Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN KESEHATAN DAN KEMISKINAN

Konsep Kesehatan

Kesehatan mempengaruhi tingkat fungsional seseorang, baik dari segi fisiologis, psikologis
dan dimensi sosiokultural. Bersama dengan pendidikan, kesehatan merupakan investasi
untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.

Setiap orang berhak atas kesehatan tanpa adanya perbedaan ras, paham politik, agama,
kondisi sosial maupun ekonomi. Negara bertanggung jawab atas kesehatan warga
negaranya, melalui kebijakan‐kebijakan yang dikeluarkan dan penyediaan fasilitas
kesehatan yang mendukung. Dalam Undang‐undang Dasar 1945 dan Undang‐undang No 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan dan negara bertanggung jawab menyediakan fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut.

Dalam Undang‐undang No 36 Tahun 2009, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sehat,


baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Konstitusi WHO (1946) juga
menyatakan hal yang tidak jauh berbeda, yaitu “Health is a state of complete physical,
mental and social well‐being and
not merelyeth absence of disease or infirmity (hal 1)”. Dari kedua pengertian tersebut, maka
kesehatan merupakan perpaduan antara kondisi fisik dan mental yang mampu
mendukung individu untuk beraktivitas secara optimal.

BiroAnalisaAnggarandanPelaksanaanAPBN–SETJENDPR‐RI | 1
Anggaran Kesehatan dalam APBN

Tabel 1. Anggaran Kesehatan dalam APBN, 2005‐2012

DPRR

SETJEN

APBN

PELAKSANAAN
DAN
Sumber: DJA kemenkeu

Dari tabel diatas tampak bahwa besarnya anggaran kesehatan terus mengalami
peningkatan, dari Rp12.746 miliar pada tahun 2005 meningkat hampir tiga kali lipat
menjadi Rp48.009,7 miliar pada tahun 2012. Namun proporsi anggaran kesehatan
tersebut hanya sekitar 3% terhadap total belanja negara, atau dengan kata lain belum
mencapai 5% sebagaimana diamanatkan oleh UU No.36 Tahun 2009.

Gambar 1 menunjukkan, proporsi belanja kesehatan terhadap GDP Indonesia merupakan


yang terendah diantara beberapa negara di asia dengan GDP yang tidak berbeda jauh
dengan Indonesia. Hal yang hampir sama juga terjadi pada besarnya belanja
kesehatan per kapita (gambar 2), dimana hanya India dan Bangladesh yang belanja
kesehatan per kapitanya tidak lebih besar dari Indonesia. Kondisi ini setidaknya dapat
dijadikan indikator bahwa kebijakan sosial di bidang kesehatan di Indonesia belum
sepenuhnya didukung komitmen pemerintah.
Padahal pembangunan bidang kesehatan juga merupakan salah satu pilar pengentasan
kemiskinan dan faktor penentu indeks pembangunan manusia (IPM).

Gambar 1. Total Belanja Kesehatan terhadap Tabel 2. Belanja Kesehatan per Kapita
GDP1
NEGARA 2008 2009 2010 2011

Indonesia 62 65 84 95

India 43 44 51 59

Bangladesh 19 22 25 27

Malaysia 306 317 368 346

Filipina 75 77 89 97

Vietnam 70 79 83 95

Sumber : http://data.worldbank.org/indicator/SH.XPD.PCAP
Sumber : http://data.worldbank.org/indicator/SH.XPD.TOTL.ZS, diolah

Konsep Kemiskinan

Kemiskinan adalah permasalahan multidimensi, sehingga tidak cukup hanya dipahami dari
dimensi ekonomi atau material yang mengartikan kemiskinan sebagai minimnya aset
yang dimiliki. Dari dimensi lain, kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan
untuk mengakses hak‐hak dasarnya seperti pendidikan, kesehatan dan hak menyampaikan
pendapat.

Mulyadi (2011) dan Mundiharno (2009) juga menekankan pengertian kemiskinan


sebagai ketidakmampuan mengakses berbagai sumberdaya dan peluang‐peluang yang
semestinya menjadi haknya. Diungkapkan Mulyadi (2011) bahwa kemiskinan adalah
“sebuah fenomena multidimensional dimana hidup miskin diartikan tidak hanya hidup
kekurangan dalam hal pangan, sandang dan papan tetapi juga berarti akses yang
rendah terhadap bermacam sumberdaya dan aset produktif yang dibutuhkan untuk
pemenuhan kebutuhan yang paling dasar tersebut (hal 11). Mundiharno (2009)
mengartikan kemiskinan sebagai “ketidakmampuan rumah tangga atau seseorang dalam
memenuhi secara cukup kebutuhan dasarnya. Kemiskinan merupakan suatu
ketidakcukupan (deprivation) akan aset‐aset penting

1
Total belanja kesehatan merupakan penjumlahan dari belanja kesehatan publik dan swasta. Total
belanja kesehatan meliputi pengadaan pelayanan kesehatan (preventive dan curative), program keluarga
berencana, dan bantuan darurat kesehatan namun tidak termasuk pengadaan air bersih dan
sanitasi.
dan peluang‐peluang dimana setiap manusia berhak memperoleh untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya.”

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan permasalahan yang


menyangkut berbagai bidang dan bersifat lintas sektoral. Dengan demikian, hal ini
berimplikasi bahwa tidak ada satupun cara atau kebijakan tunggal yang mampu
menanggulangi kemiskinan2.

Anggaran Kemiskinan dalam APBN

Gambar 2. Anggaran Kesehatan dan % Tabel 3. Anggaran Kesehatan dan %


Orang Miskin Orang Miskin
% %
tahun anggaran ormis tahun anggaran ormis

2000 18 19.1 2007 53.1 16.6

2001 25 18.4 2008 60.6 15.4

2002 21.5 18.2 2009 80.1 14.2

2003 24.5 17.4 2010 81.4 13.3

2004 28 16.7 2011 93.8 12.36

2005 23.4 16 2012 99.2 11.66

PEL 2006 46.6 17.8

DAN Sumber : DJA Kemenkeu dan BPS

Selama tahun 2000‐2012, anggaran kemiskinan terus mengalami peningkatan yang


diikuti dengan penurunan jumlah angka kemiskinan. Namun penurunan jumlah orang
miskin tersebut secara rata‐rata hanya mencapai 3,91% jauh dibawah peningkatan
anggaran kemiskinan yang secara rata‐rata mencapai 18,23%.

Hubungan Antara Kemiskinan dan Kesehatan

Dari sifatnya yang multidimensi, dimungkinkan akan terdapat permasalahan akses yang
rendah terhadap layanan kesehatan dalam kemiskinan. Korelasi antara kemiskinan dan
kesehatan

2
Masih banyak jenis atau terminologi lain mengenai kemiskinan. Untuk lebih jelasnya baca buku Analisis
Kemiskinan, Ketenagakerjaan Dan Distribusi Pendapatan, Badan Pusat Statisktik (BPS).
bukanlah suatu hubungan yang sederhana, dan merupakan suatu hubungan timbal balik
yang tidak dapat dipisahkan antara keduanya. Kesehatan yang buruk dapat
menyebabkan kemiskinan dan kemiskinan berpotensi besar membawa pada status
kesehatan yang rendah. Sebagaimana dinyatakan oleh World Bank (2002) bahwa
kemiskinan dan kesehatan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Kesehatan
yang buruk dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan menghabiskan tabungan
rumah tangga sehingga pada akhirnya akan menurunkan kualitas hidup dan
menciptakan kemiskinan. Sebaliknya, orang miskin pada gilirannya akan terkena risiko
pribadi dan lingkungan yang lebih besar, kekurangan gizi, dan kemampuan yang rendah
untuk mengakses fasilitas kesehatan.

Kemiskinan dapat menempatkan seseorang pada kondisi kesehatan yang tidak


menguntungkan. Beberapa alasan yang dapat menjadi penyebab terjadinya hal ini
adalah keterbatasan akses kelompok miskin terhadap perolehan informasi dan layanan
kesehatan yang memadai, rendahnya pengetahuan dan perilaku hidup yang tidak
mengindahkan kesehatan. Kelaparan yang menyertai kemiskinan menambah lemahnya
daya tahan tubuh si miskin
sehingga kelompok miskin semakin sulitrki eluar da status kesehatan yang rendah. Sebaliknya,
kesehatan juga memegang peranan besar dalam merubah status individual seseorang
menjadi miskin atau mengangkatnya dari kemiskinan. Kondisi kesehatan yang buruk
menyebabkan berkurangnya produktivitas. Produktivitas yang menurun mengakibatkan
semakin terbatasnya penghasilan yang diperoleh. Apabila kemudian yang dihadapi adalah
kasus katastropik3, maka dibutuhkan sumber pembiayaan yang lebih besar untuk menutup
ongkos pengobatan. Pada titik ini, buruknya kondisi kesehatan berakibat lebih berat bagi
kelompok miskin karena aset utama yang dimiliki kelompok miskin adalah tenaga untuk
bekerja. Kondisi ini cepat atau lambat mendorong yang bersangkutan dalam jebakan
lingkaran kemiskinan atau memperdalam status kemiskinannya.

Wagstaff (2002) mencontohkan dalam lingkup makro, kondisi kesehatan masyarakat di


negara‐ negara miskin pada umumnya tidak sebaik masyarakat di negara tidak miskin,
demikian pula dalam lingkup mikro, anak‐anak dari keluarga miskin akan memiliki tingkat
kesehatan yang tidak seberuntung teman‐temannya dari keluarga kaya ataupun teman‐
temannya yang tinggal
di nggara ya tidak miskin. Secara singkat, Wagstaff (2002) menggambarkan hubungan antara
kemiskinan dan kesehatan sebagai berikut :
3
Katastropik adalah suatu kasus yang terjadi bila perbandingan pengeluaran dari kantong sendiri (out‐of‐
pocket) untuk kesehatan dengan kapasitas membayar yang dimiliki rumah tangga lebih dari 40 persen
(Nadjib. 2009. 168).
Gambar 3. Hubungan Antara Kemiskinan dan Kesehatan

ompok miskin : Akibat dari tingkat kesehatanPenghasilan


yang rendahyang terbatas
anan/jasa yang tidak sama, lingkungan tidak sehat, kelaparan Sakit Kehilangan penghasilan
Kurang gizi Biaya perawatan kesehatan
Memiliki banyak anak Sangat rentan terhadap penyakit katastropik
ncaharian
m norma komunitas sosial, institusi dan infrastruktur yang lemah, lingkungan yang buruk;
ang lemah, tidak dapat mengakses, ketiadaan petunjuk pemakaian, pelayanan yang tidak relevan, kualitas yang rendah;
m pembiayaan kesehatan- asuransi yang terbatas.

SETJEN

APBN

Sumber : Buletin WHO, 2002

PELAKSANAAN
Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa kemiskinan dan kesehatan saling berhubungan erat.
Kemiskinan berdampak pada buruknya kondisi kesehatan kelompok miskin karena bagi
mereka kesehatan adalah suatu barang mewah dan kesehatan tidak jauh lebih penting
dibanding dengan bagaimana mencari uang dan menikmati sesuap nasi setiap harinya.
Sementara kondisi kesehatan yang buruk dan tidak tertangani dapat menjebak
sesorang pada lingkaran kemiskinan.

Jaminan Kesehatan Bagi Kelompok Miskin di Indonesia

Keberadaan jaminan kesehatan di Indonesia terus diupayakan untuk dapat mencakup


seluruh masyarakat. Semenjak tahun 1998, pemerintah Indonesia sudah memberikan
jaminan kesehatan bagi kelompok miskin, dan mulai tahun 2014 akan diberlakukan
jaminan kesehatan untuk seluruh penduduk Indonesia. Terkait dengan jaminan
kesehatan yang diberikan pemerintah untuk kelompok miskin, Mengikuti jejak
Kementerian Kesehatan sejak 2008, Pemerintah Daerah juga menyelenggarakan Program
Jamkesda bagi masyarakat miskin yang belum terlindungi oleh Jamkesmas. Selama tiga
tahun, semakin banyak Pemerintah Daerah
menyelenggarakan Jamkesda. Pada tahun 2010, Kementerian Kesehatan mencatat 33
propinsi dan 349 kabupaten/kota menyelenggarakan Jamkesda. Ada Pemda yang
menanggung seluruh biaya pelayanan kesehatan atau membayari premi Jamkesda. Ada
pula Pemda yang memungut premi dari masyarakat4 (“Jamsosindonesia”). Secara ringkas
jaminan pemeliharaan kesehatan bagi kelompok miskin yang diberikan pemerintah baik di
tingkat pusat maupun daerah dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin di Tingkat Pusat


dan Daerah
1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
JPS‐BK JPS‐BK JPS‐BK JPS‐BK
TingkatPusat PKPS‐BBM PKPS‐BBM PKPS‐BBM PKPS‐BBM PKPS‐BBM –
Askeskin Askeskin Askeskin Askeskin
BN
Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas
Tingkatdaerah
A Jamkesda Jamkesda Jamkesda Jamkesda Jamkesda
Sumber : SMERU (2010) dengan modifikasi oleh penulis

Skema Asuransi Kesehatan di Beberapa Negara

Pemerintah berbagai negara berupaya melayani kebutuhan kesehatan rakyatnya, terutama


yang termasuk dalam kelompok miskin. Bisa saja, pemerintah suatu negara
mereformasi skema pelayanan kesehatannya dan meningkatkan belanja negara di sektor
kesehatan dalam upaya mendekatkan akses layanan kesehatan dan peningkatan
kualitasnya. Bahkan ada juga negara yang memberikan jaminan kesehatan untuk
memastikan bahwa kelompok miskin dapat menjangkau perawatan di fasilitas
kesehatan.

Berikut pengalaman beberapa negara dalam mereformasi jaminan kesehatannya.

NEGARA NAMA ASURANSI KESEHATAN KETERANGAN

Kolombia (1) asuransi kesehatan wajib Pekerja formal anggota SHI mengiur sebesar 11
bagi pekerja formal yang % dari pendapatannya untuk program social
disebut social health insurance health insurance (SHI). Pembayaran sebesar 11
(SHI), dan % dari pendapatan ini ditanggung 1/3 oleh
(2) program jaminan kesehatan pekerja dan 2/3
bagi pekerja informal dan oleh pemberi kerja. Program jaminan kesehatan
4
Diambil dari jamsosindonesia, http://www.jamsosindonesia.com/. Diakses tanggal 1 Februari 2013.
masyarakat miskin. bagi pekerja informal dan masyarakat miskin
disubsidi oleh peserta pekerja formal dan
pemerintah.

Chili (1) ISAPRE, yaitu jaminan ISAPRE didanai dari iuran peserta, yang
kesehatan bagi peserta yang besarnya adalah 7 % dari pendapatan pekerja
mampu mengikuti program dan bagi yang menginginkan manfaat yang lebih
kesehatan. (2) FONASA, yaitu luas dapat membayar iuran tambahan.
jaminan kesehatan bagi yang Pemerintah menetapkan standar manfaat
tidak mampu. FONASA murni kesehatan yang harus dipenuhi oleh ISAPRE
dikelola oleh pemerintah. tetapi pemerintah tidak memberikan subsidi
kepada ISAPRE. FONASA murni dikelola oleh
pemerintah.
Thailand Universal Coverage Scheme Skema ini dibiayai sepenuhnya dari penerimaan
(UCS) pajak umum. Skema ini mencakup 74,6 persen
dari perkiraan populasi pada tahun 2007.
Sekitar 74% penduduk yang tidak tercakup baik
oleh Skema Tunjangan Medis untuk Pegawai
Negeri Sipil (CSMBS) atau Skema Jaminan Sosial
Wajib (SSS) telah terdaftar dalam Skema
Cakupan Universal.
Vietnam The Health Care for the Poor HCFP diselenggarakan untuk menyediakan fasilitas
(HCFP) pelayanan kesehatan bagi orang miskin, etnis
minoritas, dan kelompok yang tidak beruntung.
Pemerintah pusat bertanggung jawab atas
sebagian besar biaya, namun pemerintah
provinsi juga berkontribusi sebagian kecil biaya
program ini.
Brazil unified health system (SUS) Sumber pembiayaan utama program ini berasal
dari pemerintah yang dinamakan National Health
Fund (NHF). Tujuan utama SUS adalah untuk
mendesentralisasikan kebijakan kesehatan sampai
ke tingkat kota, dan kota bertanggung jawab
untuk mengelola dan menyediakan pelayanan
kesehatan primer.

Estonia Estonian Health Insurance Fund Perawatan kesehatan Estonia didanai melalui
(EHIF) asuransi kesehatan sosial dimana kontribusi
dibayarkan oleh pegawai bergaji dan
wiraswastawan. Kontribusi yang diberikan sebesar
13% dari upah mereka. tiga kategori utama
peserta :
(1) mereka yang memberikan kontribusi, yaitu
karyawan dan pekerja mandiri (sebanyak 51%
dari
total peserta), (2) Mereka yang kontribusinya
ditanggung oleh negara, yaitu para lansia,
pengangguran, penyandang cacat, personel
militer (sebanyak 2,5% dari total peserta), dan
(3) Mereka yang memenuhi syarat sebagai
peserta tanpa memberikan kontribusi, yaitu
anak‐anak sampai usia
19 tahun, pensiunan, orang‐orang cacat dengan
pensiunan khusus, pelajar, pasangan yang tidak
bekerja, dan wanita hamil yang tidak bekerja
(sebanyak 46,5% dari total peserta).
Ghana National Health Insurance NHIS dibiayai dari beberapa sumber yang berbeda.
Scheme (NHIS) Sekitar 70% total pendanaan berasal dari
retribusi asuransi kesehatan ditambah PPN, 23%
berasal dari kontribusi yang diberikan oleh
pekerja sektor formal, dan 5% berasal dari
pembayaran premi. Cakupan peserta bersifat
universal
Mexico Seguro Popular (SP) Program ini dibiayai oleh pemerintah federal,
pemerintah negara bagian, dan peserta. Sebagian
besar premi dibayarkan oleh pemerintah. Peserta
yang dicakup diprioritaskan kepada keluarga
miskin yang tinggal didaerah kumuh, kelompok‐
kelompok pedesaan dan masyarakat adat.

Sumber : Bappenas dan jointlearning

Daftar Pustaka

Constitution of the World Health Organization, 1946

Mulyadi, 2011, kemiskinan: identifikasi, Penyebab dan Strategi Penanggulangan Undang‐

undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Wagstaff, Adam, Poverty and health Sector Inequalities, 2002

World Bank, Dying for Change : Poor People’s Experience of health and Ill‐Health, 2002

Anda mungkin juga menyukai