Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

CEDERA KEPALA

Program Studi Pendidikan Dokter

Disusun oleh:
Putri Ardian
11101-071

Pembimbing:
dr. May Valzon M.sc

MODUL KEPANITERAAN JUNIOR


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2015
BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
- Nama : Tn. Z
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Umur : 32 tahun
- Alamat : Salo

Anamnesis dilakukan pada tanggal 01 Januari 2015, pukul 15:20 WIB

II. RESUME ANAMNESIS

Tn. Z, berusia 32 tahun datang diantar temannya ke RS Tabrani dengan kondisi tidak
sadarkan diri. Menurut informasi dari temannya, Tn. Z baru mengalami kecelakaan lalu
lintas. Tn. Z menggunakan motor dan tidak menggunakan helm. Setelah Tn. Z sadar, Tn. Z
mengeluhkan sakit kepala dibagian kanan bawah, muntah >3x, perdarahan telinga kanan (+),
rahang kanan sakit (+) dan kepala terasa pusing jika duduk. Tn. Z mengaku pernah
mengalami kecelakaan sebelumnya. Dokter memperbaiki keadaan umum pasien,
menganjurkan pemeriksaan CT scan dan pemeriksaan laboratorium.

III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL

Dilakukan pada tanggal 01 Januari 2015, pukul 15:20 WIB.

Tekanan darah : 118/75 mmhg

Suhu tubuh : 36,6 derajat celcius

Frekuensi denyut nadi : 88 kali/menit

Frekuensi nafas : 18 kali/menit


IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
A. Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis
Tinggi badan :-
Berat badan :-
Status gizi :-
B. Pemeriksaan kepala
- Mata
Pupil :-
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Gangguan penglihatan : tidak
- Telinga
Bentuk : dalam batas normal
Pendengaran : tidak terganggu
- Hidung : dalam batas normal
- Mulut : dalam batas normal

C. Pemeriksaan leher
Inspeksi :-
Palpasi :-
Pemeriksaan trakea :-
Pemeriksaan kelenjar tiroid :-
Pemeriksaan tekanan vena sentral :-

D. Pemeriksaan thoraks
Inspeksi : terdapat luka lecet gores dari atas ke bawah
Perkusi :-
Palpasi :-
Auskultasi :-

E. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : perut datar
Auskultasi : bising usus terdengar
Perkusi :-
Palpasi : perut terasa lembut
Pemeriksaan ren :-
Pemeriksaan nyeri ketok ginjal :-
Pemeriksaan hepar :-
Pemeriksaan lien :-
Pemeriksaan asites :-

F. Pemeriksaan ekstemitas
Lengan :-
Tangan :-
Tungkai :-
Kaki :-

V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK

Ditemukan adanya perdarahan pada telinga tengah. Pada thorax ditemukan luka lecet gores
dari atas ke bawah.

VI. DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS


DAN PEMERIKSAAN FISIK)

Diagnosis Banding

- Cedera kepala sedang


- Fraktur basis cranii fossa media

Diagnosis Kerja

- Cedera kepala ringan

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Pemeriksaan CT Scan : tidak dicantumkan
- Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin : 14,8
Leukosit : 12.600
LED :3
Trombosit : 290.000
Hematokrit : 41,7
Eritrosit : 4.99 juta
Eosinofil :4
Basofil :0
Netrofil batang :5
Netrofil segmen : 65
Limfosit :18
Monosit :8

VIII. TINDAKAN/TERAPI
- Pemberian obat-obatan
Infus RL
Brainact 250/8 jam
Ketesse/8 jam (Dexketoproferan: analgetik menghambat COX-1 dan COX-2)
Ceftriaxone/12 jam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Cedera kepala merupakan salah satu jenis cedera yang terbanyak di unit gawat darurat
di Amerika Utara dengan perkiraan satu juta kasus pertahun 1. Cedera kepala sering terjadi di
negara industri, menyerap banyak pasien pada saat prima kehidupan 3. Menurut Brain Injury
Assosiation of America, cedera kepala merupakan suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari
luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Lebih dari 80% penderita yang datang ke ruang emergensi selalu disertai cedera
kepala. Sebagian besar cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan
sepeda motor, mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh
jatuh dari ketinggian, tertimpa benda (ranting pohon, kayu dll), olahraga, korban kekerasan
(misalnya senjata api, golok, parang, batang kayu, palu)2.
Cedera otak dapat terjadi akibat benturan langsung atau tidak langsung pada kepala.
Benturan dapat dibedakan dari macam kekuatannya, yakni kompresi, akselerasi dan
deselerasi (perlambatan). Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau
tanpa fraktur tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural,
hematom subdural atau intraserebral. Cedera difus dapat menyebabkan gangguan fungsional
saja, yakni gegar otak atau cedera struktural lain yang difus4.
B. Klasifikasi

Tumpul

Mekanisme
Tajam/tembus

Ringan

Berat-ringannya
Sedang
cedera

Berat

Linier

Diastase

Kalvaria

Comminuted

Cedera kepala Depressed


Morfolologi Fraktur tulang

Fossa anterior

Basiis Cranii Fossa media

Fossa posterior

Kontusio cerebri

Kerusakan fokal Laserasi

Perdarahan
Kerusakan intrakranial
primer

Diffuse Axonal
Injury (DAI)
Kerusakan difus
Lesi intrakranial
Diffuse Vascular
Injury (DVI)
Diffuse hypoxic-
ischemic damage
Kerusakan
sekunder
Diffuse brain
swelling

Sumber:

1
Buku Panduan Advanced Traumatic Life Suport edisi 8. 2008. Komisi Trauma Ikatan Ahli
Bedah Indonesia.

2
Japardi I. Cedera Kepala. 2004. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan:

1. Berdasarkan mekanisme cedera

Cedera otak secara luas dapat dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera
otak tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan
benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak dan bacok1.

2. Beratnya cedera
- Cedera kepala ringan/minor

Cedera otak ringan ditandai dengan GCS 13-15, pasien biasanya sadar dengan penuh dan
terbangun setelah cedera kepala dengan satu atau lebih gejala sakit kepala, pucat, mual,
episode tunggal muntah, sulit berkonsentrasi atau penglihatan kabur3. Sebagian besar pasien
cedera otak ringan pulih sempurna. Kurang lebih 3% mengalami perburukan dengan hasil
gangguan neurologis hebat apabila tidak terdeteksi lebih dini. Pasien juga dapat memiliki
gejala sisa yang menetap seperti nyeri kepala kronik, gangguan tidur dan ingatan1.

Survei sekunder sangat penting pada evaluasi pasien dengan cedera otak ringan. Catat
mekanisme cedera, dengan memperhatikan apakah adanya kehilangan kesadaran, termasuk
lama durasi pasien tidak memberikan respon, adanya kejang dan derajat kesadaran. Pastikan
apakah ada amnesia sebelum (retrograde) dan sesudah (antegrade). Tentukan berat-ringannya
nyeri kepala dan catat waktu yang dibutuhkan pasien untuk kembali menjadi GCS 15 dengan
cara pemeriksaan berkala/serial1.

- Cedera kepala sedang

Cedera otak sedang ditandai dengan GCS 9-12, pasien biasanya tidak koma tetapi
mengalami konfusi yang menetap, perubahan tingkah laku, kesadaran kurang dari normal,
pusing ekstrim, atau tanda neurologik fokal seperti hemiparesis, harus dirawat di rumah sakit
dan menjalani pemeriksaan CT scan. Mayoritas pasien dengan cedera sedang mengalami
perbaikan setelah 1 sampai 6 minggu. Selama minggu pertama, kesadaran, sifat mudah
marah, ingatan, dan penampilan mental berfluktuasi3.

- Cedera kepala berat

Cedera otak berat ditandai dengan GCS 3-8, pasien dengan cedera kepala berat tidak
mampu melakukan perintah sederhana walaupun status cardiopulmonernya telah stabil.
Cedera otak sering diperburuk akibat cedera sekunder. Pasien cedera otak berat dengan
hipotensi mempunyai mortalitas dua kali lebih banyak dibanding dengan pasien tanpa
hipotensi1.

3. Morfologi

Fraktur tulang

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak. Fraktur dapat berbentuk
garis/linier atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur linier
merupakan 80% dari semua fraktur tulang tengkorak dan paling sering berkaitan dengan
hematoma subdural atau epidural3. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan
pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone window” untuk memperjelas garis frakturnya.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk
melakukan pemeriksaan lebih rinci1.

- Fraktur basiis cranii fossa anterior2

Lokasi : bagian posterior dari fossa anterior, dibatasi oleh os. Sphenoid, processus clinoidalis
anterior dan jugum sphenoidalis.

Manifestasi klinis :

 Ekimosis periorbita (brill hematom/racoon eyes/panda eyes), memiliki batas yang


tegas, selalu terletak dibawah tepi orbita (orbital rim), manifestasi perlahan 12-24 jam
gambaran jelas.
 Hematom subkonjungtiva tidak memiliki tepi yang jelas ke arah posterior.
 Anosmia (cedera N.1)
 Rhinorea (akibat kebocoran cairan LCS).

- Fraktur basiis cranii fossa media2

Lokasi :
 Bagian anterior berbatasan dengan fossa anterior
 Bagian posterior dibatas pyramida os. Temporalis, processus clinoidalis posterior dan
dorsum sella.

Manifestasi klinis :

 Ekimosis mastoid (Battle’s sign)


 Otorrhea (berisi cairan LCS)
 Hemotympanum
 Paresis N. VII/N. VIII (parase otot wajah dan gangguan kehilangan pendengaran)

- Fraktur basiis cranii fossa posterior2

Lokasi : dasar kompartemen infratentorial.

Manisfestasi klinis : sering disertai gejala dan tanda yang tidak jelas yang dapat menimbulkan
kematian segera. Terdapat memar pada mastoid (Battle’s sign).

4. Lesi intrakranial

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus, walaupun kedua
jenis lesi ini sering terjadi bersamaan1.

Lesi fokal

- Perdarahan Epidural (EDH/Epidural Hematom)

Perdarahan epidural relatif jarang terjadi, lebih kurang 0,5% dari semua cedera otak dan
9% dari pasien yang mengalami koma. Hematoma epidural secara tipikal berbentuk
bikonveks atau cembung sebagai akibat dari pendorongan perdarahan terhadap duramater
yang sangat melekat di tabula interna tulang kepala. Sering terletak di area temporal atau
temporoparietal dan biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur
tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi biasanya berasal dari pembuluh arteri, namun
dapat juga terjadi akibat robekan dari sinus vena besar maupun fraktur tulang tengkorak 1.
EDH bifrontal sering terjadi pada anak dan bayi. Pada fase awal, pasien tidak menunjukkan
gejala/tanda. Pada fase lanjut, pasien mengeluhkan sakit kepala, mual, muntah, penurunan
kesadaran, dan adanya gejala neurologik seperti pupil anisokor2.

- Perdarahan Subdural (SDH/Subdural Hematom)

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural, kira-kira 30% dari
cedera otak berat. Perdarahan ini sering terjadi akibat robekan pembuluh darah atau vena-
bena kecil dipermukaan korteks serebri. Pada pemeriksaan CT scan, SDH berbentuk cekung
karna perdarahan subdural biasanya mengikuti dan menutupi permukaan hemisfer otak.
Lebih lanjut adalah kerusakan otak yang berada di bawah perdarahan subdural biasanya lebih
berat dan prognosisnya lebih buruk daripada perdarahan epidural1.

- Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi (20% sampai 30% dari cedera otak berat). Sebagian besar
terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian
otak. Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari dapat berkumpul menjadi
perdarahan intraserebral atau kontusio yang luas sehingga menyebabkan lesi desak ruang
yang membutuhkan operasi.
C. Patofisiologi

- Pukulan langsung

Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi
yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding
yang berlawanan (countrecoup injury)5.

- Rotasi/Deselerasi

Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang
titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang
hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansia alba otak dan batang otak yang
menyebabkan cedera axonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.

- Tabrakan

Otak sering terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak-
anak dengan tengkorak yang elastis).

- Peluru

Peluru menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma. Pembengkakan otak


merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang secara otomatis menekan otak. Derajat
cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan jumlah kekuatan yang mengenai
kepala. Kerusakan sekunder terjadi akibat komplikasi sistem pernapasan (hipoksia,
hiperkarbia, obstruksi jalan napas), perdarahan intrakranial, edema serebral, epilepsi, infeksi
dan hidrosefalus.

D. Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan refleks pupil

- GCS (Glasgow Coma Scale)

- FOUR score (the Full Outline of Unresponsiveness)


D. Pemeriksaan penunjang

- Foto servikal2

Pemeriksaan ini dengan indikasi antara lain:

a. Pada penderita yang tidak sadar atau dengan penurunan kesadaran.


b. Pada penderita yang sadar dan mengeluh adanya nyeri pada leher.
c. Adanya jejas di atas klavikula,
- CT scan kepala2

Indikasi CT scan pada cedera kepala ringan

CT scan diperlukan pada cedera kepala ringan (antara lain: adanya riwayat pingsan, amnesia,
disorientasi dengan GCS 13-15) dan pada keadaan berikut:

Faktor resiko tinggi perlu tindakan bedah saraf:

1. Nilai GCS <15 pada 2 jam setelah cedera.


2. Dicurigai ada fraktur depres atau terbuka.
3. Adanya tanda-tanda fraktur dasar tulang tengkorak (mis: perdarahan di membran
timpani, mata racoon, rhinorhea dan otorhea, Battle’s sign).
4. Muntah (lebih dari dua kali episode)
5. Usia lebih dari 65 tahun.

Faktor resiko sedang perlu tindakan bedah saraf:

1. Amnesia sebelum cedera (lebih dari 30 menit)


2. Mekanisme cedera berbahaya (mis: pejalan kaki tertabrak kendaraan bermotor,
penumpang terjatuh dari kendaraannya, jatuh dari ketinggian lebih dari 3 kaki atau 5
anak tangga.

- Pemeriksaan laboratorium

D. Diagnosis banding

- Cedera kepala sedang

- Fraktur bassis cranii fossa media

E. Penatalaksanaan

- Primary survey :

1. Airway  menjaga jalan nafas dan kontrol servikal.

2. Breathing  menjaga pernafasan dengan ventilasi


3. Circulation  resusitasi cairan intravena.

4. Dissability  status neurologi dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.

5. Exposure  membuka baju pasien untuk melihat apakah ada cedera lainnya tetapi harus
cegah hipotermia.

- Secondary survey : riwayat AMPLE

A : Alergi

M : Medikasi

P : Past Illness (penyakit penyerta)/Pregnancy

L : Last meal

E : Event/Enviroment (lingkungan) yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

Cedera kepala ringan1


Cedera kepala sedang1
Cedera kepala berat1

F. Komplikasi

- Fraktur tengkorak
- Perdarahan intrakranial

G. Prognosis

Prognosis berhubungan dengan derajat kesadaran saat tiba di rumah sakit 5. Pasien
anak-anak memiliki daya pemulihan yang sangat baik walaupun cederanya terlihat sangat
berat. Sebagian besar pasien dengan cedera otak ringan pulih sempurna. Kurang lebih 3%
mengalami perburukan dengan hasil gangguan neurologis hebat apabila tidak terdeteksi lebih
dini1.
DAFTAR PUSTAKA

1
Buku Panduan Advanced Traumatic Life Suport edisi 8. 2008. Komisi Trauma Ikatan Ahli
Bedah Indonesia.

2
Japardi I. Cedera Kepala. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. 2004.

3
Isselbacher KJ, et al. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta : EGC,
2000.

4
Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi Ketiga. Jakarta: EGC.

5
At a Glance Medicine Ilmu Bedah edisi 3.

Anda mungkin juga menyukai