Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rezatul Husna

Kelas : X MIA 1

Literasi : Sejarah

Judul buku : Pulang

Penerbit : Republika Penerbit

Tebal : 400 halaman

Penulis : Tere Liye

Tahun Terbit : 2015

Ringkasan cerita :

Bujang, bocah berusia lima belas tahun yang sama dengan bocah-bocah seusianya. Lahir dan besar di
kampung pedalaman Sumatra, atas didikkan keras dan lembut bapak-mamaknya. Bapaknya bernama
Samad, seorang mantan jagal tersohor yang meninggalkan masa lalu hitamnya. Mamaknya sendiri
bernama Midah, seorang keturunan pemuka agama. Bujang sama dengan bocah-bocah di kampungnya,
senang bermain di hutan, berjahil dan selalu ingin tahu pembicaraan orang dewasai. Dididik membaca,
berhitung, mengaji, azan dan sholat juga lain sebagainya. Namun satu hal yang membuat Bujang amat
berbeda dengan bocah-bocah seusianya. Bujang tidak takut. Jika setiap manusia memiliki lima emosi,
yaitu bahagia, sedih, takut, jijik, dan kemarahan. Bujang hanya memiliki empat emosi, Bujang tidak
punya rasa takut.

Semuanya bermula saat Tauke Muda menginjakkan kakinya di tanah kelahiran Bujang. Tauke Muda
datang dengan satu rombongannya, datang dari kota untuk melakukan perburuan besar-besaran.
Mereka akan memburu babi hujan yang akhir-akhir ini berhasil meresahkan warga. Sorenya, atas izin
bapak dan mamaknya–yang sedikit tidak rela, Bujang ikut satu rombongan Tauke Muda ke hutan.
Mereka akan melakukan perburuan besar-besaran yang sudah direncanakan jauh-jauh hari. Seperti
pesan mamaknya, Bujang hanya boleh menonton perburuan di hutan, tidak diizinkan lebih seperti ikut
melawan babi-babi hutan. Dengan membawa tompak dari kayu trembesi dengan ujung logam tajam
yang dipinjamkan bapaknya, Bujang akhirnya berangkat. Mulai mendaki lereng, melewati jalanan
setapak, menuju jantung rimba Sumatra.

Persis malam itu, pada puncak perburuan. Dada bujang telah dibelah, rasa takut telah dikeluarkan
dari sana. Malam itu juga Bujang menyadari, warisan leluhurnya yang menakjubkan, bahwa dia tidak
mengenal lagi definisi rasa takut. Esoknya Tauke Muda meminta izin membawa Bujang ke kota, sekali
lagi dengan berat hati sang mamak harus merelakan kepergian Bujang ke kota, ikut dengan rombongan
Tauke Muda. Mamaknya sekali lagi berpesan, Bujang harus menjaga perutnya dari daging babi dan tuak
juga segala macam makanan-minuman haram. Setelah mendapat izin dari bapak dan mamaknya,
berangkatlah Bujang ke kota bersama rombongan Tauke Muda.

Sampai di kota Bujang dilayani dengan sangat terhormat. Dia diangkat sebagai anak angkat Tauke
Muda yang ternyata telah menjadi Tauke Besar, hanya saja bapaknya masih memanggilnya dengan
sebutan Tauke Muda. Kemudian ada Basyir, orang pertama yang ditemui Bujang saat berada di kota
sekaligus teman pertama Bujang. Remaja berusia enam belas tahun, memiliki tubuh tinggi besar, kulit
gelap, perawakan khas Arab dan tinggal di rumah Tauke Besar sejak kecil. Basyir sangat senang
berbicara, dia paling senang menceritakan sejarah leluhurnya tentang suku Bedouin.

Di kota, Tauke Besar berusaha membuat Bujang dapat menyusul ketertinggalan di sekolah sebab di
kampungnya dia tidak pernah mencicipi bangku sekolah. Bersama Frans, seorang mantan diplomat yang
kini telah menjadi guru di sekolah internasional ibu kota, Bujang memulai sekolahnya. Mulai dari belajar
pelajaran pengetahuan umum, logika, matematika dan potensi akademik lainnya. Awalnya Bujang
bersabar menunggu jatahnya untuk menjadi tukang pukul, mungkin belajar bersama Frans adalah salah
satu proses sebelum menjadi tukang pukul, namun lambat laun Bujang merasa heran dan bosan, Bujang
ingin seperti Basyir yang dapat ikut para tukang pukul kesana kemari menghabisi beberapa orang yang
merewelkan di luar sana. Namun Tauke Besar tidak mengizinkan. Sayangnya bukan Bujang jika dia tidak
menentang, persis seperti Samad bapaknya Bujang terus menuntut tidak ingin sekolah dengan Frans.
Akhirnya Tauke Besar mengalah, dengan satu perjanjian kecil Bujang akhirnya diizinkan. Melakukan
suatu ritual yang biasa di lakukan para tukang pukul. Setelah melakukan ritual ternyata Bujang kalah,
sesuai perjanjian jika Bujang kalah dia akan sekolah dengan Frans. Dengan berat hati Bujang pun
mengikuti sekolah dengan Frans.

Kopong, salah satu petinggi tukang pukul, meminta izin Tauke Besar untuk melatih Bujang, Tauke pun
mengizinkan agar Bujang semakin bersemangat belajar akademiknya. Dengan dua guru kiriman kopong,
satu bernama Guru Bushi dan satunya Solanga. Bujang mulai melatih keahliannya. Dua puluh tahun
kemudian, Bujang telah tumbuh menjadi pemuda yang gagah, menjadi jagal dunia hitam, seorang jagal
nomor satu. Jenius, kuat, dan tidak mengenal rasa takut. Bujang berhasil menyusul ketertinggalannya
dan menyelesaikan sekolah terakhirnya di luar negeri sebagai salah satu lulusan terbaik. Bujang tumbuh
menjadi pemuda yang hebat, cerdik dan penuh ide-ide cemerlang. Berpindah dari satu kota ke kota
lainnya, dari satu Negara ke Negara lainnya. bertemu orang-orang petinggi sampai calon presiden.
Bujang telah hebat, dia diberi julukan si babi hutan. Menjadi bagian dari Keluarga Tong, salah satu
keluarga penguasa shadow economy.
Setelah Keluarga Tong telah berkembang pesat, bau pengkhianat mulai tercium. Di sanalah rasa takut
Bujang mulai tergoyah. Bujang merasa lalai pada dirinya sendiri. Bahwa pengkhianat itu ternyata berada
di sekitar Bujang, menjadi bagian dari keluarga besarnya. Pada akhirnya kemenangan diambil alih oleh
Bujang “Si Babi Hutan” dan dengan kekuatan tim barunya yaitu beberapa keluarga Tong yang masih
setia mengabdi kepadanya termasuk Parwez berhasil mengalahkan semua Si pengkhianat-pengkhianat
itu. Kini Bujang “Si Babi Hutan” menjadi Tauke Besar penerus keluarga Tong dengan kekayaan terbesar
di seluruh kawasan Asia Pasifik. Bujang kembali pulang untuk menjenguk pusara Bapak dan Mamaknya
di tanah kelahirannya dengan masih memegang janji yang lalu kepada mamaknya bahwa tidak akan
memakan daging babi dan meminum minuman keras walaupun sampai saat ini julukan “Si Babi Hutan”
masih melekat.

Anda mungkin juga menyukai