Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Sri Hastuti A, Sp.A
I. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan
pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang diakibatkan
oleh bakteri Salmonella typhi.
II. Epidemiologi
Pada tahun 2003 World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan
terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000
kasus kematian tiap tahunnya. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh
provinsi dengan insidensi di daerah pedesaan sekitar 358/100.000 penduduk/tahun dan di
daerah perkotaan sekitar 760/100.000 penduduk/tahun (sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus
per tahun). Rata-rata prevalensinya terjadi pada usia berkisar antara 3-19 tahun dengan
91% kasus.
III. Etiologi
Etiologi demam tifoid adalah Salmonella thypi, dan etiologi lainnya yaitu
Salmonella paratyphi A, B, C
IV. Patogenesis
Masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik
V. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan penderita dewasa.
Masa inkubasinya rata-rata berkisar antara 3 – 60 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3
hari dan terpanjang 60 hari. Tergantung dengan keadaan umum, status gizi serta status
imunologis penderita.
Secara garis besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan :
Demam satu minggu atau lebih.
Gangguan saluran pencernaan
Gangguan kesadaran
Minggu I :
1. Demam yang sifatnya meningkat perlahan – lahan terutama pada sore hingga malam
hari. Suhu meningkat setiap harinya dan mencapai puncaknya pada akhir minggu
pertama, dapat mencapai 39 – 40 derajat.
2. Nyeri kepala, pusing.
3. Mual, muntah, anoreksia.
4. Epistaksis
5. Batuk
6. Gangguan defekasi : obstipasi pada minggu I
7. Apatis/bingung
8. Myalgia / atralgia
Minggu ke II :
1. Demam
2. Nadi bradikardi
3. Typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor di bagian tengah
4. Thoraks, paru-paru dapat terjadi bronchitis/pneumonia
5. Gangguan defekasi : Diare pada minggu II (peas soup diare).
6. Abdomen,
- Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan nyeri tekan positif.
- Hepatomegali pada 25% dari kasus
7. Kulit, ruam makulopapular berukuran 1 – 5 mm, sering dijumpai pada daerah abdomen,
toraks, ekstremitas dan punggung
8. Gangguan status mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau bahkan psikosis
Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi
Demam tinggi
Kelainan makulopapular berupa roseola (rose spot) berdiameter 2-5 mm
terdapat pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah.
Perut distensi disertai dengan adanya nyeri tekan.
Bradikardia relatif.
Hepatosplenomegali.
Perabaan jantung membesar.
Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan kesadaran menurun, suhu
badan naik, nyeri perut dan defens muskuler akibat rangsangan peritoneum.
Perdarahan usus sering muncul anemia. Pada perdarahan hebat mungkin terjadi
syok hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau darah segar.
Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi,
bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya gambaran ileus paralitik.
Pemeriksaan Penunjang
Uji Widal
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap
kuman S.typhi yaitu uji Widal. Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman
S.typhi dengan antibodi untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka
demam tifoid yaitu:
Aglutinin O (dari tubuh kuman)
Aglutinin H (flagel kuman)
Aglutinin Vi (simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Uji TUBEX
Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana
dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk
meningkatkan sensitivitas. Tes ini sangat akurat dalam mendiagnosis infeksi akut karena
hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dalam waktu beberapa menit.
Ada 4 interpretasi hasil :
Skala <2 adalah negatif, tidak menunjukkan infeksi demam tifoid.
Skala 3 adalah Borderline, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.
Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid
Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid
Kelebihan pemeriksaan menggunakan tes TUBEX : 1
Mendeteksi infeksi akut Salmonella
Muncul pada hari ke 3 demam
Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella
Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit
Hasil dapat diperoleh lebih cepat
Uji Typhidot
Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan
IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Uji Typhidot ini dapat menggantikan uji Widal
untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.
Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif dapat memastikan demam tifoid, akan tetapi untuk
hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena beberapa hal sebagai berikut :
1. Telah mendapat terapi antibiotik.
2. volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah).
3. riwayat vaksinasi.
4. pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.
Diagnosis Banding
Abses dalam
Sepsis Gram negatif
Leptospirosis
Tuberculosis
Malaria
Demam Dengue/DBD
Influenza
Meningoensephalitis
Endokarditis
VII. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet makanan cair / lunak
- Makanan yang sedikit mengandung serat
Medikamentosa
Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang dianjurkan selama ini adalah sebagai berikut :
1. Lini pertama
a. Kloramfenikol, masih merupakan pilihan pertama dalam urutan antibiotik, diberikan
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari secara intravena dalam 4 dosis selama 10 - 14 hari. Pada
bayi usia < 2 minggu beri 25 mg/KgBB/hari
b. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari diberikan peroral/iv dibagi 3 – 4 dosis selama 10 - 14
hari, atau
c. Kotrimoksazol dengan dosis 10 mg/kgBB/hari trimetoprim atau 50 mg/KgBB/hari
sulfametoksazol, dibagi 2 dosis, selama 10 - 14 hari.
2. Lini kedua
Diberikan pada kasus-kasus demam tifoid yang disebabkan S.typhi yang resisten terhadap
berbagai obat (MDR=multidrug resistance), yang terdiri atas :
a. Seftriakson dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, dosis tunggal selama 5 hari .
b. Sefiksim dengan dosis 10 - 15 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 10
hari, adalah alternatif pengganti seftriakson yang cukup handal.
c. Sefotaksim 150 – 200 mg/ KgBB/hari dibagi 3 – 4 dosis.
Antipiretik
Dianjurkan apabila suhu di atas 38,5ºC
VIII. Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
- Perdarahan usus (bila gawat harus dilakukan pembedahan)
- Perforasi usus (harus dilakukan pembedahan)
- Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstra-Intestinal
- Darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, DIC, Sindroma uremia, hemolitik
- Kadiovaskular : Syok septik, miokarditis, trombosis, tromboflebitis
- Paru-paru : Empiema, pneumonia, pleuritis, bronkhitis
- Hati dan kandung empedu : Hepatitis, kholesistitis
- Ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
- Tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis
- Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, encephalopaty,
Sindrome Guillian – Barre, psikosis, impairment of coordination, sindroma katatonia.
IX. Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap
individu (orang tua) harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi,
hygiene perorangan seperti mencuci tangan sebelum makan, dan lingkungannya seperti
penyediaan air bersih, dan pembuangan limbah feses.
Vaksin dikontraindikasikan pada orang dengan imunitas menurun, ibu hamil, dan
penggunaan bersamaan dengan obat malaria.
X. Prognosis
Prognosis demam tifoid umumnya baik, namun tergantung juga dari umur, keadaan
umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya
pengobatan. Angka kematian pada anak-anak sebesar 2,6%. Prognosis kurang baik bila
terdapat gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia (febris kontinua), penurunan kesadaran,
dehidrasi, asidosis, perforasi usus, atau pada keadaan gizi buruk.
KESIMPULAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi dan paratyphi. Bakteri dapat masuk bersama dengan makanan
atau minuman ke tubuh melalui saluran cerna. Walaupun gejala demam tifoid bervariasi,
secara garis besar gejala yang muncul adalah demam > 7 hari, gangguan saluran cerna, dan
gangguan kesadaran. Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demam tifoid
meliputi biakan kuman dari spesimen penderita (darah, sumsum tulang, urin, feses, cairan
duodenum, dan rose spot), uji serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen
Salmonella typhi dan menentukan adanya antigen spesifik dari kuman, serta pemeriksaan
dengan melacak DNA kuman. Antibiotik kloramfenikol yang digunakan sebagai obat pilihan
pada kasus demam tifoid sekarang mulai resisten. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara
menjaga hygien pribadi, imunisasi, dan vaksinasi aktif sehingga dapat menekan angka
insidensi demam tifoid.
DAFTAR PUSTAKA
1) Garna, Herry dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA. Edisi 3. 2005. FK
UNPAD, Bandung
2) Juwono, Rachmat. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 435 – 441. (2006).
3) Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid kedua. 2000.
Media Aeculapius FKUI, Jakarta.
4) Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak
infeksi dan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia:
h.367-75. 2008.
5) Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. Hal. 338-45
6) W. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbit
Interna Publishing, 2010