Abstrak
Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi ProtozoaGenus Plasmodium yang
ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp betina. Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi
kepulauan dan tercatat sebagai provinsi ketiga tertinggi di Indonesia setelah Papua dan Papua Barat
dengan angka endemisitas malaria. Provinsi NTT juga masuk kategori sebagai daerah penularan
tinggi/High Case Incidence (HCI). Perlu dilakukan upaya yang optimal dalam mencegah peningkatan
kasus malaria khususnya di wilayah terpencil yang terisolasi total ketika terjadi perubahan musim.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan indeks deteksi malaria bagi kader kesehatan dengan
melihat gejala-gejala yang dialami pasien, sehingga dapat dilakukan langkah cepat dan tepat dalam
pengobatannya. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional.
Dimana variable dependen adalah kasus malaria, dan variable independen adalah karakteristik serta gejala
yang dialami pasien dengan dugaan malaria. Gejala-gejala yang dialami pasien akan hubungkan dengan
hasil pemeriksaan darah untuk selanjutnya ditetapkan gejala apa saja yang dapat dijadikan indikator
positif malaria.Berdasarkan data penelitian yang telah dianalisis, ditetapkan 5 (lima) gejala yang dapat
mengindikasikan malaria yaitu menggigil, berkeringat, nyeri sendi, mual muntah dan konjungtiva pucat.
Indeks Klinis (IK) malaria dituliskan dalam persamaan sebagai berikut IK = -1.969 + 1.062menggigil +
1.588 berkeringat + 0.564 nyeri sendi + 0.922 mual muntah + 1.794 konjungtiva pucat. Jika skor indeks
lebih besar atau sama dengan nol (>0) diprediksi positif malaria, jika sebaliknya maka diprediksi negative
malaria. Kader kesehatan (Posyandu) adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan
untuk masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan
No Topik Pembahasan
1 Judul “Pengembangan Indeks Epidemiologi Malaria untuk
Kader Kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2016”
2 Penulis Tim Peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)
Universitas Nusa Cendana dan Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah (BALITBANGDA) Provinsi Nusa
Tenggara Timur
3 Latar Belakang 1. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi ProtozoaGenus Plasmodium yang
ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp betina.
2. Indonesia merupakan salah satu daerah endemis
malaria, dengan angka kejadian cukup tinggi yaitu
229.819 kasus pada 2010, 256.592 kasus pada 2011
dan 417.819 kasus pada tahun 2012.
3. Nusa Tenggara Timur sebagai Provinsi ketiga tertinggi
dengan angka endemisitas malaria tertinggi, setelah
Provinsi Papua dan Papua Barat. Selain itu wilayah
NTT yang merupakan Provinsi Kepulauan, sehingga
kegiatan surveilans malaria bersifat pasif dan belum
optimal dalam mendeteksi kasus malaria
4. Masyarakat dilibatkan sebagai kader malaria sehingga
memudahkan petugas kesehatan menemukan penderita
malaria sejak dini.
5. Kader diikutsertakan dalam dalam penemuan kasus
malaria, akan tetapi karena NTT merupakan endemis
malaria, maka ada gejala lain selain trias malaria
(menggigil, demam dan berkeringat) yang bersifat
local spesifik yang diketahui masyarakat.
6. Oleh karena itu perlu dikembangkan indeks yang
berhubungan dengan gejala malaria di NTT untuk
melihat adanya gejala lain selain trias malaria yang
dialami oleh masyarakat
14 Deskripsi etika penelitian Setiap perlakuan yang diberikan kepada pasien sebagai
sampel, wajib mendapatkan persetujuan dari pasien
tersebut. Dalam penelitian dijelaskan mengenai
pencuplikan sampel dengan criteria pasien kooperatif
namun tidak dijelaskan mengenai prosedur pemberian
Informed consent bagi pasien atau keluarga pasien.
15 Pernyataan cara pengumpulan Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
data dan instrument yang penelitian ini adalah dengan melakukan studi dokumen,
digunakan wawancara dengan sampel, Observasi dan pemeriksaan
darah. Instrumen yang dipakai dalam pengumpulan data
berupa lembar pengumpul data, lembar pertanyaan atau
kuisioner dan lembar observasi
16 Analisis data Analisis data penelitian dijelaskan sebagai berikut
1. Karakteristik sampel
a. Umur
Pasien yang dinyatakan positif malaria didominasi
oleh kelompok usia >= 15 tahun (44.1%)
b. Jenis kelamin
Penderita malaria positif di dominasi oleh sampel
yang berjenis kelamin perempuan (50.9%)
c. Tingkat pendidikan
sebagian besar sampel yang menderita malaria
mempunyai tingkat pendidikan tidak sekolah atau
belum sekolah (30,6).
d. Pekerjaan
Penderita malaria sebagian besar tidak bekerja
(75,7%).
2. Jenis plasmodium
Hasil pemeriksaan darah terhadap 444 sampel yang
menderita malaria diperoleh data bahwa terdapat 220
sampel (49,5%) yang positif Plasmodium falciparum
dan terdapat sedikitnya 1sampel (0,2%) dinyatakan
positifPlasmodium ovale. Plasmodium vivax
menempati posisi kedua dengan 207 sampel (46.6%)
sedangkan mix malaria ditemukan 16 sampel (3.6%)
3. Gejala malaria
Gejala sakit yang dianalisis sebanyak 16 gejala yaitu
menggigil, berkeringat, sakit kepala, sakit otot, nyeri
pada tengkuk, sakit pinggang, nyeri sendi, nyeri
punggung, mual muntah, anoreksia, mulut pahit, sakit
tenggorokan, wajah pucat, konjungtiva pucat, diare
ringan dan kejang-kejang. Berdasarkan gejala yang
dianalisis, diperoleh hasil bahwa, sebagian besar
gejala merupakan gejala yang dialami oleh diatas 50%
paenderita malaria positif. Gejala-gejala yang diderita
oleh pasien malaria positif kurang dari 50% adalah
nyeri tengkuk, sakit pinggang, nyeri sendi, sakit
punggung, sakit tenggorokan dan kejang-kejang.
Perlu diperhatiakan lagi penjelasan tabel karena
pada beberapa tabel, penjelasan tidak sesuai dengan
data yang ditampilkan dalam tabel.Misalnya untuk
Tabel 4.2.1. dijelaskan bahwa sampel yang positif
menderita malaria sebagian besar merasakan gejala
kejang-kejang sebesar 338 orang (76,1%), padahal
dalam tabel, angka tersebut merupakan pasien yang
positif malaria tapi tidak mengalami gejala kejang-
kejang.
Judul Baru
Strategi yang dapat dilakukan adalah upaya intensifikasi, yaitu dengan cara melakukan
pemeriksaan sediaan darah secara pasif hanya kepada semua pengunjung fasilitas kesehatan
yang datang dengan gejala panas tanpa sebab yang jelas.
1. melakukan pemeriksaan
sediaan darah secara aktif langsung ke masyarakat baik dengan Mass Blood Survey
(MBS) yaitu dengan melakukan pemeriksaan darah massal kepada seluruh penduduk atau
Mass Fever Survey (MFS) yaitu dengan melakukan pemeriksaan darah kepada seluruh
penduduk yang mengalami gejala panas, khususnya ke desa-desa endemik tinggi di NTT
2. melakukan Contact Survey (CS)
khususnya ke desa-desa endemik rendah (Low Case Incidence) dan endemik sedang
(Moderate Case Incidence). Kegiatan CS di desa endemik rendah dan sedang penting
dilakukan, khususnya di 6 kabupaten yang masih tinggi SPR-nya yaitu Kabupaten Alor,
Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Sambu Raijua, dan Lembata. Caranya dengan
melakukan kegiatan pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang tinggal serumah
dengan penderita positif malaria, dan atau orang-orang yang berdiam di dekat tempat
tinggal orang yang menderita malaria. Apabila setiap 1 kasus positif dilakukan
pemeriksaan sediaan darah di sekitar 5 rumah yang berdekatan, jadi 5 rumah x 5 orang
(asumsi rata-rata penghuni setiap rumah), maka diperoleh 25 sediaan darah.
Kebijakan nasional eliminasi malaria (SK Menkes No 293 tahun 2009) akan berjalan
dengan baik apabila dinas-dinas kesehatan di tingkat provinsi dapat
mengimplementasikannya sampai ke tingkat kabupaten/kota secara baik. Implementasi
Kemenkes di tingkat provinsi adalah tersedianya peraturan gubernur.
Tingginya Plasmodium vivax di suatu daerah menunjukkan tidak adekuatnya
penatalaksanaan kasus malaria yang mengakibatkan relaps yang disebabkan hipnozoit yang
masih bertahan di dalam hati. Hipnozoit yaitu sporozoit yang tidak mengalami
perkembangan lanjut pada proses skizogoni dan akan tetap laten selama 8 – 9 bulan sebelum
berkembang menjadi schizon jaringan. Untuk mencegah kasus relaps pada Plasmodium
vivax perlu dilakukan perbaikan penatalaksanaan kasus dengan pengobatan primakuin
selama 14 hari yang diminum secara tuntas, terus berlangsung karena parasit yang ada
ditubuh manusia tidak habis sama sekali akibat adanya resistensi klorokuin terhadap parasit
malaria.
Selain penanganan terhadap penderita malaria, hal penting lain yang seharusnya
dilakukan dalam upaya eliminasi malaria adalah pengendalian vektor (Anopheles spp).
Pelaksanaan pengendalian vektor akan rasional, efektif dan efisien apabila didukung oleh
informasi mengenai vektornya, yaitu perilaku, distribusi dan musim penularan.
Dengan demikian penguasaan bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan
pengendalian vektor, dan akan memberi hasil maksimal apabila terdapat kesesuaian antara
perilaku vektor selaku sasaran dan metode pengendalian yang diterapkan.Oleh karenanya
perlu diberikan informasi seluas-luasnya kepada seluruh stake holder baik itu tenaga medis,
paramedis, serta tenaga penunjang lainnya dalam rangka pengendalian malaria termasuk
kepada masyarakat. Kebijakan pengobatan positif malaria dengan pengobatan ACT
ditujukan agar penderita malaria sembuh dan hilang gejala malarianya sekaligus untuk
mencegah terjadinya penularan malaria.