Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang menjadi

perhatian di dunia. Hipertensii menjadi penyakit tidak menular nomor

satu di banyak negara. Darah tinggi merupakan pembunuh

tersembunyi yang penyebab awalnya tidak diketahui atau tanpa gejala

sama sekali. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi yaitu

penyakit jantung, stroke dan ginjal.

Data WHO menyatakan bahwa di seluruh dunia terdapat sekitar

972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi menderita hipertensi, angka

ini akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta

penderita hipertensi, 333 juta berada di Negara maju dan 639 sisanya

berada di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan

penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi

esensial yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan

hipertensi sekunder atau hipertensi yang diketahui penyebabnya

seperti gangguan ginjal, gangguan hormon, dan sebagainya.Jumlah

penderita hipertensi esensial sebesar 90-95%, sedangkan jumlah

penderita hipertensi sekunder sebesar 5-10%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi

menjadi dua kelompok besar yaitu faktor yang tidak dapat


dikendalikan seperti jenis kelamin, umur, genetik, ras dan faktor yang

dapat dikendalikan seperti pola makan, diabetes melitus, kebiasaan

olah raga, konsumsi garam, kopi, alkohol dan stres. Terjadinya

hipertensi perlu peran beberapa faktor risiko secara bersama-sama

sehingga dapat dikatakan bahwa satu faktor risiko saja belum dapat

menimbulkan hipertensi.

Terapi non farmakologis yang wajib dilakukan oleh penderita

hipertensi yakni mengontrol asupan makanan dan natrium,

menurunkan berat badan, pembatasan konsumsi alkohol dan

tembakau, serta melakukan latihan dan relaksasi.

Salah satu terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan pada

penderita hipertensi primer yaitu latihan slow deep breathing karena

termasuk ke dalam latihan dan relaksasi. Latihan pernapasan dalam

dan lambat (Slow Deep breathing) adalah salah satu terapi modalitas

non-farmakologis yang dapat meningkatkan sensitivitas baroreflex dan

mengurangi aktivitas simpatis dan aktivasi chemoreflex, yang

menunjukkan efek berpotensi menguntungkan dalam hipertensi

Berdasarkan latar belakang di atas serta banyaknya penderita

hipertensi, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Tekanan

Darah Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Tulehu Tahun 2020”.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakan di atas, maka rumusan masalah yang

diangkatyaitu “Adakah pengaruh latihan slow deep breathing terhadap

tekanan darah pada penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Tulehu ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh latihan slow deep breathing

terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Tulehu.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui tekanan darah sebelum diberikan latihan

slow deep breathing terhadap tekanan darah pada penderita

hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Tulehu.

b. Untuk mengetahui tekanan darah diberikan latihan slow deep

breathing terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas Tulehu.

c. Untuk menganalisis perbedaan tekanan darah sebelum dan

sesudah diberikan latihan slow deep breathing terhadap

tekanan darah pada penderita hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Tulehu.
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan di bidang

kesehatan khususnya keperawatan dalam rangka pengembangan

ilmu pengetahuan tentang pengobatan non farmakologi pada

penderita hipertensi, serta dapat menjadi masukan untuk

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan peneliti mengenai caradan

metode dalam melakukan penelitian, dan membangun jiwa

peneliti untuk terus mengembangkan berbagai penelitian di

bidang keperawatan.

b. Bagi Responden

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi

tambahan dan pengobatan alternatif yang aman mengenai

latihan slow deep breathing yang dapat menurunkan tekanan

darah tinggi.

c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini di harapkan dapat menjadi salah satu

alternatif bagi masyarakat dalam mengendalikan tekanan darah

bagi penderita hipertensi.

d. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai Salah satu sumber

referensi bagi mahasiswa Stikes Pasapua Ambon dalam

penelitian selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tekanan Darah

1. Defenisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada

dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi

dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan

terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah

biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap

tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari

100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya

120/80 (Smeltzer & Bare, 2010).

Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh

jantung yang berkontraksi seperti pompa, untuk mendorong agar

darah terus mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.

Tekanan darah ini diperlukan agar darah tetap mengalir dan

mampu melawan gravitasi, serta hambatan dalam dinding

pembuluh darah. Tekanan darah dibagi menjadi dua, yaitu

tekanan darah sistolik dan diastolik. Angka lebih tinggi yang

diperoleh pada saat jantung berkontraksi disebut tekanan darah


sistolik. Angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung

berelaksasi disebut tekanan darah diastolik. (Khasanah, 2012).

Batas normal adalah bila tekanan sistolik tidak lebih dari

140 mmHg dan tekanan diastolik tidak lebih dari 90 mmHg.

Tekanan darah termasuk kategori tinggi jika tekanan sistolik lebih

dari 160 mmHg dan diastolik di atas 99 mmHg, dalam tiga kali

pemeriksaan berturut-turut selama selang waktu 2-8 minggu

(Martuti A, 2009).

2. Jenis Tekanan Darah

Menurut (potter & perry, 2010) tekanan darah digolongkan

Menjadi 2 jenis, yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah

diastolic :

a. Tekanan darah sistolik

Tekanan darah sistolik adalah puncak dari tekanan

maksimum saat ejeksi terjadi. Tekanan maksimum yang

ditimbulkan di arteri 10 sewaktu darah disemprotkan masuk

kedalam arteri selama sistol, atau tekanan sistolik, rata-rata

adalah 120 mmHg.

b. Tekanan darah diastolic

Tekanan darah diastolic adalah terjadinya tekanan minimal

yang mendesak dinding arteri setiap waktu darah yang tetap

dalam arteri menimbulkan tekanan. Tekanan minimum di dalam


artri sewaktu darah mengalir keluar selama diastol yakni

tekanan diastolic, rata-rata tekanan diastole adalah 80 mmHg.

3. Pengukuran tekanan darah

Menurut (Lany SuStrani; Alam Syamsir; Hadibroto Iwan (Tim

Redaksi Vitahealt), 2005), Pengukuran tekanan darah

menggunakan alat spygmomanometer (termometer) dan stetoskop.

Ada 3 tipe dari spygmomanumeter yaitu dengan menggunakan air

raksa (merkuri), aneroid dan alektrik. Pada penelitian ini

spygmomanumeter yang digunakan adalah merkaneroid dengan

prinsip penggunaannya yaitu menyeimbangkan tekanan darah

dengan tekanan darah kapsul metalis tipis yang menyimpan udara

didalamnya.

Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah yang harus di

perghatikan, yaitu :

a. Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran

dilakukan.

b. Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai

dan tangan sejajar dengan jantung (istirahat).

c. Pakailah baju lengan pendek.

d. Buang air kecil dulu sebelum di ukur karena kantung kemih yang

penuh dapat mempengaruhi hasil pengukuran.

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien

setelah istirahat yang cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit


5 menit. Pengukuran dilakukan pada posisi berbaring, duduk dan

berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit. Ukuran

manset harus sesuai dengan ukuran lengan atas. manset harus

memelingkar paling sedikit 80% lengan atas atau 3 cm diatas

lengan atas dan lebarnya minimal 40% dari lingkar lengan dan di

bawah kontrol manometer. Balon di pompa hingga kira-kira 30

mmHg di atas nilai Saat pulsasi radialis yang teraba menghilang,

kemudian stetoskop diletakan di atas arteri brankhialis pada lipat

siku, disisi bawah manset. Kemudian tekanan mansetditurunkan

perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg tiap denyut jantung.

Tekanan sistolik tercatat pada saat terdengar bunyi yang

pertama (korotkoff I), sedangkan tekanan diastolic dicatat jika bunyi

tidak terdengar lagi (korotkoff V).

4. Mekanisme Pemeliharaan Tekan Darah

Menurut (Hayens, B, 2003) tekanan darah di kontrol oleh otak,

sistem saraf otonom, ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan

jantung. Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah di dalam

tubuh. Serabut saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang

membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk

menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume

darah dan kebutuhan khusus semua organ. Semua informasi ini di

proses oleh otak dan keputusan di kirim melalui saraf menuju

organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya di tandai


dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Saraf-

saraf ini dapat berfungsi secara otomatis.

Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida (campuran

cairan dan gas) didalam tubuh. Ginjal juga memproduksi hormon

yang disebut renin. Renin dari ginjal merangsang pembentukan

angiontensin yang menyebabkan pembuluh darah kontriksi

sehingga tekanan darah meningkat. Sedangkan hormon dari

beberapa organ juga dapat mempengaruhi pembuluh darah seperti

kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon

seperti adrenalindan aldosteron juga ovari yang mensekresikan

strogen yang dapat meningkatkan tekanan darah. Kelenjar titoid

atau hormon tiroksin, yang juga berperan penting dalam

pengontrolan tekanan darah.

Pada akhirnya tekanan darah di kontrol oleh berbagai proses

fisiologis yang bekerja bersamaan. Serangkaian mekanisme inilah

yang memastikan darah mengalir di sirkulasi dan memungkinkan

jaringan mendapatkan nutrisi agar dapat berfungsi dengan baik.

Jika salah satu mekanisme mengalami gangguan, maka dapat

terjadi tekanan darah tinggi.

B. Tinjauan Umum Tentang Hiprtensi

1. Defenisi Hipertensi

Hipertensi Pengertian hipertensi oleh beberapa sumber adalah

sebagai berikut :

a. Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal sehingga dapat

menyebabkan peningkatan pada angka morbiditas ataupun


mortalitas, tekanan darah pada fase sistolik 140 mmHg

memperlihatkan fase dimana darah yang sementara dipompa oleh

jantung dan juga fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah

yang kembali menuju jantung (Triyanto, 2014).

b. Hipertensi ialah faktor resiko pada penyakit kardiovaskuler yaitu

aterosklerosis, gagal jantung, stroke dan juga gagal ginjal dengan

ditandai tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg dan juga

tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg, berdasarkan pada dua

kali pengukuran ataupun lebih (Smeltzer & Bare, Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah Burnner & Suddarth, 2013).

c. Hipertensi ialah kenaikan tekanan darah baik sitolik ataupun

diastolik yang telah terbagi menjadi dua tipe yaitu hipertensi

esensial merupakan yang paling sering terjadi dan hipertensi

sekunder yang disebabkan oleh penyakit renal ataupun penyebab

lain, sedangkan hipertensi malignan ialah hipertensi yang berat,

fulminan dan juga sering dijumpai terhadap kedua tipe hipertensi

tersebut (Kowalak, et.al,2011).

d. Hipertensi merupakan peningkatan abnormal tekanan darah di

dalam pembuluh darah arteri dalam saru periode, mengakibatkan

arteriolaber konstriksi sehingga membuat darah sulit mengalir dan

meningkatkan tekanan melawan dinding arteri (udjianti Juni

wajan,2010)
2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut (WHO, 2015) diatas normal tekanan darah adalah

tekana darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah

diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi

bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg san tekanan diastolik

lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan (Join National Committee-8, 2014),

tekanan darah dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit

tertentu diantaranya adalah

Tabel 2.1
Batasan Hipertensi Berdasarkan The Join National Commite
VIII Tahun 2014

Batasan Tekanan Darah Kategori


(mmHg)

≥150/90 mmHg Usia ≥60 tahun tanpa penyakit diabetes dancronic


kidney disease
≥140/90 mmHg Usia19-59 tahun tanpa penyakit penyerta
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit diabetes
Sumber .The Joint Natonal Commite VIII (2014)

(association Heart American, 2014) menggolongkan hasil

pengukuran tekanan darah menjadi :

Tabel 2.2
Kategori tekanan darah Berdasarkan American Heart
Association

Kategori tekanan darah Sistolik Diastolik

Normal <120 mmHg <80 mmHg


Perhipertensi 120-139 mmHg 80-90 mmHg
Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥160 mmHg ≥100 mmHg
Hipertensi stage ≥180 mmHg ≥110 mmHg
3(keadaan gawat)
Sumber : American Heart Assosiation (2014)
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi

primer dan hipertensi sekunder hipertensi primer adalah peningkatan

tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. dari 90% kasus

hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang

diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah

genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi

sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi

fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan

tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder.

Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara laim :

penggunaan ontrasepsi oral, kehamilan, peningkatan volume

intravaskular, luka bakar dan stres (Udjianti Juni wajan, 2010)

3. Etologi Hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2

golongan besar yaitu

a. Hipertensi essensial (hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak

di ketahui penyebabnya (idiopatik)

b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di seabkan oleh

penyakit lain. Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh

kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefenisikan

sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik

yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid,

hipertensi endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang


dapat mengakibatkan hipertensi dari penyakit tersebut karena

hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi

ginjal (renal hypertension). Tanto, Liwang, Hanifati, & Dkk, 2014)

4. Faktor-Faktor Resiko Terjadi Hiperternsi

Hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan karena

interaksi berbagai faktor resiko. Resiko relative hipertensi tergantung

pada jumlah dan tingkat keparahan dari faktor resiko yang dapat

dikontrol seperti stress, obesitas, nutrisi dan gaya hidup, serta faktor

yang tidak dapat dikonrol seperti genetik, usia, jenis kelamin danetnis

a. Usia

Hipertensi merupakan penyakit multifaktor yang disebabkan

oleh interaksi berbagai faktor reiko yang dialami seseorang.

Pertambahan usia menyebabakan adanya perubahan fisiologi

dalam tubuh seperti penebalan dinding arteri akibat adanya

penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh

darah akan mengalami penyempitan dan menjadi kaku dimulai

saat usia 45 tahun selain itu juga terjadi peningkatan resistensi

perifer dan aktivitas simpatik serta kurangnya sensitivitas

baroreseptor (pengatur tekanan darah) dan peran ginjal aliran

darah ginjal dan laju, filtrasi glomerulus menurun.

Menurut penelitian dari (febby Heendra dwi Anggara; Nanag

Praytino, 2013) merupakan adanya hubungan antara usia dengan

kejadian hipertensi. hal ini disebabkan karena tekanan arterial


yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, terjadinya

regurgitasi aorta, serta adanya proses degeneratif, yang lebh

sering pada usia tua.

b. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama

dengan wanita. namun wanita terlindungi dari penyakit

kardiovaskuler sebelum menopause. wanita yang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormon esterogen yang

berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein

(HDL).

Menurut penelitian dari (Nelli, Suyanto, & Butar-butar , 2015)

Menunjukan bawha ada hubungan antara jenis kelamin dengan

kejadian hepertensi jenis kelamin terbanyak pada laki-laki yaitu

50-4%.

c. Genettik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu juga akan

menyebabkan keluarga itu memiliki resiko untuk menderita

penyakit hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan

kadar sodium intraselular dan rendahnya rasio antar potassium

terhadap sodi. individu dengan orang tua dengan hipertensi

mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi

daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat


hipertensi. selain itu didaptkan 70-80% kausu hipertensi esensial

dengan riwayat hipertensi dalam keluarga

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nelli

Sapitri, 2015). Menunjukan bahwa mayoritas responden hipertensi

71,8% keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung

meningkatan risiko hipertensi 2 sampai 5 kali lipat.

d. Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari

pada yang berkulit putih sampai saat ini,belum diketahui secara

pasti penyebabnya namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar

yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin lebih

besar.

e. Aktivitas fisik

Perkembangan hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor

salah satunya adalah aktivitas orang yang dengan aktivitas fisik

kurang tapi dengan nafsu makan yang kurang terkontrol sehingga

terjadi konsumsi energi yang berlebihan mengakitkan nafsu

makan bertambah yang akhirnya berat badannya naik dan dapat

menyebabkan obesitas jika berat badan seseorang bertambah,

maka volume darah akan bertambah pula, sehingga beban

jantung untuk memompa darah juga bertambah. semakin besar

bebannya, semakin berat kerja jantung dalam memompa darah ke


seluruh tubuh sehingga tekanan perifer dan curah jantung dapat

meningkat kemudian menimbulkan hipertensi.

Penelitian dari framingham study menyatakan bahwa

aktivitas fisik sedang dan berat dapat mencegah kejadian stroke

selain itu, meta analiss yang diilakukan juga menyebutkan hal

yang sama.hasil analisis pertama menyebutkan bahwa berjalan

kaki menurunkan tekanan darah pada orang dewasa sekitar 2%.

Analisis kedua ada 54 rendomized controlled trial (RCT), aktivitas

aerobik menurunkan tekanan darah rata-rata TOS 4 mmHg dan 2

mmHg TDD pada pasien dengan dan tanpa hipertensi.

peningkatan intensitas aktivitas fisik 30-45 menit per hari penting

dilakukan sebagai strategi untuk pencegahan dan pengelolaan

hipertensi.

Aktivitas fisik dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1) Tinggi, jika dilakukan ≥30 menit ,≥3 kali perminggu

2) Sedang, jika dilakukan ≥30 menit, <3 kali perminggu

3) Rendah, jika dilakukan <30 menit, <3 kali perminggu

f. Obesitas

Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan sebesar

20% atau lebih dari berat badan ideal. obesitas mempunyai

korelasi positif dengan hipertensi. Anak-anak remaja yang

mengalami kegemukan cenderung mengalami hipertensi. ada


dugaan bahwa meningkatkannya beratbadan normal relatif

sebesar 10% mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg

Penyelidikan epidimiologi membuktikan obesitas merupakan

ciri khas pada populasi pasien hipertensi. curah jantung dan

volume darah pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi

dibandingkan penderita yang mempunyai berat badan normal

dengan tekanan darahyang setara. akibat obesitas ,para

penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskuler ,hipertensi

dan diabetes melitus.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Nelli sapitri 2015)

menunjukkan bahwa orang dengan obesitas (IMT<25) beresiko

menderita hipertensi sebesar 6,47 kali dibandingkan dengan

orang yang tidak obesitas.

g. Konsumsi lemak

Konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan

berat badan yang beresiko terjadinya hipertensi. konsumsi lemak

jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan

dengan kenaikan tekanan darah. penurunan konsumsi lemak

jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari

hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya

yang berasal dari minyak sayuran,biji-bijian dan makanan lain

yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.


h. Konsumsi natrium

Garam merupakan faktor penting dalam pathogenesis

hipertensi.hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku

bangsa dengan asupan garam rendah.apabilaasupan garam

antara 5-15 g/he prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%

Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui

peningkatan volume plasma.curah jantung dan tekanan

darah.konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6g/hr yang

setar dengan 11o mmol natrium atau 2400 mg/hr. Asupan natrium

yang tinggi dapat menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga

meningkatkan volume darah.

Menurut depkes RI , klasifikasi dari banyaknya asupan

natrium yang dikonsumsi sehari-hari yaitu tinggi jika ≥6 grm sehari

atau >3 sdt dan noormal : jika <6 grm sehari atau ≤3 sdt.hal ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raihan tahun

2014,menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara

pola asupan garam dengan kejadian hipertensi.

i. Merokok

Hubungan antara merokok dengan peningkatan risiko

terjadinya penyakit kardiovaskuler telah banyak dibuktikan selain

dari lamanya merokok, resiko akibat merokok terbesar tergantung

pada jumlah rokok yang dihisap per hari.seseorang yang merokok

lebih dari satu pak (15 batang) rokok sehari memiliki risiko 2 kali
lebih rentan untuk menderita dan penyakit kardiovaskuler daripada

mereka yang tidak merokok.

j. Konsumsi alkohol dan kafein

Konsumsi alkohol dan kafein secara berlebihan yang terdapat

dalam kopi,teh cola akan meningkatkan aktifitas syaraf simpatif

karena dapat merangsang sekresi Comtcotropoin Releasing

Hormone (CHR) yang berujung pada peningkatan tekanan

darah.sementara kafein dapat menstimulasi jantung untuk bekerja

lebih cepat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya.

k. Stres

Stres diyakini memiliki hubungan dengan hipertensi.hal ini

diduga melalui aktivitas syaraf simpatis yang dapat meningkatkan

tekanan darah secara intermiten. Disamping itu juga dapat

merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin

dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat

,sehingga tekanan darah akan meningkat. jika stress berlangsung

cukup lama,tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian

sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patogis.gejala

yang akan muncul berupa hipertensi atau penyakit mag stres

dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan

bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali.


Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nelli Sapitri,2015)

menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat stres

mempunyai resiko menderita sebesar 0,19 kali dibandingkan

denagn tidak memiliki riwayat stres.

5. Manifestasi Klinis

Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan

mengakibatkan penderita tersebut mengalami kelemahan otot pada

aldosteronisme primer, mengalami peningkatan berat badan dengan

emosi yang labil pada sindrom Cushing polidipsia, poliuria.

Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit

kepala, palpitasi banyak keringat dan keluhan episode sakit kepala,

palpatasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postral

dizzy) (Suboyo, Setiati, alwi & dkk, 2014) saat hipertensi terjad sudah

lama pada penderita atau hipertensi sudah dalam keadaan yang

berat dan tidak diobati gejala yang timbul yaitu sakit kepala,

kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi

kabur.

Semua itu terjadi karena adanya kerusakan pada otak,mata

,jantung dan ginjal pada penderita hipertensi berat mengalami

penurunan kesadaran dan bahkan mengakibatkan penderita

mengalami koma karena terjadi pembekakan pada bagian otak

keadaan tersebut merupakan keadaan ensefalopati (Irianto koes,

2014)
6. Patofiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dari relaksasi pembuluh

darah terletak din pusat vasomotro,pada medulla di otak.dari

pusatvasmotor rini bermula rasa simpatis yang berlanjut kebawah

kekorda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vosomator

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asektikolin, yang akan merangsang serabut

saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan di

lepaskan noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan kontriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan kekuatan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokonstriksi. individu dengan hpertensi sangat sensitive terhadap

norepinnefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapahai

tersebut bisa terjadi (Cprwin,2009)

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,

kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokonstriksi. medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang


menyebabkan vaskonstriksi korteks adrenal mensekresikortisol dan

streoid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor

pembuluh darah vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran

darah ke ginjal, menyebabakan pelepasan renin. renin merangsang

pembentukan angiotensi I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresial dosteron oleh kortek sadrenal.hormonini

menyebabakan retensi natrium dan airolah tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. semua factor ini

cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis di mana terjadi perubahan

structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggung

jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usa lanjut.

perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan kat dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah,

yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya

regang pembuluh darah. konsekuensinya. aorta dan arteri

besarberkurang kemampuannya dalam mengakomadasi volume

darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan

penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.

7. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi

yang bebahaya menurut (Alwi Setiat, Setiyohadi, Simadibrata, 2009;


Corwin, 2009, Irianto koes, 2014, Lorraine, 2006; Vitahealt, 2005)

seperti :

a. Payah jantung

Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi

jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan n

tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau

sistem listrik jantung.

b. Stroke

Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadi stroke,

karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. bila hal ini

terjadi pada pembuluh darah otak, maka terjadi perdarahan otak

yang dapat berakibat kematian. stroke juga dapat terjadi akibat

sumbatan dari gumpalan darah yang macet di pembuluh yang

sudah menyempit.

c. Kerusakan ginjal

Hipertensi dapat menyempitkan dan menembalkan aliran

darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring

kotoran tubuh dengan adaanya gangguan tersebut. ginjal

menyaring lebih sedikit cairan dan membuang kembali kedarah.

d. Kerusakan penglihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di

mata, sehinga mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau


buta. Pendarahan pada retina mengakibatkan pandangan menjadi

kabur, kerusakan organ mata dengan memeriksa fundus mata

untuk menemukan perubahan yang berkaitan dengan hipertensi

yaitu retinopati pada hipertensi. kerusakan yang terjadi pada

bagian otak, jantung. ginjal dan juga mata yang mengakibatkan

penderita hipertensi mengalami kerusakanan organ mata yaitu

pandangan menjadi kabur.

Komplikasi yang bisa terjadi dari penyakit hipertensi menurut

Departemen Kesehatan (Depkes RI,2006) adalah tekanan darah

tinggi dalam jangka waktu yang lama akan meruska emdotel arteri

dan mempercepat atherosclerosis komplikasi dari hipertensi

termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak,

dan pembuluh darah besar.hipertensi adalah faktor resiko utama

untuk penyakit arteri koroner (infrak miokard, angina) gagal ginjal

dementia, dan atrial, fibriasi

8. Terapi Hipertensi

a. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi merupakan penanganan awal

sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu

diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat

sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol pendekatan non

farmakologi ini dapat membantu pengurangan non pengurangan

dosis obat pada sebagian penderita oleh karena itu, modifikasi


gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan,karena

berperan dalam keberhasilan penanganan hipetensi (Nurkhalida,

2003)

Tabel 2.3.
Modifikasi Gaya Hidup Menurut (Chobanian et al 2003)

Modifikasi Rekomendasi Perkiraan


Penurunan tekanan
distole yang terjadi
Penurunan berat Prngaturan berat badan 5-30
badan normal. mmHg/penuruanan
10kg
Adaptasi pengaturan Konsumsi makanan yang 814 mmHg
pola makan banyak engandung buah
berdasarkan DASH dan sayur serta
mengurangi asupan
lemak atau yang
mengandung lemak
Diet rendah garam Penurunan konsumsi 2-8 mmHg
garam tidak lebih dari 6
Aktivitas fisik Aktivitas olahraga 4-9 mmHg
aerobik (jogging sekitar
30 menit setiap hari, atau
lebih dari sekali dalam
seminggu
Tidak lebih dari dua jenis
Penggurangan minuamn beralkohol atau 2-4 mmHg
konsumsi alkohol bahkan penghentian
penggunaan alkohol.
Sumber: (Chobanian et al, 2003)

b. Terapi Farmakologi

Menurut (Depkes RI, 2006), terapi farmakologi adalah

dengan menggunakan obat-obatan anti hipertensi. masing-

masing obat anti hipertensi memiliki efektivitas dan keamanan

dlam pengobatan hipertensi terapi farmakologi hipertensi terdiri

dari sebelas kelompok anti hipertensi, antara lain:

1) Diuretik
Obat jenis diuretik adalah obat pilihan pertama pada

hipertensi, mekanisme diuretik dengan menekan reabsorbsi

natrium di tubulus ginjal sehingga meningkatkan ekskresi

natrium dan air.

2) Antagonisaldosteron

Spirolakton dan epierenon bekerja dengan menahan

retensi natrium. Efek samping dapat menyebabakan

hiperkalemia pada pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis.

3) Penghambatreseptor beta adrenergik

Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor beta

adrenergik sehingga terjadi penurunan curah jantung dan

pengambat pelepasan renin, frekuensi dan kontraksi otot

jantung.

4) Penghambat angiotensin coverting enzyme(ACE)

Mekanisme kerja dengan menghambat enzim yang

menkonversi perubahan angiotensi I menjadi angiotensi II

(zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).

5) Penghambatrenin

Mekanisme obat ini mencegah pemcehan

angiotensinogen menjadi angiotensin I

6) Penghambat Reseptor Angiotensin II

Mekanisme kerja dengan mengambat reseptor

angiotension II sehingga menimbulkan efek vasodilatasi,


penurunan pelepasan aldosteron ,dan penurunan aktivitas

saraf simpatik

7) Penghambat saluran kemih

Mekanisme obat ini adalah dengan merelaksasi otot

jantung dan otot polos melalui penghambatan masuknya ion

kalsium masuk ke dalam intrasel.

8) Antagonis reseptora-adrenergik

Mekanisme obat dengan penghambat a-adrenergik

sehingga pelepasan katekolamin terhambat. menyebabakan

vasodilatasi pembuluh darah yang berefek pada penurunan

resistensi perifer. efek tersebut menurunkan laju jantung dan

curah jantung.

9) Obat aktifitas simpatatomi metikintrinsik

Mekanisme obat dengan penghambat parsial reseptor

beta1, sehingga mengurangi bronkospasme dan

vasokontriksi.

10) Vasodilatorarteriolar

Mekanisme obat dengan rileksasi otot polos arteriolar

menyebabkan terjadinya releks barroreseptor sehingga

terjadi peningkatan laju jantung, curah jantung, dan

pelepasan renin.

11) Penghambat simpatik


Mekanisme guanetidin dan guanadrel adalah dengan

menghambat pelepasan norepinefrin pada pist ganglion

pusat saraf simpatik dan penghambatan pelepasan

norepinefrin dalam menstimulasi saraf simpatik.

C. Pengertian Dan Latihan Slow Deep Breathing

1. Definisi Slow Deep Breathing

Latihan Slow Deep Breathing adalah tindakan yang dilakukan

secara sadar bertujuan mengatur pernafasan secara lambat dan

dalam sehingga menyebabkan efek relaksasi (Tarwoto, 2011).

Relaksasi dapat diaplikasikan sebagai terapi non farmakologis untuk

mengatasi stress, hipertensi, ketegangan otot, nyeri dan gangguan

pernafasan. Terjadi perpanjangan pada serabut otot, menurunnya

pengiriman impuls saraf menuju otak, menurunnya aktifitas pada

otak dan juga fungsi tubuh lain pada saat terjadinya relaksasi.

Respons relaksasi ditandai dengan penurunan tekanan darah

menurunnya denyut nadi, jumlah pernafasan serta konsumsi oksigen

(Potter & Perry, 2006 dalam Tarwoto, 2011).

Latihan Slow Deep Breathing yang terdiri dari pernafasan

abdomen (diafragma) dan purse lip breathing dapat digunakan

sebagai asuhan keperawatan mandiri dengan mengajarkan cara

untuk melakukan nafas dalam (dengan menahan inspirasi secara

maksimal), nafas lambat dan juga cara menghembuskan nafas


dengan cara perlahan dengan metode bernafas fase ekshalasi yang

panjang (Smeltzer, 2008).

2. Tujuan Slow Deep Breathing

Tujuan latihan Slow Deep Breathing antara lain untuk

memelihara pertukaran gas, meningkatkan ventilasi alveoli,

mencegah terjadinya atelektasis paru, membantu meningkatkan

efisiensi batuk dan mengurangi stress fisik maupun psikologis

(Smeltzer, 2008). Stress fisik maupun stress psikologis dapat

menyebabkan ketidakstabilan secara emosional serta dapat memicu

rangsangan pada area pusat vasomotor yang terdapat pada medulla

otak sehingga mempenaruhi kerja dari1sistem saraf otonom dan

sirkulasi hormon, rangsangan yang terjadi akan mengaktivasi sistem

saraf simpatis dan pelepasan berbagai hormon, sehingga

mempengaruhi terjadinya kenaikan tingkat tekanan darah (Crowin,

2009). Latihan Slow Deep Breathing memiliki pengaruh pada

peningkatan volume tidal sehingga mengaktivasi refleks Hering-

Breur yang memiliki efek pada penurunan aktifitas kemorefleks dan

meningkatkan sensitivitas barorefleks, melalui mekanisme inilah

yang dapat menurunkan aktifitas simpatis dan tekanan darah

(Joseph, 2005 dalam Sepdianto, 2010).

3. Fisiologis latihan Slow Deep Breathingdalam penurunan

tekanan darah
Latihan Slow Deep Breathing dapat menurunkan produksi

asam laktat di otot dengan cara meningkatkan suplai oksigen

sementara kebutuhan oksigen didalam otak mengalami penurunan

sehingga terjadi keseimbangan oksigen didalam otak. Nafas dalam

dan juga lambat menstimulus saraf otonom yang berefek terhadap

penurunan respons saraf simpatis dan juga peningkatan respons

saraf parasimpatis. Respons saraf simpatis akan meningkatkan

aktifitas tubuh sementara respons saraf parasimpatis cenderung

menurunkan aktifitas tubuh sehingga tubuh mengalami relaksasi dan

mengalami penurunan aktifitas metabolik. Stimulasi saraf

parasimpatis berdampak terhadap vasodilatasi pada pembuluh darah

otak yang memungkinkan suplai oksigen didalam otak lebih banyak

sehingga perfusi pada jaringan otak lebih adekuat (Downey, 2009

dalam Niken, 2015). Penurunan kadar hormon adrenalin juga terjadi

saat latihan Slow Deep Breathing yang akan memberikan rasa

tenang dan rileks sehingga berdampak pada perlambatan denyut

jantung yang akhirnya akan membuat tekanan darah mengalami

penurunan (Prasetyo, 2010).

4. Prosedur pelaksanaan latihan Slow Deep Breathing

Prosedur yang dilakukan saat latihan Slow Deep Breathing

dengan melakukan pernafasan diafragma dan purse lip breathing

selama inspirasi mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian

atas seiring dengan dorongan udara yang masuk selama inspirasi.


Langkah-langkah Latihan Slow Deep Breathing (University of

Pittsburgh Medical Center, 2003 dalam Tarwoto, 2011) adalah

sebagai berikut :

a. Mengatur pasien dalam posisi duduk

b. Kedua tangan pasien letakkan diatas perut

c. Anjurkan pasien untuk melakukan tarikan nafas secara perlahan

dan dalam melalui hidung

d. Tarik nafas selama 3 detik dan merasakan abdomen

mengembang selama menarik nafas

e. Tahan nafas selama 3 detik

f. Kerutkan bibir dan keluarkan nafas melalui mulut, hembuskan

secara perlahan selama 6 detik. Dan rasakan abdomen bergerak

kebawah

g. Ulangi langkah 1 langkah sampai 5 selama 15 menit, lakukan

latihan Slow Deep Breathing dengan frekuensi 3 kali sehari.


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN

DEFENISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel

bebas (independen) yaitu terapi latihan slow deep breathing dan

variabel terikat (dependen) yaitu tekanan darah pasien hipertensi yang

tergambar pada gambar 3.1 dibawah ini.

Variabel Independen Variabel Dependen

Tekanan
Latihan Slow Deep Darah
Breathing

1. Konsumsi lemak berlebihan


2. Obesitas
3. Merokok
4. Stres
5. Kurang olahraga

Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Yang Tidak Diteliti

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
B. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep diatasmaka hipotesisnya adalah :

1. Ho (Hipotesis Nol)

Tidak ada pengaruh terapi latihan slow deep breathing

terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di wilayah

kerja puskesmas tulehu

2. Ha (Hipotesis Alternatif)

Ada pengaruh terapi latihan slow deep breathing terhadap

penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di wilayah kerja

puskesmas tulehu
C. Defenisi operasional

Secara rinci defenisi operasional pada pasien penelitian ini dijelaskan pada tabel 3.1 dibawah ini :

Tabel 3.1
Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala

Variabel Variabel
Independen Independen
Latihan Slow Latihan bernapas lambat dan dalam dengan
Deep frekuensi bernapas sama atau kurang dari
Breathing 10x/menit,

Variabel
Dependen
Tekanan Tekanan darah yaitu tekanan pada pembukuh Stetoskop Sytole : 120-189 Al
Darah darah arteri ketika darahdipompaoleh jantung dan tensi Distole : 80-110
keseluruh tubuh.yang diukur pada lengan kiri meter merk
dengan memblok aliran darah menggunakan aneroid
manset yang kemudian dibuka secara
perlahan sambil didengarkan bunyi
ketukannya.bunyi pertama kita sebut systole
dan bunyi kedua disebut diastole yang
kemudian diinterpretasikan sebagai tekanan
darah systoleper diastole yang diukur 2 kali
yaitu sebelum dan sesudah diberikan
intervensi.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pre eksperimental design dengan rancangan one group pretest-

posttest. One group pretest dan posttest design, merupakan desain

eksperimen yang hanya menggunakan satu kelompok subyek (kasus

tunggal) serta melakukan pengukuran sebelum diberikan perlakuan

(pretest) dan sesudah diberikan perlakuan (posttest), perlakuan dalam

penelitian ini berupa terapi latihan slow deep breathing terhadap

terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi.

Pasien Pre test Post test

Intervensi 01 X 02

Gambar 4.1 Desain Penelitian

Keterangan:

01 : Sebelum pemberian latihan slow deep breathing

02 : Sesudah pemberian latihan slow deep breathing

X : Perlakuan

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskemas

tulehu
2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Agustus –

September 2020.

C. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertenSi

di wilayah kerja Puskesmas tulehu sebanyak 49 orang.

D. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah seluruh

penderita hipertensi sebanyak 49 orang dengan menggunakan

N
rumus Slovin sebagai berikut: n=
1+ N ¿ ¿

56
n= 2
1+56 (0,05)

56
n=
1+56 (0,0025)

56
n=
1+0,14

56
n=
1,14

n=49

keterangan :

N = Populasi

n = Sampel

e = Nilai Signifikan (p < 0,05)


2. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

teknik non propability sampling dengan pendekatan purposive

sampling.

Dalam pengambilan sampel penelitian harus

memperhatikan dua kriteria yaitu:

a. Kriteria inklusi

1) Penderita berumur dari 30-60 tahun.

2) Penderita hipertensi yang berobat di wilayah kerja

Puskesmas tulehu.

3) Bersedia menjadi responden.

b. Kriteria eksklusi

1) Responden tidak ada ditempat selama penelitian.

2) Tidak memiliki penyakit penyerta seperti stroke, gagal

ginjal, jantung,diabeteS dan lain-lain.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Kuesioner A

Kuesioner ini untuk mengetahui karakteristik responden

yang terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan ,

pekerjaan dan agama.

2. Lembar Observasi
Dalam penelitian ini lembar observasi digunakan untuk

mengukur tekanan darah pretest dan posttest sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan dengan menggunakan

Sphygmomanometer aneroid.

3. Alat dan Bahan

a. alat penelitian

1. Tensi meter aneroid

2. StetoSkop

F. Prosedur Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh perlu diolah terlebih dahulu dengan tahap-

tahap sebagai berikut:

1. Editing

Kegiatan ini dilakukan dengan memeriksa data hasil jawaban

dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan

kemudian dilakukan koreksi apakah telah terjawab dengan

lengkap.

2. Coding

Kegiatan ini memberikan kode angka pada kuesioner terhadap

jawaban responden agar lebih mudah dalam pengolahan data

selanjutnya.

3. Entry

Jawaban yang sudah diberi kode kategori dimasukkan dalam

tabel melalui komputer yaitu SPSS.


4. Cleaning

Dari jumlah sampel sebanyak yang ditemukan selama waktu

penelitian dari kemungkinan data yang belum di entry.

5. Tabulasi

Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari

jawaban kuesioner responden yang telah diberikan kode,

kemudian dimasukkan dalam tabel.

G. Analisa Data

Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ada dua jenis analisa

yaitu analisa univariat dan bivariat.

1. Analisa univariat

Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi

karakteristik responden, variabel Independen dan variabel

dependen.

2. Analisa bivariat

Analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan. Uji statistic yang digunakan adalah uji paired

sample T Test & Wilcoxon Siggned Rank dengan derajat

kemaknaan (α) adalah 0,05 apabila nilai p < 0,05 maka hasilnya

bermakna statistik atau terdapat pengaruh (Ho ditolak dan Ha

diterima), sedangkan bila nilai p > 0,05 maka hasilnya tidak

bermakna secara statistik atau tidak terdapat pengaruh (Ho

diterima dan Ha ditolak).


H. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip

etik yang meliputi:

1. Lembar persetujuan (Informed Consent)

Informed Consent adalah informasi secara lengkap tentang

tujuan riset yang akan dilaksanakan dan mempunyai kebebasan

dalam berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Setiap

responden diberikan lembar persetujuan beserta penjelasan

tentang maksud dan tujuan penelitian, jika menandatangani

lembar persetujuan tersebut berarti bersedia, tetapi jika subjek

tidak bersedia menjadi responden maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghargai haknya.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Anonimity adalah kerahasiaan identitas atau biodata

responden. Untk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup

dengan memberi nomor kode (nama inisial) pada masing-masing

lembar untuk menjaga privasi.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Confidentiality adalah kerahasiaan informasi kelompok data

tertentu sebagai hasil riset. Segala informasi yang diperoleh dari

responden, peneliti bersedia menjamin kerahasiaannya, hanya


pada kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau

dilaporkan sebagai hasil riset.

I. Alur Penelitian
Pengambilan data awal diwilayah kerja
Puskemas Tulehu

Menetapkan populasi: seluruh


penderia Hipertensi N= 56

Menetapkan: sampel yang


memenuhi kriteria inklusi n = 49

Pemberian informed consent

Variabel Independen pemberian Variabel Dependen


Terapi Slow Deep Breathing Penurunan Tekanan Darah

Analisa data yang digunakan adalah paired


sample T Test & Wilcoxon Siggned Rank

Penyajian hasil

Gambar 4.4
Alur Penelitian

Anda mungkin juga menyukai