Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Stres kerja adalah salah satu masalah yang serius di dunia dan

bahkan stres di tempat kerja bisa membebani perusahaan dengan biaya

yang mahal karena menurunnya produktivitas sebagai efek stres karyawan.

The Seventh Annual Labour Day Survey (2001) melaporkan bahwa 1 dari 5

orang penduduk Amerika mengalami stres kerja di sepanjang hidup mereka.

Survei ini juga dilakukan oleh Yale University and The Families Work

Institute yang mengatakan bahwa 40% pekerja di Amerika juga mengalami

stres berat berkaitan dengan pekerjaan mereka (Jumaini, 2012).

Selye (1950, dikutip dari Hidayat, 2007) menjelaskan bahwa stres

merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan

atau beban. Artinya bila seseorang yang mengalami beban atau tugas yang

berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu,

maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut,

yang menyebabkan orang tersebut dapat mengalami stres. Sebaliknya

apabila seseorang yang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu

mengatasi beban tersebut dengan tubuh berespon dengan baik, maka orang

itu tidak akan mengalami stres (Jumaini, 2012).

Stres dicetuskan oleh suatu perubahan yang disebut dengan stresor.

Bentuk stresor yang menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi bisa

saja didapat dari kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan,

perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural (Potter & Perry, 2005).

Beberapa studi menemukan bahwa stres berdampak pada peningkatan izin


kerja karena sakit, menurunnya imunitas tubuh, kurangnya kreativitas,

peningkatan jumlah kesalahan kerja, buruknya pengambilan keputusan,

ketidakloyalan karyawan, penurunan produktivitas, peningkatan perilaku

beresiko (seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol), ketidakhadiran,

hingga pengunduran diri ( Suciati dan Minarsih, 2015).

Stres kerja dapat terjadi di berbagai sektor pekerjaan. Salah satu

sektor pekerjaan yang berkembang pesat sekaligus berpotensi tinggi

terhadap isu stres kerja adalah sektor kesehatan. Rosiana (2008)

mengatakan bahwa saat ini para tenaga kesehatan rentan mengalami stres

kerja. Stres kerja tersebut disebabkan karena adanya tuntutan pekerjaannya

yang semakin kompleks. Pernyataan ini didukung juga oleh Robbins (1998,

dalam Rosiana, 2008) yang mengatakan bahwa tenaga kesehatan

cenderung mempunyai tingkat stres yang tinggi, karena tugas dan tanggung

jawab tenaga kesehatan bukanlah hal yang ringan untuk dipikul. Hal inilah

yang bisa menimbulkan stres kerja pada tenaga kesehatan (Mahestri, 2016).

Menurut Iqbal tahun 2013, petugas kesehatan adalah seseorang yang

bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada

individu, keluarga dan masyarakat. Petugas kesehatan berdasarkan

pekerjaannya adalah tenaga medis, dan tenaga paramedis seperti tenaga

keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga penunjang medis dan lain

sebagainya. Ranah pelayanan tenaga kesehatan secara umum ada dua,

yaitu rumah sakit dan puskesmas. Ada dua aspek mutu pelayanan

kesehatan yang perlu dilakukan di puskesmas yaitu quality of care dan

quality of service. Quality of care antara lain menyangkut keterampilan tehnis

petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat atau paramedis lain) dalam

menegakkan diagnosis dan memberikan perawatan kepada pasien.


Puskesmas merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang

menyediakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang memiliki peran

penting dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), khususnya subsistem

upaya kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75

Tahun 2014 tentang puskesmas, puskesmas adalah fasilitas pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya

kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat

yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Depkes.go.id)

Akreditasi puskesmas adalah suatu pengakuan terhadap hasil dari

proses penilaian eksternal, oleh Komisioner Akreditasi terhadap puskesmas,

apakah sesuai dengan standar akreditas yang ditetapkan.Tujuan dari

akreditasi puskesmas ini sendiri yaitu untuk meningkatkan mutu layanan

puskesmas. Dengan adanya pengakreditasian puskesmas ini diharapkan

akan mampu membuat masyarakat percaya akan jaminan mutu dari sebuah

fasilitas kesehatan yang dalam hal ini adalah puskesmas. Dalam

pelaksanaan akreditasi puskesmas terdapat beberapa kendala atau beban.

Beban tersebut adalah : keuangan dan anggaran, sulitnya mencari tokoh

kunci (ketua tim masing-masing Pokja), minimnya motivasi dan dukungan,

sikap staf yang apatis, staf yang tidak disiplin, dan staf yang malas membaca

(Wicaksono, 2016).

Hasil penelitian Pranandari tahun 2014 menunjukkan bahwa konflik

pekerjaan dengan keluarga yang dapat memicu stres pada saat adanya

akreditasi, dimana hal tersebut memicu terjadinya stres. Manajemen

organisasi sebaiknya melakukan perubahan ketika proses akreditasi

berlangsung, misalnya dengan mulai menyusun hal-hal yang pasti akan

diperlukan dalam akreditasi, walaupun proses akreditasi belum resmi


dilangsungkan, misalnya dengan menyusun dokumen-dokumen secara

sistematis. Hal tersebut dapat menghemat waktu dan tenaga karyawan

ketika melakukan proses akreditasi, sehingga akan dapat mengurangi

munculnya stres kerja pada karyawan ketika proses akreditasi berlangsung.

Pengakreditasian puskesmas di Indonesia sendiri dimulai sejak tahun

2015 dan diharapkan dapat selesai pada tahun 2019. Puskesmas yang tidak

terakreditasi pada tahun 2019 akan diberhentikan dari kerjasama dengan

BPJS sebagai sanksinya. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2009-

2014 jumlah puskesmas yang terdapat di Indonesia yaitu sebanyak 9.731

unit. Sebanyak 600 puskesmas telah mendaftar untuk dilakukannya

akreditasi, sementara hingga november 2015, baru sebanyak 10 puskesmas

saja yang telah terakreditasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

beban kerja tenaga kesehatan di Puskesmas, yaitu : tugas pokok tenaga

kesehatan itu sendiri, tugas-tugas tambahan (membuat laporan bulanan,

pertemuan, monitoring dan evaluasi, membimbing mahasiswa), waktu kerja,

dan jumlah kunjungan pasien (Wicaksono, 2016).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret

2017 terhadap beberapa petugas kesehatan yang terlibat dalam

pelaksanaan akreditasi di Puskesmas Mataraman Kab. Banjar, 8 dari 10

petugas mengatakan bahwa mereka merasa khawatir, cemas, gelisah,

merasa ketakutan, mudah marah dan merasa tidak mampu menghadapi

pelaksanaan akreditasi puskesmas alasannya antara lain karena usia,

kurang menguasai komputer, waktu istirahat yang berkurang karena

banyaknya laporan yang harus diselesaikan setiap bulan, dan banyaknya

elemen penilaian dalam instrumen akreditasi yang harus dipenuhi.

Berdasarkan uraian tersebut, maka calon peneliti merasa tertarik untuk


mengetahui “Hubungan Stres Kerja dengan Kinerja Pelaksanaan Akreditasi

di Puskesmas Mataraman Kabupaten Banjar Tahun 2017”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah diatas dapat disimpulkan rumusan masalah

sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara stres kerja dengan kinerja

pelaksanaan akreditasi di Puskesmas Mataraman?

3 Tujuan

a. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan stres

kerja dengan kinerja pelaksanaan akreditasi di Puskesmas Mataraman.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

1) Menilai stres kerja pada staf di Puskesmas Mataraman Kabupaten

Banjar.

2) Menilai kinerja pelaksanaan akreditasi Puskesmas Mataraman

Kabupaten Banjar.

4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian :

a. Bagi Pendidikan Keperawatan

Menambah wawasan dan memberikan informasi dalam bidang

manajemen keperawatan, khususnya tentang stres kerja yang dialami

staf puskesmas dan sebagai bahan masukan untuk institusi pendidikan


dalam hal pengembangan ilmu tentang manajemen pelayanan

kesehatan.

b. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui hubungan

stres kerja staf Puskesmas terhadap implementasi akreditasi

Puskesmas dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada pihak

puskesmas agar memperhatikan stres pada stafnya sehingga dapat

memberikan kinerja yang optimal.

c. Bagi penelitian selanjutnya

Merupakan bahan informasi dan perbandingan untuk penelitian

yang terkait di masa yang akan datang

Anda mungkin juga menyukai