Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

TUGAS MAGANG KLINIK

OLEH
KOMANG AGUS ARTA YASA
P07120117019

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU JURUSAN


KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
D III KEPERAWATAN
2020
1. Pengertian fraktur.

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang

rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum,

fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan

lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap

atau tidak lengkap (Zairin noor, 2016).

2. Etiologi.

a. Kekerasan langsung.

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik

terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung.

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat

yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah

bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

c. Kekerasan akibat tarikan otot.

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan

dapat berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan. Kombinasi dari

ketiganya dan penarikan. (Nixson Manurung, 2016).


3. Patofisiologi.

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal yang datang

lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada

tulang yang mengakibatkan rusaknya atau putusnya kontinuitas tulang.

Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam

korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hemotoma di

rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang

yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eduksi plasma dan

leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar

dari proses penyembuhan tulang nantinya. (Padila, 2012).

4. Manifestasi klinis.

a. Tidak dapat menggunakan anggota gerak.

b. Nyeri pembengkakan,

c. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh

dikamar mandi pada orang tua, penganiyaan, tertimpa benda berat,

kecelakaan kerja, trauma olahtaga).

d. Gangguan fungsio anggota gerak.

e. Deformitas.

f. Kelainan gerak.
g. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

Tabel 2.1. Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa.

Lokalisasi Waktu penyembuhan

Falang/metacarpal/metatarsal/kosta 3-6 minggu

Distal radius 6 minggu

Diafisis ulna dan radius 12 minggu

Humerus 10-12 minggu

Klavikula 6 minggu

Panggul 10-12 minggu

Femur 12-16 minggu

Kondilus femur/tibia 8-10 minggu

Tibia/fibula 12-16 minggu

Vertebra 12 minggu

Sumber : NANDA (Nurarif, 2015)

5. Klasifikasi fraktur

Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi

jenis, klasifikasi klinis dan klasifikasi radiologis :

a. Klasifikasi penyebab.

1) Fraktur traumatik.

Disebabkan oleh Trauma yang tiba-tiba mengenai tulang

dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma

tersebut sehingga menjadi fraktur (Noor Zairin, 2016).

2) Fraktur patologis.
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat

kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi daerah-

daerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses

patologis lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunan

densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam

ini adalah tumor, baik primer maupun metasistas. (Noor Zairin,

2016).

3) Fraktur stres.

Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu

tempat tertentu. (Noor Zairin, 2016).

b. Klasifikasi jenis fraktur.

1) Fraktur terbuka.

2) Fraktur tertutup.

3) Fraktur kompresi.

4) Fraktur stress.

5) Fraktur avulsi.

6) Greenstick fracture (fraktur lentur atau salah satu tulang patah

sedang sisi lainnya membengkok).

7) Fraktur transversal.

8) Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa bagian).

9) Fraktur impkasi (sebagian fragmen tulang masuk ke dalam tulang

lainnya). (Noor Zairin, 2016).


c. Klasifikasi klinis

1) Fraktur tertutup (close fracture)

Fraktur terutup adalah fraktur di mana kulit tidak ditembus

oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh

lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

(Noor Zairin, 2016).

2) Fraktur terbuka (open fracture)

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan

dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat

berbentuk dari dalam (from witbin) atau dari luar (from without).

(Noor Zairin, 2016).

3) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)

Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai

dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union, non-union,

serta infeksi tulang. (Noor Zairin, 2016).

6. Komplikasi

a. Shock hemoragik.

b. Paralisis pada daerah fraktur.

c. Kerusakan kulit, otot dan jaringan saraf.

d. Malunion, merupakan suatu keadaan yang mana tulang yang patah telah

sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau

miring.
e. Delayed union dan nonunion, adanya keterlambatan dalam

penyatuan/penyambungan tulang sampai tulang yang patah tidak

menyambung. (Hariyanto Awan, 2015).

7. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur.

b. Scan tulang, tonogramm, scan CT/MRI : memperhatikan fraktur, juga

dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin (hemokonsentrasi) atau menurun

(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma

multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah

trauma.

e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien

ginjal.

f. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfuse multiple, atau cedera hati. (Wijaya S.A, 2013).

8. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan

pengambalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Brunner dan

Suddarth, 2002). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragman tulang

pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi

fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka. Metode
yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya. (

Wijaya S.A, 2013).

Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu :

a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian

dan kemudian di rumah sakit.

b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen

tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.

c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang

untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan

di bawah fraktur.

d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur. ( Price dalam

Wijaya S.A, 2013).

A. Konsep Teori Asuhan Keperawatan Pada Masalah Fraktur

1. Pengkajian keperawatan

a. Identitas klien

Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, agama, suku, bangsa, Pendidikan,

pekerjaan, tanggal. MRS, diagnose medis, no. registrasi.

b. Keluhan utama

Pada umunya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien

digunakan.
Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor prespitasi

nyeri.

Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah

seperti terbakar, berdenyut/menusuk.

Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.

Severity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/ pasien menerangkan seberapa jauh

rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk

pada malam hari/siang hari.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh

trauma/kecelakaan, degenaratif dan patologis yang didahului dengan

perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri,

bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.

(Wijaya S.A, 2013).

d. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur femur)

atau pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.

(Wijaya S.A, 2013).

e. Riwayat penyakit keluarga


Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita osteoporosis,

arthritis dan tuberkolosis/penyakit lain yang sifatnya menurun dan

menular. (Wijaya S.A, 2013).

f. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada fraktur akan mengalami perubahan/gangguan pada

personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB

dan BAK.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,

meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama

sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.

3) Pola eliminasi

Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitasn waktu

defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan

konsistensi defekasi pada, pada mikssi pasien tidak mengalami

gangguan.

4) Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan

yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.

5) Pola aktivitas dan Latihan


Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat

dari fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh

perawat/keluarga.

6) Pola persepsi dan konsep diri

Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi

perubahan pada dirinya, pasien akut cacat seumur hidup/tidak dapat

bekerja lagi.

7) Pola sensori kognitif

Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang

pada pola kognitif atau cara berfikir pasien tidak mengalami

gangguan.

8) Pola hubungan peran

Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu

hubungan interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan

menarik diri.

9) Pola penanggulangan stress

Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stress dan

biasanya masalah dipendam sendiri/dirundingkan dengn keluarga.

10) Pola reproduksi seksual

Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka

akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum

berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.


11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien

meminta perlindungan/mendekatkan diri kepada Allah SWT.

(Wijaya S.A, 2013).

g. Pemeriksaan Fisik.

a. Kepala :

Inspeksi : tampak bersih.

Palpasi : tidak nyeri kepala, tidak terdapat benjolan.

b. Leher :

Inspeksi : tampak bersih, reflek menelan ada.

Palpasi : tidak terdapat benjolan abnormal.

c. Muka :

Inspeksi : tidak ada perubahan fungsi ataupun bentuk, tidak terdapat

lesi dan oedema.

d. Mata :

Inspeksi : konjungtiva tidak anemis, simetris.

e. Telinga :

Inspeksi : tidak ada lesi.

Palpasi : tidak nyeri tekan.

f. Hidung :

Inspeksi : tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada lesi.

g. Mulut dan faring :


Inspeksi : tidak terjadi perdarahan pada gusi, tidak ada pembesaran

tonsil.

h. Thoraks :

Inspeksi :gerakan dada simetris.

Palpasi : tidak ada benjolan abnormal.

1) Paru :

Inspeksi : pernafasan meningkat.

Palpasi : pergerakan simetris.

Perkusi : suara sonor, tidak redup dan tidak suara tambahan.

Auskultasi : suara nafas normal, tidak ada wheezing, stridor dan

ronchi.

2) Jantung :

Inspeksi : tidak tampak iktus jantung.

Palpasi : nadi meningkat, iktus tidak teraba.

Auskultasi : suara s1 dan s2 tunggal, tidak ada mur-mur.

i. Abdomen

Inspeksi : simetris, bentuk datar.

Palpasi : tugor baik, hepar tidak teraba.

Auskultasi : peristaltik usus normal kurang lebih 20 kali/menit.

j. Genetalia :

Inspeksi : tampak bersih


Palpasi : tidak ada benjolan abnormal, tidak ada pembesaran lymphe

(Alvinanta, 2019).

2. Diagnosa Keperawatan.

Terdapat beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, NANDA:

(Nurarif, 2015)

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri, spasme otot, Gerakan

fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan suplai darah kejaringan.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,

pemasangan traksi (penkawat,sekrup).

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).

e. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer

menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi).

3. Intervensi keperawatan

a. Nyeri Akut

Tujuan (Nursing Outcomes Classication/NOC) :

1) Pain Level,

2) Pain control,

3) Comfort level

Kriteria hasil (Nursing Outcomes Classication/NOC) :


1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan).

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri.

3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri)

4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi (Nursing Intervention Classification/NIC) :

1) Pain Management

a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi.

b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien.

d) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.

e) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.

f) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau.

g) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan

dukungan.
h) Tingkatkan istirahat.

i) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan

nyeri tidak berhasil.

Rasional :

a) Untuk mengetahui lokasi, faktor penyebab, dan durasi nyeri.

b) Untuk mengetahui keadaan umum klien.

c) Untuk membina hubungan saling percaya agar dapat

memperoleh data dengan tepat.

d) Untuk mengetahui respon pasien terhadap nyeri yang

dirasakan.

e) Istirahat dapat meredakan nyeri dan memberikan rasa nyaman.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Tujuan (Nursing Outcomes Classification/NOC) :

1) Circulation status.

2) Tissue Prefusion : cerebral.

Kriteria hasil (Nursing Outcomes Classification/NOC) :

1) Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :

a) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.

b) Tidak ada ortostatikhipertensi.

c) Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak

lebih dari 15 mmHg).

2) Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:


a) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.

b) Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi.

c) Memproses informasi.

d) Membuat keputusan dengan benar.

3) Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat

kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter.

Intervensi (Nursing Intervention Classification/NIC) :

a) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

panas/dingin/tajam/tumpul.

b) Monitor adanya paretese.

c) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi

atau laserasi.

d) Gunakan sarun tangan untuk proteksi.

e) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.

f) Monitor kemampuan BAB.

g) Kolaborasi pemberian analgetik.

h) Monitor adanya tromboplebitis.

i) Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi.

Rasional :

a) Untuk memperoleh data dan dapat melakukan tindakan

selanjutnya.

b) untuk mengetahui keadaan umum pasien.


c) Untuk memberikan pemahaman terhadap pasien dan keluarga

pasien.

d) Untuk menjaga sterilsasi perawat dan pasien.

e) Mencegah terjadinya cedera dan penurunan perfusi aliran

darah.

c. Kerusakan integritas kulit.

Tujuan (Nursing Outcomes Classification/NOC) :

1) Tissue Integrity : Skin and Mucous.

2) Membranes.

3) Hemodyalis akses.

Kriteria hasil (Nursing Outcomes Classification/NOC) :

1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,

termperatur, hidrasi, pigmentasi) Tidak ada luka/lesi pada kulit.

2) Perfusi jaringan baik.

3) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan

mencegah terjadinya cedera berulang.

4) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit

dan perawatan alami.

Intervensi (Nursing Intervention Classification/NIC) :

a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

b) Hindari kerutan pada tempat tidur.

c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.


d) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.

e) Monitor kulit akan adanya kemerahan.

f) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan.

g) Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.

h) Monitor status nutrisi pasien.

i) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

Rasional :

a) Pakain yang konggar dapat mengurangi terjadinya kerusakan

pada kulit.

b) Dengan menghindari kerutan pada tempat tidur dapat membut

kulit kecang dan tidak ada bakteri pada kulit.

c) Untuk menghidari bakteri yang menempel pada kulit.

d) Untuk memperlancar peredaran darah.

e) Tanda kemerahan menandakan adanya infeksi pada kulit.

d. Hambatan mobilitas fisik.

Tujuan (Nursing Outcomes Classification/NOC) :

1) Joint Movement : Active,

2) Mobility Level,

3) Self care : ADLs,

4) Transfer performance.

Kriteria hasil (Nursing Outcomes Classification/NOC) :

1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik.


2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas.

3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah.

4) Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker).

Intervensi (Nursing Intervention Classification/NIC) :

1) Exercise therapy : ambulation.

a) Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon

pasien saat latihan.

b) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi

sesuai dengan kebutuhan.

c) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik

ambulasi.

d) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.

e) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara

mandiri sesuai kemampuan.

f) Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi

kebutuhan ADLs ps.

g) Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

h) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan

jika diperlukan.

Rasional :

a) Untuk mengetahui keadaan umum pasien.


b) Untuk mendapatkan informasi dan mempercepat peroses

penyembuhan.

c) Untuk memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga

pasien tentang tekhnik ambulasi.

d) Untuk mengetahui sejauh mana pasien dapat melakukan

mobilisasi.

e) Untuk mempercepat peroses penyembuhan pasien.

e. Resiko infeksi.

Tujuan (Nursing Outcomes Classification/NOC) :

1) Immune Status,

2) Knowledge : Infection control,

3) Risk control.

Kriteria hasil (Nursing Outcomes Classification/NOC) :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang

mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.

3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.

4) Jumlah leukosit dalam batas normal.

5) Menunjukkan perilaku hidup sehat.

Intervensi (Nursing Intervention Classification/NIC) :

1) Infection Control (Kontrol infeksi).

a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.


b) Pertahankan teknik isolasi.

c) Batasi pengunjung bila perlu.

d) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.

e) Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan.

f) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

g) Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung.

h) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.

i) Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai

dengan petunjuk umum.

j) Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung

kencing.

Rasional :

a) Untuk menjaga kebersihan pasien.

b) Dengan membatasi pengunjung dapat menghindarkan pasien

dari faktor resiko infeksi.

c) Untuk menjaga kebersihan pengunjung dan pasien agar tidak

terjadi resiko infeksi.

d) Untuk membersihan tangan dari kuman.

e) Agar kebersihan pengunjung, keluarga, dan pasien tetap

terjaga.
4. Implementasi.

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai

tujuan yang sfesifik. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam

mencapai tujuan yang ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan manifasilitasi koping

mplementasi.

5. Evaluasi Keperawatan.

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk

dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Alvinanta, N.P. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur Ekstremitas


Bawah. Kalimantan Timur.

Noor, Z. H. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskelatal. Salemba Medika.

Nurarif, & Huda, A. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa


medis & Nanda NIC_NOC.pdf. mediaction Jogja.

Wijaya & Putri.(2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).

Awan dan Rini (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 1 Dengan Diagnosis
NANDA Internasional.

Anda mungkin juga menyukai