Anda di halaman 1dari 4

Patofisiologi

Kejang dapat terjadi ketika terjadi ketidakseimbangan antara eksitasi (E) dan penghambatan
(I) karena adanya perubahan fungsi otak. Faktor-faktor yang yang dapat mengubah
keseimbangan E / I dapat bersifat genetik ataupun didapat. Patologi genetik terjadinya
epilepsi dapat terjadi dimana saja, bisa karena konektivitas sinaptik yang abnormal pada
displasia kortikal, ataupun terjadi karena adanya kelainan pada reseptor γ-Aminobutyric Acid
(GABA) pada sindrom Angelman.
Demikian pula, komponen yang diterima otak, dapat mengubah fungsi sirkuit otak itu
sendiri ,misalnya karena adanya perubahan struktural dari sirkuit hippocampal setelah
serangan kejang demam yang berkepanjangan atau trauma kepala.
Otak normal yang sedang berkembang sekalipun sangat rentan untuk terjadinya kejang
karena berbagai alasan fisiologis, seperti fungsi sinaptik yang berkembang lebih awal dari
pada penghambat sinap, yang dapat meningkatkan resiko terjadinya eksitasi kejang.

Manifestasi Klinis
Kejang dibagi menjadi 3:
 Kejang fokal/parsial
 Kejang umum
 Kejang yang tidak dapat diklasifikasikan.

Kejang fokal
- Kejang fokal sederhana
Kesadaran tidak terganggu, manifestasinya dapat berupa gangguan sensorik, motorik,
otonomik, dan/atau psikis. Umumnya terjadi > 30 menit
- Kejang fokal kompleks
Kesadaran terganggu sehingga pasien tidak ingat akan kejang. Biasanya diawali dengan henti
gerak keselumhan tubuh sementara (behavioral arrest), dilanjutkan dengan automatisme
(mengunyah, meracau, dll), tatapan kosong, dan kebingungan postiktal ipostictal confusion).
umumnya berlangsung 60-90 menit
- Secondary generalized seizure
Umumnya dimulai dengan aura yang berevolusi menjadi kejang fokal kompleks dan
kemudian menjadi kejang tonik-klonik umum.
Kejang umum
- Kejang absans
Episode-episode gangguan kesadaran singkat tanpa aura atau kebingungan post-iktal. Episode
ini biasanya berlangsung kurang dari 20 detik dan dapat disertai sedikit automatisme.
Automatisme fasial adalah yang tersering, berupa berkedip berulang
- Kejang mioklonik
Pergerakan motorik singkat, jerking, tanpa irama, yang berlangsung kurang dari l detik.
- Kejang klonik
Pergerakan motorik ritmik dengan gangguan kesadaran.

- Kejang tonik
Ekstensi atau fleksi tonik kepala. batang tubuh, dan atau ekstremitas tiba-tiba selama
beberapa detik disertai gangguan kesadaran. Kejang seperti ini biasanya terjadi saat
mengantuk, segera setelah tidur, atau segera setelah bangun.
- Kejang Atonik
Terjadi pada orang-orang dengan kehilangan neurologis signifikan. Kejang ini berupa
kehilangan tonus postural singkat disertai gangguan kesadaran, sehingga menyebabkan jatuh
dan jejas.

Diagnosis

Anamnesis
Anamnesis harus mendalam, tidak hanya terbatas pada usia dan juga onset gejala, melainkan:
frekuensi serangan, faktor pemicu (seperti kurang tidur, kelelahan, stress, dsb), gejala yang
muncul sebelum, selama dan setelah serangan, durasi gejala, adanya cedera ataupun
inkontinensia yang terjadi selama serangan.

Riwayat keluarga

Riwayat sosial (penggunaan alkohol dan obat-obatan)

Dan menanyakan riwayat kesehatan pasien di masa lalu (termasuk di dalamnya ada atau
tidaknya cedera kepala, kejang demam, serta penyakit pada organ lain)
Pemeriksaan fisik

Mendeteksi tanda-tanda gangguan yang terkait dengan kejang epilepsi (seperti trauma kepala,
infeksi telinga atau sinus, kelainan bawaan, kelainan neurologis fokal atau difus, serta
penyakit pada sistem organ lain)

Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium
Tingkat glukosa darah
Ureum, Kreatinin, dan elektrolit
Tes fungsi hati
Kadar Na, Ca, dan Mg serum
Pemeriksaan urin, untuk mengetahui riwayat penggunaan obat terlarang dan juga alkohol
Tes lumbal fungsi

Elektroensefalografi (EEG)
EEG adalah alat untuk merekam aktivitas listrik otak. Ia dapat mendeteksi aktivitas listrik
yang abnormal

Pemeriksaan Radiologi
Merupakan tambahan penting pemeriksaan klinis untuk mengevaluasi penyebab terjadinya
kejang tanpa pemicu.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah pencitraan otak utama pada pasien dengan
epilepsi. Untuk deteksi malformasi kortikal, disgenesis, atau sklerosis hippocampal.
Computed Tomography (CT)
Pemeriksaan CT sangat berguna untuk mengetahui ada atau tidaknya perdarahan, kalsifikasi,
ataupun tumor di otak
FDG-PET digunakan untuk menemukan daerah hipometabolik otak dan juga area kelainan
interiktal atau iktal
Single Photo Emission Computerized Tomography (SPECT) digunakan untuk
membandingkan perbedaan aliran darah lokal pada otak sekaligus mencari fokus epilepsi
Magnetoencephalography (MEG) dapat menilai medan elektromagnetik dinamis di otak
Diagnosis Banding
Kejang Demam, sinkop, gangguan metabolik, TIA, stroke, penyakit psikiatrik
Daftar Pustaka
Blume WT. Diagnosis and management of epilepsy. CMAJ. 2003 Feb;168(4):441-448.
Feely M. Fortnightly review: drug treatment of epilepsy. BMJ. 1999 Jan;318(7176):106-109.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov.

Anda mungkin juga menyukai