Anda di halaman 1dari 13

Tugas Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

Makalah Bunuh Diri

Nama : Amelia Putri Meytasari


Kelas : XI MIPA-1
Absen :03

SMA KATOLIK STELLA MARIS


JALAN INDRAPURA 32 SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bunuh diri telah dipandang sebagai salah satu penyelesaian masalah. Bagi sebagian
orang, bunuh diri telah menjadi satu - satunya jalan menuju solusi dari masalah hidup yang
menekan.
Kematian yang disebabkan oleh bunuh diri meningkat di seluruh dunia. Tiap tahun, ada
lebih dari 800.000 orang yang melakukan tindakan bunuh diri. Di Indonesia sendiri bunuh
diri menjadi penyebab utama kedua kematian pada usia produktif 15-29 tahun, dan rata-rata
kematian karena bunuh diri di Indonesia adalah satu orang pada setiap satu jam.
Indonesia menempati peringkat 137 dari 172 negara yang memiliki kasus bunuh diri
terbanyak di dunia. Berdasarkan data estimasi WHO (2014), pada tahun 2012 angka bunuh
diri di Indonesia mencapai 4,3% per 100.000 populasi.
Tindakan bunuh diri selalu didahului dengan adanya suicide ideation. Istilah suicide
ideation mengacu pada pemikiran bahwa hidup ini tidak layak dijalani, mulai dari intensitas
pikiran yang hanya sekilas sampai yang secara nyata dipikirkan dengan baik mengenai
rencana untuk membunuh diri sendiri, atau obsesi yang lengkap dengan merusak diri sendiri.
Ide bunuh diri terbesar terjadi jika gangguan depresi sudah parah. Depresi
dikombinasikan dengan beberapa faktor risiko yang lainnya akan meningkatkan risiko
terjadinya usaha bunuh diri. Selain itu, tatanan sosial dalam tingkatan yang lebih global
dianggap sangat kacau dan malahan cenderung tanpa moralitas, yang mendorong pelaku
bunuh diri dijadikan sebagai pilihan terbaik. Dalam bahasa yang lain,corak kapitalisme global
yang semakin memiskinkan mereka yang lemah dan terus memperkaya mereka yang berdaya
agaknya semakin memojokkan mereka sebagai kelompok sosial yang termarjinalisasikan.
Hal tersebut juga sangat mempengaruhi faktor psikologis dan sosiologis bangsa
Indonesia yang tak mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar dan diri sendiri.
Hasil dari kebimbangan yang tak dapat dikendalikan dapat menghasilkan dan menjadikan
bunuh diri sebagai jalan keluar yang tak akan pernah menyelesaikan masalah.
Bunuh diri menjadi permasalahan yang penting untuk segera ditangani dengan benar.
Perlu adanya Deteksi dini kecenderungan bunuh diri dapat digunakan membantu seseorang
yang telah merasa putus asa dengan hidupnya. Deteksi dini kecenderungan bunuh diri dapat
dijadikan acuan awal bagi klinisi, konselor atau tenaga medis untuk membantu seseorang
menemukan dan meningkatkan kualitas hidup seseorang yang merasa putus asa terhadap
hidupnya.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa defininsi bunuh diri?
 Apa saja tipe-tipe bunuh diri ?
 Faktor apa yang menyebabkan seseorang ingin melakukan bunuh diri ?
 Mengapa bunuh diri dapat dianggap sebagai jalan keluar?
 Apa saja metode yang dilakukan seseorang untuk bunuh diri ?
 Apa tanda-tanda bunuh diri ?
 Bagaimana upaya menanggulangi perspesi bunuh diri itu sebagai jalan keluar?
 Bagaimana pandangan agama, hukum negara, publik serta penulis tentang bunuh
diri ?

1.3 Tujuan Penulisan


 Untuk mengetahui definisi bunuh diri
 Untuk mengetahui penyebab seseorang melakukan bunuh diri
 Membandingkan tanggapan baik dari publik,agama,hukum negara serta penulis
tentang bunuh diri
 Menumbuhkan sikap dan mental kepada setiap masyarakat untuk selalu berpikir dan
bersikap positif
 Menanamkan sikap tidak mudah putus asa kepada setiap generasi untuk memerangi
persepsi bunuh diri yang tak akanpernah menyelesaikan masalah
 Untuk menghilangkan jejak-jejak persepsi akan bunuh diri yang dapat membelenggu
setiap insan di dunia terutama Indonesia
 Sebagai nilai UH Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

1.4 Manfaat Penulisan


 Untuk meningkatkan pengetahuan terhadap percobaan bunuh diri, sehingga kita dapat
meminimalisir resiko bunuh diri
 Membantu masyarakat untuk mengetahui apa itu bunuh diri pada remaja, faktor
penyebab dan juga cara pencegahannya
 Menghindarkan diri dari segala hal yang bisa berdampak negatif,salah satunya adalah
tanggapan/persepsi bunuh diri sebagai jalan keluar
 Mencegah berbagai hal yang negatif serta merugikan bagi masyarakat, terutama yang
berhubungan dengan mengakhiri hidup, berupa anggapan bunuh diri sebagai jalan
akhir dan penyelesaian

1.5 Sumber Data


Data yang dipakai untuk menulis makalah ini adalah berasal dari berbagai web yang
penulis akses, serta berbagai jurnal penelitian dari berbagai universitas fakultas psikologi.

1.6 Metode Penulisan


Metode deskriptif dan argumentatif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defininsi Bunuh Diri
Bunuh diri adalah, perbuatan menghentikan hidup sendiri, yang dilakukan oleh
individu itu sendiri atau atas permintaannya. Singkat kata, Bunuh diri adalah tindakan
menghilangkan nyawa sendiri dengan menggunakan segalamacam cara. Ada tiga komponen
dalam bunuh diri yaitu keinginan untuk membunuh, keinginan untuk dibunuh, dan keinginan
untuk mati.
Alasan atau motif bunuh diri bermacam-macam, namun biasanya didasari oleh rasa
bersalah yang sangat besar, karena merasa gagal untuk mencapai sesuatu harapan. Dikatakan
bahwa wanita lebih banyak 3 kali dibanding pria. Walaupun demikian laki-laki berperanan
juga terjadinya bunuh diri pada wanita. Seperti menyakiti, menganiaya, memperkosa yang
mambuat perempuan akhirnya nekad bunuh diri.
Dalam teori psikologi perilaku, bunuh diri sebenarnya adalah kepanikan atau letupan
sesaat, sebuah dorongan yang tiba-tiba. Antara terpicu dan bertindak hanya berlangsung
sekejap, dalam hitungan detik,menit, atau jam, namun tidak dalam hitungan hari. Dalam hal
ini biasanya seseorang mengalami keputuasaan, sehingga ia melakukan hal tersebut.

2.2 Tipe-Tipe Bunuh Diri


Menurut Durkheim ada empat tipe bunuh diri yang didasarkan pada dua kekuatan
sosial sekaligus, yakni integrasi sosial (kemampuan individu untuk terikat pada tatanan
masyarakat) dan regulasi moral (aturan-aturan atau pun norma-norma yang mengatur
kehidupan individu).
Contohnya adalah individu yang belum menikah, terutama laki-laki, yang kurang
terikat dengan komunitas dan norma social, lebih banyak bunuh diri di bandingkan laki-laki
yang menikah.
1. Bunuh diri egoistik (egoistic suicide).
Bunuh diri ini diakibatkan oleh terlalu sedikitnya integrasi sosial yang dilakukan individu.
Maksudnya, individu tidak cukup untuk melakukan pengikatan diri dengan kelompok sosial.
Akibatnya adalah nilai-nilai, berbagai tradisi, norma-norma serta tujuan-tujuan sosial pun
sangat sedikit untuk dijadikan panduan hidupnya.
2. Bunuh diri altruistik (altruistic suicide)
Hal ini terjadi pada masyarakat dengan integritas yang tinggi, dimana kebutuhan individu
dipandang kurang penting dibandingkan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga
membuat karakter altruistik menjadi berlawanan dengan egoistik. Durkheim menyatakan
bahwa dalam masyarakat altruistik akan ada sedikit alasan bagi individu untuk bunuh diri.

3. Bunuh diri anomik (anomic suicide)


Bunuh diri yang dilakukan ketika tatanan, hukum-hukum,serta berbagai aturan moralitas
sosial mengalami kekosongan. Bunuh diri anomik mencerminkan seorang individu yang
mengalami kebingungan moral dan kurangnya arah social, yang berkaitan dengan pergolakan
social dan ekonomi yang dramatis. Durkheim menjelaskan bahwa ini adalah keadaan
gangguan moral yang mana manusia tidak tahu batas-batas pada keinginannya, dan terus-
menerus dalam keadaan kekecewaan.
Terdapat empat jenis bunuh diri yang disebabkan bunuh diri anomik :
a.) anomi ekonomis akut : Kemerosotan secara sporadis pada kemampuan lembaga-lembaga
tradisional (seperti agama dan sistem-sistem sosial pra-industrial)
untuk meregulasikan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial.
b. Anomi ekonomis kronis :Kemerosotan regulasi moral yang berjalan dalam jangka waktu
lama. Misalnya saja Revolusi Industri yang menggerogoti aturan-
aturan sosial tradisional. Tujuan untuk meraih kekayaan dan
milik pribadi ternyata tidak cukup untuk menyediakan perasaan
bahagia. Tidak aneh misalnya, jika saat itu angka bunuh diri lebih
tinggi terjadi pada orang yang kaya daripada orang-orang yang
miskin.
c. Anomi domestik akut: Perubahan yang sedemikian mendadak pada tingkatan mikrososial
yang berakibat pada ketidakmampuan untuk melakukan adaptasi.
d. Anomi domestik kronis : Contohnya; seperti pada kasus pernikahan sebagai institusi atau
lembaga yang mengatur keseimbangan antara sarana dan
kebutuhan seksual dan perilaku di antara kaum lelaki dan
perempuan.Seringkali yang terjadi adalah lembaga perkawinan
secara tradisional sedemikian mengekang kehidupan perempuan,
sehingga membatasi peluang-peluangdan tujuan-tujuan hidup
mereka.
4. Tipe keempat adalah bunuh diri fatalistik (fatalistic suicide)
Merupakan akibat dari regulasi atau pengaturan yang berjalan secara bersambung dan
berlebihan terhadap kehidupan individu. Disini individu merasakan hidupnya tidak berharga
karena sedemikian tertindas atau dibatasi ruang geraknya. Fenomena banyak orang yang
mengakhiri hidupnya secara tragis tak terlepas dari fakta bahwa masyarakat di kota-kota
besar mengalami tekanan sosial atau tekanan kelompok yang sangat serius.

2.3 Faktor Penyebab Bunuh Diri


Faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri
ialah hasil kombinasi dari faktor individu, relasi, komunitas dan sosial. Sangat jarang
kejadian bunuh diri disebabkan oleh satu faktor saja. Beberapa faktor yang sering berperan
yaitu:
1. Di keluarga pernah ada yang bunuh diri dan anak yang dianiaya.
2. Percobaan bunuh diri sebelumnya.
3. Pernah mengalami gangguan mental khususnya depresi.
4. Perasaan tidak ada harapan, terisolasi dari masyarakat.
5. Kecenderungan sifat agresif dan impulsif.
6. Keyakinan budaya lokal.
7. Kehilangan (relasi, sosial, pekerjaan, keuangan).
8. Mudah mengakses metode bunuh diri.
9. Ketidakmauan untuk mencari pertolongan.
Jika seseorang memiliki faktor-faktor tersebut, sangat mudah untuk muncul suicide ideation
bagi individu tersebut. Istilah suicide ideation mengacu pada pemikiran bahwa hidup ini tidak
layak untuk dijalani, mulai dari intensitas pikiran yang hanya sekilas sampai yang secara
nyata dipikirkan dengan baik mengenai rencana untuk membunuh diri sendiri, atau obsesi
yang lengkap dengan merusak diri sendiri. Suicide ideation muncul biasanya tidak hanya
dikarenakan oleh satu permasalahan yang dihadapi, namun juga didukung oleh beberapa
faktor lain.

2.4 Metode Bunuh Diri


1. Gantung diri
Bunuh diri memang dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun cara yang
dipandang klasik dan biasanya berhasil ialah dengan gantung diri. Gantung diri dapat
dilakukan dengan menggunakan tali, sarung, pakaian, sprei, ikat pinggang, dan lain-lain. Cara
ini dilakukan baik oleh perempuan maupun laki-laki, anak-anak maupun individu dewasa.
Dengan menggunakan alat terebut, biasanya korban akan berhasil melaksanakan niatnya.
2. Minum racun
Cara lain yang juga sering digunakan ialah minum racun. Racun yang digunakan biasanya
obat pembasmi serangga atau racun tikus. Dengan begitu korban perlu mempersiapkan
sebelumnya sehingga keputusan untuk bunuh diri tidak muncul tiba-tiba. Cara bunuh diri
dengan minum racun ini tidak selalu berhasil, apalagi bila tindakan korban segera diketahui
oleh individu lain.
3. Melompat dari ketinggian
Melompat dari ketinggian atau bangunan bertingkat juga dipilih oleh pelaku bunuh diri.
Cara ini membutuhkan keberanian yang luar biasa sebelum melakukan tindakannya dan
akhirnya tewas.
4. Membakar diri
Membakar diri dan menggunakan senjata api juga bisa dilakukan pelaku bunuh diri. Cara
bunuh diri ini dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Namun mengingat senjata
api tidak mudah didapatkan, dan membakar diri dapat dengan mudah diketahui individu lain,
bunuh diri dengan metode ini tidak banyak dilakukan.

5. Melukai tubuhnya sendiri (self harm)


Melukai tubuh dengan benda tajam juga ditemukan pada pelaku-pelaku bunuh diri. Kasus
bunuh diri dengan menggorok leher menggunakan pisau dapur dan mengiris pergelangan
tangan dengan silet sama-sama memiliki kemungkinan tidak berhasil. Kendati telah melalui
rasa sakit, nampaknya proses bunuh diri ini membutuhkan waktu lama untuk sampai pada
waktu meninggalnya korban.
2.5 Tanda-Tanda Bunuh Diri
 Berbicara mengenai bunuh diri, seperti pembicaraan tentang mengakhiri hidup
ataupun tidak ingin dilahirkan
 Mencari alat – alat yang berbahaya,yang bisa digunakan untuk bunuh diri( pisau,
senjata api, pil, racun, dan lain – lain)
 Menyukai hal – hal yang berkaitan dengan kematian (menulis cerita, puisi, maupun
pantun tentang bunuh diri ataupun kematian)
 Merasa tidak berdaya, putus asa, gelisah, dan tidak percaya dengan segala sesuatu
yang bisa menjadi baik
 Membenci diri
 Mengasingkan diri dari keluarga, teman, atau lingkungan sekitar

2.6 Upaya Menanggulangi Perspesi Bunuh Diri


A. Pemerintah
Hal-hal yang dapat dilakukan pemertintah dalam mencegah bunuh diri, yaitu :
1. Membentuk petugas permanen yang secara specifik bertanggung jawab untuk
pengawasan dan peningkatan kualitas data yang berhubungan dengan bunuh diri
sebagai bagian dari komponen kegiatan usaha pencegahan bunuh diri.
2. Mengadakan kegiatan periodik mengenai pemeriksaan ketersediaan data,
kelengkapan data, dan kualitas data mengenai hal yang berhubungan dengan kasus
bunuh diri.
3. Memberikan saran untuk mendapatkan kualitas data yang baik kepada negara
yang memiliki kualitas data yang buruk.
4. Gabungkan usaha pengawasan bunuh diri dengan kegiatan lain sebisa mungkin
dari pada dilakukan aktivitas sendiri.
5. Memasukan penghapusan stigma mengenai bunuh diri kepada masyarakat dalam
rencana untuk meningkatkan kualitas data mengenai kasus bunuh diri.
6. Menemukan keseimbangan antara kebutuhan data nasional dan kebutuhan data
oleh komunitas yang spesifik bergelut dalam kasus bunuh diri.
7. Pastikan sistem pengawasan digunakan untuk membantu dalam pengembangan
aktivitas pencegahan bunuh diri.

B. Untuk Diri Sendiri


 Tanamkan pada diri bahwa bunuh diri adalah tindakan berdosa, tindakan yang putus
asa, tindakan yang tidak berani menghadapi kenyataan, dll.
 Usahakan untuk mengekspresikan emosi dengan aktivitas yang berguna, seperti
aktivitas seni, olahraga, rekreasi dan dialog.
 Adakan waktu untuk bekerja dan istirahat agar seimbang
 Adakan waktu merenung untuk mensyukuri segala sesuatu yang telah diterima

C. Untuk Masyarakat
1. Pihak Keluarga
Berbagai upaya pencegahan bunuh diri bisa dilakukan oleh pihak keluarga. Upaya
pencegahan itu dimaksudkan untukmeningkatkan faktor proteksi. Beberapa tindakan itu di
antaranya:
 Mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak
 Membangun hubungan yang positif di dalam rumah dimana rumah diciptakan sebagai
tempat untuk saling berbagi diantara anggota keluarga,
 Membangun kecerdasan emosional anak, dan
 Menanamkan pendidikan moral dan agama yang sebaik-baiknya.

2. Lingkungan
Lingkungan jelas merupakan determinan penting dalam upaya prevensi. Beberapa hal yang
semestinya disediakan lingkungan untuk mencegah terjadinya bunuh diri:
 Adanya tekanan sosial terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga
 Tidak memberitakan secara berlebihan tentang kejadian bunuh diri agar tidak menjadi
model bagi remaja
 Menciptakan kegiatan yang positif di dalam lingkungan untuk para remaja

3. Sekolah
 Monitoring terhadap keadaan siswa
 Berkonsultasi dengan pihakkeluarga, melakukan bimbingan dan konseling terhadap
siswa yang mengalami penuruan prestasi belajar dan terlihat depresi.
 Meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap anak didiknya

2.7 Pandangan Agama


1.) Dalam Pandangan Agama Islam

Tokoh masyarakat, Habib Mahdi mengatakan, di dalam agama hukum bunuh diri itu
haram dan tidak diperbolehkan. Dikatakannya, jika setiap orang yang hidup di dunia tentunya
akan mengalami masalah. Baik ringan maupun berat.Yang menjadi persoalan adalah ketika
manusia menghadai suatu masalah yang dianggap berat. Mereka acap kali merasa memikul
beban berat tersebut.
“Dan akhirnya, mereka pun sering kali mengambil tindakan keliru dengan cara bunuh diri,”
katanya yang juga Ketua FPI Sumsel.

Menurutnya, bunuh diri bukan suatu solusi untuk melepaskan impitan masalah yang
menimpanya dan tidak juga menyelesaikan permasalahan yang menimpa mereka.
Dalam pandangan Islam tentunya tindakan ini diharamkan dan masuk dalam kategori dosa
besar.

Hal ini tertulis dalam ayat QS: An-Nisa 29-30 yang berisi ‘Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang
siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan
memasukkan ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah’.

Selain itu, dalam hadis HR Bukhari nomor 6105, Muslim nomor 110 juga dijelaskan
‘Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan diazab dengan itu di hari
kiamat.

“Jadi apapun permasalahannya, bunuh diri bukan suatu solusi dari permasalahan tersebut.
Dan itu hanyalah bentuk pelarian dari masalah tersebut,” ujarnya.
“Karena itu, solusinya yang mendekatkan diri dan berserah kepada Allah SWT serta jauhi
semua larangannya, karena tidak akan dibebankan suatu masalah kecuali dalam batas
kemampuan kita,” tutupnya.

2.) Dalam Pandangan Agama Kristen

Akitab mencatat enam orang yang bunuh diri: Abimelekh (Hakim-hakim 9:54), Saul (1
Samuel 31:4), Pembawa Senjata Saul (1 Samuel 31:4-6), Ahitofel (2 Samuel 17:23), Zimri (1
Raja-Raja 16:18), dan Yudas (Matius 27:5).
Lima dari keenam orang tersebut terdeskripsi jelas mengenai kejahatannya, kecuali
pembawa senjata Saul – yang tidak diulas secara mendetail. Beberapa ahli menganggap
kematian Samson sebagai tindakan bunuh diri, karena ia sudah mengetahui bahwa
tindakannya akan mematikan dirinya (Hakim-Hakim 16:26-31). Berhubung tujuan Samson
saat itu ingin membunuh para Filistin, bukan dirinya saja, maka pendapat ini masih
diperdebatkan.
Allah hanyalah satu-satunya yang boleh memutuskan waktu dan dengan cara apa
seseorang akan meninggal. Seperti diungkapkan dalam Mazmur 31:15, "Masa hidupku ada
dalam tangan-Mu."
Allah adalah pemberi kehidupan. Ia memberi, dan Ia mengambilnya kembali (Ayub
1:21). Bunuh diri, bentuk pembunuhan kepada diri sendiri, menjadi tindakan durhaka, karena
hal itu menjadi bentuk penolakan manusia atas karunia kehidupan dari Allah.
Tidak satu pun, pria ataupun wanita, diperbolehkan mengambil alih otoritas Allah dan
mengakhiri kehidupan pribadi mereka.
Ada beberapa tokoh di dalam Alkitab yang mengalami keputusasaan. Salomo, sambil
mengejar segala kenikmatan hidup, mencapai suatu titik dimana ia "membenci hidup"
(Pengkhotbah 2:17). Elia sangat takut hingga mengalami depresi dan merindukan kematian (1
Raja-Raja 19:4). Yunus juga begitu marah dengan Allah sampai ia berharap mati (Yunus
4:8). Rasul Paulus dan para rekan misionarisnya sampai pernah berkata, "beban yang
ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa
juga akan hidup kami" (2 Korintus 1:8).
Akan tetapi, dari semua tokoh itu, tidak ada yang bunuh diri.
Salomo belajar "takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya,
karena ini adalah kewajiban setiap orang" (Pengkhotbah 12:13). Elia dihibur oleh malaikat,
diperbolehkan beristirahat, dan diberi sebuah amanat baru. Yunus dikoreksi dan diberi
pelajaran dari Allah. Paulus belajar bahwa, walaupun beban yang ia hadapi melampaui
kemampuan dirinya menanggungnya, Allah dapat membantu menanggung segala hal: "Tetapi
hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya
kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati" (2 Korintus 1:9).
Jadi, menurut Alkitab, bunuh diri adalah dosa.

3.) Dalam Pandangan Ajaran Gereja Katolik


Masing-masing kita diciptakan seturut gambar dan citra Allah (Kej 1:27) dengan tubuh
dan jiwa. Sebab itu, kehidupan adalah sakral sejak dari saat pembuahan hingga kematian
yang wajar.
Tuhan Yesus mengenal sukacita dan derita, keberhasilan dan kegagalan, sukacita dan
penderitaan, kebahagiaan dan kesengsaraan yang datang silih berganti dalam hidup; namun
demikian, Ia juga menunjukkan kepada kita bagaimana harus menjalani kehidupan ini dalam
kasih Tuhan dan dalam kepercayaan penuh akan kehendak-Nya.
Sebab itu, patut kita camkan bahwa pemeliharaan hidup kita - tubuh maupun jiwa -
bukanlah suatu pilihan, melainkan suatu kewajiban. Kita wajib memelihara serta merawat
baik hidup jasmani maupun hidup rohani kita.
“Tiap orang bertanggung jawab atas kehidupannya. Allah memberikan hidup kepadanya.
Allah ada dan tetap merupakan Tuhan kehidupan yang tertinggi. Kita berkewajiban untuk
berterima kasih karena itu dan mempertahankan hidup demi kehormatan-Nya dan demi
keselamatan jiwa kita. Kita hanya pengurus, bukan pemilik kehidupan, dan Allah
mempercayakannya itu kepada kita. Kita tidak mempunyai kuasa apa pun atasnya” (KGK :
2280).
Dengan dasar pemahaman di atas, kita dapat melihat mengapa bunuh diri dianggap
sebagai suatu tindakan moral yang sama sekali salah: suatu dosa berat. Bapa Suci
menegaskan hal ini dalam ensikliknya “Evangelium Vitae” (no. 66). (Perlu diperhatikan
bahwa bunuh diri dibedakan dari mengorbankan nyawa demi Tuhan atau orang lain, misalnya
dalam kasus-kasus martirium, atau mengorbankan / mempertaruhkan nyawa demi
menyelamatkan orang lain.).
Dengan sengaja mengakhiri kehidupan diri sendiri adalah salah karena beberapa alasan, yaitu
:
a. Pertama, dalam pengertian yang paling mendasar, setiap manusia memiliki
kecondongan kodrati untuk mempertahankan kehidupannya. Bunuh diri bertentangan
dengan kecondongan kodrati manusia supaya memelihara dan mempertahankan
kehidupan.
b. Kedua, bunuh diri melanggar cinta kasih sejati kepada diri sendiri dan kepada sesama
- keluarga, kerabat, sahabat dan teman dan bahkan para kenalan.
c. Ketiga, bunuh diri bertentangan dengan cinta kepada Allah yang hidup, kepada siapa
kita berhutang kasih. Sebab kita dipanggil untuk menyerahkan diri ke dalam tangan-
tangan kasih Tuhan yang tidak akan pernah meninggalkan kita, melainkan hanya
menghendaki kita menjalani kehidupan ini dengan selamat. Melakukan tindak bunuh
diri berarti menolak “Tuhan meraja” dalam hidup kita.
Sebab itu, secara obyektif, bunuh diri merupakan suatu dosa berat. Membantu seseorang
melakukan tindak bunuh diri juga merupakan dosa berat yang dapat merusakkan jalan
keselamatan.
Dalam kasus bunuh diri, orang mungkin tidak memberikan persetujuan penuh atas niat. Rasa
takut, paksaan, ketidaktahuan, kebiasaan, hawa nafsu dan masalah-masalah psikologis dapat
menghalangi orang memberikan persetujuan penuh atas niat sehingga dapat mengurangkan
bahkan meniadakan sama sekali tanggung jawab pelaku.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan, “Gangguan psikis yang berat, ketakutan besar atau
kekhawatiran akan suatu musibah, akan suatu kesusahan atau suatu penganiayaan, dapat
mengurangi tanggung jawab pelaku bunuh diri” (KGK : 2282).
“Orang tidak boleh kehilangan harapan akan keselamatan abadi bagi mereka yang telah
mengakhiri kehidupannya. Dengan cara yang diketahui Allah, Ia masih dapat memberi
kesempatan kepada mereka untuk bertobat supaya diselamatkan. Gereja berdoa bagi mereka
yang telah mengakhiri kehidupannya” (KGK :2283).
4.) Dalam Pandangan Agama Budha

Menurut pandangan agama Buddha, dalam Kodhana Sutta, Avyakata Vagga, Aṅguttara
Nikāya VII, Sang Buddha mengidentifikasi kecenderungan-kecenderungan penyebab bunuh
diri adalah ketidakseimbangan pikiran. Ada beberapa orang di masyarakat serta hal-hal
lainnya membuat mereka menjadi rendah diri, mudah kecewa, dan putus asa. Biasanya orang
yang bunuh diri itu tidak memahami ajaran Sang Buddha tentang dukkha.
Dalam Pañcasīla Buddhis diterangkan bahwa bunuh diri termasuk pelanggaran sila
pertama yaitu membunuh. Jadi, di dalam Pañcasīla Buddhis, sasaran pembunuhan makhluk
hidup itu selain makhluk hidup lain juga termasuk diri sendiri.
Oleh karena itu bunuh diri termasuk pelanggaran sila pertama, di mana pelakunya akan
terlahir kembali di alam yang rendah sebagaimana yang tertulis dalam Jātaka Aṭṭhakathā:
’makhluk yang bunuh diri dengan senjata, minum racun, gantung leher, terjun ke tebing
dengan didasari kemarahan, akan terlahir di alam neraka dan alam rendah lainnya.’ Dari
kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kamma ditentukan oleh niat. Orang yang bunuh
diri umumnya karena kebencian dan tidak tahan karena menghadapi penderitaan hidup. Hal
ini akan membuat kembali ia lahir di alam rendah.
Sang Buddha bersabda: ’sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit
kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan ajaran benar, begitu pula,
sungguh sulit munculnya seorang Buddha.’ (Dhammapada 182). Maka, sungguh
menyedihkan apabila kehidupan yang berharga ini hancur dengan cara yang bodoh.

5.) Dalam Pandangan Agama Hindu


Dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 3 dinyatakan, ”Upabhogaih parityaktam
natmanamavasadayet, candalatvepi manusyam sarvaatha tata durlabham.” Artinya, ”Jangan
sekali-kali bersedih hati sekali pun hidupmu tidak makmur.
Dilahirkan menjadi manusia itu hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat
sukar untuk dilahirkan menjadi manusia meski kelahiran hina sekali pun.” Selanjutnya dalam
sloka 4 dinyatakan sebagai berikut ini, ”Iyam hi yonih prathama yanih, prapya jagatipate,
atmanam sakyate tratum, karmabhih subhalaksanaih.” Artinya, menjelma sebagai manusia itu
sungguh-sungguh utama sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan
sengsara dengan jalan berbuat baik. Demikianlah keuntungannya dapat menjelma sebagai
manusia.
Dalam Kitab Bhagawad Gita Bab X.22 dinyatakan, ”Ananyas cintayanto mam, ye janah
paryupasate, tesam nityabhiyuktanam, yoga ksemam vahamy aham.”
Artinya, ”Mereka yang hanya memujaKu saja, tanpa memikirkan yang lainnya lagi, yang
senantiasa penuh pengabdian, kepada mereka Ku-bawakan segala apa yang mereka tidak
punya dan Ku-lindungi segala apa yang mereka miliki.” Berdasarkan penyataan sloka
tersebut, orang yang rajin sembahyang serta bekerja keras tanpa pantang menyerah tidak akan
kelaparan dan juga akan dijaga kesehatannya serta dipenuhi apa yang mereka butuhkan dalam
kehidupan ini.
Oleh karena itu apa pun keadaannya, baik kurang atau pun sedih, yaitu tetap
bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Pengasih karena dibalik itu
Tuhan mempunyai rencana yang lebih indah,
Seseorang yang mengatasi penderitaan dengan mengakhiri hidupnya, tidak akan
berubah menjadi bahagia di kehidupan yang akan datang. Sebab bila di dalam kehidupan ini
saja seseorang tidak mampu menghadapi dan mengatasi persoalan hidup namun
mengakhirinya dengan kematian, tentu di kehidupan yang akan datang persoalan ini akan
menjadi lebih sulit lagi. Kematian dengan cara bunuh diri bukanlah jawaban untuk
mengakhiri penderitaan dan kematian bukanlah akhir dari segala-galanya.

2.8 Pandangan Hukum

Seseorang yang membunuh diri tidak dapat diancam dengan hukuman. Akan tetapi
orang yang sengaja menghasut, menolong orang lain untuk bunuh diri dapat dikenakan Pasal
345 KUHP apabila orang yang bersangkutan benar-benar bunuh diri dan menyebabkan
kematian pada dirinya.
Isi dari Pasal 345 KUHP adalah:
“Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,menolongnya dalam perbuatan
itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun kalau orang itu jadi bunuh diri”.
Untuk berlakunya Pasal 345 ini, membunuh diri itu harus benar-benar terjadi
dilakukan, artinya adalah bagi orang yang bersangkutan harus sampai menyebabkan kematian
daripadanya. Apabila tidak sampai terjadi kematian tersebut, maka yang melakukan
pembujukan atau membantu memberikan ikhtiar bunuh diri dapat dituntut atas dasar
mencoba.
Inti dari Pasal 345 KUHP : melarang orang yang dengan sengaja melakukan
mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolong orang lain dalam melakukan bunuh diri
dan larangan memberikan sarana pada orang yang akan bunuh diri.

2.9 Pandangan Penulis


Sebagaimana penulis menguraikan diatas, bahwa bunuh diri adalah perbuatan dosa
berat yang mana dapat merusakkan jalan keselamatan yang Tuhan beri. Kita sama saja
mengingkari penjanjian pembatisan, yang mana simbol keselamatan kita, selain itu kita juga
mengingkari cinta kasih-Nya.

Dari apa yang penulis jabarkan diatas, bahwa agama manapun baik itu Islam, Kristen,
Katolik, Budha dan Hindu, menolak keras bunuh diri. Sebab bunuh diri, tidak sesuai dengan
ciri khas masing-masing agama. Setiap agama menolak dengan keras bunuh diri, sebab
dinilai seseorang yang melakukan bunuh diri dinilai tidak mau menyukuri hidupnya.
Setiap agama juga berpesan, bahwa dalam hidup memang harus mengalami berbagai
kesulitan/pergumulan. Untuk itulah agama menuntun kita, agar semakin mendalami arti
hidup dan menghayati karya-Nya dalam hidup kita.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bunuh diri sebagai upaya pelarian dalam tekanan hidup adalah suatu tidakan yang tepat.
Sebab bunuh diri bukan menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi, melainkan menambah
banyak masalah.Selain berdosa, bunuh diri juga menimbukan keresahan publik sebab bunuh
diri dapat memicu tidak bunuh diri lainnya.
Oleh karena itu, perlu ditanamkan sikap percaya diri dan pemikiran yang mengarah ke
arah positif. Selain itu keintiman dengan sang Pecipta juga perlu lebih kuat lagi, agar
terhindar dari ancaman bunuh diri.

3.2 Saran
Saran penulis untuk pembaca makalah ini adalah, lebih banyak mendekatkan diri pada
sang Pencipta. Mengikuti kegiatan yang bermanfaat, seperti Karang Taruna, OMK, Youth
Gereja, Remaja Masjid, UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), klub musik, dll. Selain itu, bila
dirasa mengalami depresi haruslah sesegera mungkin menemui konselor ( Ustadz,
Pendeta,Romo,Guru BK, Psikater,dll).
Peran masyarakat juga sangat penting dalam mengurangi tingkat bunuh diri, yaitu dengan
melapor pada polisi, serta mencegahnya melakukan tindak bunuh diri.

3.3 Daftar Pustaka


 http://id.wikipedia.org  radarmalang.jawapos.com
 http://www.balipost.co.id  fimadami.com
 http://www.doktertomi.com  bali.tribunnews.com
 http://www.freelists.org  www.gotquestion.org
 http://www.helpguide.org  www.kompasiana.com
 http://www.kompas.com  agama15.blogspot.com
 http://www.sinarharapan.co.id  yesaya.indocell.net
 http://www.sivalintar.com/hidup/  www.carmelia.net
 www.academia.edu  Katolik-kita.blogspot.com
 www.scribd.com  www.imankatolik.or.id
 corryptr.blogspot.com  www.dhamacakka.org
 dinniwanrusti20.blogspot.com  yanartha.wordpress.com
 www.researchgate.net  sinar-cakrawala9.blogspot.com
 journal.ui.ac.id  ferrycute87.blogspot.com
 jounal.unpad.ac.id  m.cnnindonesia.com
 scholar.google.id  geotimes.co.id

Anda mungkin juga menyukai