Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

DEMAM TIFOID PADA ANAK DENGAN KOMPLIKASI

Disusun oleh:

Ahmad Nurhadi Hidayat


(1102016011)

Pembimbing:
dr. Sri Hastuti A, Sp.A

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD CIBITUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella enterica serotype
paratyphi A, B, atau C (demam paratifoid). Demam tifoid ditandai dengan adanya demam
yang terus menerus pada sore dan malam hari selama lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran. Secara klinis gejala demam paratifoid dengan demam
typhoid itu sama, namun biasanya gejala paratifoid lebih ringan. Demam tifoid sendiri dapat
menyebabkan komplikasi yang luas termasuk diantaranya perforasi usus, syok septik,
meningitis dll.
Demam tifoid menjadi masalah di dunia tidak hanya di negara-negara tropis
melainkan juga di negara-negara subtropis, terlebih di negara berkembang, dengan prevalensi
yang cukup tinggi. Badan kesehatan dunia, yaitu WHO, mencatat pada tahun 2003 ada sekitar
17 juta kasus demam tifoid yang terjadi di seluruh dunia, dengan angka kematian mencapai
600.000 dengan 90% kematian tersebut terjadi di negara-negara Asia.
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan
pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang diakibatkan
oleh bakteri Salmonella typhi.

II. Epidemiologi
Pada tahun 2003 World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan
terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000
kasus kematian tiap tahunnya. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh
provinsi dengan insidensi di daerah pedesaan sekitar 358/100.000 penduduk/tahun dan di
daerah perkotaan sekitar 760/100.000 penduduk/tahun (sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus
per tahun). Rata-rata prevalensinya terjadi pada usia berkisar antara 3-19 tahun dengan
91% kasus.

III. Etiologi
Etiologi demam tifoid adalah Salmonella thypi, dan etiologi lainnya yaitu
Salmonella paratyphi A, B, C

IV. Patogenesis

Kontaminasi makanan atau minuman oleh bakteri Salmonella

Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung dan


sebagian lolos masuk kedalam usus lalu berkembang biak

Bila respon imunitas humoral mukosa usus kurang baik maka


kuman akan menembus sel-sel epitel ( terutama sel M )

Menuju lamina propia, berkembang biak dan di fagosit


terutama oleh makrofag

Kuman hidup dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag

Plak peyeri ileum distal

Kelenjar getah bening mesentrika

Melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag


masuk ke sirkulasi darah ( mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik )

Menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa

Kuman meninggalkan sel fagosit

Berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid

Masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik

V. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan penderita dewasa.
Masa inkubasinya rata-rata berkisar antara 3 – 60 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3
hari dan terpanjang 60 hari. Tergantung dengan keadaan umum, status gizi serta status
imunologis penderita.
Secara garis besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan :
 Demam satu minggu atau lebih.
 Gangguan saluran pencernaan
 Gangguan kesadaran
Minggu I :
1. Demam yang sifatnya meningkat perlahan – lahan terutama pada sore hingga malam
hari. Suhu meningkat setiap harinya dan mencapai puncaknya pada akhir minggu
pertama, dapat mencapai 39 – 40 derajat.
2. Nyeri kepala, pusing.
3. Mual, muntah, anoreksia.
4. Epistaksis
5. Batuk
6. Gangguan defekasi : obstipasi pada minggu I
7. Apatis/bingung
8. Myalgia / atralgia

Minggu ke II :
1. Demam
2. Nadi bradikardi
3. Typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor di bagian tengah
4. Thoraks, paru-paru dapat terjadi bronchitis/pneumonia
5. Gangguan defekasi : Diare pada minggu II (peas soup diare).
6. Abdomen,
- Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan nyeri tekan positif.
- Hepatomegali pada 25% dari kasus
7. Kulit, ruam makulopapular berukuran 1 – 5 mm, sering dijumpai pada daerah abdomen,
toraks, ekstremitas dan punggung
8. Gangguan status mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau bahkan psikosis

VI. Diagnosis & Diagnosis Banding


Anamnesis
 Terdapat peningkatan suhu tubuh (demam) secara bertahap setiap harinya,
mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu ke dua dan terus
menerus tinggi
 Anak sering mengigau ( delirium ), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri
perut, diare atau konstipasi, muntah , perut kembung
 Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan juga
ikterus.

Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi
 Demam tinggi
 Kelainan makulopapular berupa roseola (rose spot) berdiameter 2-5 mm
terdapat pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah.
 Perut distensi disertai dengan adanya nyeri tekan.
 Bradikardia relatif.
 Hepatosplenomegali.
 Perabaan jantung membesar.
 Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan kesadaran menurun, suhu
badan naik, nyeri perut dan defens muskuler akibat rangsangan peritoneum.
 Perdarahan usus sering muncul anemia. Pada perdarahan hebat mungkin terjadi
syok hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau darah segar.
 Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi,
bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani.
 Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya gambaran ileus paralitik.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah Rutin


Pada demam tifoid sering ditemukan leukopenia, yang disebabkan oleh destruksi
leukosit oleh toksin dalam peredaran darah. Sering juga ditemukan leukositosis, terutama bila
disertai komplikasi lain atau infeksi sekunder. Selain itu dapat juga ditemukan
trombositopenia dan anemia ringan (anemia normositik normokrom).

Uji Widal
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap
kuman S.typhi yaitu uji Widal. Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman
S.typhi dengan antibodi untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka
demam tifoid yaitu:
 Aglutinin O (dari tubuh kuman)
 Aglutinin H (flagel kuman)
 Aglutinin Vi (simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Uji TUBEX
Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana
dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk
meningkatkan sensitivitas. Tes ini sangat akurat dalam mendiagnosis infeksi akut karena
hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dalam waktu beberapa menit.
Ada 4 interpretasi hasil :
 Skala <2 adalah negatif, tidak menunjukkan infeksi demam tifoid.
 Skala 3 adalah Borderline, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.
 Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid
 Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid
Kelebihan pemeriksaan menggunakan tes TUBEX : 1
 Mendeteksi infeksi akut Salmonella
 Muncul pada hari ke 3 demam
 Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella
 Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit
 Hasil dapat diperoleh lebih cepat

Uji Typhidot
Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan
IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Uji Typhidot ini dapat menggantikan uji Widal
untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.

Uji IgM Dipstick


Uji serologis ini dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen
lipopolisakarida (LPS) S. typhi Pemeriksaan ini tidak memerlukan alat yang spesifik dan
dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap.

Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif dapat memastikan demam tifoid, akan tetapi untuk
hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena beberapa hal sebagai berikut :
1. Telah mendapat terapi antibiotik.
2. volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah).
3. riwayat vaksinasi.
4. pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.

Diagnosis Banding
 Abses dalam
 Sepsis Gram negatif
 Leptospirosis
 Tuberculosis
 Malaria
 Demam Dengue/DBD
 Influenza
 Meningoensephalitis
 Endokarditis

VII. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet makanan cair / lunak
- Makanan yang sedikit mengandung serat
Medikamentosa
Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang dianjurkan selama ini adalah sebagai berikut :
1. Lini pertama
a. Kloramfenikol, masih merupakan pilihan pertama dalam urutan antibiotik, diberikan
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari secara intravena dalam 4 dosis selama 10 - 14 hari. Pada
bayi usia < 2 minggu beri 25 mg/KgBB/hari
b. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari diberikan peroral/iv dibagi 3 – 4 dosis selama 10 - 14
hari, atau
c. Kotrimoksazol dengan dosis 10 mg/kgBB/hari trimetoprim atau 50 mg/KgBB/hari
sulfametoksazol, dibagi 2 dosis, selama 10 - 14 hari.
2. Lini kedua
Diberikan pada kasus-kasus demam tifoid yang disebabkan S.typhi yang resisten terhadap
berbagai obat (MDR=multidrug resistance), yang terdiri atas :
a. Seftriakson dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, dosis tunggal selama 5 hari .
b. Sefiksim dengan dosis 10 - 15 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 10
hari, adalah alternatif pengganti seftriakson yang cukup handal.
c. Sefotaksim 150 – 200 mg/ KgBB/hari dibagi 3 – 4 dosis.

Antipiretik
Dianjurkan apabila suhu di atas 38,5ºC

VIII. Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
- Perdarahan usus (bila gawat harus dilakukan pembedahan)
- Perforasi usus (harus dilakukan pembedahan)
- Ileus paralitik

2. Komplikasi Ekstra-Intestinal
- Darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, DIC, Sindroma uremia, hemolitik
- Kadiovaskular : Syok septik, miokarditis, trombosis, tromboflebitis
- Paru-paru : Empiema, pneumonia, pleuritis, bronkhitis
- Hati dan kandung empedu : Hepatitis, kholesistitis
- Ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
- Tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis
- Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, encephalopaty,
Sindrome Guillian – Barre, psikosis, impairment of coordination, sindroma katatonia.

IX. Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap
individu (orang tua) harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi,
hygiene perorangan seperti mencuci tangan sebelum makan, dan lingkungannya seperti
penyediaan air bersih, dan pembuangan limbah feses.

Vaksin Demam Tifoid


Terdapat 3 macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi kuman
yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi.Jenisnya :

- Vaksin polisakarida (capsular Vi polysaccharide)


Vaksin ini diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. diberikan secara intramuskular
memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.

- Vaksin tifoid oral (ty21-a)


Vaksin diberikan peroral 3 kali dengan interval pemberian selang sehari, memberi
perlindungan 6 tahun

Vaksin dikontraindikasikan pada orang dengan imunitas menurun, ibu hamil, dan
penggunaan bersamaan dengan obat malaria.

X. Prognosis
Prognosis demam tifoid umumnya baik, namun tergantung juga dari umur, keadaan
umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya
pengobatan. Angka kematian pada anak-anak sebesar 2,6%. Prognosis kurang baik bila
terdapat gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia (febris kontinua), penurunan kesadaran,
dehidrasi, asidosis, perforasi usus, atau pada keadaan gizi buruk.
KESIMPULAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi dan paratyphi. Bakteri dapat masuk bersama dengan makanan
atau minuman ke tubuh melalui saluran cerna. Walaupun gejala demam tifoid bervariasi,
secara garis besar gejala yang muncul adalah demam > 7 hari, gangguan saluran cerna, dan
gangguan kesadaran. Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demam tifoid
meliputi biakan kuman dari spesimen penderita (darah, sumsum tulang, urin, feses, cairan
duodenum, dan rose spot), uji serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen
Salmonella typhi dan menentukan adanya antigen spesifik dari kuman, serta pemeriksaan
dengan melacak DNA kuman. Antibiotik kloramfenikol yang digunakan sebagai obat pilihan
pada kasus demam tifoid sekarang mulai resisten. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara
menjaga hygien pribadi, imunisasi, dan vaksinasi aktif sehingga dapat menekan angka
insidensi demam tifoid.

DAFTAR PUSTAKA
1) Garna, Herry dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA. Edisi 3. 2005. FK
UNPAD, Bandung
2) Juwono, Rachmat. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 435 – 441. (2006).
3) Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid kedua. 2000.
Media Aeculapius FKUI, Jakarta.
4) Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak
infeksi dan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia:
h.367-75. 2008.
5) Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. Hal. 338-45
6) W. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbit
Interna Publishing, 2010

Anda mungkin juga menyukai