Anda di halaman 1dari 31

PROSES PEMBENTUKAN DASAR NEGARA TERHADAP KONSTITUSI

INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang
Dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang
dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia. Negara
yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris dan
Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua lembaga-lembaga kenegaraan dan
semua hak asasi manusia terdapat pada adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai
dokumen, baik dokumen yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua seperti Magna
Charta yang berasal dari tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat
Inggris. Karena ketentuan mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau
hanya hidup dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori
negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan
berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu
dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan
terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.1
Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau
kewenangan itu, salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa
kekuasaan negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat.
Ketiga jenis kekuasaan itu adalah :
1 Kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif)
2 Kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif)
3 Kekuasaan kehakiman (yudikatif).
Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam
konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannyaStaatsrecht over Zee.
Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :
1
Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 juni 1945, Jakarta, Bandung Salman ITB, 1981, Hal. 167
1 Pemerintahan (bestuur)
2 Perundang-undangan
3 Kepolisian
4 Pengadilan.
Van Vollenhoven menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan karenanya perlu
dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan
kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal
berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk melaksanakan hukum.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia
mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi
jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan Pemeriksa Keuangan
untuk memeriksa keuangan negara serta menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya
terbagi atas enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lembaga
tersendiri yaitu:
1 Kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
2 Kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3 Kekuasaan kehakiman (yudikatif)
4 Kekuasaan kepolisian
5 Kekuasaan kejaksaan
6 Kekuasaan memeriksa keuangan negara2
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat
hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat
yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat
pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu
konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara.
Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan
dalam konstitusinya.
Ada kalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan
suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan
negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan
aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai
2
Taufiqurrohman Syahuri, Hukum Konstitusi,Bogor Selatan, Gahalia Indonesia 2004. Hal. 107
perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa
sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan
keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang
belaka.3
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek
ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa
apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku
secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di
dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang
asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan amandemen dari
konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut merupakan atau
menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Belanda.
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sepakat utntuk menyusun
sebuah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti dan fungsinya.
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, konstitusi
Indonesia sebagai sesuatu ”revolusi grondwet” telah disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh
panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, sekalipun Undang-Undang
Dasar 1945 itu merupakan konstitusi yang sangat singkat dan hanya memuat 37 pasal namun
ketiga materi muatan konstitusi yang harus ada menurut ketentuan umum teori konstitusi
telah terpenuhi dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.4
Pada dasarnya kemungkinan untuk mengadakan perubahan atau penyesuaian itu
memang sudah dilihat oleh para penyusun UUD 1945 itu sendiri, dengan merumuskan dan
melalui pasal 37 UUD 1945 tentang perubahan Undang-Undang Dasar. Dan apabila MPR
bermaksud akan mengubah UUD melalui pasal 37 UUD 1945 , sebelumnya hal itu harus
ditanyakan lebih dahulu kepada seluruh Rakyat Indonesia melalui suatu referendum.(Tap
no.1/ MPR/1983 pasal 105-109 jo. Tap no.IV/MPR/1983 tentang referendum)
Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu
agenda sidang Tahunan MPR dari tahun 1999 hingga perubahan ke empat pada sidang
tahunan MPR tahun 2002 bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya komisi konstitusi yang

3
Soehino, Hukum Tata Negara, Hubungan Funsional Antara Lembaga-lembaga Negara, Yogyakarta, Liberty,
Cet 1, 1984. Hal. 6
4
Joniarto, Sejarah Ketatanegraan RI, Opcit. Hal. 6
bertugas melakukan pengkajian secara komperhensif tentang perubahan UUD 1945
berdasarkan ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang pembentukan komisi Konstitusi.
Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam Undang-
Undang yang pernah berlaku, yaitu :
 Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
 (Penetapan Undang-Undang Dasar 1945)
Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik
yang baru ini belum mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian pada tanggal 18
Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia setelah mengalami beberapa proses. Periode 27 Desember 1949 –
17 Agustus 1950 (Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat)
Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak
Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya Belanda
mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia
Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka
terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini
mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat.
Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku
untuk negara Republik Indonesia Serikat saja. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
(Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950).5
Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949
merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus
1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan
lama karena terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan
wibawa dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah
kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi negara
kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar yang baru dan
untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang
dasar yang kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite
nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada
tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17

5
Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta, Pusat Studi Hukum FH-UI, cet.
V, 1983, Hal. 93
Agustus 1950. Periode 5 Juli 1959 – sekarang, (Penetapan berlakunya kembali Undang-
Undang Dasar 1945)
Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945.
Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-
1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu
dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang
mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
Hal ini menarik untuk terjadinya bentuk negara Indonesia, dimana sistem
pemerintahan yang digunakan Indonesia saat ini sama dengan sistem pemerintahan setelah
amandemen UUD 1945, yaitu presidensial. Sistem pemerintahan presidensial berarti bahwa
presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.6
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk membuat makalah dengan
judul “PROSES PEMBENTUKAN DASAR NEGARA TERHADAP KONSTITUSI
INDONESIA”.

B. Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan pokok masalah sebagai
berikut :
1. Apa saja bentuk-bentuk suatu Negara?
2. Apa saja Sistem Pemerintahan dalam suatu Negara?
3. Bagaimana tentang bentuk negara terhadap konstitusi yang tidak dapat diubah?
4. Apa perbedaan sistem konstitusi Indonesia dengan belanda?

C. Maksud dan Tujuan Makalah


Berdasarkan dengan pokok masalah yang akan penulis uraikan pada makalah
sederhana ini maka yang menjadi maksud dan tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa saja bentuk-bentuk suatu Negara.
2. Mengetahui apa saja Sistem Pemerintahan dalam suatu Negara.
3. Mengetahui tentang bentuk negara terhadap konstitusi yang tidak dapat diubah.
4. Mengetahui apa perbedaan sistem konstitusi Indonesia dengan belanda.

D. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

6
http://www.pojokwacana.com/sistem-pemerintahan-di-indonesia-sejak-tahun-1945-hingga-amandemen-
pasca-reformasi/
Kerangka Teori dan Kerangka Konsep tentang bentuk negara terhadap konstitusi
dimuat seperti dibawah ini :
Sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari dasar konstitusional tersebut, satuan
pemerintahan di bawah pemerintah pusat yaitu daerah provinsi dan kabupaten/kota memiliki
urusan yang bersifat wajib dan pilihan. Provinsi memiliki urusan wajib dan urusan pilihan.
Selain itu ditetapkan pula kewenangan pemerintah Pusat menjadi urusan Pemerintahan yang
meliputi :
a) politik luar negeri;
b) pertahanan;
c) keamanan;
d) yustisi;
e) moneter dan fiskal nasional;
f) agama.
Walaupun dengan ketentuan pemberlakuan otonomi seluas-luasnya dalam UUD 1945,
namun muncul pula pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 yang
membagi urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota. Hubungan-hubungan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah memiliki empat dimensi penting untuk dicermati, yaitu meliputi
hubungan kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan pengawasan. Pertama, pembagian
kewenangan untuk menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan tersebut akan sangat
mempengaruhi sejauhmana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki wewenang
untuk menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintahan, karena wilayah kekuasaan Pemerintah
Pusat meliputi Pemerintah Daerah, maka dalam hal ini yang menjadi obyek yang diurusi
adalah sama, namun kewenangannya yang berbeda.
Kedua, pembagian kewenangan ini membawa implikasi kepada hubungan keuangan,
yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah. Ketiga, implikasi terhadap hubungan kelembagaan antara
Pusat dan Daerah mengharuskan kehati-hatian mengenai besaran kelembagaan yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi urusan masing-masing. Keempat,
hubungan pengawasan merupakan konsekuensi yang muncul dari pemberian kewenangan,
agar terjaga keutuhan negara Kesatuan. 7

7
Lembaran Negara republik Indonesia Serikat, Tahun 1950 Nomor 56
Kesemuanya itu, selain diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tersebut, juga tersebar
pengaturannya dalam berbagai UU sektoral yang pada kenyataannya masing-masing tidak
sama dalam pembagian kewenangannya. Pengaturan yang demikian menunjukkan bahwa
tarik menarik hubungan tersebut kemudian memunculkan apa yang oleh Bagir Manan disebut
dengan spanning antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dewan Perwakilan Daerah
juga mengidentifikasi adanya kewenangan yang tumpah tindih antar instansi pemerintahan
dan aturan yang berlaku, baik aturan di tingkat pusat dan/atau peraturan di tingkat daerah. Hal
tersebut terutama berhubungan dengan a) otoritas terkait tanggungjawab pemerintah pusat
dan daerah; b) kewenangan yang didelegasikan dan fungsi-fungsi yang disediakan oleh
Departemen kepada daerah; dan c) kewenangan yang dalam menyusun standar operasional
prosedur bagi daerah dalam menterjemahkan setiap peraturan perundang-undangan yang ada.

E. Metode Penelitian
Metodologi yang digunakan sebagai bahan penunjang dalam penyusunan makalah
bentuk negara terhadap konstitusi menggunakan metode penelitian hukum. Metode penelitian
hukum dilakukan melalui pendekatan metode yuridis normatif dan dan metode yuridis
empiris (sosiolegal), dan melalui kegiatan Sosialisasi draft penyusunan Naskah Akademik
untuk menjaring pemikiran dan masukan-masukan yang berguna bagi penyempurnaan dalam
penyusunan laporan akhir.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini, disusun sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, permasalahan, pokok permasalahan, maksud
dan tujuan makalah, kerangka teori dan kerangka konsep, metode penelitian, serta sitematika
penulisan.
BAB II ANALISIS PERMASALAHAN SATU
Bab ini berisi teori yang bersangkutan dengan judul
BAB III ANALISIS PERMASALAHAN SATU
Bab ini menjelaskan tentang pembahasan pada penelitian ini
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini berisikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian saran.
BAB II
ANALISIS PERMASALAHAN PERTAMA
A. Pondasi Bangsa Indonesia
1. Pedoman dan Pilar Negara Terhadap Konstitusi
Ibarat sebuah bangunan, maka suatu negara sejatinya berdiri di atas pondasi dan pilar
yang kokoh sehingga mampu melindungi dan menjamin tercapainya tujuan negara. Pondasi
suatu negara adalah pandangan filsafati yang menjadi pedoman pokok dalam mengatur dan
memelihara kehidupan bersama di dalam negara. Sedangkan pilar-pilarnya didirikan untuk
menegakkan atau menyelenggarakan sistem ketatanegaraan yang bersumber dari pedoman
dasar negara.
Pondasi atau pedoman dasar sebagaimana dijelaskan di atas, lebih dikenal dengan
istilah “dasar negara”. Dan, kita menyatakan pilar-pilarnya tersebut sebagai “konstitusi./
Terdapat hubungan kuat antara Pancasila sebagai dasar negara dengan UUD 1945 sebagai
dokumen konstitusi di Indonesia. Pancasila merupakan falsafah negara yang
penjabarannya dituangkan dalam naskah konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundang-
undangan lainnya, untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.
Untuk mengupas lebih jauh hubungan antara dasar negara dengan konstitusi, dalam
pembahasan berikut akan diurai pengertian, fungsi, pendapat ahli, dan bagaimana
pelaksanaannya di negara kita.
1.1 Dasar Negara
Dasar negara, dalam istilah Belanda, disebut dengan philosophisce grondslag yang
diartikan sebagai norma dasar yang bersifat filsafati. Padanan kata ini
juga terdapat pada bahasa Jerman weltanschauung atau pandangan dasar tentang dunia.
Istilah-istilah tersebut merujuk pada pengertian yang sama yaitu pedoman atau norma dasar
dalam penyelenggaraan negara yang merupakan hasil dari pemikiran mendalam (filsafat)
tentang kehidupan manusia di dunia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “dasar” berarti: alas, fondasi; pokok
atau pangkal suatu pendapat (ajaran, aturan); asas. Sedangkan “negara” berarti: 1 organisasi
dalam suatu wilayah yang sah dan ditaati oleh rakyat; 2 kelompok sosial yang menduduki
wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintahan
yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan
nasionalnya. 8
1.2 Fungsi Dasar Negara
8
Sek. DPR Gotong Royong, Seperempat Abad DPR RI, Jakarta, Sek. DPR-GR, 1983, Hal. 68
Berdasarkan kedudukannya sebagai filsafat negara (political philosophy) maka
fungsi-fungsi dasar negara dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Dasar Berdiri dan Berdaulatnya Negara. 
Setiap negara berdiri dan berdaulat setelah memenuhi persyaratan konstitutif dan
persyaratan deklaratif. Salah satunya adalah pernyataan tentang dasar negara yang akan
dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan negara.
b. Dasar Penyelenggaraan Negara. 
Seluruh kegiatan penyelenggaraan negara yang bertujuan mewujudkan cita-cita dan
tujuan nasional senantiasa harus berpedoman kepada dasar negara.
c. Dasar dan Sumber Hukum. 
Dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum dan tata tertib hukum,
serta menjadi norma tertinggi dalam suatu negara.
d. Dasar Pergaulan Antar-warga negara. Kedudukan, interaksi, dan kerja sama warga
negara harus berpedoman pada dasar negara.
Dengan demikian, terjaga keserasian dan keharmonisan pergaulan, serta terjadi
keseimbangan antara hak dan kewajiban sesama warga negara.
e. Dasar Partisipasi Warga Negara. 
Dasar negara memberikan jaminan adanya persamaan hak dan kewajiban warga
negara, terutama dalam mempertahankan negara dan dalam usaha bersama mencapai tujuan
negara.9

B. Konstitusi
Konstitusi adalah pilar negara yang menentukan tegak atau runtuhnya suatu sistem
ketatanegaraan. Konstitusi berperan penting untuk menjaga keutuhan dan kewibawaan negara
dalam kaitannya dengan tata cara penyelenggaraan negara dan hubungan antarwarga negara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “konstitusi” adalah: 1 segala ketentuan dan aturan
tentang ketatanegaraan (undang-undang dasar, dan sebagainya); 2 undang-undang dasar suatu
negara.
Secara etimologis, istilah konstitusi berasal dari bahasa Yunani republica
constituere yang berarti membentuk dan menetapkan. Pada masa lampau, perintah-perintah
kaisar Romawi disebut constitution principum. Dalam bahasa Belanda dikenal
pula constitutie yang berarti undang-undang dasar.10

9
Ismail Sunny, Mencari Keadilan, Jakarta, Ghalia Indonesia, cet, 1982. Hal. 73
10
Taufiqurrohman Syahuri, Hukum Konstitusi,Bogor Selatan, Gahalia Indonesia 2004. Hal. 130
1.3 Pendapat Para Ahli
Berbeda pandangan tentang definisi konstitusi. Namun, secara garis besar, dapat
disimpulkan bahwa konstitusi dapat disamakan dengan undang-undang dasar (arti sempit),
atau memiliki pengertian yang lebih luas dari undang-undang dasar.
Menurut Oliver Cromwell : Konstitusi memiliki pengertian yang sama dengan
undang-undang dasar. Sebab, undang-undang dasar itu merupakan undang-undang yang
dibuat sebagai pegangan untuk memerintah.
Menurut Herman Heller : Konstitusi dapat berarti undang-undang dasar (bersifat
yuridis), dapat juga berarti konstitusi yang bersifat sosiologis dan politis.
Menurut Brian Thompson : Konstitusi adalah dokumen yang memuat peraturan-
peraturan untuk dilaksanakan oleh suatu organisasi (kemasyarakatan, politik, bisnis, dan
sosial).
Menurut Miriam Budiharjo : Keseluruhan peraturan tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan.
Menurut K.C. Wheare : Keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang
berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur, atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara.
Menurut Joerniarto : Dalam arti luas, konstitusi yakni keseluruhan aturan dan
ketentuan yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dalam arti sempit,
konstitusi yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan atau ketentuan-
ketentuan yang bersifat pokok atau dasar-dasar dari ketatanegaraan suatu negara.

1.4 Mendapatkan Konstitusi


Setiap negara di dunia memperoleh konstitusi dengan jalan berbeda-beda. Ada yang
melalui cara pemberian oleh raja, revolusi, atau dibentuk sendiri oleh negara. Di bawah ini
adalah penjelasannya:
a. Grants atau melalui cara pemberian
Banyak negara berbentuk kerajaan yang semula berkuasa secara mutlak lambat laun
dipengaruhi oleh paham demokrasi. Raja kemudian membentuk sebuah undang-undang dasar
untuk membatasi kekuasaannya yang semula absolut dan menjalankan kekuasaannya itu di
dalam batasan-batasan yang diperkenankan undang-undang dasar. Jadi, raja-lah yang
membuat undang-undang dasar sedangkan rakyat hanya sebagai pihak yang menerima.
Namun, dalam hal ini, raja tidak lagi bisa bertindak secara mutlak dalam kekuasaannya, dan
di sisi lain, rakyat mendapatkan jaminan atas hak-haknya sebagaimana diatur dalam undang-
undang dasar. Contoh undang-undang dasar yang diperoleh melalui pemberian raja itu adalah
Undang-Undang Oktroi, Kerajaan Jepang.
b. Deliberate creation atau dibuat dengan sengaja
Negara yang baru didirikan atau yang berbentuk republik biasanya termasuk dalam
klasifikasi memperoleh undang-undang dasar secara sengaja. Negara bertindak sebagai badan
pembentuk undang-undang, menjalankan fungsi pengawasan undang-undang, dan bertindak
secara yuridis untuk mengadili pelanggaran terhadap undang-undang dasar tersebut. Amerika
Serikat adalah negara pertama di dunia yang membuat undang-undang dasar secara tertulis
dan disahkan pada tahun 1787.
c. Revolution atau melalui jalan revolusi

Revolusi terjadi di negara-negara yang rakyatnya tidak lagi menghendaki sistem


pemerintahan lama dan melakukan perebutan kekuasaan untuk mengubahnya dengan sistem
pemerintahan yang baru. Akibat revolusi ini terjadi pula perubahan atas undang-undang dasar
yang berlaku di negara tersebut. Misalnya, peristiwa revolusi di Uni Soviet (1917), Perancis
(1789), dan Spanyol (1932)11

1.5 Tujuan Konstitusi


Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang tidak memiliki konstitusi. Hukum dasar
terdiri dari hukum dasar tertulis  dan hukum dasar tidak tertulis. Yang disebut hukum dasar
tertulis ialah undang-undang dasar, sedangkan hukum dasar tidak tertulis disebut
dengan convensi. Menurut sifat dan fungsinya, undang-undang dasar merupakan suatu
naskah atau dokumen negara yang menjabarkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari
seluruh badan pemerintahan negara dan mengatur pokok-pokok cara kerja badan-badan
pemerintahan tersebut. Sementara, convensi ialah hukum dasar tidak tertulis yang terdiri dari
aturan-aturan dasar yang lahir dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Konstitusi bertujuan untuk membatasi dan sekaligus mengawasi jalannya kekuasaan
politik agar tidak bertindak sewenang-wenang. Dengan melepaskan kontrol kekuasaan dari
penguasa itu sendiri, maka hak-hak warga negara akan terlindungi. Konstitusi bertujuan
sebagai pedoman penyelenggaraan negara. Atau, dengan kata lain, bertujuan untuk
mengadakan tata tertib yang berkaitan dengan lembaga-lembaga negara, hubungan

11
Yusri Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, Jakarta, Pramadina, 1999.
Hal.67
antarlembaga negara, hubungan lembaga negara dengan warga negara, dan jaminan hak-hak
asasi manusia.

1.6 Hubungan Dasar Negara dan Konstitusi di Indonesia


Pembukaan undang-undang dasar suatu negara memuat tentang gagasan dasar, cita-
cita, dan tujuan negara, yang selanjutnya dituangkan ke dalam bentuk peraturan perundang-
undangan. Dari sinilah kita bisa memahami bagaimana hubungan antara dasar negara dengan
konstitusi.
Dasar, cita-cita, dan tujuan negara Republik Indonesia tertuang di dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 khususnya di alenia IV. Diterangkan bahwa segal/.98
a aspek penyelenggaraan negara berdasarkan atas Pancasila, yang artinya secara
yuridis formal Pancasila ditetapkan sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia.
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila bersifat timbal balik.
Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yakni
hubungan secara fomal dan hubungan secara material.12

1.7 Hubungan Formal


Pancasila secara formal mengandung pengertian sebagai berikut:
Rumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tercantum dan
ditegaskan di dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV. Pancasila adalah inti dari Pembukaan
UUD 1945, yang kedudukannya kuat, tetap, dan tidak dapat diubah. Pancasila melekat dalam
kelangsungan hidup negara Republik Indonesia. Pancasila memiliki hakikat, sifat, fungsi, dan
kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, yang menjadi dasar
kelangsungan hidup negara Republik Indonesia.13
Pembukaan UUD 1945 mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai dasar negara dan
tertib hukum tertinggi, sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Pembukaan UUD
1945 memiliki kedudukan dan fungsi sebagai Mukadimah dari UUD 1945 yang menjadi satu-
kesatuan tak terpisahkan, dan sebagai sesuatu yang bereksistensi sendiri, yang mana hakikat
kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa Pancasila yang dicantumkan secara formal di dalam Pembukaan UUD 1945, berarti

12
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negar, Bandung: Mandar Maju,
1995. hlm 5
13
Khoirul Anam, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi, Yogyakarta: Inti Media,
2011. hlm. 136.
bahwa kedudukan Pancasila adalah sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian,
kehidupan bernegara bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik, dan juga merupakan
perpaduan asas-asas kultural, religius, dan kenegaraan yang unsurnya terdapat pada
Pancasila.
1.8 Hubungan Material
Dalam perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, BPUPKI pertama-tama
membahas tentang dasar filsafat Pancasila, dan baru kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan Pembukaan UUD 1945. Pada sidang-sidang selanjutnya, BPUPKI merumuskan
dasar filsafat negara Pancasila sehingga tersusunlah Piagam Jakarta oleh Panitia Sembilan
sebagai bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Jadi, Pembukaan UUD 1945 dalam urutan tata tertib hukum Indonesia adalah sebagai
tertib hukum tertinggi, yang mana sumber tertib hukum Indonesia adalah Pancasila. Dengan
demikian, tidak lain-tidak bukan, Pancasila ialah sebagai tertib hukum Indonesia. Artinya
secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Sebagai tertib hukum Indonesia, Pancasila terdiri dari nilai, sumber materi, sumber
bentuk dan sifat.
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN KEDUA
A. Kajian Bentuk Negara Berdasarkan Konstitusi
Pengaturan pemerintahan daerah dalam peraturan perundang-undangan khususnya
berkaitan dengan hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan pemilihan
kepala daerah.
2.1 Pengaturan Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah melahirkan pembagian
kekusaan antara keduanya. Dikatakan oleh CF Strong mengemukakan “ciri utama negara
federal adalah adanya rekonsiliasi kedaulatan nasional dan kedaulatan negara bagian,
selanjutnya syarat utama negara federal adalah adanya rasa kebangsaan dari negara-negara
yang membentuk federasi dan tidak adanya niat untuk menjdi satu kesatuan, karena jika
mempunyai kehendak bersatu berarti bukan negara federal, tapi telah menjadi negara
kesatuan”.14
Dalam hal ini “kedaulatan keluar, seperti pertahanan keamanan, kebijakan fiskal dan
kebijakan luar negeri ada ditangan peerintahan nasional, sedangkan kedaulatan kedalam tetap
berada di tangan pemerintah negara bagian”. Sedangkan mengenai tentang cara pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian, masing-masing
negara mempunyai cara tersendiri. Namun secara umum ada dua cara yaitu disebutkan secara
rinci semua yang menjadi kewenangan pemerintah federal dan sisanya menjadi kewenangan
pemerintah negara bagian, atau disebutkan satu persatu secara rinci wewenang negara bagian
dan sisanya diurusan pemerintah federal.
Apapun cara yang digunakan, pada intinya negara federal membagi secara jelas
kewenangan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian, dan kedaulatan
masingmasing negara tidak dapat diganggu oleh yang lainnya, baik oleh sesama negara
bagian maupun oleh pemerintah federal. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa dalam
pembagian kekuasaan tersebut berkaitan dengan bentuk negara apakah negara federal atau
negara kesatuan dapat dicerna dari wewenang pemerintah federal (pusat) ditentukan secara
terinci sedangkan wewenang lainnya ada pada negara-negara bagian (residu power atau
researve power).
Sedangkan negara kesatuan wewenang secara terinci terdapat pada provinsi-provinsi
dan residu power ada pada pemerintah pusat negara kesatuan. Pendapat tersebut jika

14
Kusnardi, Moh. dan Ibrahim,Harmaily, 1988, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, cet. ke-7, Pusat Studi
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta
dikaitkan dengan Pasal 18 ayat (5) pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-
luasnya, kecuali uarusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat“. Sejalan dengan pendapat diatas maka dapat ditafsirkan bahwa pemerintah
daerah memiliki kekuasaan yang begitu luas sedangkan pemerintah pusat memiliki kekuasaan
yang sudah terinci, sebagaimana dituangkan dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah, ayat (1) menyatakan “pemerintah daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undangundang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah”. Ayat (3)
“ urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi : a. Politik luar negeri b. Pertahanan c. Keamanan d. Yuistisi e. Moneter dan fiskal
nasional f. Agama.15
“Selain hal tersebut, pemerintah daerah juga mempunyai wewenang dalam membuat
undangundang, sebagaimana dimuat dalam UUDNRI 1945 Pasal 18 ayat (6) “ Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan“. Selanjutnya ditegaskan lagi dalam Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal 21 butir (a) “dalam menjalankan otonomi, daerah
mempunyai hak ; a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya“. Pasal lain juga
menegaskan bahwa daerah punya hak untuk membuat peraturan sendiri yaitu pasal-pasal
yang berhubungan dengan tugas dan wewenang DPRD dalam Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004, Pasal 42 ayat (1) butir a. “DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk
peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan yang
sama“.
Hal yang sama juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang
MPR, DPD, DPR dan DPRD, Pasal 293 DPRD Provinsi mempunyai tugas dan wewenang :
membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan gubernur untuk mendapat persetujuan
yang sama”. Tugas dan wewenang yang sama untuk DPRD Kabupaten dan Kota, diatur
dalam Pasal 344 ayat (1) butir a. “DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang :
membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan bupati/walikota untuk mendapat
persetujuan bersama”.
Pasal-pasal tersebut, menunjukkan bahwa bentuk negara Indonesia merngandung
unsur bentuk negara federal. Hal ini didasari bahwa dalam negara kesatuan kekuasan terinci
ada pada pemerintah daerah dan yang memiliki kekuasaan yang luas adalah pemerintah

15
Lotulung, Paulus E, 1999, Reformasi Penegakan Hukum, dalam Buku 10 Tahun UU peradilan agama, Fakultas
Hukum UI dan PPHIM, Jakarta
pusat, sedangkan pasal-pasal tersebut menunjukkan kebalikannya. Unsur-unsur bentuk negara
federal lainnya dapat dilihat dalam pasal-pasal tersebut diatas adalah pada penyelenggaraan
kekuasaan, yang mana pemerintah daerah mempunyai hak penuh untuk membuat segala
peraturan yaitu peraturan daerah, sehingga menyebabkan aturan-aturan hukum di setiap
daerah berbeda-beda, sebagaimana halnya aturan-aturan hukum yang ada dalam negara
bagian pada bentuk negara federal. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Abdul Gaffar
Karim, dalam sistem federal, pusat dan daerah (daerah dan Negara bagian) memiliki derajat
kekuasaan dan kadar seimbang, hanya saja lingkupnya berbeda. 16
Pusat biasanya memegang kekuasaan umum yang bersifat koordinasi longgar
terhadap negara bagian atas aspek-aspek fiskal, pertahanan dan hubungan luar negeri.
Sementara daerah dan negara bagian mengelolah kekuasaan atas aspek-aspek langsung
menyangkut kepentingan pengelolaan kesejahteraan masyarakat serta hubungan masyarakat
dan Negara. Dalam negara federal banyak kasus, aturan hukum antara satu negara bagian
dengan negara bagian lainnya bisa berbeda.
2.2 Dapatkah Negara Berbentuk Kesatuan Menganut Sistem Konstitusi?
Melihat hal tersebut, timbul suatu pertanyaan mungkinkah suatu negara yang
konstitusinya menyatakan bentuk negara kesatuan sedangkan jika dikaji pengaturan
pemerintahan daerah khususnya terkait dengan hubungan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah menunjukkan bentuk negara federal. Penegasan jawaban dari pertanyaan
tersebut dapat dilihat dari pendapat K.C.Wheare, menyatakan bahwa tidak setiap negara yang
UUDnya bersusun federal adalah negara federal, ini berarti pula tidak setiap negara yang
UUDnya bersusun kesatuan adalah negara kesatuan. Sejalan dengan pendapat tersebut bisa
dikatakan Bahwa Negara Indonesia tidak mutlak konstitusi mengatakan negara kesuatuan
lantas bersusun kesatuan tetapi bisa juga bersusun federal.
Kemudian pendapat lain mangatakan bahwa Negara Indonesia adalah bentuk negara
yang mengarah ke federalisme, bahkan beliau mengarahkan bahwa hal tersebut tidak bisa
hanya dilihat dalam konstitusi saja tetapi harus juga melihat peraturan perundang-undangan
dibawahnya sebagaimana dikatakan oleh Morrisan “apakah Negara Indonesia saat ini telah
menjadi less unitarism atau quasi unitarisme yang mengarah ke federalisme? Kita tidak dapat
hanya berpatokan kepada apa yang dikatakan konstitusi mengenai negara kesatuan tetapi kita
harus pula melihat pelaksanaannya yang diatur dalam berbagai undang-undang dibawahnya”.
Selain sarjana diatas juga bisa dilihat dari pendapat C.F. Strong yang menyatakan ada dua ciri
mutlak dari negara kesatuan adalah desentralisasi dan dekonsentrasi.
16
Lubis, M. Solly, 1989, Landasan Dan Teknik Perundang-undangan,Mandar Maju, Bandung
Dekonsentrasi menekankan kepada adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah
pusat kepada wakilnya di daerah dan desentralisasi menunjukkan adanya penyerahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
Jika dilihat kembali dalam UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 ketentuan mengenai ciri
mutlak tersebut justru masih samara-samar, dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
hanya tersirat disebutkan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam konteks
pelaksanaan dekosentrasi. Secara yuridis Gubernur ada mempunyai wewenang sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 Pasal 37 ayat (1) “ gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil
pemerintah diwilayah provinsi yang bersangkutan”. Ayat (2) “dalam kedudukannya
sebagaimana dimaksud dengan ayat (1), gubernur bertanggungjawab kepada presiden“. Akan
tetapi permasalahnya adalah wilayah sseorang gubernur masih dipertanyakan, sebab
berdasarkan Pasal 18 ayat (1) bahwa daerah provinsi dibagi lagi menjadi Kabupaten dan
Kota. 17
Disisi lain daerah kabupaten dan kota mempunyai hak otonom luas dan tidak ada
hubungan vertikal dengan gubernur artinya seorang gubernur tidak bisa ikut campur dalam
urusan pemerintahan kabupaten dan kota, seperti halnya dalam masa berlakunya Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1974 yang mengenal adanya daerah administratif dan lebih kental
sistem sentralisasi. Permasalahan tersebut akan lebih jelas jika dilihat dari hubungan
pertanggungjawaban seorang bupati/walikota tidaklah kepada gubernur tetapi kepada DPRD
dan rakyat, sebagimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) “selain mempunyai kewajiban
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk
memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah, dan laporan
pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada masyarakat ‘.
Dalam hal ini hubungan dengan pemerintah pusat dan gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat hanya sebatas laporan saja bukan pertanggungjawaban. Sedangkan
pertanggungjawaban dari kinerja seorang Bupati/Walikota adalah kepada masyarakat melalui
DPRD, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 yang menegaskan
bahwa DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang : meminta laporan keterangan
pertanggungjawaban Bupati/Walikota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi”. Morrisan,
juga menyatakan bahwa dalam negara federal kekuasaan dibagi antara pusat dan daerah atau
bagian dalam negara itu sedemikian rupa sehingga masing-masing daerah atau bagian dalam
17
Mahfud MD, Moh. 1999, Amandemen Konstitusi menuju Reformasi Tata Negara, UII Press, Yogyakarta
negara itu bebas dari campur tangan satu sama lain dan hubungannya sendiri-sendiri terhadap
pusat. Pemerintah pusat memiliki kekuasaan sendiri, demikian juga daerah atau bagian
masing-masing mempunyai kekuasaan yang tidak lebih tinggi atau lebih rendah dari yang
lainnya. 18
Pendapat tersebut jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal
10 ayat (1) dan (2) dapatlah dikatakan bahwa antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
telah memiliki kekuasaan masing-masing yang sederajat dan tidak ada saling campur tangan.
Penegasannya dapat dilihat dari kewenangan yang dimiliki oleh seorang kepala daerah
terhadap daerahnya atas inisiatif dan parakarsa dari masyarakatnya sendiri tanpa ada campur
tangan dari pemerintah pusat dalam nuansa otonomi. Sebagaimana dituangkan dalam Pasal 1
ayat (6)“ daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesai. Kemudian Morrisan
juga mengatakan bahwa “dalam negara kesatuan kekuasaan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah adalah tidak sama dan tidak sederajat”.
Kekuasaan pusat merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara. Hal tersebut
searah dengan pendapat C.F. Strong “ciri dari negara kesatuan adalah kedaulatan yang tidak
terbagi atau dengan perkataan lain kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi. Konstitusi
negara kesatuan tidak mengakui adanya badan legislatif lain selain badan legislatif pusat.13
Pendapat lain juga dikatakan oleh Joko J Prihatmoko, bahwa “pola hubungan pusat-periperi
dengan titik berat kekuasaan sepenuhnya di pusat, dengan kewenangan periferi ditentukan
oleh pusat umunya dikenal dengan negara kesatuan. Dalam bentuk negara kesatuan yang
paling kuat, seperti di Belanda, kekuasaan negara betul-betul dipusatkan pada sebuah
lembaga nasional yang bersifat tunggal. Di Belanda Lembaga tersebut adalah parlemen yang
perdefenisi memiliki kekuasaan legislatif yang tak tersaingi dan tak tertandingi oleh lembaga
lain manapun. Sementara itu jika kekuasaan pada dasarnya berada di periferi, namun pusat
mempunyai kewenangan yang didefenisikan secara tegas untuk mengelolah kewenangan
yang bersifat menyeluruh dan eksternal bentuk ini dikenal dengan negara federal. Dari
pendapat tersebut dapat katakan bahwa unsur dari negara kesatuan tidak terdapat dalam
Negara kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dalam UUDNRI 1945 Pasal 18 ayat (3) “pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten dan kota memiliki dewan perwakilan daerah yang anggota-anggtanya
18
Mahfud MD, Moh. 1993, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta
dipilih melalui pemilhan umum”. Kemudian ditegaskan kembali dalam Pasal 1 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 “Dewan Perwakilan Rakyat daerah yang selanjutnya
disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah”. Selain itu dilihat dari fungsi yang dimiliki oleh DPRD sama dengan
fungsi yang dimiliki oleh DPR pusat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27
tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, “ DPR mempunyai fungsi a. legislasi, b.
anggaran dan c. pengawasan. 19
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009, Pasal 293, menyatakan “
DPRD provinsi mempunyai fungsi, a. legislasi, b.anggaran dan c. pengawasan. Pasal 344
menyatakan DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi a. Legislasi, b. anggaran dan c.
pengawasan. Begitu juga dalam hal hak dan kewajiban DPR dan hak dan kewajiban DPRD
Kabupaten/Kota. Pasal tersebut menunjukkan adanya unsur bentuk negara federal dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yaitu kekuasaan bukanlah sepenuhnya berada di
tangan pemerintah pusat tetapi sudah berada di daerah, bahkan lembaga parlemen (DPRD)
merupakan lembaga yang sangat kuat di daerah yang memiliki kekuasaan dan wewenang
sama dengan perlemen (DPR) pusat, tanpa ada ketentuan yang menyatakan bahwa DPRD
adalah sebagai wakil dari pemerintah pusat. Posisi DPRD adalah sebagai unsur
penyelenggara pemerintah daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 Pasal 40 “ DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah”.
2.3 Sejarah Singkat Konstitusi Belanda
Belanda adalah negara monarki konstitutional secara turun-temurun, dengan bentuk
pemerintahan yang parlementer dengan berdasarkan prinsip-prinsip tanggung jawab menteri,
dengan Raja sebagai kepala negara. Kerajaan Belanda sendiri ini sudah ada sejak tahun 1814.
Raja adalah kepala negara, dan kekuasaan Raja diatur oleh konstitusi. Konstitusi Belanda
pertama diresmikan pada 1798, pada saat Republik Batavia, dan mencontoh Konstitusi
Perancis 1795. Konstitusi Belanda ada sejak tahun 1814, namun. Konstitusi asli ini telah
berkali-kali diubah selama bertahun-tahun. Raja tidak memiliki tanggung jawab politik
apapun. Dimana Raja Belanda sendiri tidak memiliki kekuatan politik yang nyata, tetapi
berfungsi sebagai kepala perwakilan negara dan orang simbolik menyatukan politik parlemen
terbagi.20

19
Mahfud MD, Moh. 2001, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta
20
https://www.government.nl/documents/regulations/2012/10/18/the-constitution-of-the-kingdom-of-the-
netherlands-2008
Ini berbeda dari monarki absolut bahwa raja mutlak berfungsi sebagai satu-satunya
sumber kekuatan politik di negara dan tidak terikat secara hukum oleh konstitusi apapun.
Kebanyakan monarki konstitusional menggunakan sistem parlementer di mana Raja mungkin
memiliki tugas ketat Upacara atau mungkin memiliki Reservasi Powers, tergantung pada
konstitusi. Mereka memiliki perdana menteri langsung maupun tidak langsung terpilih yang
merupakan kepala pemerintahan, dan memperlihatkan kekuatan politik yang efektif.
Perbedaan yang sangat mencolok dimana Raja dalam monarki konstitutional memiliki peran
sebagai kepala perwakilan dan orang simbolik, sedangkan monarki absolut berfungsi sebagai
satu-satunya sumber kekuatan politik di negara dan tidak terikat secara hukum oleh konstitusi
apapun.
Bentuk pemerintahan negara Belanda adalah kerajaan, dipimpin oleh seorang
raja/ratu, dengan bentuk negara monarki konstitusional. Sistem pemerintahan Kerajaan
Belanda adalah parlementer, yaitu kekuasaan tertinggi ada di tangan parlemen dan memiliki
seorang raja/ratu sebagai kepala negara dan seorang perdana menteri sebagai kepala
pemerintahan. Parlemen dalam pemerintahan Belanda dipegang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Belanda yang terdiri dari 2 majelis, yaitu Tweede Kamer dan Eeste Kamer.
Tweede Kamer atau Majelis Rendah terdiri dari 150 anggota dengan masa jabatan
selama 4 tahun. 150 anggota tersebut dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan
umum yang dilaksanakan 4 tahun sekali. dari segi politik, pemilihan anggota Tweede Kamer
lebih berpengaruh daripada pemilihan anggota Eerste Kamer, karena sejak tahun 1917
diberlakukan Evenredige Vertegenwoordiging atau sistem perwakilan berimbang yang
menyebabkan munculnya aliran-aliran politik dalam masyarakat. Tweede Kamer bertugas
untuk merancang undang-undang atau peraturan lainnya dan membawa rancangan tersebut ke
Eerste Kamer untuk disetujui. 21
Eerste Kamer atau Majelis Tinggi beranggotakan 75 orang yang dipilih oleh anggota
Dewan Provinsi atau Provinciale Staten. Masing-masing Dewan Provinsi akan mengirimkan
perwakilannya sebagai anggota Tweede Kamer dan menjabat selama 6 tahun. Tugas dari
Eerste Kamer adalah menyetujui atau menolak rancangan undang-undang yang diajukan oleh
Tweede Kamer. Eerste Kamer tidak memiliki hak untuk membuat undang-undang.
Kekuasaan dalam pemerintahan Belanda dibagi menjadi 3, yaitu kekuasaan
legislative, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Walaupun terbagi menjadi 3

21
http://www.servat.unibe.ch/icl/nl00000_.html
kekuasaan, tapi secara resmi raja atau ratu yang memimpin merupakan pengikat dari 3
kekuasaan tersebut.22
2.4 Kekuasaan Legislatif
Belanda menganut sistem bicameral, karena kekuasaan legislatif diberikan kepada 2
badan, yaitu Tweede Kamer dan Eerste Kamer. Kekuasaan untuk membuat undang-undang
diberikan kepada anggota Tweede Kamer. Tweede Kamer diberikan hak inisiatif oleh
Raja/Ratu untuk mengajukan rancangan undang-undang. Rancangan yang telah dibuat,
selanjutnya akan diajukan kepada Eerste Kamer untuk disetujui. Eerste Kamer tidak
memiliki hak amandemen, sehingga hanya memiliki hak untuk menolak atau menyetujui
rancangan UUD yang diajukan kepadanya. Selain Tweede Kamer, Menteri juga memiliki hak
untuk mnegajukan rancangan undang-undang yang sebelumnya harus diajukan melalui
Tweede Kamer.

2.5 Kekuasaan Eksekutif


Raja/Ratu memegang kekuasaan penuh dalam bidang eksekutif. Kekuasaan atas
pemerintahan berada di tangan kabinet karena keputusan yang dibuat oleh Raja/Ratu
merupakan keputusan yang tidak dapat diganggu gugat atau Onschendbaar. Kabinet yang
berkuasa atas pemerintahan terdiri dari menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana
menteri yang semuanya bertanggung jawab terhadap parlemen. Menteri memiliki masa
jabatan selama 4 tahun dan mengakhiri masa jabatannya tepat sehari sebelum pelaksanaan
pemilihan menteri selanjutnya. Raja/Ratu hanya berhak bertindak atas saran dari Raad van
Staten atau Dewan Negara dan dapat meminta nasehat dari ketua parlemen , ketua fraksi
dalam parlemen, ketua partai dan kalangan diluar pemerintahan. Perdana menteri diangkat
oleh Raja/Ratu. Selanjutnya, perdana menteri berhak untuk merekomendasikan para calon
menteri dan mengajukannya kepada Raja/Ratu untuk dipilih. 23

2.6 Kekuasaan Yudikatif


Kekuasaan yudikatif dipegang oleh badan-badan pengadilan yang bertingkat. Anggota
kekuasaan yudikatif semuanya diangkangkat dan disahkan oleh Raja/Ratu. Terdapat 4 tingkat
pengadilan yang ada di Belanda dan kedudukan 4 pengadilan ini bebas dari kedua kekuasaan

22
http://comparativeconstitutionsproject.org/files/Netherlands_Implications_Report.pdf?6c8912
23
https://www.rechtspraak.nl/SiteCollectionDocuments/Constitution-NL.pdf
lainnya. Canton Merupakan bagian dari Pengadilan Tingkat I yang mengurusi perkara-
perkara ringan dan bersifat personal. Canton terletak di masing-masing kota di Belanda.
Rechtbank Contohnya adalah pengadilan Den Haag. Dalam sistem hukum Belanda,
Pengadilan Den Haag adalah pengadilan rendah (district court atau Rechtbank) yang
berjumlah 19. Rechtbank terbagi dalam beberapa sektor, di antaranya kewilayahan, sektor
hukum kriminal, dan sektor sipil/keluarga.
Gerechtschof Jika di Indonesia, peran Gerechtschof hampir sama dengan Mahkamah
Agung. Gerechtschof biasa mengurusi kasus besar yang telah melalui proses banding. Hoge
Raad Anggota Hoge Raad diajukan oleh Tweede Kamer dan diangkat oleh Raja/Ratu. Dalam
tubuh Hoge Raad, terdapat 7 orang wakil ketua, 30 hakim agung, dan 15 orang hakim agung
luar biasa. Pengurusan administrasi Hoge Raad ditangani oleh Kementerian Hukum
Belanda.24

2.7 PEMERINTAHAN KOTA DI BELANDA


Setiap kota dijalankan oleh dewan kota, seorang eksekutif kota yang terdiri dari
walikota dan anggota dewan.
a. Dewan Kota
Dewan kota adalah badan administratif tertinggi di kota. Semua keputusan penting,
misalnya atas segala hal yang berhubungan dengan kota dan pajak, diambil oleh Dewan Kota.
Warga memilih dewan selama empat tahun sekali. Jumlah anggota tergantung pada jumlah
penduduk. Tugas dan kekuasaan dewan kota telah ditetapkan dalam Undang-Undang Kota.
b. Eksekutif Kota
Eksekutif kota terdiri dari walikota dan anggota dewan. Mereka bertanggung jawab
untuk menjalankan hal-hal yang menjadi keseharian dari kota. Tugas utamanya adalah untuk
mempersiapkan keputusan untuk dewan kota dan mempublikasikannya. Selain itu juga
menerapkan undang-undang dan skema untuk pemerintah pusat dan pemerintah provinsi,
seperti Pekerjaan dan Bantuan Sosial Act dan UU Pengelolaan Lingkungan. Eksekutif kota
memiliki tanggung jawab utama untuk keuangan kota
c. Walikota
Walikota adalah kepala dewan kota dan eksekutif. Dia juga memiliki sejumlah tugas
dan tanggung jawab otonom. Portofolionya termasuk ketertiban umum dan keamanan. Dalam
keadaan darurat, ia bisa memberikan perintah untuk menjaga ketertiban umum atau hal-hal
yang mengandung risiko bagi masyarakat. Walikota adalah satu-satunya anggota dari dewan
24
https://leidenlawblog.nl/articles/guiding-values-in-the-dutch-constitution
dan eksekutif, yang tidak terpilih. Pencalonannya dikemukakan oleh Komisaris Ratu dan dia
ditunjuk oleh Crown (raja dan menteri) berdasarkan Surat Keputusan Kerajaan (Royal
Decree) dan mengikuti nominasi oleh Menteri Dalam Negeri dan Hubungan Kerajaan (BZK).
Walikota ditunjuk selama enam tahun dan biasanya diangkat kembali secara otomatis, atas
saran dari dewan kota. Hanya Crown dapat memberhentikan walikota.
d. Alderman
Merupakan anggota dewan yang ditunjuk oleh dewan kota. Mereka memiliki tugas
masing-masing. Tetapi ketika suatu kekuasaan harus ditetapkan, maka merekalah yang harus
memutuskan.25
2.8 KEMENTERIAN PEMERINTAHAN BELANDA
Belanda memiliki 11 kementrian, yaitu:
1. Ministry of General Affairs
Departemen Perdana Menteri, yang juga Menteri Urusan Umum. Tugasnya adalah
koordinasi kebijakan pemerintah dan komunikasi. Kementerian juga mengeluarkan informasi
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Royal House. Instrumen Konstituate di tahun
1947 menyatakan bahwa Kementerian bertanggung jawab atas hal yang berkaitan dengan
kebijakan umum pemerintah di Kerajaan, di mana ini tidak diatur oleh Departemen lain.
Tugas Kementerian adalah bertanggung jawab untuk koordinasi kebijakan pemerintah secara
keseluruhan.
2. Ministry of Infrastructure and Environment
Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan berkomitmen untuk meningkatkan
kualitas hidup, akses dan mobilitas di lingkungan yang bersih, aman dan berkelanjutan.
Kementerian berusaha untuk membuat jaringan yang efisien jalan raya, kereta api, saluran air
dan saluran udara, pengelolaan air yang efektif untuk melindungi terhadap banjir, dan
meningkatkan kualitas udara dan air.
3. Ministry of The Interior and Kingdom Relation
Kementerian Dalam Negeri dan Hubungan Kerajaan (BZK) adalah salah satu dari
sebelas kementerian pemerintah pusat Belanda. Para menteri dan pegawai negeri sipil
merumuskan kebijakan, mempersiapkan peraturan dan undang-undang, dan juga bertanggung
jawab untuk koordinasi, pengawasan dan implementasi kebijakan.
4. Ministry of Education, Culture and Science
Departemen Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan bekerja untuk
menciptakan lingkungan yang cerdas, terampil dan kreatif di Belanda. Misinya adalah untuk
25
https://constitutions.unwomen.org/en/countries/europe/netherlands
memastikan bahwa semua orang mendapat pendidikan yang baik serta dapat bertanggung
jawab dan mandiri. Kementerian juga ingin orang-orang dapat menikmati seni, dan juga
bertujuan untuk menciptakan kondisi yang tepat bagi para guru, seniman dan peneliti untuk
melakukan pekerjaan mereka.
5. Ministry of Foreign Affairs
Setiap jam setiap hari, Kementerian Luar Negeri mempromosikan kepentingan
Kerajaan ke luar negeri. Mengkoordinasikan kementrian dan melaksanakan kebijakan luar
negeri Belanda di kantor pusatnya di Den Haag dan melakukan misi di luar negeri. Kemetrian
ini juga sebagai jembatan bagi Pemerintah Belanda berkomunikasi dengan pemerintah asing
dan organisasi internasional.
6. Ministry of Social Affairs and Employment
Misi dari Departemen Sosial dan Ketenagakerjaan adalah untuk memperkuat posisi
Belanda di Eropa di bidang sosial dan ekonomi, dengan pekerjaan dan jaminan penghasilan
bagi semua orang. Menteri dan Sekretaris Negara bertanggung jawab untuk kebijakan pasar
tenaga kerja, termasuk migrasi dan pergerakan bebas pekerja, manfaat dan re-integrasi,
kebijakan pendapatan, keseimbangan kehidupan kerja, dan kebijakan kondisi kerja dan
inspeksi.
7. Ministry of Defence
Berkomitmen untuk perdamaian dan keamanan, kapanpun dan dimanapun.
Pertahanan bertanggung jawab terhadap perdamaian dan keamanan, di Belanda dan di tempat
lain. Angkatan bersenjata berkontribusi terhadap stabilitas dan kebebasan di dunia.
Kementerian Pertahanan terdiri dari Kementerian itu sendiri (Staf Tengah), empat angkatan
bersenjata (Angkatan Laut Kerajaan Belanda, Kerajaan Belanda Angkatan Darat, Angkatan
Udara Kerajaan Belanda dan Royal Military dan Polisi Perbatasan), Komando Pendukung
dan Organisasi Material Pertahanan. Dengan tenaga kerja sekitar 69.000 orang, Kementerian
Pertahanan merupakan salah satu perusahaan terbesar di Belanda.
8. Ministry of Security and Justice
Departemen Keamanan dan Keadilan bertanggung jawab untuk menjaga supremasi
hukum di Belanda, sehingga orang dapat hidup bersama dalam kebebasan, terlepas dari gaya
hidup atau pandangan. Kementerian berusaha mewujudkan menuju masyarakat yang lebih
adil dan aman dengan memberikan perlindungan hukum dan, jika perlu, campur tangan
dalam kehidupan mereka. Terkadang harus diambil langkah-langkah radikal: misalnya
menempatkan penjahat dihukum di penjara. Departemen Keamanan dan Keadilan juga
memberikan prospek baru: misalnya, mereka membantu tahanan kembali ke masyarakat dan
memberikan dukungan bagi korban kejahatan. Ini semua adalah langkah-langkah yang
berhak untuk diambil hanya oleh Departemen Keamanan dan Keadilan.
9. Ministry of Economic Affairs
Kementerian mempromosikan Belanda sebagai negara kompetitif yang mampu
bersaing di kancah internasional. Belanda berkomitmen untuk menciptakan iklim usaha
kewirausahaan yang sangat baik, dengan menciptakan kondisi yang tepat dan memberikan
pengusaha ruang untuk berinovasi dan tumbuh. Dengan memperhatikan alam dan lingkungan
hidup. Dengan mendorong kerja sama antara lembaga penelitian dan bisnis. Ini adalah caea
bagaimana negara Belanda meningkatkan posisi terdepan negaranya di bidang pertanian,
industri, jasa dan energi dan berinvestasi di negara yang kuat, berkelanjutan.
10. Ministry of Health, Welfare and Sport
Belanda sehat dan baik. Ini adalah motto Departemen Kesehatan, Kesejahteraan, dan
Olahraga. Ambisi dari Kementerian adalah untuk menjaga semua orang sehat selama
mungkin dan untuk mengembalikan orang-orang sakit untuk kesehatan secepat mungkin.
Kementerian ini juga bertujuan untuk mendukung orang-orang dengan keterbatasan fisik atau
mental dan mempromosikan partisipasi sosial.
11. Ministry of Finance
Departemen Keuangan bertugas untuk menjaga kas negara dan bekerja untuk
memastikan Belanda adalah sejahtera secara finansial. Departemen Keuangan mengawasi dan
bertanggung jawab atas pengeluaran dan efektifitas sumber daya pemerintah, membuat aturan
untuk memastikan sistem keuangan yang stabil dan mengawasi kualitas lembaga keuangan.
Kementerian Keuangan juga bekerja pada undang-undang pajak yang adil dan solid.26

2.9 PEMILIHAN UMUM


Terdapat beberapa pemilihan umum (pemilu) yang diaksanakan di Belanda, antara
lain adalah pemilu untuk pemerintah kota, pemilu pemerintah provinsi, pemilu pemerintah
pulau, pemilu majelis tinggi, pemilu House of Representative, pemilu Water Board, dan
pemilu parlemen Eropa.
Sebagian besar pemilihan umum dilaksanakan setiap 4 tahun sekali, namun pemilihan
umum untuk parlemen Eropa dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Seperti pemilihan umum di
Indonesia, pemilihan umum di Belanda pun memiliki syarat untuk pemilih dan calon
26
http://constitutionnet.org/news/reforming-dutch-constitution-ensure-future-readiness-its-democracy
kandidat pemilihan umum. Syarat untuk pemilih, rata-rata sama untuk setiap pemilihan
umum, antara lain berusia 18 tahun ke atas dan merupakan warga asli Belanda. Dan untuk
calon kandidat pun secara umum memiliki syarat yang sama yaitu berasal dari suatu partai
politik. Cara pemilihan umum di Belanda dapat memilih secara langsung atau memilih
dengan diwakilkan (Voting by Proxy). Belanda berpartisipasi dalam dalam organisasi
internasional, yaitu:
a. OSCE
berpartisipasi sejak 25 Juni 1973, Organisasi ini memiliki pendekatan yang
komprehensif untuk keamanan yang mencakup politik-militer, ekonomi dan lingkungan, serta
aspek-aspek kemanusiaan. Sehingga yang dibahas dalam organisasi ini sendiri adalah
berbagai masalah keamanan, termasuk pengawasan senjata, ukuran kepercayaan dan
keamanan pembangunan, hak asasi manusia, minoritas nasional, demokratisasi, strategi
kepolisian, kontra-terorisme dan kegiatan ekonomi dan lingkungan.
b. Anggota dari United Nations, sejak 10 Desember 1945
Sejak berdirinya PBB pada tahun 1945 Belanda secara konsisten telah berkomitmen
untuk dan sangat aktif dalam mempromosikan tujuan-tujuan PBB. Perannya sangat besar
pada bagian keuangan. Belanda adalah salah satu kontributor utama keuangan dengan
kegiatan PBB. Misalnya pada tahun 2008, Belanda, sebuah negara dari 16 juta penduduk,
menyumbang hampir 460 juta dolar untuk tiga dana PBB utama dan program: United Nations
Development Programme (UNDP), United Nations Children's Fund (UNICEF) dan United
Nations Population Fund (UNFPA). Total kontribusi Belanda ke PBB adalah lebih dari €
1.000.000.000. Belanda berada di peringkat ke-12 sebagai penyumbang terbesar (1,855% dari
total anggaran pada 2010).

c. Anggota dari Council of Europe since 5 Mei 1949


Organisasi ini fokus kepada hak asasi manusia. Anggota dari organisasi ini mencakup
47 negara anggota, 28 diantaranya adalah anggota Uni Eropa. Semua Dewan negara anggota
Eropa telah menandatangani Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, perjanjian yang
dirancang untuk melindungi hak asasi manusia, demokrasi dan supremasi hukum, termasuk
Belanda. Organisasi ini mengikat negara anggotanya untuk menjunjung tinggi hak asasi
manusia. Seperti contoh organisasi ini telah menerbitkan sebuah laporan kritis tentang situasi
hak asasi manusia di Belanda. Laporan ini mengkritik kebijakan migran dan pencari suaka
dimana salah satunya adalah kritik terhadap fasilitas mandi di pusat pencari suaka dimana
tidak ada pemisahan sarana untuk mandi bagi perempuan dan laki-laki. terutama mengkritik
usia rendah 12 tahun di mana anak-anak tunduk pada hukum pidana dewasa sementara di
sebagian besar negara usia pertanggungjawaban pidana adalah 14 tahun.

d. Anggota dari European Union sejak 25 Maret 1957


Uni Eropa diciptakan pada masa setelah Perang Dunia Kedua, karena setelah perang
tersebut sangatlah dibutuhkan perdamaian dan stabilitas untuk kehidupan manusia yang lebih
baik. Hasilnya adalah Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), yang dibuat pada tahun 1958, dan
awalnya meningkatkan kerjasama ekonomi antara enam negara: Belgia, Jerman, Prancis,
Italia, Luksemburg dan Belanda. Sejak itu, pasar tunggal yang besar telah dibuat dan terus
berkembang menuju potensi penuh. Uni Eropa saat ini terdiri dari 28 negara anggota, dan
kontrol perbatasan antara banyak negara Uni Eropa telah dihapuskan. Hal ini menjamin
pergerakan bebas manusia, barang dan jasa dalam Uni Eropa. Warga Belanda dapat menetap
dan bekerja di tempat lain di Eropa jauh lebih mudah daripada sebelumnya. Hal ini juga lebih
mudah bagi perusahaan-perusahaan Belanda untuk melakukan bisnis dengan perusahaan di
negara-negara tetangga karena mereka menggunakan mata uang yang sama.27

27
https://www.holland.com/global/tourism/information/general/the-constitutional-monarchy.htm
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
A. Kesimpulan
Bentuk negara menyatakan susunan atau organisasi negara secara keseluruhan,
menegenai struktur negara yang meliputi segenap unsur-unsurnya, yaitu daerah, bangsa, dan
pemerintahannya. Namun, konstitusi merupakan sebuah hal yang telah mutlak dan tidak bisa
dirubah lagi. Dengan kata lain, bentuk-bentuk negara melukiskan dasar-dasar negara, susunan
dan tata tertib suatu negara berhubungan dengan organ-organ tertinggi dalam negara itu dan
kedudukan masing-masing organ itu dalam kekuasaan negara. Sistem pemerintahan
merupakan gabungan dari dua istilah, yaitu ‘sistem’ dan ‘pemerintahan’. Yang menurut Carl
J.Friedrich, yakni merupkan suatu keseluruhan terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai
hubungan fungsional baik antara bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional
terhadap keseluruhan, sehingga dapat menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-
bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan memengaruhi
keseluruhan.
Sedangkan pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh
negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri
sistem pemerintahan pada dasarnya adalah membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan
serta hubungan antara lembaga-lembaga negara menjalankan kekuasaan negara itu, dalam
rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat. Sistem presidensil yang ditetapkan sebagai
sistem pemerintahan Indonesia, pasca amandemen UUD 1945, sudah cukup baik, dengan
ciri-ciri adanya pemilihan presiden dan wakil presiden yang langsung dipilih oleh rakyat.
Presiden tidak lagi tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR (Majlis Pemusyawaratan
Rakyat). MPR pra reformasi memiliki kekuasaan tertinggi. Dimana MPR meilih dan
memberhentikan presiden, dan presiden harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR
sesuai dengan konstitusi yang sudah tidak bisa dirubah.
Belanda menganut konstitusi rigid, Negara yang menganut konstitusi rigid, mendapat
jaminan keadilan warganegara. Jika pokok keadilan telah terwujud didalam konstitusi, maka
tidak ada yang bisa dikurangi atau dicabut menurut selera atau tingkah para kelompok.
Konstitusi rigid bertindak sebagai wali keadilan baik individual maupun minoritas. Justice
Jackson Amerika serikat mengatakan, tujuan programa keadilan yakni untuk menarik
beberapa subjek dari pergantian kontraversi politik, untuk menempatkan mereka melebihi
jangkauan minoritas, official dan mendirikan prinsip yang legal untuk diterapkan oleh
pengadilan.

B. Saran
Demikian makalah yang Saya tulis, jika ada kekurangan Saya menampung kritik dan
saran dari anda. Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 juni 1945, Jakarta, Bandung Salman ITB,
1981, Hal. 167
Taufiqurrohman Syahuri, Hukum Konstitusi,Bogor Selatan, Gahalia Indonesia 2004. Hal.
107
Soehino, Hukum Tata Negara, Hubungan Funsional Antara Lembaga-lembaga Negara,
Yogyakarta, Liberty, Cet 1, 1984. Hal. 6
Joniarto, Sejarah Ketatanegraan RI, Opcit. Hal. 6
Sek. DPR Gotong Royong, Seperempat Abad DPR RI, Jakarta, Sek. DPR-GR, 1983, Hal. 68
Soehino, Hukum Tata Negara, Yogyakarta : Liberty, Cet. 1, 1984. Hal. 6
Ismail Sunny, Mencari Keadilan, Jakarta, Cet. 1, 1982. Hal. 449-453
Adnan Buyung, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, Jakarta, Grafito, Cet. 1.
1995. Hal. 75
Endang Saifuddin Ansari, Piagam Jakarta 22 juni 1945, Bandung, Pustaka Salaman ITB ,
1981. Hal. 19
Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta, Pusat Studi
Hukum FH-UI, cet. V, 1983, Hal. 93
Lembaran Negara republik Indonesia Serikat, Tahun 1950 Nomor 56
Muhammad Hatta, Memoir Muhammad Haat, Jakarta, Tintamas, 1982, Hal. 98
M. Jamin, Pembahasan Unndang-Undang Dasar, Jakarta, 1992. Hal. 134
Ismail Sunny, Mencari Keadilan, Jakarta, Ghalia Indonesia, cet, 1982. Hal. 73
Taufiqurrohman Syahuri, Hukum Konstitusi,Bogor Selatan, Gahalia Indonesia 2004. Hal.
130
Yusri Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, Jakarta,
Pramadina, 1999. Hal.67
Umar Basalim, Pro-Kontra Piagam Jakarta di Era Reformasi, Jakarta, Pustaka Indonesia
Satu,2002. Hal. 75.
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negar, Bandung: Mandar
Maju, 1995. hlm 5
Khoirul Anam, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi,
Yogyakarta: Inti Media, 2011. hlm. 136.
F. Strong, konstitusi-konstitusi politik Modern studi perbandingan tentang sejarah dan bentuk
, cetakan III, Bandung: Nusa Media, 2010. hlm.192
B. Jurnal
Aan Eko Widiarto, Ketidakpastian Hukum Kewenangan Lembaga Pembentuk Undang-
Undang Akibat Pengabaian Putusan Mahkamah Konstitusi, Jurnal konstitusi, Volume
12, Nomor 4, Malang, Desember 2015.
Abdul Wahid, Indepedensi Mahkamah Konstitusi Dalam Proses Pemakzulan Presiden
dan/atau Wakil Presiden, Jurnal konstitusi, Volume 11, Nomor 4, Malang, Desember
2014. Ajie Ramdan, Problematika Legal Standing Putusan Mahkamah Konstitusi,
Jurnal konstitusi, Volume 11, Nomor 4, Jakarta, Desember 2014.
Enny Nurbaningsih, Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 dan
Alternatif Model Hubungan Kelembagaan Terkait Pembentukan Undang-Undang,
Mimbar Hukum (Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada), Yogyakarta, 2015
C. Undang-undang
Pembukaan UUD 1945
Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
D. Website
https://www.government.nl/documents/regulations/2012/10/18/the-constitution-of-the
kingdom-of-the-netherlands-2008
http://www.servat.unibe.ch/icl/nl00000_.html
http://comparativeconstitutionsproject.org/files/Netherlands_Implications_Report.pdf?6c8912
https://www.rechtspraak.nl/SiteCollectionDocuments/Constitution-NL.pdf
https://leidenlawblog.nl/articles/guiding-values-in-the-dutch-constitution
https://constitutions.unwomen.org/en/countries/europe/netherlands
http://constitutionnet.org/news/reforming-dutch-constitution-ensure-future-readiness-its-
democracy

Anda mungkin juga menyukai