1.1.4.2. Perbedaan

individual

Topik tentang perbedaan individu ini mengkaji mengenai karakteristik

manusia sebagai individu yang utuh tidak dapat dibagi (undivided), tidak dapat

dipisahkan dan memiliki ciri-ciri yang khas. Karena adanya ciri-ciri yang khas ini

yang menyebabkan manusia satu dengan yang lainya dikatakan individu yang

berbeda.Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (her

edity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik

bawaan merupakan karakter keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang

menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Karakteristik yang

berkaitan dengan perkembangan biologis cenderung lebih bersifat tetap

sedangkan karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis lebih banyak

dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu tipe kepribadian, sabar/tidak sabar,

kontrol, pengaruh pribadi, fokus masalah, keseimbangan kehidupan pekerjaan,

dukungan sosial.

Sedangkan menurut Garry mengkategorikan perbedaan individual ke

dalam bidang-bidang berikut :

a. Perbedaan fisik : Usia, tinggi dan berat badan, jenis kelamin,

pendengaran, penglihatan dan tingkah laku.

b. Perbedaan sosial : Status ekonomi, agama, hubungan keluarga dan

suku.
c. Perbedaan kepribadian : Watak, motif, minat, dan sikap.

d. Perbedaan inteligensi dan kemampuan dasar.

e. Perbedaan kecakapan atau kepandaian di lingkungan kerja.

Makna "perbedaan" dan "perbedaan individual" menurut Lindgren (1980)

menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis.

Adapun bidang-bidang dari perbedaannya yakni: a. Perbedaan kognitif

Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan

dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Setiap orang

memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu

obyek. Berarti ia menguasai segala sesuatu yang diketahui, dalam arti

pada dirinya terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu

diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya.

b. Perbedaan kecakapan bahasa

Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat

penting dalam kehidupan. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa

berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang

untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat

yang penuh makna, logis dan sistematis. Kemampuan berbaha sangat

dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik

(organ bicara).

c. Perbedaan kecakapan motorik

Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan

kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syarat motorik yang

dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan kegiatan.

d. Perbedaan Latar Belakang


Perbedaaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing

dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi

individu untukmenguasai bahan.

e. Perbedaan bakat

Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir.

Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan

rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak

berkembang sama, manakala lingkungan tidak memberi kesempatan untuk

berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan pemupukan yang

menyentuhnya.

f. Perbedaan kesiapan belajar

Perbedaan latar belakang, yang meliputi perbedaan sosiol

ekonomi,sosiolkultural, amat penting. Akibatnya perawat pada umur yang

sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama dalam

menerima pengaruh dari luar yang lebih luas.

1.1.4.3. Akibat (Efek)

Akibat (efek) yaitu kepuasan kerja, kepuasan organisasi, stabilitas

organisasi, keadaan pikiran, resiliensi, tingkat kepercayaan, simptom-simptom

fisik, dan tingkat energi.

a. Kepuasan kerja.

Menurut Stephen Robbins (2003) istilah kepuasan kerja merujuk

kepada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaan yang

dilakukannya.Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi

menunjukan sikap yang positif terhadap kerja itu; seseorang yang tidak

puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatif terhadap


pekerjaan itu. Karena pada umumnya apabila orang berbicara

mengenai sikap perawat, lebih sering mereka memaksudkan kepuasan

kerja.

b. Kepuasan organisasi

Menurut Greenberg dan Baron dalam makalah Sjusilo.H (2015)

mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikappositif atau negative

yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka.Selain itu,Gibson

(2000) menyatakan kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki para

pekerja tentang pekerjaan mereka. Hal itu merupakan hasil dari

persepsi mereka tentang pekerjaan.

c. Stabilitas organisasi

Menurut Cable & Judge, 1994; Turban & Keon (dalam jurnal Astuti

D.S,2010) tingkat kesesuaian individu dengan organisasi sangat

bergantung pada bagaimana organisasi mampu memenuhi kebutuhan

perawat. Lebih lanjut Kristof dalam jurnal yang sama mengatakan

bahwa pemenuhan kebutuhan perawat oleh organisasi, seperti

kompensasi, lingkungan fisik kerja dan kesempatan untukmaju sangat

diperlukan oleh perawat. Di lain pihak, organisasi membutuhkan

kontribusi perawat dalam bentuk komitmen, keahlian dan kemampuan

mereka.

d. Resiliensi

Menurut Jackson (2002) resiliensi adalah kemampuan individu

untuk dapat beradaptasi dengan baik meskipun dihadapkan dengan

keadaan yang sulit. Dalam ilmu perkembangan manusia, resiliensi

memilki makna yang luas dan beragam, mencakup kepulihan dari masa

traumatis, mengatasi kegagalan dalam hidup, dan menahan stres agar


dapat berfungsi dengan baik dalam mengerjakan tugas sehari-hari.

Resiliensi itu berarti pola adaptasi yang positif atau menunjukkan

perkembangan dalam situasi sulit (Masten & Gewirtz, 2006).

2.1.5. Penyebab Stress di Lingkungan Kerja

Menurut Hardjana (1994), lingkungan kerja menjadi sumber stres karena

beberapa alasan, antara lain:

1. Tuntutan kerja

Tuntutan kerja dapat menjadi sumber stres dengan dua cara. Cara pertama,

beban kerja terlalu besar dan berat. Hal ini karena jumlahnya. Cara kedua,

ada jenis pekerjaan yang pada dirinya lebih dapat mendatangkan stres

dibandingkan pekerjaan lain.

2. Kerja yang penuh tanggung jawab

Kerja yang penuh tanggung jawab atas keselamatan orang atau berkaitan

dengan orang, sangat cenderung mengakibatkan stres.kerja semacam ini

dialami oleh para petugas medis dan para medis termasuk didalamnya

perawat.

3. Lingkungan fisik kerja

Lingkungan fisik kerja dapat menjadi sumber stres karena terlalu kotor dan

berdebu, suara bising yang keterlaluan, udara panas dan pengap melebihi

kenormalan, atau sebaliknya terlalu dingin dan lembab, dan system

penyinaran yang jelek.

4. Rasa kurang memiliki pengendalian (insufficient control)

Rasa kurang memiliki pengendalian kerja bila perawat merasa kurang

memiliki control atas langkah, urutan, irama dan hasil kerja.

5. Hubungan antar manusia


Hubungan di tempat kerja antara atasan dan bawahan merupakan sumber

stres karena tidak selalu baik dan serasi. Hal ini dapat terjadi karena unsur

persaingan atau tindakan yang sengaja mau menjatuhkan juga dapat karena

kelemahan manusiawi para pelakunya, seperti kurang kepekaan perilaku

yang mengganggu, dan cita rasa yang berbeda yang bersumber pada

kepribadian masing-masing.

Menurut Wijayanto (2007), stres dalam pekerjan dipengaruhin

oleh beberapa faktor penyebab stres antara lain adalah;

6. Tipe pekerjaan tidak sesuai dengan harapan

7. Pekerjaan yang membosankan, tidak variatif

8. Pekerj aan terlalu memberatkan

9. Kolega atau rekan kerja

10. Pimpinan yang sulit.

Sedangkan menurut Dalimunthe (2016), ada cara mengatasi berbagai

macam stres, sebagaimana yang diutarakan oleh Dale Collie, pembicara

professional dan penulis buku Winning Under Fire, seperti dikutip dari Ezine

Articles. Menurutnya, ada beberapa penyebab terjadinya stres di tempat kerja.

Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Beban Kerj a Terlalu Berat

Para perawat umumnya akan merasa stres jika beban pekerjaan

mereka terlalu sedikit atau terlalu berat. Disinilah menejer harus bisa

membagi-bagi pekerjaan dan tanggung jawab, serta bemberikan prioritas,

pekerjaan mana saja yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Jika ingin

menyerahkan atau mengalihkan pekerjaan, pastikan terlebih dahulu

bahwa mereka tidak memilki banyak pekerjaan.

2. Interupsi Berkali-kali
Supervisor (Perawat) yang selalu menelephon dan mengunjungi meja

para perawatnya. Saat mereka bekerja, sebenarnya juga berkontribusi

menimbulkan stres pada diri mereka untuk mengatasinya, lakukan

managemen waktu yang baik, pendelegasian tugas yang benar, dan perintah

yang jelas kepada mereka.

3. Megatasi Masalah dengan Masalah

Tingkat stres juga bisa meningkat jika masalah yang dihadapi perawat

ditanggapi dengan peraturan baru yang kontraproduktif. Untuk mengatasinya,

berikan penjelasan yang detail soal peraturan tersebut agar mereka bisa

memahaminya.

4. Ketikpercayaan dan Ketidakadilan

Adanya ketidakpercayaan dan ketidakadilan bisa menurunkan

produktivitas para perawat dan membuat mereka berperilaku buruk. Jika hal

ini terjadi, bukalah komunikasi yang baik dengan mereka dan jelaskan alasan

keputusan tersebut diambil. Setelah itu, bangun lagi kepercayaan mereka

dengan selalu bertindak adil kepada mereka.

5. Peraturan dan Perintah yang Tidak Jelas

Peraturan dan perintah yang tidak jelas juga bisa menurunkan

kredibilitas manajemen dimata perawat. Pihak manajemen tak cukup hanya

mengeluarkan peraturan dan perintah diatas kertas. Akan tetapi, dibutuhkan

juga komunikasi yang jelas dan berkesinambungan. Untuk memastikan

bahwa mereka mengerti maksud dari pesan yang disampaikan, sebaiknya

gunakan berbagai cara yang berbeda dalam menyampaikannya, misalnya

lewat memo, bulletin board atau diskusi kecil. Respon positif dari mereka

sangat penting untuk memastikan bahwa peraturan yang telah dirancang

berjalan dengan lancar.

6. Karier yang Ambigu


Jika perawat tidak bisa mendapatkan kepastian tentang pekerjaan

atau karier di tempat mereka bekerja, maka mereka pasti akan merasa

kecewa dan tidak berdaya.

7. Tidak Ada Tanggapan

perawat tentunya ingin mengetahui bagaimana hasil kerja mereka,

apakah baik atau buruk. Jika atasan tidak pernah memberikan umpan balik

atau respons, baik tertulis maupun verbal, tuntu akan menjadi tanda tanya

bagi mereka. Padahal, dengan memberi respons, perawat bias memperbaiki

dan meningkatkan kinerja mereka.

8. Tidak Ada Penghargaan

Tidak ada penghargan terhadap perawat bisa menurunkan

produktifitas kerja perawat sebenarnya, banyak cara yang bisa ditempuh

untuk menunjukkan penghargaan tersebut. Paling efektif ialah mengatakan

dengan tulus bahwa mereka sangat berarti bagi anda dan perusahaan.

9. Komunikasi yang Buntu

Komunikasi yang minim bisa meningkatkan stres dan menurunkan

kinerja. Komunikasi yang dimaksud disini tentu saja adalah komunikasi dua

arah agar masing-masing bisa menyampaikan ide dan memberikan masukan

hingga mampu mengurangi keluhan dan mereduksi stres.

10. Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan adalah tingkat stres yang paling tinggi, yaitu saat

perawat tidak mampu atau tidak bisa berkata apa-apa terhadap kebijakan

yang menimpa perawat. Seharusnya, perawat diberi kesempatan untuk

terlibat dalam hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Perawat juga

semestinya diberi kesempatan untuk memberi masukan sebelum ada putusan

yang diambil.
11. Tidak Ada Pengendalian Diri

Tidak ada pengendalian diri menyebabkan utama stres dalam

pekerjaan. Kebanyakan orang mengalami stres karena mereka tidak bisa

mengendalikan diri terkait dengan pekerjaan ataupun tugas-tuagas di kantor.

12. Kepuasan Atas Kinerja

Kalau kita puas dengan kinerja yang kita buat mungkin kita tidak akan

bisa cepat stres karena pekerjaan ini, namun jika kita tidak puas maka kita

akan stres. Karena kita akan khawatir dan gelisah apakah anda sudah

menyelesaikan pekerjaan dengan baik atau tidak.

13. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja yang tidak nyaman akan membuat seseorang

menjadi tidak nyaman, frustasi, dan akhirnya stres. Oleh karena itu,

sebaiknya ia memilih pekerjaan yang cocok bagi dirinya. Ataupun, apabila ia

tidak menemukan pekerjaan yang cocok baginya, maka ia sebisa mungkin

menciptakan suasana kerja yang dapat menyenangkan dirinya sendiri.

2.2. Kinerja Perawat

Pada dasarnya, penilaian kerja merupakan faktor kunci dalam

mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efesien karena adanya

kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada

dalam organisasi.Penilain kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika

pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut, kondisi

kinerja perawat dapat diketahui (Noviansyah dan Zunaidar, 2011).

Menurut Potter dan Perry (2005). Ada Standar Kinerja Profesional yaitu:

1. Perawat secara sistematis mengevaluasi kualitas dan keefektifan praktek

keperawatan.
2. Perawat mengevaluasi diri sendiri dalam praktek keperawatan yang

dilakukannya mengacu pada standar praktek profesionalan serta peraturan

dan regulasi yang berlaku.

3. Perawat memerlukan dan mempertahankan pengetahuan terkini dalam

praktek keperawatan.

4. Perawat berkontribusi pada pengembangan profesional dari rekan-rekan,

kolega dan orang lain.

5. Keputusan dan tindakan perawat dilakukan atas nama klien yang di tentukan

secara etis.

6. Perawat berkolaborasi dengan klien dengan orang terdekat serta pemberi

pelayanan kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada

klien.

7. Perawat menggunakan hasil penelitian di lahan praktek.

8. Perawt mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan keamanan,

keefektipan dan biaya dalam merencanakan dan memberikan perawatan

pada klien.

Menurut Prawirosentono (1999). Kinerja seorang pegawai akan baik, jika

pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya

imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Menurut

Gibson, 2000 (Syamsul & Anggraini, 2013), secara teoritis ada tiga kelompok

variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja perawat, yaitu:

1. Variabel Individu

Variabel faktor individu meliputi kemampuan, ketrampilan, latar belakang

dan demografis merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan

kinerja perawat.

2. Variabel Organisasi
Variabel faktor organisasi digolongkan dalam sub variabel sumber daya,

kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan serta sistem pengawasan

dan karir.

3. Variabel Psikologis.

Variabel faktor psikologi yang terdiri dari sub variabel persepsi, sikap,

kepribadian, belajar, motivasi dan kepuasan kerja.

Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Faktor yang

mempengaruhi tencapaian kinerja, yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor

motivasi (motivation).

Terdapat empat tolak ukur kinerja yaitu :

a. Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan dan kecermatan.

b. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan.

c. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu tingkat ketidak hadiran,

keterlambatan, dan waktu kerja efektif/jam kerja hilang.

d. Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja

Kinerja (employee performance) adalah tingkat dimana para perawat

mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan (Siti,2007). Kemudian Danuarta.A

(2014) juga menyatakan bahwa, faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja

adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

Sedangkan menurut Keith Davis dalam Anwar prabu Mangkunegara (2009)

dirumuskan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja adalah :

Human Performance = Ability + MotivationMotivation = Attitude + SituationAbility

= Knowledge + Skill. 1. Faktor Kemampuan


Secara psikologis, kemampuan (Ability) pegawai terdiri dari kemampuan

potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + Skill). Artinya, pegawai yang

memiliki IQ rata-rata (IQ 110 - 120) dengan pendidikan yang memadai untuk

jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia

akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena itu,

perawat perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya

( t h e right man on the right place, the right man on the right job).

2. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap seorang perawat dalam menghadapi situasi

kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah

untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

Kinerja sering sekali dikaitkan dengan motivasi (Motivation) dan

kemampuan (ability). Secara sederhana, kinerja = f (ability x motivation). Namun,

faktor kesempatan (opportunity) hendaknya tidak dilupakan. Oleh karena itu,

persamaaan kinerja menjadi sebagai berikut: kinerja = f (ability x motivation x

opportunity).

Gambar 2.1. Dimensi Kinerja.

1 ^ (^"Kemampuan""^) ^

____t

r Kinerja

-— J* - i
(^OtivasO 4 ^ (^PeluanT"^

Sumber: Stoner J.A, R.E. Freman dan D.R. Gilbert Jr (1995) dalam Wijayanto

(2012)

1. Motivasi
Dalam konteks pekerjaan, motivasi merupakan salah satu faktor penting

dalam mendorong seorang perawat untuk bekerja.Motivasi adalah kesediaan

individu untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi

(Stephen P. Robbins, 2001). Kemudian Yusuf.E.A (2008) mengatakan ada tiga

elemen kunci dalam motivasi yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan.

Upaya merupakan ukuran intensitas.

Bila seseorang termotivasi maka ia akan berupaya sekuat tenaga untuk

mencapai tujuan, namun belum tentu upaya yang tinggi akan menghasilkan

kinerja yang tinggi. Motivasi adalah sebagai kesiapan khusus seseorang untuk

melakukan atau melanjutkan serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk

mencapai beberapa sasaran yang telah ditetapkan. Motivasi kerja adalah

sesuatu hal yang berasal dari internal individu yang menimbulkan dorongan atau

semangat untuk bekerja keras (Ilyas, 2012).

Motivasi kerja adalah motif yang mendorong perawat untuk melakukan

pekerjaan sesuai tugas pokok dan fungsi jabatan yang di nilai atau diukur

berdasarkan dimensi motivator dan faktor hygiene , Herzberg (1966) dalam Teck

Hong dan Wahed (2011). Untuk mengukur motivasi kerja, terdiri dari 9 (sembilan)

indikator diantaranya:

1. Achievement (Prestasi kerja) adalah Keberhasilan seorang perawat

dalam menyelesaikan tugas.

4. Advancement (pengembangan diri) adalah suatu keinginanan

seseorang untuk mengembangkan karir dibidang keuangan.

5. Work it self (pekerjaan itu sendiri) adalah variasi pekerjaan dan kontrol

atas metode serta langkah-langkah kerja.


6. Recognition (pengakuan) artinya perawat memperoleh pengakuan dari

koperasi bahwa ia adalah orang, berprestasi baik diberi penghargaan,

dan pujian.

7. Company policy (kebijakan perusahaan) adalah aturan yang ditetapkan

oleh koperasi sebagai pegangan manajemen dalam melaksanakan

kegiatan.

8. Relationship with peers (hubungan dengan rekan kerja) adalah

komunikasi antar perawat dalam menyelesaikan tugas.

9. Work security (keamanan kerja) adalah persepsi individu perawat

terhadap perawat variabilitas nilai imbalan, mutasi wilayah, peluang

pemutusan hubungan.

10. Relationship with supervisor (Hubungan dengan atasan) merupakan

unsur utama dari kepuasan kerja perawat.

11. Gaji adalah imbalan finansial yang diterima oleh perawat meliputi upah,

premi bonus, dan tunjangan.

Motivasi terbentuk dari sikap (Attitude) seorang perawat dalam

menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri

perawat yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap

mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha

mencapai prestasi kerja secara maksimal. (Sikap mental yang siap secara

psikofik) artinya, seorang perawat harus siap mental, mampu secara fisik,

memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu

memanfaatkan dalam mencapai situasi kerja. 2. Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan

kemampuan realita, artinya perawat yang memiliki IQ yang rata-rata (IQ 110-120)

dengan memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan


pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang

diharapkan oleh karena itu perawat perlu ditempatkan pada pekerjaan yang

sesuai dengan keahliannya Gibson (2000).

Kemampuan berkaitan dengan karakter individu karena setiap individu

pasti memiliki kemampuan, hanya saja tingkat kemampuannya berbeda,

meliputi :pengetahuan, pengalaman, keterampilan, bakat, kepribadian dan

pendidikan. Oleh karena itu perlu penyesuaian antara kemampuan individu

dengan pekerjaan yang diberikan akan meningkatkan kinerja individu sumber

daya manusia organisasi public,Gibson (2000).

Kemampuan kerja adalah suatu kapasitas individu untukmengerjakan

berbagai tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins,1998). Salah satu faktor yang

sangat penting dan berpengaruhterhadap keberhasilan perawat di dalam

melaksanakan suatu pekerjaan adalah kemampuan kerja. Kemampuan

merupakanpotensi yang ada dalam diri seseorang untuk berbuat sehingga

memungkinkan seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan ataupun tidak

dapat melakukan pekerjaan tersebut.

Dalam fungsi operasional manajemen kemampuan kerja merupakan

fungsi pengembangan, karena dalam fungsi ini pengembangan kemampuan

kerja perawat sangat diperhatikan. Kemampuan kerja pada dasarnya sangat

berpengaruh terhadap mutu atau bobot hasil kerja yang dicapai oleh perawat.

Hal ini dapat dimengerti karena dalam kemampuan kerja terdapat berbagai

potensi kecakapan, keterampilan, serta potensi yang lainyang mendukung yang

tercermin dalam kondisi fisik dan psikis. Demikian konsep kemampuan kerja

mengandung pengertian kekuatan yang ada dalam diri seseorang untuk

melakukan pekerjaan.
Menurut Farlen.F (2011) untuk meningkatkan kemampuan kerja perawat ada

tiga komponen yang meliputi :

1. Upaya mengembangkan dan memelihara pertumbuhan rohani dan

jasmani serta usaha menjaga kesehatan. Jika seseorang memiliki

pertumbuhan fisik dan psikis yang kuat maka ia akan memiliki potensi dan

peluang yang besar untuk ditumbuhkan dan dikembangkan kemampuan

kerjanya.

2. Upaya bukan hanya terbatas pada kemampuan ratio dan fisik untuk

memecahkan masalah - masalah yang dihadapi dalam jangka pendek,

akan tetap mencakup ketahanan, keuletan fisik dan mental dalam

mengatasi berbagai kesulitan dan tekanan dalam pekerjaan sehingga

selesai dan mencapai hasil.

3. Upaya agar seseorang setelah memiliki kemampuan kerja adalah

mempekerjakannya untuk membuat agar setiap organisasi yang memiliki

kemampuan dimanfaatkan untuk memberikan kesejahteraan kepada

masyarakat.

Kemampuan kerja sangat menentukan kinerja perawat dalam sebuah

perusahaan atau rumah sakit tersebut. Keberhasilan dan kecakapan

pelaksanaan pekerjaan dalam suatu rumah sakit sangat bergantung pada kinerja

perawatnya. Sehingga kemampuan kerja merupakan hal penting bagi seorang

perawat untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik.


2.3. Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan merupakan suatu pendekatan untuk pemecahan

masalah yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan

keperawatan. Proses keperawatan mengandung elemen berpikir kritis yang

memungkinkan perawat membuat penilaian dan melakukan tindakan

berdasarkan nalar. Proses keperawatan mencakup lima tahap: pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Potter dan

Perry, 2005).

Diagnosa

Keperawata

Perencanaan

Gambar 2.2. Model proses keperawatan lima tahap.

Nursalam, (2008) standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan

deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk menilai pelayanan

keperawatan yang telah diberikan pada pasien. Tujuan standar keperawatan

adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan

keperawatan, dan melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas

dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik. Dalam menilai kualitas

pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan

yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan.
Standar praktek keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (Persatuan

Perawat Nasional Indonesi), (2000) yang mengacu dalam tahapan proses

keperawatan yang meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa keperawatan; (3)

Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi.

a. Standar Satu: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara

sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria

pengkajian keperawatan, meliputi:

1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,

pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.

2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim

kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

3) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

a) Status kesehatan klien masa lalu

b) Status kesehatan klien saat ini

c) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual

d) Respon terhadap terapi

e) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

f) Resiko-resiko tinggi masalah

b. Standar Dua: Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa

keperawatan. Adapun kriteria proses:

1) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identikasi masalah

klien, dan perumusan diagnose keperawatan.


2) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan tanda

atau gejala (S), atau terdiri dari masalah danpenyebab (PE).

3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk

memvalidasi diagnosa keperawatan.

4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data

terbaru.

c. Standar Tiga: Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya, meliputi:

1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan

rencana tindakan keperawatan.

2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan

keperawatan.

3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan

klien.

4) Mendokumentasi rencana keperawatan.

d. Standar Empat: Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam

rencana asuhan keperawatan. Kriteria p roses, meliputi:

1) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep

keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan

yang digunakan.
5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan

berdasarkan respon klien.

e. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan

dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun

kriteria prosesnya:

1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara

komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut

perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

3) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.

4) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan

keperawatan.

5) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

2.4. Hubungan Stress Kerja dan Kinerja Perawat dalam Memberikan

Asuhan Keperawatan

Higgins (Noviansyah&Zunaidar,2011) berpendapat bahwa terdapat

hubungan langsung antara stres kerja dan kinerja perawat, sejumlah penelitian

telah menyelidiki pengaruh stres kerja dengan kinerja disajikan dalam model

stres kerja yakni hokum Yerkes Podson, menunjukkan pengaruh tingkat stres

(rendah-tinggi) dan kinerja (rendah-tinggi). Bila tidak ada stres, tantangan kerja

juga tidak ada dan kinerja cenderung menurun. Rangsangan yang terlalu kecil,

tuntutan dan tantangan yang terlalu sedikit dapat menyebabkan kebosanan,

prustasi, dan perasaan bahwa kita tidak sedang menggunakan kemampuan-

kemampuan kita secara penuh (Looker,2005).


Sejalan dengan menigkatnya stres, kinerja cenderung baik, karena stres

membantu perawat untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi

kebutuhan kerja, adalah suatu rangsangan sehat yang mendorong para perawat

untuk menanggapi tantangan pekerjaan. Akhirnya stres mencapai titik stabil yang

kira-kira sesuatu dengan kemampuan prestasi perawat. Selanjutnya bila stres

menjadi terlalu besar, kinerja akan mulai menurun karena stres mulai

mengganggu pelaksanaan pekerjaan. perawat mulai kehilangan kemampuan

untuk mengendalikannya.Pemberian asuhan keperawatan, perawat juga dituntut

untuk memenuhi standar pelayanan yang sudah ditentukan dalam UU

Keperawatan tahun 2014 dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan

kinerja perawat itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai