DOSEN PEMBIMBING :
Novianti, SKM, M.Kes
DIBAWAKAN OLEH :
Novitasari (1902017)
Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunianya telah memungkinkan penyusun
menyelesaikan makalahnya sebagai salah satutugas etika keperawatan dan agar dapat
dimanfaatkan oleh para pembaca. Hanya dengan kekuatan dan kesabaran yang
dilimpahkannya makalah ini dapat diselesaikan dan mudah mudahan dengan adanya makalah
ini para pembaca dapat memahami mengenai konsep komunikasi dalam dunia keperawatan.
Akhir kata “Tiada Gading yang Tak Retak” demikian kata orang bijak,oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca senantiasa saya nantikan dalam perbaikan pembuatan makalah
saya
Penyusun
Novitasari
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
1.1................................................................................................................. Latar Belakang
.............................................................................................................................
1.2.............................................................................................................. Rumusan Masalah
.............................................................................................................................
1.3....................................................................................................................... Tujuan
.............................................................................................................................
1.4...................................................................................................................... Manfaat
.............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................
2.1............................................................................................................. Defenisi Euthanasia
.............................................................................................................................
2.2........................................................................................................... Jenis-Jenis Euthanasia
.............................................................................................................................
2.3.................................................................................................................... Dilema Etis
.............................................................................................................................
2.4........................................................................................ Peran Dan Kewajiban Perawat Terhadap Klien
.............................................................................................................................
2.5........................................................................................ Kewajiban Perawat Dalam Kasus Euthanasia:
.............................................................................................................................
2.6............................................................................... Beberapa Aspek Yang Mengatur Euthanasia Di Indo
.............................................................................................................................
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN.......................................................................
3.1........................................................................................................................ Kasus
3.2................................................................................................................... Pembahasan
.............................................................................................................................
BAB IV PENUTUP........................................................................................................
4.1..................................................................................................................... Simpulan
.............................................................................................................................
4.2.........................................................................................................................Saran
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Euthanasia merupakan upaya untuk mengakhiri hidup orang lain dengan tujuan
untuk menghentikan penderitaan yang dialaminya karena suatu penyakit atau keadaan
tertentu. Di jaman modern ini, tercatat telah banyak sekali kasus-kasus eutanasia, baik
yang ter-ekspose maupun yang tersembunyikan. Terdapat dua unsur utama yang
menjadikan eutanasia menjadi bahan perdebatan yang sengit di kalangan dokter dan
bahkan masyarakat umum. Yang pertama, eutanasia jelas-jelas suatu tindakan yang
dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, namun selain itu justru alasan
dilakukannya eutanasia adalah untuk menghindarkan pasien dari rasa sakit atau
penderitaan yang dianggap terlalu menyiksa.
Di beberapa Negara di dunia, eutanasia merupakan suatu tindakan yang dilegalkan,
sehingga seorang dokter memiliki kewenangan untuk menjalankan prosedur eutanasia,
namun tentu saja dengan seijin pihak keluarga dan melalui prosedur perijinan yang
sangat ketat. Sedangkan di beberapa Negara yang lain, pelaku eutanasia ditangkap
karena dianggap melakukan tindakan yang melanggar hukum. Saat ini terdapat banyak
Negara yang melarang penyelenggaraan eutanasia, namun masih banyak pula dokter-
dokter yang tetap melakukan eutanasia, baik yang diketahui maupun tidak, dengan
berbagai alasan. Kampanye anti eutanasiapun banyak kita lihat di situs-situs internet, hal
ini menunjukkan bahwa praktek eutanasia memang masih kerap terjadi.
Dalam makalah ini, akan dipaparkan lebih jauh tentang eutanasia, mengenai
pengertiannya, sejarahnya, pendapat-pendapat seputar eutanasia dan juga pandangan
beberapa Negara dan beberapa Agama tentang penerapan eutanasia serta hukum terkait
eutanasia.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Euthanasia dan aspek etika dan hukum dalam
kasus.
2. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dan tenaga kesehatan lainnya dalam
menghadapi masalah Euthanasia jika dikaitkan dengan etika dan hukum keperawatan.
3. Agar tenaga kesehatan mengetahui beberapa aspek yang mengatur tentang euthanasia
di Indonesia.
1.4. Manfaat
Mampu menerapkan dan melaksanakan peran sebagai perawat dan apa saja yang
seharusnya dilakukan oleh seorang perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
pengambilan keputusan mengenai masalah Euthanasia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi Euthanasia
Kata euthanasia terdiri dari dua kata berasal dari bahasa Yunani eu (baik)
dan thánatos (kematian). Jadi secara harafiah euthanasia berarti mati yang layak atau
mati yang baik (good death) atau kematian yang lembut. Beberapa kata lain yang
berdasar pada gabungan dua kata tersebut misalnya: Euthanatio: aku menjalani kematian
yang layak, atau euthanatos (kata sifat) yang berarti “mati dengan mudah“, “mati dengan
baik” atau “kematian yang baik”. (K. Bertens, 2001).
Euthanasia dalam Kamus Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai
“kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama pada kasus penyakit yang penuh
penderitaan dan tak tersembuhkan”. Sedangkan dalam Kamus Kedokteran Dorland
euthanasi mengandung dua pengertian, yaitu:Suatu kematian yang mudah dan tanpa rasa
sakit.
Pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang
menderita dan tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan, secara hati-hati dan
disengaja.
b. Euthanasia pasif
Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan
medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, misalnya menghentikan pemberian
infus, makanan lewat sonde, alat bantu nafas, atau menunda operasi.
c. Auto euthanasia
Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis
dan dia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.
Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan).
Auto euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.
b. Involuntary euthanasia
Keinginan yang diajukan pasien untuk mati tidak dapat dilakukan karena, misalnya
seseorang yang menderita sindroma Tay Sachs. Keputusan atau keinginan untuk
mati berada pada pihak orang tua atau yang bertanggung jawab.
c. Assisted suicide
Tindakan ini bersifat individual dalam keadaan dan alasan tertentu untuk
menghilangkan rasa putus asa dengan bunuh diri.
d. Tindakan langsung menginduksi kematian
Alasan tindakan ini adalah untuk meringankan penderitaan tanpa izin individu yang
bersangkutan dan pihak yang berhak mewakili. Hal ini sebenarnya pembunuhan, tapi
dalam pengertian agak berbeda karena dilakukan atas dasar belas kasihan. (Billy:
2008).
Sesuai dengan tinjauan teori di atas, bahwa banyak aspek yang menjadi
pertimbangan perawat dalam menyikapi eutanasia diantaranya adlah aspek hukum,
dalam hal ini kita tahu bahwa KUHP banyak membahas ketentuan tentang penghilangan
nyawa seseorang.
1. Dipandang dari segi hak azasi, tentunya pasien bagaimanapun kondisinya masih
mempunyai hak untuk hidup. Kematian yang disebabkan oleh eutanasia sudah tentu
melanggar hak azasi pasien untuk hidup.
2. Dari segi ilmu pengetahuan, kehidupan itu memang harus dipertahankan
bagaimanapun caranya. Karena pengetehaun medis dapat memperkirakan
kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan
ataupun pengurangan penderitaan pasien.
3. Sedangkan dari segi agama, kelahiran dan kematian adalah hak mutlak dari Tuhan,
sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk
memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri, karena sesungguhnya hanya
Tuhanlah yang berhak menentukan kelariran dan kematian seseorang. Sedangkan
menurut ahli agama, melarang tindakan eutanasia apapun alasannya. Tenaga
kesehatan termasuk peraweat yang melakukan perintah dokter melakukan dosa besar
dabn melawan kehendak Tuhan, yaitu memperpendek umur.
Jadi dari beberapa alasan diatas dapat dikatakan bahwa eutanasia tidak boleh begitu
saja dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya dengan alasan apapun, karena
hal itu melawan kodrat alam dan kodrat Tuhan yang telah ada.
Jadi, meskipun seseorang memiliki dirinya sendiri, tetapi tetap saja ia tidak boleh
membunuh dirinya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli agama secara tegas melarang
tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter dapat dikategorikan melakukan dosa
besar dan melawan kehendak Tuhan dengan memperpendek umur seseorang. Orang
yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang-
kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak
berkenan di hadapan Tuhan.Tetapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang
yang segar bugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak sedang dalam
penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu
ini. Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan
usaha medis dapat menimbulkan masalah lain.
Mengapa orang harus ke dokter untuk berobat mengatasi penyakitnya. Kalau
memang umur berada di tangan Tuhan, bila memang belum waktunya, ia tidak akan
mati. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau menunda proses
kematian. Jadi upaya medis dapat pula dipermasalahkan sebagai upaya melawan
kehendak Tuhan. Pada kasus-kasus tertentu, hukum agama memang berjalin erat dengan
hukum positif. Sebab di dalam hukum agama juga terdapat dimensi-dimensi etik &
moral yang juga bersifat publik. Misalnya tentang perlindungan terhadap kehidupan, jiwa
atau nyawa. Hal itu jelas merupakan ketentuan yang sangat prinsip dalam agama. Dalam
hukum positif manapun, prinsip itu juga diakomodasi.
Oleh sebab itu, ketika kita melakukan perlindungan terhadap nyawa atau jiwa
manusia, sebenarnya kita juga sedang menegakkan hukum agama, sekalipun wujud
materinya sudah berbentuk hukum positif atau hukum negara. (Ismail: 2005).
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1. Kasus
Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metasitase
yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi di bawa ke IGD karena
jatuh dari kamar mandi dan menyebabkan robekan dikepala. Laki-laki tersebut
mengalami nyeri abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat
lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan
adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah
posisinya. Walaupun klien tampak bisa tidur, namun ia sering meminta diberikan obat
analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan berdasarkan diagnosa dokter, klien
maksimal hanya bertahan beberapa hari saja.
Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari
dokter, keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui
Euthanasia pasif dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat-obatan
lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesialis onkologi yang
ditelpon saat itu memberikan advist dosis morphin yang rendah dan tidak bersedia
menaikkan dosis yang ada karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU
yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas di
IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan ?
3.2. Pembahasan
Pemecahan dilema etis menurut Kozier (2004)
1. Mengembangkan data dasar
a. Orang yang terlibat :
- Keluarga
- Klien
- Perawat
- Dokter
b. Tindakan yang diusulkan : Euthanasia pasif pada klien
c. Maksud dari tindakan : keluarga tidak tega melihat klien yang kesakitan
d. Konsekuensi tindakan : hilangnya nyawa klien secara perlahan
2. Identifikasi Konflik
Tidak disetujuinya euthanasia dengan cara menambah dosis obat karena akan
melanggar UU :
Pasal 356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap “Penganiayaan yang
dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan
untuk dimakan atau diminum”. Selain itu patut juga diperhatikan adanya
ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya Pasal 304 dan Pasal 306 (2).
Pasal 306 (2) KUHP dinyatakan, “Jika mengakibatkan kematian, perbuatan
tersebut dikenakan pidana penjara maksimal sembilan tahun”.
Para dokter di Indinesia dilarang melakukan euthanasia. Di dalam kode etika itu
tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus mengerahkan segala
kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan
memelihara hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.
3. Alternatif tindakan :
Tetap dilakukannya tindakan pengobatan sebagaimana mestinya tanpa harus
melanggar hukum, karena Euthanasia di Indonesia tidak diperbolehkan.
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :
Pengambil keputusan yang tepat untuk kasus ini adalah keluarga dari klien,
karena keluarga adalah yang paling berhak atas diri klien.
5. Kewajiban perawat :
- Petugas tenaga kesehatan memberikan penjelasan kepada keluarga bahwa tindakan
euthanasia iti di larang di Indonesia, jika masalah pasien adalah biaya perawatan,
masalah tersebut bisa di cari solusinya. Seperti, meminta bantuan ke Dinas Sosial
untuk mendapatkan jaminan kesehatan.
- Perawat harus memberikan semangat kepada klien agar tetap tabah menjalani
penyakitnya walau hasil akhirnya nanti ia tetap meninggal dunia.
6. Membuat keputusan :
Keputusan yang akan di lakukan adalah tetap melaksanakan pengobatan/terapi
sebagaimana mestinya tanpa harus mempercepat kematian klien dengan berbagai
alasan, karena akan melanggar hukum yang telah berlaku di Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Euthanasia merupakan menghilangkan nyawa orang atas permintaan dirinya
sendiri. Aturan mengenai masalah ini berbeda- beda di tiap- tiap Negara dan seringkali
berubah seiring dengan perubahan norma- norma budaya. Di beberapa Negara euthanasia
dianggap legal tetapi di Indonesia tindakan euthanasia tetap dilarang karena tidak ada
dasar hukum yang jelas. Sebagaiman tercantum dalam pasal KUHP 338, pasal 340, pasal
344, pasal 355 dan pasal 359. Sehingga pada kasus Ny. T euthanasia tidak dibenarkan.
Euthanasia ini ditentang untuk dilakukan atas dasar etika, agama, moral dan legal
dan juga pandangan bahwa apabila dilegalisir euthanasia dapat disalahgunakan. Sebagai
perawat berperan dalam memberikan advokasi.
4.2. Saran
1. Bagi keluarga
Keluarga sebaiknya memikirkan kembali keputusan untuk mengajukan euthanasia.
Dan permasalahan biaya agar mencari alternatif keringanan biaya melalui Jamkesmas,
Jamkesda dll.
2. Bagi Petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya)
Tetap memberikan perawatan terbaik kepada pasien selama dirawat, memberikan
perlindungan kepada pasien sebagai advokat.
3. Bagi Pemerintah
Apabila hukum di Indonesia kelak mau menjadikan persoalan euthanasia sebagai
salah satu materi pembahasan, semoga teap diperhatikan dan dipertimbangkan sisi
nilai etika, social maupun moral.
DAFTAR PUSTAKA
https://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.com/2017/05/makalah-etika-
keperawatan-tentang.html?m=1
https://www.academia.edu/36417399/Etika_Keperawatan_Euthanasia
https://sichesse.blogspot.com/2012/05/etika-dalam-keperawatan-ketika.html?m=1
https://keperawatanreligionnabilah.wordpress.com/materi-2/kasus-euthanasia-killing-yang-
terjadi-di-dunia/
https://id.scribd.com/doc/309930459/Makalah-Etika-Euthanasia
http://kartinawpanjaitan.blogspot.com/2016/10/makalah-euthanasia.html?m=1
di ambil pada hari kamis tanggal 19 Maret 2020 pukul 13:22 WIB