Anda di halaman 1dari 6

Tips Menulis Puisi dari Para

Penyair Besar Indonesia! (Bagian


I)
18 Oktober 2018Ruang Baca
Puisi secara umum jauh lebih pendek dari karya sastra lain seperti cerpen dan novel. Maka,
sering dikatakan bahwa puisi menjadi gerbang pertama bagi penulis karya sastra pemula,
sebelum ia kemudian menulis karya yang lebih panjang seperti cerpen dan novel. Lalu, apakah
menulis puisi itu mudah? Berikut ada beberapa tips menulis dari para penyair besar Indonesia!
A. SAPARDI DJOKO DAMONO
Sapardi Djoko Damono mengatakan bahwa menulis puisi sebetulnya mudah. Namun begitu, ada
rambu-rambu yang sebaiknya diikuti ketika menulisnya:

1. Buatlah Jeda
Menurut Sapardi, penulis tidak boleh terlibat secara emosional dengan apa yang akan ditulis.
Maka, ketika hendak menulis sajak, kita harus memberi jeda/jarak.
Misalnya dalam kondisi marah, Sapardi tidak akan menulis puisi. Karena jika memaksakan
menulis, maka yang keluar hanyalah kemarahan-kemarahan. Jika dirasa sudah ada jarak dengan
peristiwa, barulah ia berani melanjutkan menulis puisinya lagi.

Namun, ia mengaku, ada satu sajak yang dilanggarnya. Yaitu sajak tentang Marsinah yang begitu
panjang, dibuat dalam kurun waktu tiga tahun. Lamanya proses pembuatan sajak itu salah
satunya karena ditulis dalam kondisi marah. Ketika melanjutkan, marah lagi. Berhenti.
Melanjutkan lagi, ternyata marah lagi. Berhenti. Hingga akhirnya sajak yang dibuat tahun 1996
itu rampung dikerjakan tahun 1998. Bahkan, sampai sekarang pun ia merasa sajak itu perlu
direvisi karena masih ada marah dalam peristiwa itu.

Sama halnya ketika suasana hati sedang jatuh cinta. Puisi yang dibuat pasti akan cengeng.
Karena itu, membuat jeda/jarak dengan peristiwa sangat penting.

Dengan gaya guyonan, Sapardi mengatakan, “Kalau kondisi sedang marah sajak akan dipenuhi
pentungan (tanda seru-red). Kalau sedang jatuh cinta banget akan banyak titik-titiknya.
Bagaimana bacanya?”

2. Sajak Ada di Sekitar Kita


Membuat puisi tidak harus yang mengawang-awang, melangit, yang justru menyulitkan penulis
sendiri.

Sapardi memberikan contoh. Ada satu karyanya berjudul “Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari”
yang karena begitu sederhananya, justru masuk dalam antologi puisi dunia bersama satu karya
dari Rendra. Berikut puisinya:

Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari


waktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku
di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang
di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa diantara kami
yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa diantara
kami yang harus berjalan di depan
Sapardi sendiri kurang mengerti mengapa sajak itu bisa begitu dihargai hingga telah
diterjemahkan ke lebih dari 20 bahasa serta dapat masuk dalam antologi yang mencatat karya
sastra top dunia dari berbagai periode. Dari sajak-sajak yang dibuat Sapardi, sajak inilah yang
paling disukai dan dihapalnya.

Kiriman Menarik Lainnya:  Semangat Optimisme Melihat Skor PISA 2018


3. Jangan Meniru Karya Sendiri
Hah, maksudnya? Meniru karya sendiri? Ya. Kejahatan paling sadis menurut Sapardi adalah
selalu meniru karyanya sendiri. Kalau dilakukan, ini dosa besar. Akibatnya, tidak sedikit
sastrawan yang selalu berputar di wilayah yang itu-itu saja. Kreativitasnya mandek.

Kalau orang mengenalnya sebagai penulis puisi cinta, menurut Sapardi itu keliru besar. Sebab,
selama ini banyak sekali tema yang ditulisnya di luar topik percintaan. Seperti keresahan sosial,
masa kecil, keluarga, kritik kepada penguasa, dan sebagainya.

Agar kreativitas tidak mandek dan terus mengalir, Sapardi selalu membaca apa saja. Karena
dengan membaca, wawasan menjadi terbuka. Perbendaharaan kata menjadi kaya.

“Puisi itu sebenarnya menipumu. Seperti pesulap, kalian digiring melalui kata-kata menuju
makna tertentu,” kata Sapardi.

B. JOKO PINURBO
“Banyak puisi bagus yang gagal karena si penyair tergoda untuk berceramah dan menyimpulkan
sendiri puisi tersebut di ending-nya.”

Untuk lebih lengkap, penyair yang akrab dipanggil Jokpin ini memberi beberapa kiat dalam
menulis puisi:

1. Memiliki Buku Catatan Ide


Milikilah buku catatan yang menyimpan kenangan akan segala objek atau peristiwa yang saya
lihat dan saya perhatikan.

2. Memperluas Sudut Pandang


“Anda bisa menulis secara lebih efisien dan lebih membumi jika anda memperluas sudut
pandang. Banyak penyair menulis tentang hujan, tetapi bisakah Anda menulis tentang hujan yang
beda dengan hujannya Chairil Anwar dan Sapardi,” kata Jokpin.

3. Jangan Berceramah
Jangan merusak puisi Anda dengan berceramah sehingga merebut hak pembaca untuk
menyimpulkan karya Anda. “Banyak puisi bagus yang gagal karena si penyair tergoda untuk
berceramah dan menyimpulkan sendiri puisi tersebut di ending-nya. Salah satu nafsu negatif
pengarang adalah keinginan yang sangat besar untuk menyimpulkan sendiri pesan atau amanat
dari karya-karyanya. Padahal, menyimpulkan bacaan adalah bagiannya pembaca. Jangan
bernafsu untuk menjadi nabi atau penceramah dalam tulisanmu. Jangan menceramahi pembaca
lewat karya. Biarkan pembaca berimajinasi. Jangan merebut hak pembaca untuk menyimpulan
sendiri apa yang mereka baca. Jangan terlalu bernafsu untuk menggurui atau mengajari pembaca
lewat karya kita,” jelas Jokpin.

Kiriman Menarik Lainnya:  Kepala Badan Bahasa Sebut Literasi Cara Ampuh Tangkal
Hoaks

4. Banyak Membaca Puisi Karya Penyair Lain


“Dalam kepala kita bersliweran puisi-puisi karya penyair lain yang pernah kita baca. Rekaman
ini akan membantu kita dalam menulis  karya yang khas kita sendiri. Tetapi, hal ini tidak bisa
terjadi kalau kitanya tidak suka membaca. Karena itu, perbanyaklah bava karya penyair lain
untuk referensi dan belajar menulis puisi,” jelasnya.

Darimana kita belajar menulis akan menunjukkan kualitas karya kita. Jokpin menyarankan kita
untuk membaca karya-karya yang baik untuk bisa menulis puisi yang baik. “Bergaulah dengan
(membaca) karya-karya yang baik. Bacalah karya-karya penyair lain, dan pelajari. Kalau bisa,
sekalian dihafalkan. Ini sebagai bukti cinta pembaca kepada pengarangnya,” sambung beliau

5. Jadilah Orang yang Moderat, yang Bersahaja


Penyair menjadi penyair hanya ketika dia sedang berkreativitas mengolah puisi. Di luar itu, maka
dia adalah manusia biasa. Maka, untuk jadi pengarang yang baik jadilah manusia yang
sewajarnya dalam kehidupan sehari-hari sehingga kita bisa menyerap cerita-cerita dan
pengalaman kehidupan orang lain.
“Lebih baik jadi orang biasa dengan karya yang gila daripada menjadi orang gila dengan karya
yang biasa-biasa saja.”

Terakhir, beliau menyebutkan rekomendasi daftar para penulis yang karya-karyanya harus
dibaca untuk bisa menulis puisi yang bagus:

1. Chairil Anwar, penyair legendaris Indonesia


2. Rendra, jagonya puisi-puisi sosial
3. Goenawan Mohamad
4. Sutardji Calzoum Bachri
5. Taufik Ismail
6. Sapardi Djoko Darmono
7. Acep Zamzam Noer
8. Afrizal malna
9. Seobagyo Sastro Wardoyo
10. Sitor Situmorang

Disadur dari : gmb-indonesia.com

Anda mungkin juga menyukai