Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

HALUSINASI

A.    Pengertian

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,

2002).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari

luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus

eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya

proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.

B.     Penyebab

1.      Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a.       Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon

neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian

yang berikut:

1)                  Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam

perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan

perilaku psikotik.
2)                  Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-

masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

3)                  Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang

signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan

pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).

Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b.      Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi

psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi

realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c.       Sosial Budaya

            Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,

konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai

stress.

2.      Faktor Presipitasi

      Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a.       Biologis

            Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi

serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk

diinterpretasikan.

b.      Stress lingkungan


            Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk

menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c.       Sumber koping

            Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C.    Manifestasi Klinis

1.      Bicara, senyum dan tertawa sendiri

2.      Menarik diri dan menghindar dari orang lain

3.      Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata

4.      Tidak dapat memusatkan perhatian

5.      Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut

6.      Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung

(Budi Anna Keliat, 2005)

D.    Akibat

            Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,

orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana

seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri

sendiri maupuan orang lain.

            Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang

lain dapat menunjukkan perilaku :

            Data subjektif :

a.       Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam

b.      Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data objektif :
a.       Wajah tegang, merah

b.      Mondar-mandir

c.       Mata melotot rahang mengatup

d.      Tangan mengepal

e.       Keluar keringat banyak

f.       Mata merah

E.     Penatalaksanaan

            Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1.        Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,

sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi

knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik

atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.

Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu

tindakan yang akan di lakukan.

Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan

mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau

hiasan dinding, majalah dan permainan

2.        Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan

halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat

harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

3.        Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien

yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.

Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat

dengan pasien.

4.        Memberi aktivitas pada pasien

Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,

bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke

kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal

kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5.        Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada

kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan

dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek.

Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan

agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.

Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak

membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

F.     Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


Harga Diri Rendah
Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri


 
                                                                                 
G.    Asuhan Keperawatan

1.      Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS

(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2.      Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke

rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang

dicapai.

3.      Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa

lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,

biologis, dan social budaya.

4.      Aspek fisik/biologis


Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan

fisik yang dialami oleh klien.

5.      Aspek psikososial

a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b)                  Konsep diri

c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti

dalam masyarakat

d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6.      Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,

interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat

konsentrasi, dan berhitung.

7.      Kebutuhan persiapan pulang

a)                     Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

b)                     Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan

merapikan pakaian.

c)                     Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d)                    Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e)                     Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8.      Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,

menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9.      Masalah psikososial dan lingkungan


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,

pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10.  Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11.  Aspek medik

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,

okopasional, TAK dan rehabilitas.

12.  Daftar masalah keperawatan

a)                  Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

b)                  Perubahan sensori perseptual : halusinasi

c)                  Isolasi sosial : menarik diri

H.    Analisa data

No Data Subyektif Data Obyektif


1. Klien mengatakan melihat atau mendengar sesuatu. Tampak bicara dan ketawa sendiri.
Klien tidak mampu mengenal tempat, waktu, orang. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat
sesuatu. Gerakan mata yang cepat.

2. Klien mengatakan merasa kesepian. Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
Klien mengatakan tidak dapat berhubungan sosial. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat
Klien mengatakan tidak berguna. bicara.
Tidak ada kontak mata.
Ekspresi wajah murung, sedih.
Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.
3. Klien mengungkapkan takut. Wajah klien tampak tegang, merah.
Klien mengungkapkan apa yang dilihat dan Mata merah dan melotot.
didengar mengancam dan membuatnya takut. Rahang mengatup.
Tangan mengepal.
Mondar mandir.

I.       Diagnosa

            Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :

1.                  Gangguan persepsi sosial: Halusinasi

2.                  Isolasi sosial: Menarik Diri

3.                  Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

J.      Intervensi

K.    Daftar Pustaka

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University

Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi

I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A.    Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang

dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut

juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan

gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).

Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai

seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk  melukai atau

mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba

dkk, 2008).

B.     Penyebab

1.      Faktor Predisposisi

a.       Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif

atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan

cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan

b.      Perilaku

Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima

sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
c.       Sosial Budaya

Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan

akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar

d.      Bioneurologis

Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal,

dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan

2.      Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan  dengan

(Yosep, 2009):

a.       Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah

konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

b.      Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

c.       Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog

untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d.      Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai

seorang yang dewasa.

e.       Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak

mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

f.       Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap

perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

C.    Manifestasi Klinis

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai

berikut:
1.                  Fisik

a.       Muka merah dan tegang

b.      Mata melotot/ pandangan tajam

c.       Tangan mengepal

d.      Rahang mengatup

e.       Postur tubuh kaku

2.                  Verbal

a.       Bicara kasar

b.      Suara tinggi, membentak atau berteriak

c.       Mengancam secara verbal atau fisik

d.      Mengumpat dengan kata-kata kotor

e.       Suara keras

3.                  Perilaku

a.       Melempar atau memukul benda/orang lain

b.      Menyerang orang lain

c.       Melukai diri sendiri/orang lain

d.      Merusak lingkungan

e.       Amuk/agresif

4.                  Emosi

a.       Tidak adekuat

b.      Tidak aman dan nyaman

c.       Rasa terganggu, dendam dan jengkel

d.      Tidak berdaya


e.       Bermusuhan

5.                  Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6.                  Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,  menyinggung

perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

7.                  Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8.                  Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D.    Akibat

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang

lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat

melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

E.     Penatalaksanaan

1.      Farmakologi

a.       Obat anti psikosis        : Phenotizin

b.      Obat anti depresi         : Amitriptyline

c.       Obat anti ansietas        : Diazepam, Bromozepam, Clobozam

d.      Obat anti insomnia      : Phneobarbital

2.      Terapi modalitas

a.       Terapi keluarga


Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan

memberikan perhatian :

1)                  BHSP

2)                  Jangan memancing emosi klien

3)                  Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga

4)                  Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat

5)                  Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang dialami

b.      Terapi kelompok

Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau aktivitas lain

dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian

orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.

c.       Terapi musik

Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.

F.      Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perilaku kekerasan
 

                                                                                           PPS: Halusinasi


 

Regimen terapeutik Harga Diri Rendah Isolasi Sosial


inefektif Kronis
Koping keluarga tidak Berduka disfungsional
efektif
G.    Askep

1.      Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS

(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2.      Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke

rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang

dicapai.

3.      Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa

lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,

biologis, dan social budaya.

4.      Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan

fisik yang dialami oleh klien.

5.      Aspek psikososial

a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b)                  Konsep diri

c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti

dalam masyarakat
d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6.      Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,

interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat

konsentrasi, dan berhitung.

7.      Kebutuhan persiapan pulang

a)                  Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

b)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan

merapikan pakaian.

c)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d)                 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e)                  Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8.      Mekanisme koping

a)                  Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk

suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang

yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue,

meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa

marah.

b)                  Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.

Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,

mencumbunya.

c)                  Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.

Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan

tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua

merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya

dan akhirnya ia dapat melupakannya.

d)                 Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-

lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya

seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

e)                  Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang

tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya

Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena

menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

13.  Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,

pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

14.  Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

15.  Aspek medik

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,

okopasional, TAK dan rehabilitas.


16.  Daftar masalah keperawatan

a)      Perilaku kekerasan

b)      Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

c)      Perubahan persepsi sensori: halusinasi

d)     Harga diri rendah kronis

e)      Isolasi social

f)       Berduka disfungsional

g)      Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif

h)      Koping keluarga inefektif

H.    Intervensi

I.       Daftar Pustaka

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,

2003

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya Medika,

Jakarta

Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University

Press.
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

ISOLASI SOSIAL

A.    Pengertian

Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan

kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak

mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).

Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi dengan orang

lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan

untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).

Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan

sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009,

hlm. 93).

B.     Penyebab

1.      Faktor Predis Posisi

Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :

a.       Faktor Perkembangan

Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu / pengasuh kepada

bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.

b.      Faktor komunikasi dalam keluarga


Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan

gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek –

jelekkan anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering berteriak,

marah untuk persoalan kecil / spele, sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi

masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi kesempatan untuk

mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian atas keberhasilan anak .

c.       Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya

gangguan berhubungan. Contoh : Individu yang berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat

atau lanjut usia. Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman

(pingit) dapat menyebabkan isolasi sosial.

d.      Faktor biologi

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden tertinggi

skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota keluarga menderita skizofrenia.

2.      Faktor Presipitasi

Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal maupun

eksternal meliputi.

a.       Stressor sosial budaya

Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan

stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan pasangan

pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara . 

b.      Stressor Giokimic


Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat

merupakan indikasi terjadinya skizofrenia

c.       Stressor biologic dan lingkungan sosial

Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi

antara individu, lingkungan, maupun biologis.

d.      Stressor psikologis

Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan individu untuk

berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk

mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak

pada fase sinibiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.

1)                  Hubungan ibu dan anak

Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan kecemasannya pada anak,

misalnya dengan tekanan suara yang tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat

mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.

2)                  Dependen versus Interdependen

Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan konflik, di satu sisi

anak ingin mengembangkan kemandiriannya.

C.    Manifestasi Klinis

1.      Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.

2.      Menghidar dari orang lain (menyendiri)

3.      Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.

4.      Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.

5.      Komunikasi kurang / tidak ada.


6.      Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.

7.      Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.

8.      Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam mobilitas.

9.      Menolak berhubungan dengan orang lain.

10.  Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-

hari tidak dilakukan.

D.    Akibat

Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori

halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156). Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi

sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai

dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang

sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah

pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan

dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik

atau histerik.

E.     Penatalaksanaan

1.      Farmakoterapi

2.      Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)

3.      Terapi psikologi

4.      Terapi social

5.      Bila serangan pertama

a)      Membangkitkan dan diagnosis

b)     Pemeriksaan psikologi


c)    Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji fungsi tiroid

d)    Elektroensefologram (untuk menyingkirkan epilepsy logus temperralit, neoplasma)

(Buku saku psiatri, penerbit buku kedokteran EGC)

F.     Pohon Masalah

                        Gangguan sensori persepsi :Halusinasi

                                                 Isolasi Sosial


 

                        Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)


G.    Askep

1.      Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS

(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2.      Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke

rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang

dicapai.

3.      Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa

lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,

biologis, dan social budaya.

4.      Aspek fisik/biologis


Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan

fisik yang dialami oleh klien.

5.      Aspek psikososial

e)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi

f)                   Konsep diri

g)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti

dalam masyarakat

h)                  Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6.      Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,

interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat

konsentrasi, dan berhitung.

7.      Kebutuhan persiapan pulang

f)                   Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

g)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan

merapikan pakaian.

h)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

i)                    Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

j)                    Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8.      Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,

menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9.      Masalah psikososial dan lingkungan


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,

pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10.  Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11.  Aspek medik

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,

okopasional, TAK dan rehabilitas.

12.  Daftar masalah keperawatan

a)      Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

b)      Isolasi sosial


c)      Gangguan konsep diri : harga diri rendah
H.    Intervensi

I.       Daftar Pustaka

Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Psikososial

dengan gangguan jiwa

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan.

Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:

EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A.    Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi

kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan

kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat

melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan

diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit peraatan diri

yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir  sehingga kemampuan untuk melakukan

aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan akemat 2007).

Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara

kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.

B.     Penyebab

1.      Faktor prediposisi

a.       Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif

terganggu.

b.      Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

c.       Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan

ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

d.      Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi

lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

2.      Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,

kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga

menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

a.       Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya

dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

b.      Praktik Sosial

Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi

perubahan pola personal hygiene.


c.       Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,

shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

d.      Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat

meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga

kebersihan kakinya.

e.       Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

f.       Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti

penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.

g.      Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu

bantuan untuk melakukannya

C.    Manifestasi Klinis

1.      Fisik:

-          Badan bau, pakaian kotor

-          Rambut dan kulit kotor

-          Kuku panjang dan kotor


-          Gigi kotor disertai mulut yang bau

-          Penampilan tidak rapi

2.      Psikologis

-          Malas, tidak ada inisiatif

-          Menarik diri, isolasi diri

-          Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina

3.      Social

-          Interaksi kurang

-          Kegiatan kurang

-          Tidak mampu berprilaku sesuai norma

-          Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok gigi dan mandi tidak

mampu mandiri

D.    Akibat

Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti  pasien

dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi sosial dan bahkan

kehilangan kemampuan dan motivasi dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.

E.     Penatalaksanaan

1.      Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri


-          Bina hubungan saling percaya
-          Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
-          Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2.      Membimbing dan menolong klien merawat diri
-          Bantu klien merawat diri
-          Ajarkan keterampilan secara bertahap
-          Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3.      Ciptakan lingkungan yang mendukung
-          Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan perawatan diri
-          Dekatkan peralatan agar mudah dijangkau oleh klien
-          Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman

F.     Pohon Masalah

Defisit perawatan diri


Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Isolasi sosial
Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan berdandan)
 

G.    Askep

1.      Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS

(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2.      Keluhan utama


Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke

rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang

dicapai.

3.      Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa

lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,

biologis, dan social budaya.

4.      Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan

fisik yang dialami oleh klien.

5.      Aspek psikososial

a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b)                  Konsep diri

c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti

dalam masyarakat

d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6.      Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,

interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat

konsentrasi, dan berhitung.

7.      Kebutuhan persiapan pulang

a)                  Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan

merapikan pakaian.

c)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d)                 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e)                  Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8.      Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,

menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9.      Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,

pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10.  Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11.  Aspek medik

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,

okopasional, TAK dan rehabilitas.

12.  Daftar masalah keperawatan

a)      Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri


b)      Isolasi Sosial
c)      Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
H.    Intervensi

I.       Daftar Pustaka

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,

2003
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan.

Jakarta : CV Sagung Seto

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima

Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

HARGA DIRI RENDAH

A.    Pengertian

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)

Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan merasa lebih

rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat

bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010)


B.     Penyebab

1.      Faktor Predisposisi

a.       Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua yang tidak

realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,

ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.

b.      Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran kerja, harapan

peran kultural.

c.       Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang tua tekanan

dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.

2.      Faktor Presipitasi 

a.       Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang

mengancam kehidupannya.

b.      Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu 

mengalaminya sebagai frustasi

c.       Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga

melalui kelahiran dan kematian

d.      Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit dicetuskan oleh

kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik

berhubungan dengan tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan

C.    Manifestasi Klinis

Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :

1.       Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain

2.       Mengkritik diri sendiri dan orang lain


3.       Gangguan dalam berhubungan

4.       Rasa diri penting yang berlebihan

5.       Perasaan tidak mampu

6.       Rasa bersalah

7.       Pandangan hidup yang pesimis

8.       Penolakan terhadap kemampuan personal

9.       Menarik diri secara social

10.   Khawatir dan menarik diri dari realitas

D.    Akibat

Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul
dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah
gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu
fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).

E.     Penatalaksanaan

Penatalaksanaan klien dengan harga diri rendah meliputi:

a.       Farmakologi.

b.      Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi

spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok yang tujuannya adalah memperbaiki

perilaku klien dengan harga diri rendah.

c.       Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan) dan perkembangan klien

supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) penatalaksanaan pada klien dengan gangguan konsep

diri berfokus pada tingkat penilaian kognitif terhadap kehidupan yang terdiri dari :

1.      Persepsi
2.      Kesadaran klien akan emosi dan perasaan

3.      Menyadari masalah dan perubahan sikap

Prinsip asuhan keperawatan yang diberikan terlihat dari kemajuan klien meningkatkan

dari satu tingkat ke tingkat berikutnya yaitu :

1.      Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan keterbukaan dan saling percaya.

2.      Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu membantu klien untuk menerima

perasaan dan pikirannya.

3.      Perencanaan realita  (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja di yang dapat merubah

bukan rang lain.

4.      Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien melakukan tindakan yang

perlu untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon adaptif.

F.     Pohon Masalah

Defisit Perawatan Diri


Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
Gangguan interaksi sosial
Isolasi sosial : menarik diri

Penurunan motivasi merawat diri

                                                                                                    Core Problem


Gangguan citra tubuh
 

G.    Askep

1.      Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS

(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2.      Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke

rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang

dicapai.

3.      Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa

lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,

biologis, dan social budaya.

4.      Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan

fisik yang dialami oleh klien.

5.      Aspek psikososial

a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b)                  Konsep diri


c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti

dalam masyarakat

d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6.      Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,

interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat

konsentrasi, dan berhitung.

7.      Kebutuhan persiapan pulang

a)                  Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

b)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan

merapikan pakaian.

c)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d)                 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e)                  Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8.      Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,

menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9.      Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,

pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10.  Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11.  Aspek medik


Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,

okopasional, TAK dan rehabilitas.

12.  Daftar masalah keperawatan

a)      Isolasi social: Menarik Diri

b)      Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

c)      Perilaku Kekerasan

d)     Koping Individu Tidak Efektif

e)      Perubahan Persepsi Sensori

f)       Tidak Efektifnya Penatalaksanaan regimen terapeutik

g)      Koping Keluarga Tidak Efektif

H.    Intervensi

I.       Daftar Pustaka

Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika

Press.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi Pelaksanaan

Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta : Salemba Medika

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

WAHAM

A.    Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi

tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)

Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak

diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal. (Stuart dan sundeen, 2004)

Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam

kenyataan. (Harold K, 2004)

B.     Penyebab

1.      Faktor Predisposisi

         Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang berhubungan

dengan respon biologis yang maladaptif.

         Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks limbic.

         Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan glutamat.

         Virus : paparan virus influensa pada trimester III

         Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.

2.      Faktor Presipitasi

         Proses pengolahan informasi yang berlebihan

         Mekanisme penghantaran listrik abnormal

         adanya gejala pemicu

C.    Klasifikasi Waham

1.      Waham Agama


Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan secra berulang

tetapi tidak sesuai dengan kenyataan

2.      Waham Kebesaran

      Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan secara berulang

yang tidak sesuai kenyataan

3.      Waham Somatik

Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara berulang yang tidak

sesuai kenyataan

4.      Waham Curiga

Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan

atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan

5.      Waham Sisip Fikir

Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran yang

disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan

6.      Waham Nihilistik

Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang disampaikan secara berulang

yang tidak sesuai kenyataan

7.      Waham Siar Fikir

Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan walaupun dia tidak

menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan

D.    Manifestasi Klinis

Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham, yaitu:
1.                  Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan,

keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan

2.                  Klien tampak tidak mempunyai orang lain

3.                  Curiga

4.                  Bermusuhan

5.                  Merusak (diri, orang lain, lingkungan)

6.                  Takut, sangat waspada

7.                  Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas

8.                  Ekspresi wajah tegang

9.                  Mudah tersinggung

E.     Akibat

Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan

lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/

membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

F.     Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan


lingkungan
Kerusakan komunikasi verbal
                                                                                                  
Perubahan isi pikir:
waham
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Core problem
 
G.    Askep

1.      Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS

(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2.      Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke

rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang

dicapai.

3.      Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa

lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,

biologis, dan social budaya.

4.      Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan

fisik yang dialami oleh klien.

5.      Aspek psikososial

a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b)                  Konsep diri

c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti

dalam masyarakat
d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6.      Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,

interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat

konsentrasi, dan berhitung.

7.      Kebutuhan persiapan pulang

a)                  Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

b)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan

merapikan pakaian.

c)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d)                 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e)                  Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8.      Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,

menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9.      Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,

pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10.  Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11.  Aspek medik


Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,

okopasional, TAK dan rehabilitas.

12.  Daftar masalah keperawatan

a)      Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan


b)      Kerusakan komunikasi : verbal
c)      Perubahan isi pikir : waham
d)     Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
H.    Intervensi

I.       Daftar Pustaka

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,

2003

Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.

Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :

EGC

Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 2006

Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

RESIKO BUNUH DIRI

A.    Pengertian

Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri

sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria,

2009).

Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan,

individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku

bbunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan

mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).

Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian

(Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009.)

Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk

mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk memecahkan

masalah yang dihadapi. (Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah

Psikososial dan Gangguan Jiwa  ).

B.     Penyebab

1.      Faktor predisposisi


Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang siklus

kehidupan (Fitria, 2009):

a.       Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh

diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).

b.      Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh diri adalah

antipasti, impulsive, dan depresi.

c.       Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan

social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan

perceraian.

d.      Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor

penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.

e.       Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terdapat

peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine

yang dapat dilihat dengan EEG.

Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh dalam bunuh diri,

anatara lain:

a.       Faktor mood dan biokimia otak.

b.      Faktor riwayat gangguan mental.

c.       Faktor meniru, imitasi, dan factor pembelajaran.

d.      Faktor isolasi sosial dan human relations.

e.       Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar.

f.       Faktor religiusitas.

2.      Faktor Presipitasi


Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh individu.

Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau membaca melalui media

tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

C.    Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :

1.      Mempunyai ide untuk bunuh diri.

2.      Mengungkapkan keinginan untuk mati.

3.      Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

4.      Impulsif.

5.      Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

6.      Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

7.      Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).

8.      Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).

9.      Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan

menyalahgunakan alcohol).

10.  Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

11.  Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier).

12.  Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.

13.  Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).

14.  Pekerjaan.

15.  Konflik interpersonal.

16.  Latar belakang keluarga.


17.  Orientasi seksual.

18.  Sumber-sumber personal.

19.  Sumber-sumber social.

20.  Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

D.    Akibat

Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah

mencederai diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi

isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan

kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.

E.     Penatalaksanaan

Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat

di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka

atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan

medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan

kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau

terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan

beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya

untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi

elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

F.     Pohon Masalah

BUNUH DIRI
RISIKO BUNUH DIRI


ISOLASI SOSIAL

HARGA DIRI RENDAH KRONIS
(Fitria, 2009)

G.    Askep

1.      Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS

(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2.      Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke

rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang

dicapai.

3.      Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa

lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,

biologis, dan social budaya.

4.      Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan

fisik yang dialami oleh klien.

5.      Aspek psikososial

a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b)                  Konsep diri


c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti

dalam masyarakat

d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6.      Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,

interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat

konsentrasi, dan berhitung.

7.      Kebutuhan persiapan pulang

a)                  Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

b)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan

merapikan pakaian.

c)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d)                 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e)                  Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8.      Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,

menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9.      Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,

pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10.  Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11.  Aspek medik


Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,

okopasional, TAK dan rehabilitas.

12.  Daftar masalah keperawatan

a)      Risiko bunuh diri.

b)      Bunuh diri.

c)      Isolasi sosial.

d)     Harga diri rendah.

(Fitria, 2009).

H.    Intervensi

I.       Daftar Pustaka

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat

Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan

Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.

Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai