Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi hutan Indonesia menunjukkan produktivitas yang semakin
menurun, padahal kebutuhan kayu semakin meningkat. untuk mengatasi masalah
ini maka perlu dilakukan berbagai alternative kayu sebagai bahan kontruksi,
pemanfaatan kayu secara total serta mencari alternatif melalui pengembangan
teknologi pengolahan bambu dan bahan lainnya. Namun pada era ini terdapat
berbagai macam bambu yang dimana sebagai bahan alternativ untuk bisa
digantikan oleh bambu dan digunakan sebagai bahan kontruksi, mudah di dapat
dan juga tumbuh dengan cepat di banding kayu yang tumbuh nya bertahun-tahun,
pada pertumbuhan bambu sangat cepat sehingga mencapai sekitar 3-4 bulan.
Namun hanya ada beberapa jenis bambu yang sering digunakan di daerah terdekat
yaitu, Bambu Gombong, Bambu Hitam, Bambu Tali/Apus.
Memahami bahwa bambu adalah material yang mudah dibentuk, maka
masyarakat bebas untuk merancang dan mengelolah bambu, untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, dan mampu menggantikan kebutuhan material kayu yang
semakin sulit untuk diperoleh dan semakin mahal harga jualnya. Material bambu
dapat dikelolah menjadi beberapa fungsi dari material kayu yang semakin susah
untuk diperoleh dan semakin mahal harga penjualanya, yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat pada umumnya antara lain yaitu : Furniture, bilah-bilah
bambu (laminasi bambu), ornament interior, exterior pada bangunan.
Bambu dimungkinkan dapat menggantikan kayu atau paling tidak dapat
mensubtitusikan kayu komersial baik kebutuhan sekarang maupun dimasa yang
akan datang. Menginat Indonesia merupakan Negara penghasil bambu terbesar
ketiga dunia, setelah cina dan Thailand.
Teknologi laminasi bambu merupakan teknologi yang bertujuan untuk
meningkatkan nilai tambah bambu, khusunya untuk keperluan kontruksi rumah,
misalkan seperti struktur atap, balok, dinding dan lain-lain. Namun peruntukan
untuk penelitian disini dibutuhkan laminasi bambu untuk keperluan kontruksi
balok, dengan salah satu sifat mekanik yang akan di uji maupun di teliti terhadap
kekuatan geser dan kekuatan tarik dengan bahan balok laminasi bambu terhadap

1
struktur. Peranan kuat geser yaitu kemampuan bambu untuk menahan gaya-gaya
yang membuat suatu bagian bambu bergeser dari bagian lain di dekatnya.
Kekuatan geser bambu merupakan kelemahan di dalam kontruksi bambu.
Kekuatan geser bambu dipengaruhi oleh kadar air, semakin tinggi kadar air, dan
semakin kecil kekuatan gesernya. Peranan kekuatan tarik adalah kekuatan bambu
untuk menahan gaya-gaya yang berusahan menarik lepas bambu satu sama
lainnya. Peranan bambu sebagai bahan subtitusi kayu sudah banyak digunakan di
berbagai negera lain. Selain itu karena bambu memiliki elastisitas dan kekuatan,
bambu cocok untuk kontruksi seperti baja karena bentuk nya yang hampir
menyerupainya dan kekuaan nyapun hamper mendekati baja dan lainnya.
Pada tahun 2016 di daerah Cisolok berdiri dengan membangun pabrik
industri laminasi bambu yang bernama PT.Indonesia Hijau Papan (IHP) yang
menghasilkan produk laminasi bambu berupa untuk kebutuhan pembuatan
bangunan rumah. Contoh hasil produk PT.Indonesia Hijau Papan (IHP), yaitu:
Pembuatan Papan Laminasi (Laminated bambu board) untuk kegunaan papan
lantai rumah dan balok kegunaan untuk struktur rumah.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dari itu diperlukan adanya
pengujian terhadap balok laminasi bambu tersebut, sehingga dapat mengetahui
nilai-nilai sifat laminasi bambu tersebut. Dan dengan ketentuan-ketentuan yang
telah ditentukan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengetahui nilai kekuatan tarik dan geser dari kombinasi ke tiga
bambu tersebut ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui hasil nilai uji kekuatan uji tarik
dan uji geser pada produk balok bambu laminasi dan juga mengetahui industri
yang dimana belum adanya pengujian terhadap balok laminasi bambu tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan mengenai
karakteriktik laminasi bambu yang kini banyak dimanfaatkan dalam bidang
konstruksi sehingga pengguna memahami kekurangan dan kelebihan laminasi
bambu yang diproduksi khususnya oleh PT.Indonesia Hijau Papan (IHP), yang
dimana tempat perusahaan lokal ini belum adanya pengujian atau penelitian yang
mengarah pada uji karakteristik bambu nya dan juga pada sesudah menjadi
laminasi bambu. Maka dari itu manfaat penelitian sekarang ini yang dilakukan
untuk mengetahui seberapa nilai nya kekuatan pada balok laminasi bambu
tersebut.

1.5 Batasan Penelitian


1. Penelitian ini dibatasi oleh ketersediaan sampel uji yang hanya didapat
dari perusahaan PT.Indonesia Hijau Papan (IHP).
2. Pengujian balok laminasi bambu yang dilakukan berupa pengujian
kuat tarik dan kuat geser berdasarkan SNI 03-3399-1994 dan SNI 03-
3400-1994.

1.6 Kerangka Berpikir

Latar Belakang
Produk laminasi bambu yang dihasilkan
perusahaan lokal belum ada
pengujian/penelitian

Rumusan Masalah
Mengetahui nilai hasil uji
kekuatan tarik dan uji geser

Studi Litelatur Balok Laminasi Bambu


Acuan agar kegiatan penelitian ini dapat
terarahkan dengan jelas dan mengikuti
ketentuan di SNI

Metode Eksperimen
Mengenakan pada satu sampel
atau lebih dan membandingkan
hasil lab uji
Analisis Data
Menghitung data pengujian terhadap
balok laminasi bambu dengan jumlah
sampel yang sudah ditentukan

Hasil Dan Pembahasan


Menganalisis nilai hasil pengujian dan
membandingkan nilai yang paling layak untuk
di pakai pada laporan.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian
dan pembahasan yang telah
dilakukan terhadap sampel
balok laminasi bambu yang
berasal dari perushaan lokal

I.1 Kerangka Berfikir Penelitian


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Bambu
Bambu merupakan tumbuhan yang sudah trmasuk dalam famili
Graminaeae sub-famili Bambusoideae, dari suku BAmbuceae. Bambu merupakan
rumput- rumputan berkayu yang tumbuh sangat cepat dibandingkan pohon.
Bambu adalah tumbuhan yang batabg-batanganya terbentuk sperti buluh, beruas,
berbuku, berongga, adanya cabang, berimpang dan mempunyai daur buluh yang
menonjol (Dransfield dan Widjaja 1995). Bambu dibagi menjadi bagian-bagian
kecil oleh jaringan lateral, yaitu bagian buku (node) dan ruas (internode). Batang
bambu terdiri dari atas sel parenkim, serabut dan pembuluh (Liese 1980).

Bambu center Pusat Study Ilmu Teknik UGM melalui program Magister
Teknologi Bahan Bangunan dan Perhimpunan pecinta bambu Indonesia
(PERBINDO) Yogyakarta, telah melakukan berbagai penelitian tentang
pemanfaatan bambu bagi konstruksi bangunan tahan gempa, serta rancangan
perumahan rumah sangat sederhana yang menggunakan bahan bambu untuk tiang,
dinding, kuda-kuda dan atap.

Selanjutnya Janssen (1981) Menyatakan bambu mempunyai sifat yang


ramah lingkungan, tidak terlalu menghabiskan energi sekitar lingkungan itu
sendiri dan sama seperti kayu, energi regangannya seefisien baja dan
ketahanannya terhadap lendutan serta lengkungannya sebagus seperti kayu
terutama saat terjadi gempa bumi, mempunyai sifat mekanis lebih baik dibanding
dengan beton, kayu, bahkan baja juga.

2.2 Jenis-jenis Bambu

Banyak jenis bambu yang terdapat di negara Indonesia, kurang lebih sekitar
75 jenis bambu yang digunakan namun mempunyai nilai ekonomis hanya sekitar
10 jenis saja (Sutiyono, 2007). Jenis- jenis bambu yang digunakan untuk kontruksi
bangunan di Indonesia, antara lain bambu wulung, petung, ampel, tali legi, hitam
dan bambu gombong dan masih banyak lainnya.
Adapun jenis-jenis bambu yang digunakan oleh perushaan PT.Indonesia
Hijau Papan (IHP), untuk bahan penelitian balok laminasi bambu, yang dimana
bambu tersebut mempunyai 4 jenis bambu. yaitu, bambu tali, bambu gombong,
dan bambu hitam. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis bambu yang di
gunakan untuk penelitian laminasi bambu sebagai berikut:

1. Bambu Tali (Gigantochloa apus)

Adapun ketersediaan bambu yang dimana PT.Indonesia Hijau Papan (IHP) ini
menyediakan bambu ini sebagai bahan untuk dijadikan balok laminasi bambu.
Bambu tali adalah jenis bambu yang warna kulitnya hijau tua dan kurang
mengkilap, Bambu tali pada umumnya memiliki diameter 3-7 cm, besar atau
kecilnya tergantung kesuburan tanahnya. Untuk ketinggian/panjangnya pun
bervariasi yakni antara sekitar 4-12 meter.

Bisa digunakan sebagai pengganti kontruksi dari baja atau beton, dan dapat
digunakan sebagai bahan bangunan, misalnya dibuat sebagai rangka atap rumah,
alat bantu/tangga ketika para tukang bangunan membuat rumah yakni sebagai
tempat berpijak ketika dalam ketinggian tertentu.
2. Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolacea)

Bambu hitam termasuk salah satau dari 12 jenis bambu berdiamter besar yang
sudah di prioritaskan untuk dikembangkan di indonesia (Yayasan Bambu
Indonesia, 1994). Pemanfaatan bambu hitam oleh masyarakat Indonesia termasuk
tinggi karena dianggap memiliki fungsi serbaguna, tmudah diperoleh dan dengan
harga yang terjangkau. Komoditi bambu ini juga memiliki fungsi serbaguna,
mudah dalam bentuk barang kerjaninan dan perangkat rumah dari bambu.

Selain itu bambu juga dapat dimanfaatkan sebegai bahan baku unuk suatu
kontruksi bangunan, jembatan ataupun bahan baku untuk mebel. Hasil penelitian
terhadap bambu berdiameter besar menunjukan bahwa pengguna teknologi
pengeringan dan pengawetan yang tepat dapat meningkatkan keawetan bambu dan
menjadikan kekuatannya melebihi baja, sehingga sangat cocok untuk dipakai
sebagai bahan kontruksi terdapat di daerah rawan gempa (Dokinfo-Bapeda DIY,
2007).
Adapun jenis-jenis bambu yang digunakan oleh perushaan PT.Indonesia
Hijau Papan (IHP), untuk bahan penelitian balok laminasi bambu, yang dimana
bambu tersebut mempunyai 4 jenis bambu. yaitu, bambu tali, bambu gombong,
dan bambu hitam. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis bambu yang di
gunakan untuk penelitian laminasi bambu sebagai berikut:

3. Bambu Tali (Gigantochloa apus)

Adapun ketersediaan bambu yang dimana PT.Indonesia Hijau Papan (IHP) ini
menyediakan bambu ini sebagai bahan untuk dijadikan balok laminasi bambu.
Bambu tali adalah jenis bambu yang warna kulitnya hijau tua dan kurang
mengkilap, Bambu tali pada umumnya memiliki diameter 3-7 cm, besar atau
kecilnya tergantung kesuburan tanahnya. Untuk ketinggian/panjangnya pun
bervariasi yakni antara sekitar 4-12 meter.

Bisa digunakan sebagai pengganti kontruksi dari baja atau beton, dan dapat
digunakan sebagai bahan bangunan, misalnya dibuat sebagai rangka atap rumah,
alat bantu/tangga ketika para tukang bangunan membuat rumah yakni sebagai
tempat berpijak ketika dalam ketinggian tertentu.
4. Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolacea)

Bambu hitam termasuk salah satau dari 12 jenis bambu berdiamter besar yang
sudah di prioritaskan untuk dikembangkan di indonesia (Yayasan Bambu
Indonesia, 1994). Pemanfaatan bambu hitam oleh masyarakat Indonesia termasuk
tinggi karena dianggap memiliki fungsi serbaguna, tmudah diperoleh dan dengan
harga yang terjangkau. Komoditi bambu ini juga memiliki fungsi serbaguna,
mudah dalam bentuk barang kerjaninan dan perangkat rumah dari bambu.

Selain itu bambu juga dapat dimanfaatkan sebegai bahan baku unuk suatu
kontruksi bangunan, jembatan ataupun bahan baku untuk mebel. Hasil penelitian
terhadap bambu berdiameter besar menunjukan bahwa pengguna teknologi
pengeringan dan pengawetan yang tepat dapat meningkatkan keawetan bambu dan
menjadikan kekuatannya melebihi baja, sehingga sangat cocok untuk dipakai
sebagai bahan kontruksi terdapat di daerah rawan gempa (Dokinfo-Bapeda DIY,
2007).
5. Bambu Gombong (Gigantochloa verticillata)

Menurut Drnasfield dan Widjaja (1995), bambu gombong memiliki sinonim


antara lain Gigantochloa pseudoarundinaceae (Steudel) Widjaya, Bambusa
pseudoarundinaceae Steudel dan Gigantochloa maxima Kurtz, dan memiliki
nama daerah berupa Pring Sunda, Awi Andong (Sunda), Buluh Batuang Danto
(Padang, Sumatera). Satrapradja et al . (1980) mengemukakan bambu gombong
mempunyai buluh yang berwarna hijau kekuning-kuningan dengan garis-garis
kuning yang sejajar dengan buluhnya dengan rumpun yang tidak terlalu rapat.
Bambu gombong berbentuk simpodial, tinggi batang 7-30 m, dengan diameter
sekitar 5-13 cm, dengan tebal dinding mencapai 2 cm, panjang ruas lebih dari 40-
45 atau kurang dari 60 cm. Dimensi serat bambu gombong meliputi : panjang
2,75-3,27 mm, diameter 24,55-37,97 cm, jumlah serat meningkat sekitar 10% dari
bawah (pangkal) ke atas (ujung buku) batang bambu. Berat jeis berkisaran dari
0,5-0,7 (bagian ruas) dan 0,6- 0,8 (bagian buku). Modulus elastisitas sebesar
19.836-29.177 kgf/cm², modulus patah sebesar 174-211 kgf/cm², keteguhan tarik
130-195 kgf/cm².

2.3 Teknologi Bambu Laminasi

Teknologi bambu laminasi pada awalnya didasari oleh pemikiran dari


balok “glulam”. Dan balok glulam dibuat dari lapisan kayu yang sungguh relative
tipis yang dapat digabungkan dan direkatkan sedemikian rupa untuk menghasilkan
sebuah benda balok kayu dalam berbagai ukuran (Breyer 1988).

Bambu laminasi dibuat dengan cara membuat bambu menjadi bilah bambu
yang dipilah berdasarkan ukuran yang sama untuk mempermudah pengerjaan,
kemudian direkatkan dengan sistem press dan membentuk balok-balok yang
ukuran dan dimensinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan (Putri R, 2012).

Penelitian bambu laminasi di Indonesia telah memberikan informasi


berupa sifat mekanik bambu laminasi yang melipitu modulus elastisitas, bambu
laminasi yang meliputi modulus elastisitas, modulus lentur, kuat tarik, kuat tekan
sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat, serta kuat geser. Sifat mekanik bambu
laminasi sangat dipengaruhi oleh jumlah ruas yang ada pada satu batang, jumlah
dan jenis perekat terlabur yang digunakan serta factor tekanan kempa yang
diberikan (Setyo H,2014).
Bambu laminasi merupakan produk laminasi yang dibuat dari beberapa
bilah bambu bekas atau jenis bambu yang diapakai, lalu direkatkan dengan arah
serat sejajar. perekat dilakukan ke arah lebar (horizontal) dan ke arah tebal
(vertikal). Hasil perekat itu dapat berupa papan atau balok laminasi, tergantung
dari ukuran tebal dan lebar yang diinginkan atau menurut yang dipakai oleh
penelitian SNI 03-3400-1994 dan SNI 03-3399-1994.

2.4 Sifat Bambu

Sifat Bambu pada umum nya terdapat nilai kekuatan, kualitas dan umur
bambu. Adapun sifat bambu ini menjadi 2 bagian yaitu, sifat mekanik dan sifat
fisik bambu.

2.3.3 Sifat Mekanika Bambu

1) Kuat Tarik Sejajar Serat

Kuat tarik merupakan ketahanan suatu benda menahan gaya luar yang berupa
gaya tarik yang bekarja pada benda tersebut. Morisco pada tahun 1994 - 1999
telah melakukan pengujian terhadap kuat tarik bambu. Hasil yang didapatkan kuat
tarik kulit bambu ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 5000 kg/cm², atau
sekitar dua kali tegangan luluh baja, sedang kuat tarik rata-rata bambu petung juga
lebih tinggi dari tegangan luluh baja, hanya satu specimen yang mempunyai kuat
tarik lebih rendah dari tegangan luluh baja.
Contoh hasil pengujian yang sudah diteliti, untuk acuan nilai rata-rata hasil
pengujian kuat tarik balok laminasi bambu. Dari penelitian sebelumnya
menjelaskan bahwa kekuatan tarik bambu ini senilai 116 Mpa (bambu petung) dan
untuk (bambu apus) senilai 55 Mpa, ini untuk perbedaan dari satu objek bambu
saja dan belum termasuk laminasinya. Untuk mengetahui nilai rata-rata Kuat
Tarik laminasi antara bambu apus dan petung, yaitu pada pengujian yang sudah di
uji ia menggunakan kode spesimen setiap bahan uji nya, seperti contoh dibawah
ini :

1. T.7.3 nilai rata-rata sebesar 107,44 Mpa “young modulus” = E

2. T.6.4 nilai rata-rata sebesar 100,92 Mpa “young modulus” = E


3. T.5.5 nilai rata-rata sebesar 96.31 Mpa “young modulus” = E
Pada hasil yang sudah ditemukan bahwasannya dengan membandingkan beberapa
spesimen uji kuat tarik dengan nilai yang berbeda, hal ini dapat menunjukan
bahwa laminasi bambu ini akibat perbedaan persentase bahan uji dengan kode
T.7.3 dan kode yang lainnya memiliki kekuatan tarik yang paling besar yaitu kode
T.7.3 dengan 107,44 Mpa, dibanding dengan yang lain terdapat hasil yang masih
dibawah rata-rata.

2) Kuat Geser Sejajar Serat

Kuat geser sejajar serat merupakan kemampuan benda untuk menahan gaya
dari luar yang datang pada arah sejajar serat yang cenderung menekan bagian-
bagian benda secara tidak bersama-sama atau dalam arah yang berbeda. Kuat
geser bambu sangat kecil jika dibandingakan dengan kuat tarik dan kuat tekan
bambu.
Bambu memiliki kuat geser yang sangat kecil jika dibandingkan dengan kuat
tekan dan kuat tariknya, kuat geser tertinggi ada pada bambu dewasa dan kuat
geser terendah pada bambu muda. Hal ini disebabkan nilai kerapatan bambu,
dimana bambu dewasa memiliki kerapatan tertinggi pula. Hasil analisis variansi
menunjukkan bahwa kuat geser bambu beda signifikan antar umur bambu.
Untuk contoh acuan pada pengujian kuat geser balok laminasi bambu yang
sudah dapat nilai rata-rata pengujian kuat geser di penelitian sebelumnyaa.
Pada pengujian kuat geser disini menggunakan bambu petung saja, dengan tediri
dari 3 specimen benda uji.
1. Kuat geser terletak pada benda uji B-GS-1 dengan nilai 8,45 Mpa.

2. Kuat geser terendah terjadi benda uji B-GS-2 dengan nilai 7,26 Mpa.

3. Sedangkan kuat geser rata-rata dari total benda uji adalah 7,88 Mpa.

2.3.4 Sifat Fisik Bambu

1) Kadar Air

Kadar air bambu adalah banyaknya air dalam sepotong bambu yang
dinyatakan sebagai prosentase dari berat kering tanurnya. Kandungan dalam
bambu bervariasi baik arah memanjang maupun arah melintang dan tergantung
pada umur bambu, waktu penebangan, tempat tumbuh, dan jenis bambu. Kondisi
udara di Indonesia termasuk lembab karena terletak di daerah tropis dan berupa
negara kepulauan. Kelembaban relatifnya berkisar 60 % - 80 % dengan
temperature 18° - 35° C pada
musim kemarau. Kondisi ini berbeda-beda, bergantung pada letak geografis dan
tinggi daerah dari permukaan laut. Bila nilaikelembaban relative dan temperature
dihubungkan, titik keseimbangan kayu di Indonesia berkisar 12 % - 20 %,
bergantung pada jenis kayu.

2) Berat jenis

Berat jenis adalah nilai perbandingan antara kerapatan suatu benda dengan
kerapatan benda standar pada volume yang sama. Kerapatan adalah perbandingan
massa suatu benda dengan volumenya. Menurut Liese (1980) dalam Pambudi
(2002), berat jenis bambu berkisar antara 0,5 - 0,9 gr/cm3. Variasi berat jenis
terjadi baik arah vertikal maupun horizontal. Batang bambu bagian luar
mempunyai berat jenis lebih tinggi daripada bagian dalam, sedangkan pada arah
memanjang berat jenis meningkat dari pangkal ke ujung.

Tabel 2.1 Berat Jenis Bambu

Jenis bambu Berat Jenis (gr/cm3)


Bambu Gombong 0,5-0,8
Bambu Tali 1,06–1,12
Bambu Htam 0,83

Sumber: Morisco, Widjaja dan Ginoga ( 2000, 1977)

2.5 Bambu Laminasi

Ide dasar dalam pembuatan bambu laminasi adalah teknologi laminasi


yang telah lama dan sering digunakan dengan diterapkan pada kayu yaitu glulam
(glued laminated timber) (Agus, 2011). Dengan teknologi ini bambu laminasi
dipilih sebagai alternatif pembuatan laminasi dan dipersiapkan secara khusus dan
digabung menggunakan lem perekat khusus dengan mnggunakan Lem AICA.

Bambu laminasi dibuat dengan cara membuat bambu menjadi bilah bambu
yang dipilah berdasarkan ukuran yang sama untuk mempermudah pengerjaan,
kemudian direkatkan dengan sistem press dan membentuk balok-balok yang
ukuran dan dimensinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan (Putri R, 2012).
Penelitian bambu laminasi di Indonesia telah memberikan informasi
berupa sifat mekanik dan sifat fisika nya juga, bambu laminasi yang meliputi
modulus elastisitas, modulus lentur, kuat tarik, kuat tekan sejajar serat, kuat tekan
tegak lurus serat, serta kuat geser. Sifat mekanik bambu laminasi sangat
dipengaruhi oleh jumlah ruas yang ada pada satu batang, jumlah dan jenis perekat
terlabur yang digunakan serta factor tekanan kempa yang diberikan (Setyo H,
2014).

2.6 Metode eksperimen yang akan mendukung kegiatan penelitian uji


balok laminasi bambu.
1. Pengertian metode eksperimen

Menurut Arboleda (1981: 27) mendefinisikan eksperimen sebagai suatu


penelitian yang bersifat dengan sengaja peneliti melakukan manipulasi terhadap
salah satu atau lebih variabel dengan suatu cara tertentu sehingga berpengaruh
pada satu atau lebih variabel lain yang di ukur. Selain itu, Gay (1981: 207-208)
menyatakan bahwa metode penelitian eksperimen merupakan satu-satunya metode
penelitian yang dapat menguji secara benar hipotesis menyangkut hubungan
kausal (sebab dan akibat). Dalam penelitian eksperimen dilakukan manipulasi
paling sedikit satu variabel, mengontrol varibel lain yang relevan dan
mengobservasi efek atau pengaruhnya terhadap satu atau lebih variabel terikat.

2. Tujuan secara umum metode eksperiment

Tujuan penelitian eksperimen diungkapkan oleh Isaac dan Michael (1977:

24) yaitu untuk meneliti kemungkinan (sebab dan akibat) dengan mengenakan
pada satu atau lebih kelompok eksperimen dan membandingkan hasilnya dengan
satu variable/sampel atau lebih kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan.

Dalam penelitian eksperimen, dibedakan pengertian antara kelompok


eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang
diberi perlakuan berupa variabel bebas, sedangkan kelompok kontrol adalah
kelompok yang tidak diberi perlakuan apapun atau diberi perlakuan natural
(Azwar, 2007: 110).
3. Prosedur metode penelitian eksperimen

Menurut (Soekidjo, 2010) langlah-langkah metode eksperimen yang baik


dan teratur pada pelaksanaan eksperimen nanti, perlu adanya tahapan yang ada di
bawah ini, agar diperoleh hasil yang optimal. Berikut tempuhan langkah-langkah
dibawah ini, antara lain :
1) Memilih dan merumuskan masalah, termasuk
akan menguji-cobakan perlakuan apa, dampak-dampak ada yang
ingin dilihat.
2) Memilih subyek yang akan dikenai perlakuan dan subyek yang dikenai
perlakuan.
3) Menyusun rencana secara lengkap dan operasional, meliputi:

1. Menentukan variable bebas

2. Memilih desain yang digunakan

3. Menentukan sampel

4. Menyusun alat

5. Membuat outline prosedur pengumpulan data

6. Merumuskan hipotesis statistic

4) Melakukan eskperimen

5) Mengembangkan instrument pengukuran (instrument untuk


mengumpulkan data).
6) Melaksanakan prosedur penelitian dan menyusun data untuk
memudahkan pengolahan.
7) Perumusan kesimpulan.

2.7 Klasifikasi Kuat Kelas Kayu

Klasifikasi kayu berdasarkan mutunya adalah penggolongan kayu secara


visual berhubungan dengan kualitas muka kayu, seperti : cacat, pola serat, dan
kelurusan batang, serta kadar air kayu. Berdasarkan keterangan dari Ariestadi
(2008), ada 3 macam bobot kayu di dalam perdagangan, yaitu : kayu bobot C
ialah kayu yang tidak tergolong dalam kelompok kayu bobot A dan bobot B.
berdasarkan keterangan dari peraturan kontruksi kayu Indonesia (PKKI) 1961,
kayu bobot A dan B mesti mengisi syarat tentunya.
Klasifikasi kuat kayu didasarkan pada kekuatan elastisitasnya dan kekuatan
tekan pada suasana kayu kerig udara. Besar angka tengangan kayu ditetapkan
dengan stuan kg/cm3. Biasanya semakin kuat sebuah jenis kayu semakin besar
pula berat jenis (Bj) nya. Klasifikasi kayu di Indonesia menurut keterangan dari
peraturan kontruksi kayu Indonesia (PKKI) tahun 1961 di golongkan ke dalam 5
ruang belajar kuat, yaitu ruang belajar kuat I, II, III, IV dan V.

Tabel 2.2 Kelas Kuat Kayu

Kuat Tekan-Tarik ∕ ∕
kelas Berat Jenis Serat Kg/cm²

Absolut Ijin
I ≥ 0.900 > 650 130
II 0.60-0.90 425-650 85
III 0.40-0.60 300-425 60
IV 0.30-0.40 215-300 45
V ≤ 0.300 < 215 -
Sumber : PKKI 1979

2.8 Rumus perhitungan dan pengujian kuat tarik dan kuat geser
menggunakan SNI 03-3399-1994 dan SNI 03-3400-1994.

Adapun rumus perhitungan untuk pengujian kuat tarik dan kuat geser untuk
mempermudah hitungan disaat hasil pengujian uji kuat tarik dan geser , yang
dimana akan mengacu pada teori ini , berikut penjelasan rumus yang ada dibawah
ini:

1. Rumus Perhitungan Uji Kuat Tarik :


𝑃
ƒʈǁ = …………………………………………………………….
𝑏.ℎ
(𝑀𝑃𝑎)
Keterangan :

ƒʈ = Kuat Tarik

p = beban maksimum

b = Lebar benda uji (mm)


h = Tinggi benda uji (mm)

Gambar 2.1 Ukuran Standar Pengujian Kuat Tarik Sejajar

2. Rumus Perhitungan Kuat Geser :

𝑝
ƒ𝑠ǁ = ……………………………………………………………
(𝑀𝑃𝑎)
𝑏𝑥ℎ

Keterangan :

ƒ𝑠ǁ = Kuat geser (Mpa)

p = beban maksimum (mm)


b = Lebar benda uji (mm)
h = Tinggi benda uji (mm)
Gambar 2.2 Ukuran Standar Pengujian Kuat Geser
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunkan adalah metode eksperimen. Jenis
penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian kuat tarik balok
laminasi bambu dan kuat geser balok laminasi bambu. Berikut langkah-langkah
penelitian yang akan dilakukan dan untuk mempermudah alur penelitian tersebut
maka perlu adanya langkah-langkah atau bagan alir yang tersusun dengan baik
seperti dibawah ini :

Mulai

Persiapan Alat dan


Bahan

Proses Pembuatan sampel

Pengujian Benda Uji (SNI 03-


3399-1994 Dan
SNI 03-3400-1994)

Analisa Data

Hasil Dan
Pembahasa
n

Kesimpulan
dan Saran

Selesai

3.1 Diagram Alir Penelitian


3.2 Sampel Penelitian Balok Laminasi Bambu
Contoh sampel benda pengujian balok bambu laminasi

Gambar 3.2 Sampel Balok Bambu Laminasi


Sumber : PT. INDONESIA HIJAU PAPAN

Laminasi bambu ini merupakan bahan mentah yang sudah dijadikan produk jadi,
sehingga layak di pergunakan untuk rangka rumah/kontruksi rumah. Benda uji terdapat di
PY. INDONESIA HIJAU PAPAN. Namun pada penelitian kali ini balok laminasi
tersebut akan di uji oleh peneliti, pada sebelum masanya indsutri lokal ini belum ada
pengujia terhadap balok ini. Pada kali ini peneliti akan menguji balok tersebut dengan
ketentuan yang ada, seperti pada SNI 03-3399-1994 pengujian kuat tarik dan SNI 03-
3400-1994 pengujian kuat geser dengan ukuran yang sudah ada pada masing-masing SNI.
Berikut persiapan perlatan untuk pembuatan balok laminasi bambu:

3.3 Persiapan Perelatan dan Bahan

3.3.1 Peralatan Pembuatan Laminasi Bambu


Peralatan uji merupakan alat yang diperlukan untuk melaksanakan
pengujian yang akan dilakukan . Adapun peralatan yang digunakan dalam proses
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mesin pemotong / pembelah bambu
b. Mesin pemisah bambu
c. Mesin press untuk menghilangkan kadar air
d. Oven
e. Tempat perendaman Lem
f. Tempat perebusan
1. Mesin pemotong bambu

Gambar 3.3 Mesin pemotong bambu


Sumber : PT. INDONESIA HIJAU PAPAN
Mesin penglolah bambu adalah sebuah perlengkapan pengolah bambu yang
berfungsi untuk mengolah/memotong bambu. Mulai dari pemotongan,
pembelahan dan pengiratan.

2. Mesin irat bambu/pemisah kulit bambu

Gambar 3.4 Mesin irat bambu


Sumber: PT. INDONESIA HIJAU PAPAN
Mesin irat bambu adalah yang berfungsi untuk mengirat atau menipiskan
belahan bambu dengan ukuran yang di tentukan.
3. Mesin pres

Gambar 3.5 Mesin press


Sumber : PT. INDONESIA HIJAU PAPAN

Mesin pres adalah yang bergfungsi untuk menghilangkan kadar air bambu,
sehingga bambu yang akan siap untuk dilaminasi agar benar-benar kering.

4. Oven

Gambar 3.6 Mesin oven


Sumber : PT. INDONESIA HIJAU PAPAN
Oven merupakan alat yang berfungsi untuk mengeringkan bambu dengan suhu
yang sudah di tentukan.

5. Tempat perebusan

Gambar 3.7 Tempat Perebusan


Sumber : PT. INDONESIA HIJAU PAPAN
Tempat untuk merebus bambu sehingga cairan lem dapat meresap ke dalam
rongga-rongga bambu

6. Mesin press laminasi bambu

Gambar 3.8 Mesin press laminasi


Sumber : PT. INDONESIA HIJAU PAPAN

Mesin pres laminasi berfungsi untuk merekatkan bilah-bilah bambu yang sudah
di potong dengan tambahan lem dan dijadikan satu objek/benda, sehingga dapat
berbentuk balok

3.3.2 Bahan
Bambu yang digunakan yaitu bambu jenis Gombong, Hitam dan bambu
Tali
1. Diameter minimal 8 cm
2. Lem AICA

3.4 Proses Pembuatan Laminasi Bambu


1. Bambu di potong sepanjang 250 cm

2. kemudian dimasukan kemesin pembelah

3. Lalu di masukan kemesin pembersih hinis agar bambu terpisah dari


kulit luar dan bambu dalam (buku bambu)
4. Setelah itu di masukan kedalam mesin pembuangan kadar air bambu

5. Kemudian bambu di rebus selama3 jam. Lalu ditiriskan selama 1 jam

6. Lalu dimasukan ke tunel 1 untuk di keringkan selama 3 jam dengan


suhu minimal 120 0C
7. Kemudian rendam kedalam cairan lem selama 20 menit lalu di tiriskan
selama 15 menit
8. Setelah proses pengeleman selesai bambu dimasukan ke tunel 2 untuk
di oven selama 30 menit dengan suhu minimal 170 0C
9. Setelah mengoven kedua selesai bambu di masukan ke cetakan dengan
ukuran 15 x 15 x 250cm. lalu bambu di press dengan tekanan 4000 kn
selama 15 menit.
10. Setelah mengepressan selesai kemudian dimaskukan ke tunel 3 untuk
dikeringkan dengan suhu minimal 1900 selama 4 jam.
11. Kemudia ditiriskan selama 4 hari untuk kemudian di buka dari cetakan.

3.5 Pengujian Benda Uji Kuat Tarik dan Kuat Geser


3.5.1 Pengujian kuat Tarik

1) Ketentuan dan syarat-syarat untuk pengujian :

1. Benda uji harus memenuhi syarat ketentuan seperti di SNI.


2. Ukuran penampang benda uji ±0,25 mm.
3. Ukuran panjang benda uji tidak boleh lebih dari 1 mm.
4. Kadar air kayu maksimal 20%.
5. Peralatan yang digunakan untuk pengujian kuat Tarik harus
memenuhi ketentuan yang berlaku, dan juga harus memenuhi
kecepatan pembebanan sebagaimsana yang telah diatur pada pasal
3.4
6. Kecepatan pembebanan harus memenuhi sebagai berikut :
1) Uji Tarik sejajar serat : 20 MPa/menit
2) Uji Tarik tegak lurus serat : 0,1 Mpa/menit
7. Berikut contoh sampel benda uji kuat Tarik sejajar serat beserta
ukurannya :
Gambar 3.9 Ukuran Standar Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat
Sumber : SNI 03-3399-1994

3.5 Metode Uji Kuat Tarik Menggunakan SNI 03-3399-1994


Adapun Langkah-langlah pengujian kuat tarik dan mengacu kepada SNI
yang telah dipakai untuk pengujian kuat tarik supaya pada pelaksanaan pengujian
dapat tersusun sesuai yang di inginkan, berikut langkah pengujian kuat tarik :

Langkah pengujian dilakukan sebagai berikut :


1) benda uji bebas dari kecacatan kemudian alat uji diukur dimensi
panjang, lebar dan tingginya dengan menggunakan penggaris
2) lalu kayu atau laminasi bambu tersebut diukur ketebalannya di tengah-
tengah kayu dengan menggunakan jangka sorong. Kayu dan bambu
diberi garis tengah. Setelah itu
3) alat UTM diatur jarum penunjuk skala bebannya hingga menunjukkan
angka 0 (nol). Alat telah disiapkan
4) kemudian laminasi bambu diletakkan di mesin tarik dan jepit pada
kedua ujungnya dengan posisi vertikal jarak jepitan ditentukan, yaitu
260 mm..
5) Mesin uji dinyalakan dan benda uji diberi beban secara tetap serta
mencatat besarnya nilai beban setiap 5 detik hingga beban maksimum
dari benda uji tersebut.
6) Selanjutnya, untuk menghitung kuat tarik sejajar serat dapat dihitung
dengan menggunakan rumus uji kuat tarik
3.2.4 Pengujian Kuat Geser
1) Ketentuan dan syarat-syarat benda untuk pengujian :

1. Benda uji harus memenuhi ketentuan seperti di SNI yang ada.


2. Ketelitian ukuran penampang benda uji ± 0,25 mm.
3. Pengujian dilakukan pada bidang tangensial dan bidang radial.
4. Kadar air kayu maksimum 20%.
5. Setiap benda uji mempunyai identitas dengan nomor dan huruf,
sehingga mencerminkan nomor urut dan jenis kayu.
6. Jumlah benda uji yang disyaratkan tidak boleh kurang dari 5
buah untuk satu jenis kayu.
7. Kecepatan gerakan beban 0,6 mm/menit untuk kecepatan
gerakan beban yang dapat diukur.
8. Kecepatan gerakan beban 5000 N/menit untuk kecepatan
gerakan beban yang tidak dapat diukur.
9. Mencatat hasil nilai perhitungan yang sudah di uji atau yang
sudah diperhitungkan.
10. Berikut bentuk dan ukuran benda uji kuat geser :

Gambar 3.10 Bentuk dan Ukuran Benda Uji Kuat Gese


Sumber : SNI 03-3400-1994
3.6 Metode Uji Kuat Geser Menggunakan SNI 03--3400-1994
Adapun Langkah-langlah pengujian kuat tarik dan mengacu kepada SNI
yang telah dipakai untuk pengujian kuat tarik supaya pada pelaksanaan pengujian
dapat tersusun sesuai yang di inginkan, berikut langkah pengujian Kuat Geser :

1. Siapkan benda uji dengan ketentuan ukuran seperti tercantum pada


Gambar III.3
2. Beri nomor atau kode pengujian,sebelum dipasang pada alat uji, ukur
benda uji dengan alat ukur jangka sorong, dan catat pada lembar
data/formulir pengujian.
3. Pasang benda uji pada alat uji sedemikian rupa sehingga tidak longgar
atau tidak bergerak dengan jalan mengencangkan skrup penjepit.
Dengan demikian benda uji terjepit diantara pelat besi bagian B dan
pelat besi bagian D (lihat Gambar III.4)
4. Beri beban dengan kecepatan gerak beban secara tetap berdasarkan
ketentuan pada Bab II Pasal, sehingga didapat besar beban maksimum
P.Newton
5. Gambar bentuk keretakan yang terjadi setelah pengujian
6. Hitungan kuat geser berdasarkan ketentuan rumus pada Bab II.
7. Cantumkan semua nilai hasil perhitungan kedalam formulir seperti
contoh formulir pada lampiran yang ada pada SNI
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan data hasil peneltian yang sudah di peroleh dan
seluruh proses pengujiannya yang mengacu kepada SNI. Kemudian hasil
penelitian di uraikan dalam bentuk table, hitungan dan grafik.

4.1 Data dan Hasil Pengujian Kuat Geser

Hasil pengujian kuat geser dilakukan dengan menggunakan alat UTM


(Universal Testing Machine), pengujian kuat geser ini dilakukan di Lab
Keteknikan Kayu IPB Bogor. Pada sebuah benda uji di beri kode spesimen
sebagai berikut :

1. Uji Geser 1 : G-01


2. Uji Geser 2 : G-02
3. Uji Geser 3 : G-03
4. Uji Geser 4 : G-04
5. Uji Geser 5 : G-05

Gambar 4.1 Benda Uji Kuat Geser Balok Laminasi Bambu

Proses pengujian kuat geser ini dilakukan dengan alat UTM (Universal
Testing Machine ) sehingga terjadi pergeseran yang diakibatkan adanya tekanan
pada beban yang telah diberikan. Dari data tersebut kemudian diolah sehingga di
dapat nilai kekuatan geser dari benda uji. Sehingga perhitungan nilai kuat geser
dapat dilakukan dengan cara perbandingan antara beban maksimum dengan luas
penampang. Pengujian kuat geser dilakukan dengan 5 specimen benda uji
Menurut

( SNI 03-3400-1994 ) dengan tidak boleh kurang dari standar yang sudah di
terapkan, jika lebih dari 5 specimen maka lebih bagus dan bisa membandingkan
hasil yang banyak. Adapun hasil bentuk benda uji geser yang sudah di uji :

Tabel 4.1 Bentuk Kerusakan Pada Benda Uji Geser

No
Specimen setelah di uji Bentuk retakan
Kode

G-01

G-02

G-03
G-04
Dapat dilihat dari table di atas variasi garis bentuk kerusakan semua hampir
menyerupai dengan benda uji yang lainnya.

Tabel 4.2 Hasil Data Uji Geser

G-05

Ukuran Beban Kuat Kuat geser Kuat geser


No maksimum Geser rata-rata rata-rata
Kode b (mm) h (mm) (Kgf) Kgf/cm² (Kgf/cm²) (Mpa)
G-01 50 50 268.949.435 107,580
G-02 50 50 292.548.463 117,019
G-03 50 50 252.779.796 101,112 111,631 10,939
G-04 50 50 296.954.712 118,782
G-05 50 50 284.159.740 113,664
Kelas Kuat Kayu I
Dilihat dari tabel di atas diketahui nilai uji kuat geser balok laminasi bambu yang
sudah di uji dengan nilai rata-rata 111,631 Kgf/cm², kekuatan uji geser pada kelas
kuat kayu yaitu tergolong kelas kuat kayu I. Untuk mengetahui batang grafik yang
sudah di uji dengan 5 specimen dapat memperbandingkan nilai kuat geser
tersebut. Berikut grafik yang sudah dibuat :

310,000

300,000 296,954
292,548
290,000
284,159
280,000
268,949
270,000

260,000
252,779
250,000

240,000

230,000
G-01 G-02 G-03 G-04 G-05

Beban Maksimum Kgf

Gambar 4.1 Grafik Kuat Geser Beban Maksimum (Kgf)

Pada grafik di atas nilai beban maksimum (Kgf) kuat geser laminasi
kombinasi bambu tali, hitam dan gombong di atas menunjukan bahwa kekuatan
geser pada laminasi bambu dengan perbedaan persentase dengan kode G-03
sebesar 252,779 Kgf dapat di bandingkan dengan persentase paling besar dengan
kode G-04 sebesar 296,954 Kgf. Hal ini menunjukan bahwa laminasi bambu
akibat perbedaan persentase bahan dengan kode G-04 memiliki kuat geser yang
paling besar di bandingkan dengan persentase bahan lainnya.
125,000

120,000 118,782
117,019
115,000 113,664

110,000
107,580

105,000
101,112
100,000

95,000

90,000
TSR 01 TSR 02 TSR 03 TSR 04 TSR 05

Kuat Geser ( Kgf/cm²)


Pada grafik di atas nilai beban maksimum (Kgf/cm²) kuat geser laminasi
kombinasi bambu tali, hitam dan gombong di atas menunjukan bahwa kekuatan
geser (Kgf/cm²) pada laminasi bambu dengan perbedaan persentase dengan kode
G-03 sebesar 101,112 (Kgf/cm²) dapat di bandingkan dengan persentase paling
besar dengan kode G-04 sebesar 118,782 (Kgf/cm²) dan memiliki nilai rata-rata
kuat geser sebesar 111,631 (Kgf/cm²). Hal ini menunjukan bahwa laminasi bambu
akibat perbedaan persentase bahan dengan kode G-04 memiliki kuat geser yang
paling besar di bandingkan dengan persentase bahan lainnya.

4.2 Data dan Hasil Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat

Hasil pengujian kuat tarik sejajr serat dilakukan dengan menggunakan alat
UTM (Universal Testing Machine), pengujian kuat tarik ini dilakukan di Lab
Keteknikan Kayu IPB Bogor. Pada setiap benda uji di beri kode specimen sebagai
berikut :

1. Uji Tarik Sejajar Serat 1 : No Kode : TSR-01


2. Uji Tarik Sejajar Serat 2 : No Kode : TSR-02
3. Uji Tarik Sejajar Serat 3 : No Kode : TSR-03
4. Uji Tarik Sejajar Serat 4 : No Kode : TSR-04
5. Uji Tarik Sejajar Serat 5 : No Kode : TSR-05
Gambar 4.2 Benda Uji Kuat Tarik Balok Laminasi Bambu

Proses pengujian kuat tarik sama hal nya dilakukan dengan menggunakan alat
UTM, hanya saja pada teknis pengujian kuat tarik tentunya berbeda dengan
pengujian kuat geser. Berikut bentuk retakan specimen yang sudah di uji :

Tabel 4.4 Bentuk Kerusakan Pada Benda Uji Tarik

No Kode Specimen Setelah di Uji

TSR-01
TSR-02

TSR-03

TSR-04
TSR-05

Dapat dilihat dari table di atas variasi garis bentuk kerusakan semua
hampir menyerupai dengan benda uji yang lainnya.

Ukuran
B fefefefwef
(mm)

Dilihat dari tabel di atas diketahui nilai uji kuat tarik balok laminasi bambu yang
sudah di uji dengan nilai rata-rata 251, 005 Kgf/cm², kekuatan uji tarik pada kelas
kuat kayu yaitu tergolong kelas kuat kayu IV. Untuk mengetahui batang
grafikyang sudah di uji dengan 5 specimen dapat memperbandingkan nilai kuat
geser tersebut. Berikut grafik yang sudah dibuat :

14,000
13,100 13,170

12,000 11,705

10,010
10,000 9,242

8,000

6,000

4,000

2,000

0
TSR-01 TSR-02 TSR-03 TSR-04 TSR-05

Beban Maksimum (Kgf)

Gambar 4.3 Grafik Beban Maksimum Kuat Tarik Sejajar Serat Balok Laminasi
Bambu

Pada grafik di atas nilai beban maksimum (Kgf) kuat tarik laminasi
kombinasi bambu tali, hitam dan gombong di atas menunjukan bahwa kekuatan
tarik pada laminasi bambu dengan perbedaan persentase dengan kode TSR-03
sebesar 9,242 Kgf dapat di bandingkan dengan persentase paling besar dengan
kode TSR-05 sebesar 13,170 Kgf. Hal ini menunjukan bahwa laminasi bambu
akibat perbedaan persentase bahan dengan kode TSR-04 memiliki kuat tarikyang
paling besar di bandingkan dengan persentase bahan lainnya.
350,000

300,000 287,282 288,826

256,707
250,000
219,528
202,680
200,000

150,000

100,000

50,000

0
TSR-01 TSR-02 TSR-03 TSR-04 TSR-05

Kuat Tarik (Kgf/cm²) Series 2 Series 3


Gambar 4.4 Grafik Kuat tarik Kgf/cm² Balok Laminasi Bambu

Pada grafik di atas nilai rata-rata kuat tarik laminasi kombinasi bambu tali, hitam
dan gombong di atas menunjukan bahwa kekuatan tarik Kgf/cm² pada laminasi bambu
dengan perbedaan persentase dengan kode TSR-05 sebesar 288,826 Kgf/cm² dapat di
bandingkan dengan persentase paling rendah dengan kode TSR-03 rata-rata sebesar
202,680 Kgf/cm². Hal ini menunjukan bahwa laminasi bambu akibat perbedaan
persentase bahan dengan kode TSR-05 memiliki kuat tarik yang paling besar di
bandingkan dengan persentase bahan lainnya.

4.3 Pembahasan Hasil Pengujian Kuat Geser Dan Kuat Tarik Balok
Laminasi bambu
Dapat dilihat dari hasil pengujian di atas bahwa dapat di simpulkan dengan
adanya pengujian kuat tarik balok laminasi bambu ini pada saat pengujian tentunya akan
berbeda nilai- nilai yang akan keluar setelah di uji. Pada uji kuat geser kali ini tergolong
pada kelas kuat kayu I, yang berarti pada saat proses pemotongan, benda uji tersebut
dinyatakan benar. Namun perlu diketahui juga bahwa pada pengujian kuat tarik sejajar
serat ini dengan kegagalan hasil uji sehingga peneliti akan membahas sebab akibat
pengujian tersebut mengalami kegagalan, berikut penjelasannya :
1. Factor Lem Aica yang di sajikan dalam balok laminasi bambu sudah hampir
mengering sebagian dan kurang nya pengepressan pada balok laminasi sehingga
dalam pengujian kuat tarik sejajar serat ini mengalami kekurangan lem dan
kurang rapat. Namun bila perlu bisa menggantikan lem aica menjadi lem yang
lainnya supaya lebih kuat dan lebih tahan lama lagi untuk pembuatan balok
laminasi bambu .

2. Faktor pada pemotongan/pembelahan balok laminasi yang akan menjadi bentuk


benda uji kuat tarik, pada pembahasan ini sebelum memulai pengujian benda uji
kuat tarik, ada tahapan pemotongan balok laminasi menjadi sebuah benda uji
tarik, akibatnya pada teknis pemotongan yang berarti salah posisi atau arah
pemotongan sehinga serat-serat bambu tersebut tidak terambil. Dengan itu pada
saat pengujian kuat tarik nilai-nilai hasil yang sudah di analisis sangatlah kecil,
maka dari itu untuk pengujian kuat tarik sejajar serat tidak termasuk kelas kuat
kayu I maupun II, pengujian kuat tarik tersebut tergolong kelas kuat kayu IV.

DAFTAR PUSTAKA
Breyer, D.E., (1988). "Design of Wood Structures" , Second Edition Me Graw-
Hlil, New York.

Dranfield S, Widjaja EA. 1995. PROSEA, Plant Resources of South-East Asia 7.


Bambus. Leiden: Backhuys Publisher.

Dokinfo-Bapeda DIY. 2007. Bambu Lebih kuat Dibanding Baja. Artikel dari
http://www.bapeda.pemda-diy.go.id/detail.php.jenis. Diakses pada tanggal
29 Maret 2020.

Novriyanti, E. 2005. Dalam Arsad, E (2014), Bambu Tenaman Manfaat Pelindung


Tepian Sungai. Info Hasil Hutan Vol 2. No 1. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Hasil Hutan.

Liese W. 1980. Anatony of bambu Proceedings Workshop Bambu Research in


Asia, Singapore 28-30 May 1980. International Development Research
Center. Ottawa.

Janssen JJA. 1981b. Bambu In Building Structures, Doktor of Technical Science


Thesis, Eindhoven University Of Technology, Eindhoven, Netherlands.

Kusuma, H. 2. (2008). Sfiat Fisis dan Mekanis Bambu Lapis Bambu Tali
(Gigantochola apus (J. A. & J. H. Schultes) Kurz) dengan Perekat Tanin
Resorsinol Formaldehida. IPB. Bogor.

Ghozali, I. (Maret 2008). Desain Penelitian Eksperimental Teori, Konsep dan


Analisis Data dengan SPSS 16. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Sastrapradja SA, Widjaja, Prawiroatmojo S, Soekarno S. 1980. Beberapa Jenis


Bambu. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Bogor

Sutiyono. 2007. Koleksi jenis-jenis bambu pusat penelitian dan pengembangan


hutan dan konservasi alam Bogor di stasiun penelitian hutan Arcamanik,
Bandung. Di dalam: Makalah Penunjang pada ekpose hasil-hasil Penelitian
konservasi dan rehabilitasi sumberdaya hutan: Padang, 20 September
2006. Bogor : LIPI. Hlm 303.
Sulatinigsih, A. (2004,2011). Pengaruh Lapisan Kayu Terhadap Sifat Laminasi
Bambu. Makasar.

Putri R, Ratih. 2012. Keberterimaan Masyarakat Terhadap Inovasi Teknologi


Bambu Laminasi Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Kontruksi Jurnal
Sosek Pekerjaan Umum, Vol.4 No.1, April 2012 : 15-22.

Sri Ruliaty Sutardi, N. N. (2015). Seri Paket Iptek Informasi Sifat Dasar dan
Kemungkinan Penggunaan 10 jenis bambu. Bogor: IPB Press.

Setyo H, Nor Intang ., Satyarno, Iman., Sulistyo, Djoko., and Paryitno, TA. 2014.
Sifat Mekanika Bambu Petung Laminasi Dinamika Rekayasa Vol. 10 No.1
: 6-13.
Yayasan Bambu Indonesia, 1994. Simpulan dan Saran. Sarasehan Strategi
Penelitian Bambu Indonesia. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari-LIPI.
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai