Anda di halaman 1dari 3

Akibat Dengki, Menuai Petaka pada Diri Sendiri

Ada seorang Arab Badui menemui khalifah al-Mu’tashim, lalu ia diangkat menjadi orang dekat
dan orang kepercayaannya. Ia kemudian dengan leluasa dapat menemui isterinya tanpa perlu
minta izin dulu.

Sang khalifah memiliki seorang menteri yang memiliki sifat dengki. Melihat kepercayaan yang
sedemikian besar diberikan sang khalifah kepada orang Arab Badui itu, ia cemburu dan dengki
terhadapnya. Di dalam hatinya ia berkata, “Kalau aku tidak membunuh si badui ini, kelak ia bisa
mengambil hati sang Amirul Mukminin dan menyingkirkanku.”

Kemudian ia merancang sebuah tipu muslihat dengan cara bermanis-manis terlebih dahulu
terhadap orang Badui tadi. Ia berhasil membujuk orang Badui itu dan mengajaknya mampir ke
rumahnya. Di sana, ia memasakkan makanan untuknya dengan memasukkan bawang merah
sebanyak-banyaknya. Ketika orang Badui selesai makan, ia berkata, “Hati-hati, jangan mendekat
ke Amirul Mukminin sebab bila mencium bau bawang merah itu darimu, pasti ia sangat terusik.
Amirul Mukminin sangat pasti membenci aromanya.”

Setelah tak berapa lama, si pendengki ini menghadap Amirul Mukminin lalu berduaan saja
dengannya. Ia berkata kepada Amirul Mukminin, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya
orang Badui itu memperbincangkanmu kepada orang-orang bahwa tuan berbau mulut dan ia
merasa hampir mati karena aroma mulut tuan.”

Tatkala si orang Badui menemui Amirul Mukminin pada suatu hari, ia menutupi mulutnya
dengan lengan bajunya karena khawatir aroma bawang merah yang ia makan tercium oleh
beliau. Namun tatkala sang Amirul Mukminin melihatnya menutupi mulutnya dengan lengan
bajunya, berkatalah ia di dalam hati, “Sungguh, apa yang dikatakan sang menteri mengenai si
orang Badui ini memang benar.”

Kemudian Amirul Mukminin menulis sebuah surat berisi pesan kepada salah seorang
pegawainya, bunyinya: “Bila pesan ini sampai kepadamu, maka penggallah leher si
pembawanya.!”

Lalu, Amirul Mukminin memanggil si orang Badui untuk menghadap dan menyerahkan
kepadanya sebuah surat seraya berkata, “Bawalah surat ini kepada si fulan, setelah itu berikan
aku jawabannya.”

Si orang Badui yang begitu lugu dan polos menyanggupi apa yang dipesankan Amirul
Mukminin. Ia mengambil surat itu dan berlalu dari sisi Amirul Mukminin. Ketika berada di pintu
gerbang, sang menteri yang selalu mendengki itu menemuinya seraya berkata, “Hendak ke mana
engkau.?”

“Aku akan membawa pesan Amirul Mukminin ini kepada pegawainya, si fulan,” jawab si orang
Badui.

Di dalam hati, si menteri ini berkata, “Pasti dari tugas yang diemban si orang Badui ini, ia akan
memperoleh harta yang banyak.” Maka, berkatalah ia kepadanya,
“Wahai Badui, bagaimana pendapatmu bila ada orang yang mau meringankanmu dari tugas yang
tentu akan melelahkanmu sepanjang perjalanan nanti bahkan ia malah memberimu upah 2000
dinar.?”

“Kamu seorang pembesar dan juga sang pemutus perkara. Apa pun pendapatmu, lakukanlah!”
kata si orang Badui

“Berikan surat itu kepadaku!” kata sang menteri .

Si orang Badui pun menyerahkannya kepadanya, lalu sang menteri memberinya upah sebesar
2000 dinar. Surat itu ia bawa ke tempat yang dituju.

Sesampainya di sana, pegawai yang ditunjuk Amirul Mukminin pun membacanya, lalu setelah
memahami isinya, ia memerintahkan agar memenggal leher sang menteri.

Setelah beberapa hari, sang khalifah baru teringat masalah si orang Badui. Karena itu, ia
bertanya tentang keberadaan sang menteri. Lalu ada yang memberitahukan kepadanya bahwa
sudah beberapa hari ini ia tidak muncul dan justeru si orang Badui masih ada di kota.

Mendengar informasi itu, sang khalifah tertegun, lalu memerintahkan agar si orang Badui itu
dibawa menghadap. Ketika si orang Badui hadir, ia menanyakan tentang kondisinya, maka ia
pun menceritakan kisahnya dengan sang menteri dan kesepakatan yang dibuat bersamanya sekali
pun ia tidak tahu menahu apa urusannya. Dan, ternyata apa yang dilakukannya terhadap dirinya
itu, tidak lain hanyalah siasat licik sang menteri dan kedengkiannya terhadapnya.

Lalu si orang Badui ini memberitahukan kepada khalifah perihal undangan sang menteri
kepadanya untuk makan-makan di rumahnya, termasuk menyantap banyak bawang merah dan
apa saja yang terjadi di sana. Ia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, Allah telah membunuh
dengki, alangkah adilnya Dia! Ia (dengki) memulainya dengan si pemilik (tuan)-nya lalu
membunuhnya.”

Setelah peristiwa itu, si orang Badui dibebastugaskan dari tugas terdahulu dan diangkat menjadi
menteri. Yah, sang menteri telah beristirahat bersama kedengkiannya.!!  (Nihaayah azh-
Zhaalimiin karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy, Juz 2, hal.89-92, www.alsofwah.or.id)

Kisah di atas menunjukkan akibat buruk yang menimpa orang yang memiliki dengki (hasad). Ia
pun bisa kena batunya karena sifat dengkinya sendiri. Dengki ini pun mudah terjadi jika satu
jenis profesi, sama-sama pembantu raja misalnya, atau sama-sama pedagang. Namun jarang
sekali dengki terjadi pada orang yang berbeda profesi. Jarang pedagang bakso dengki pada
seorang mahasiswa, dst.

‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Cukup sebagai bukti si pendengki
terhadapmu manakala ia merasa gundah di saat kamu bahagia.”

Kata Ibnu Taimiyah, “Hasad adalah sekedar benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada
pada orang lain yang ia lihat.”

“Janganlah kalian saling hasad (iri), janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian
saling membelakangi (saling mendiamkan/ menghajr). Jadilah kalian bersaudara, wahai hamba
Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Anda mungkin juga menyukai