Anda di halaman 1dari 18

KONSEP PSIKOSOSIAL DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN

YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSEP

KEHILANGAN,BERDUKA DAN KEMATIAN

Disusun Oleh
Kelompok 8 :

AYU MARYASTUTI

DESI ANGGRAINI NASUTION

DESI YARMAINI

M. SEPTIANSYAH M

MUHANDRI ALQADRI

MUH.IDRIS

ROSALITA

SYAFRITA

YULIAWATI YUSRI

ROSALITA

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I
PENDAHULUAN

Lahir, kehilangan, kematian, dan berduka merupakan suatu fase dalam perjalanan
kehidupan manusia yang harus dilalui, integral dengan kehidupan dan bersifat unik bagi
setiap individu yang dapat menjadi stressor yang membutuhkan dukungan dalam
menghadapinya.
Hidup merupakan suatu rangkaian kehadiran dan kepergian, ada dan tiada akan
selalu berlangsung bergantian. Kehilangan dan kematian merupakan kata yang kurang
‘enak’ untuk membicarakannya, karena lebih banyak melibatkan emosi yang
bersangkutan. Menjelang ajal atau ajal itu sendiri mempunyai aspek yang
membangkitkan rasa takut, kegelisahan, dan sesuatu yang tidak menentu. Tidak ada
orang yang mempunyai pengalaman dengan mati, membuat orang bertanya-tanya tentang
kematian seperti: Seperti apa rasanya mati itu?, kalau ada kehidupan lain, bagaimana
bentuk dan rasanya, bagaimana dengan orang-orang tercinta yang kita tinggal, dan lain
sebagainya.
Selama dalam konteks pembicaraan, ada kecenderungan menghindari topic
kehilangan dan kematian. Pengetahuan bahwa mati pasti akan terjadi dan sudah
ditetapkan pada waktu yang ditentukan, sehingga kondisi ini menambah perasaan
ketakutan, cemas, bimbang, dan ketidakpastian. Style of dying seseorang
menggambarkan sikap tentang kematian tergantung pada kepercayaan dan kekuatan
emosionalnya. Sigmund Freud menyatakan bahwa dibawah sadar tidak mati. Secara
nyata orang selalu ingat kematian, karena dibawah sadar orang tidak memikirkan bahwa
dirinya tidak bisa mati . Akan tetapi karena sering mendengar tentang kematian, maka
memaksa orang untuk memikirkan tentang kematian.
Berdasar pada pandangan tersebut, perlunya perawat mengetahui tentang konsep
kehilangan dan berduka, serta bagaimana menangani klien dengan mekanisme koping
dalam menghadapi dan menerima kehilangan yang berbeda-beda, dan mendampingi klien
dalam memahami dan menerima kehilangan agar kehidupan harus terus berjalan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus/terpisah atau memulai sesuatu
tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.Segala kehilangan yang signifikan
membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Tipe kehilangan mempengaruhi
tingkat distress seseorang.
Kehilangan, mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa dengan
kekerasan atau traumatic, diantisipasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau
total, bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, cemas, gelisah, sesak nafas susah tidur dan
lain lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kehilangan kejadian
(NANDA,2011)
Berduka adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi,
ketika kehilangan dan berduka terjadi, individu merasa tidak nyaman tanpa
mengetahui penyebab terhadap emosi.
Dying (menjelang ajal/sekarat) adalah bagian dari kehidupan yang merupakan
proses menuju akhir (kematian). Dengan makin meningkatnya jumlah populasi usia
lanjut, meningkat pula jumlah penderita penyakit kronis, yang pada suatu saat
mengalami keadaan dimana tidak ada sesuatu yang dapat dikerjakan untuk
memperbaiki kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
Bagi penderita yang keadaannya tidak sadar/koma dalam, semua fungsi organ
jelas tidak bisa membaik dengan berbagai obat/tindakan yang memberikan, nafas
agonal dan “keadaan yang jelas tidak memberikan harapan” atau “failure to thrive”
masalah menjadi tidak begitu sulit. Akan tetapi penderita yang dalam keadaan sadar
penuh, sering masih mobile, dengan berbagai fungsi organ masih cukup baik,
persoalan etika dan hukum menjadi lebih rumit. Dalam keadaan tersebut beberapa
hal perlu dipertimbangan:
 Apakah penderita perlu diberitahu
 Kalau semua pengobatan/tindakan medis, yang bila dilakukan jelas tidak
memberi manfaat, apakah ada hal-hal lain yang perlu dikerjakan, misalnya
memberikan pengobatan kuratif (misalnya sitostatika) dan tindakan diagnostik
lain?)
Kematian adalah kondisi berhentinya fungsi jantung- paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap. Meninggal dunia adalah keadan insani yang
diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan
denyut jantung seseorang telah berhenti.
Kematian adalah satu fase kehidupan yang terakhir bagi manusia. Persepsi
seseorang tentang kematian berbeda-beda dipengaruhi tingkat perkembangannya.
Anak usia bermain tidak semuanya mengerti tentang kehilangan dan kematian
sampai dengan dapat mengenali orang-orang yang selama ini akrab menjadi tidak
ada disampingnya lagi. Anak usia 3 sampai 5 tahun kehilangan yang paling
bermakna adalah kehilangan anggota tubuhnya yang dapat mempengaruhi harga
diri. Proses dan respon berduka pada anak usia ini berbeda dengan yang lebih tua
karena dalam meletakkan pemikiran, perasaan dan memori dalam kata-kata yang
tidak relevan selama berminggu-minggu dan diulang lagi tentang tempat beradanya
orang yang mati.
2. Etiologi
Kehilangan berduka dapat disebabkan oleh:
 kehilangan seseorang yang dicintai
 Kehilangan yang ada pada diri sendiri
 Kehilangan objek eksternal
 Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
 Kehilangan kehidupan atau meninggal
3. Rentang Respon
Rentang respon terhadap individu yang berduka
Fase pengingkaran fase marah fase tawar menawar fase
depresi fase menerima
a. Fase pengingkaran
Reaksi pertama individu mengalami syok,tidak percaya atau mengingkari
kenyataan bahwa kehidupan itu benar memang terjadi. Reaksi fisik yang
terjadi pada fase ini adalah letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan
detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat apa.
Reaksi ini dapat berakhir dan beberapa menit atau beberapa tahun
b. Fase marah
Timbul dimulai adanya kesadaran atau kenyataan terjadi kehilangan
individu menunjukan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan
kepada orang lain atau pada diri sendiri
c. Fase tawar menawar
Indiividu telah mampu mengungkapkan rasa marah secara intensif maka ia
akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan kepada
tuhan
d. Fase depresi
Menunjukan sikap menarik diri dan tidak mau bicara dan menyatakan
keputus asaan, perasaan tidak berharga dan rasa ingin bunuh diri.
e. Fase menerima
apabila individu memulai pada fase ini, dan menerima dengan perasaan
damai maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan
kehilangan dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia
akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi rasa kehilangan
selanjutnya
Elizabeth Kubler Ross, seorang psikiater meneliti aspek psikologik dari
penderita yang diberitahu mengenai kematiannya dan biasanya menanggapi
dalam beberapa stadia: (a) mengelak/membantah dan menutup diri, denial and
isolation. “No not me. It can not be true, (b) Marah/anger. Why me?, (c)
Menawar, bargaining, (d) Depresi dan akhirnya (e) Menerima, acceptance.
4. Manifestasi klinis
a) Perasaan sedih menangis
b) Perasaan putus asa, kesepian
c) Mengingkari kehilangan
d) Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
e) Konsentrasi menurun
f) Marah yang berlebihan
g) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
h) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
i) Reaksi emosional yang lambat
j) Adanya perubahan dalam kebiasaan, makan , pola tidur , dan tingkat aktivitas

5. Tipe kehilangan
a. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,, kematian
orang yang sangat berarti/ dicintai.
b. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan misalnya ,
seseorang yang diPHK, menyebabkan kemandiriann dan kebebasan menurun.

6. Pohon masalah

Ketidakberdyaan

Keputus asaan

Berduka disfungsional

Kehilangan keluarga/yg dicintai


B. KONSEP KEPERAWATAN KLIEN BERDUKA

1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengar isi duka cita klien;
apa yang dipikirkan,dikatakan, dan diperhatikan melalui prilaku. Beberap
percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahuin apa yang
mereka pikirkan dan dirasakan adalah :
- persepsi yang adekuat tentang kehilangan
- dukungan yang tidak adekuat ketika berduka akiat kehilangan
- perilaku koping yang adekuat selaa proses
2. Identitas klien
Mencakup nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerja
dan tanggal pengkajian.
3. Faktor Penyebab
a. Faktor predisposisi
 Faktor genetik
Individu dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi perasaan keilangan

 Kesehatan jasmani
individunya dengan keadaan fisik sehat, pola hidup, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.

 Kesehatan mental
individu yang mengalami gangguan resiko berduka yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan

 Struktur kepribadian
individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri rendah.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasi sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti
kehilangan sifat biopsikososial antara lain meliputi : biasanya pada klien
kehilangan dan berduka bisa dengan kehilangan kesehatan, kehilangan peran
dalam keluarga.
4. Proses Terjadi
a) Stressor internal atau eksternal - gangguan keilangan - individu memberi
makna positif - melakukan kompensasi dengan kegiatan positif - perbaikan (
beradaptasi - merasa nyaman )
b) Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu
memberi makna - merasa tidak berdaya - marah dan berlaku agresi -
diekspresikan kedalam diri - muncul gejala sakit fisik.
c) Stressor internal dan eksternal angguan dan kehilangan - individu memberi
makna - merasa tidak berdaya - marah dan berlaku agresi - diekspresikan
kedalam diri - kompensi dengan perilaku konstruktif - perbaikan /
beradaptasi dan merasa nyaman
d) Stressor internal dan eksternal - gangguan dan kehilangan - individu
memberi makna - merasa tidak berdaya - marah dan berlaku agresi
diekspresikan keluar diri individu - kompensasi dengan perilaku destruktif -
merasa bersalah - ketidakberdayaan.
5. Mekanisme Koping .
Koping yang sering digunakan individu dengan berduka antara lain:
Denial, represi, intelektual regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang digunakan
untuk menghindari intensitas stress yang rasakan sangat menyakitkan, regresi dan
disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam keadaan psikologis
mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
6. Genogram

Biasanya pada genogram berikan penjelasan klien dengan hubungannya dikeluarga


dan biasanya klien berduka sulit untuk membuat klien mau melakukan sesuatu.

7. Pemeriksaan Fisik
a. TTV
Nadi : biasanya klien yang mengalami kehilangan dan berduka nadinya
meningkat.
Pernapasan : biasanya klien yang mengalami kehilangan dan berduka
pernapasannya meningkat.
TD : biasanya klien yang mengalami kehilangan dan berduka tekanan
darahnya meningkat.
b. Ukuran
BB : biasanya klien yang mengalami kehilangan dan berduka berat badannya
menurun.
c. Keluhan fisik yang dirasakan
biasanya klien akan mengeluh kesehatan fisiknya seperti sakit kepala dan pusing
d. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
biasanya klien dengan mekanisme kopingnya terhadap kehilangan dan
berduka yang baik akan bersinambungan dengan kegiatan agama yang
baik pula.
2) Kegiatan ibadah
biasanya klien dengan kehilangan dan berduka ibadah kliennya akan
berdampak baik dalam menangani berduka dan kehilangannya. Klien
dengan mekanisme koping mal adaptif biasanya kegiatan agamanya
terganggu.
e. Konsep Diri
1) Citra tubuh
biasanya klien berduka dan kehilangan memiliki persepsi klien terhadap
tubuhnya yaitu bagian tubuh yang disukai atau tak disukai.
2) Identitas diri
biasanya klien berduka dan kehilangan status dan posisi klien sebelum
masuk, kepuasan klien terhadap statusnya, dan kepuasan klien dengan
perempuan atau laki-laki.
3) Peran diri
biasanya klien berduka dan kehilangan memiliki tugas dan peran yang
diberi oleh keluarga dan masyarakat serta kemampuan klien dalam
melaksanakan tugas atau perannya.
4) Ideal diri
biasanya klien berduka dan kehilangan berharap akan terhadap tubuh,
lingkungan serta terhadap penyakit.
5) Harga diri
biasanya klien berduka dan kehilangan berhubungan dengan orang lain
seta penilaian dan penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupan.
8. Analisa Data
NO DATA MASALAH
1 DS : Berduka disfungsional
 Biasanya klien merasa putus asa dan kesepian
 Biasanya klien kesulitan mengekspresikan
perasaan
 Biasanya klien mengalami konsentrasi
menurun
 Biasanya klien mengeluh tidak bisa tidur
 Biasanya klien mengeluh tidak nafsu makan
DO :
 Biasanya klien tampak sedih dan menangis
 Biasanya klien tampak putus asa dan kesepian
 Biasanya klien tampak adanya perubahan
dalam kebiasaan makan, pola tidur dan tingkat
aktivitas
 Reaksi emosional klien biasanya tampak
melambat
 Biasanya klien tampak murah berlebihan

9. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Kehilangan dan Berduka

NO TAHAP TINDAKAN KEPERAWATAN


1 Mengingkari  Jelaskan proses berduka
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
 Secara verbal dukung klien, tetapi jangan dukung
pengingkaran yang dilakukan
 Jangan bantah pengingkaran pasien, tetapi sampaikan
fakta
 Contoh : “pemakaman dilakukan pukul 15.00 WIB
 Duduk disamping klien
 Teknik komunikasi diam dan sentuhan
2 Marah  dorong dan beri waktu kepada pasien untuk
mengungkapkan kemarahan secara verbal tanpa
melawan kemarahan
 Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah
adalah respon yang normal karena merasakan
kehilangan dan ketidak berdayaan
 Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
 Hindari menarik diri dan dendam karena pasien atau
keluarga bukan marah kepada perawat
 Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi
kemarahannya
3 Tawar menawar  Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan
rasa takutnya
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Ajak pasien bicara untuk mengurangi rasa bersalah dan
ketakutan tidak rasional
 Beri dukungan rasional
4 Depresi  Identifikasi tingkat depresi dan bantu mengurangi rasa
bersalah
 Berikan kesempatan kepada pasien untuk
mengekspresikan kesihannya
 Beri dukungan non verbal dengan cara duduk disamping
pasien dan memegang tangan pasien
 Hargai perasaan pasien
 Bersama pasien bahas pikiran negatif yang sering timbul
 Latih pasien dalam mengidentifikasi hal positif yang
msih di miliki
5 Penerimaan  Bantu pasien dalam mengidentifikasi rencana kegiatan
yang akan di lakukan
 Bantu keluarga dan teman pasien untuk dapat mengerti
penyebab kematian
 Jika keluarga mengikuti proses pemakaman hal yang
dapat di lakukan adalah menerima kenyataan, melihat
foto-foto proses pemakaman
 Urus surat-surat yang di perlukan, seperti pensuiun,
menutup buku tabungan

10. Pohon Masalah


Ketidak berdayaan

Keputusasaan

Berduka disfungsional core of problem

Kehilangan keluarga / orang dicintai

11. Daftar Diagnosa Keperawatan


Berduka disfungsional

SP 1 : RESPON MENGINGKARI TERHADAP KEMATIAN ANAK


ORIENTASI:
“ Slamat pagi/sore, bapak tono. Perawat C. bagaimana perasaan bapak sekarang? Saya
kan menemani bapak samapai kemakan. Apakah bapak mau mehnyampaikan sesuatu?”
KERJA
“ bapak mau minum? Saya ambilkan. Bagaimana dengan makan? Coba sedikit, ya pak
agar bapak tidak lemas.” Saya mengerti bapak sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi
kondisi sebenarnya memang anak bapak telah meninggal. Sabar ya, Bu ” “Saya tidak
bermaksud untuk tidak mendukung bapak. Tapi coba bapak pikir, jika bapak ke rumah
nanti, bapak tidak akan bertemu dengan anak bapak karena beliau memang sudah
meninggal. Itu sudah menjadi kehendak Tuhan, Pak. Bapak harus berusaha menerima
kenyataan ini.” “pak, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh Tuhan.
Meninggalnya anak bapak juga merupakan kehendak-Nya sebagai Maha Pemilik Hidup.
Tidak ada satu orang pun yang dapat mencegahnya, termasuk saya ataupun bapak
sendiri.” “bapak sudah bisa memahaminya?” Bapak masih punya saudara-saudara, anak-
anak yang lain dan orang lain yang sayang sama bapak.
TERMINASI:
“ setelah kembali dari makam, bagaimana perasaan bapak? Bapak tampak masih sedih.
Saya akan pulang dulu. Usahakan bapak makan, minum, dan istirahat nanti, dua hari lagi
saya akan datang. Sampai jumpa.”

SP 2 KELUARGA: RRESPON MARAH TERHADAP KEMATIAN ANAK


ORIENTASI:
“ selamat pagi/sore. Saya perawat C yang kemaren. Tampaknya bapak sedang kesal.
Bapak dapat ceritakan. Saya akan menemani bapak selama 20 menit.

KERJA:
“apa yang membuat bapak kesal? Apa yang bapak rasakan saat kesal? Dan apa yang telah
bapak lakukan? Baik, ada beberapa cara untuk mereda kekesalan bapak yaitu tarik nafas
dalam yaitu dengan cara menarik nafas dalam dari hidung perlahan rasakan udara yang
masuk keparu bapak kemudian bapak tahan sekitar 3 detik kemudian bapak hembuskan
melalui mulut, baik saya akan mempraktekkan nya caranya. Setelah saya praktekkan
bapak bisa lakukan sendirikan coba bapak lakukan? Bagaimana bapak apakah perasaan
bapak lebih baik sekarang? Selain cara yang tadi bapak juga bisa istigfar, berwudhu,
salat, dan bercakap-cakap. Bapak punya hobi olahraga? Nah itu juga dapat bapak
lakukan.”
TERMINASI:
“nah, kalau masih muncul rasa kesal? Coba lakuakn cara yang telah kita bahas tadi. Mau
coba cara yang mana? Mau dijadwalkan? Baiklah, dua hari lagi kita bertemu lagi. Sampai
jumpa.”

SP 3 KELUARGA: RESPON TAWAR-MENAWAR TERHADAP KEMATIAN ANAK


ORIENTASI:
“ selamat pagi /sore. Bagaimana perasaan bapak har ini? Apakah bapak sudah melakukan
cara yang sudah saya ajarkan untuk mengurangi kekesalan bapak? Dapatkah kita
bercerita tetang perasaan bapak hari ini?kita bicara 15 menit saja. Di mana kita bicara? Di
ruang ini saja?
KERJA:
“ saya dapat memahami pperasaan bapak. Silahkan bercerita tetang perasaan bapak.
Tidak ada yang dapat kita salahkan pak. Saya mengerti, sulit bagi bapak untuk menerima
kehilangan ini. Bagus, bapak sudah menyadari perasaan yang di ungkapkan karena
semua ini adalah kehendak Allah. Apabila perasaan bersalah dan takut itu muncul
kembali, bapak dapat berzikir, salat, atau melakukan kegiatan ibadah yang lain.
Bagaimana, pak? Apakah bapak akan coba lakukan?”
TERMINASI:
“bagaimana perasaan bapak setelah kita bicara? Iya, pak. Bapak tterus berdoa ya. Silakan
bercerita dengan anggota keluarga. Bagus, bapak sudah dapat mengungkapkannya. Nanti
bapak dapat berzikir dan istigfar setiap saat dan saat rasa bersalah itu muncul kembali.
Bapak, dua hari lagi saya akan datang. Kita akan bicara tentang perasaan bapak. Saya
pamit dulu ya pak, sampai jumpa.”

SP 4 KELUARGA: RESPON DEPRESI TERHADAP KEMATIAN ANAK


ORIENTASI:
“ selamat pagi/sore. Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah ada yang ingin bapak
ceritakan kepada saya?hari ini kita berbica tentang kegiatan positif yang dapat bapak
lakukan. Berapa lama kita bicara pak?
KERJA:
“ baiklah, pak. Saya akan duduk disebelah bapak dan menemani bapak. Saya siap
mendenganrkan apabila ada yang ingin disampaikan. Bapak boleh menangis, jangan
ditahan. Bapak punya hak untuk menangis. Dengna menangis, akan ada perasaan lega.
Bapak, saya dapat merasakan apa yang sedang bapak rasakan.bapak dapat menggunakan
kesempatan yang ada untuk bercakap-cakap anggota keluarga yanga da seoerti anak
bapak yang dua lagi, istri bapak.” ( mulai membawa kerealitas aspek positif) “ bapak
dapat berbicara dengan tetangga yang mempunyai pengalaman sama seperti bapak.
Sekarang, bagaimana akalau kita berdiskusitentang kegiatan positif yang bapak lakukan?
Wow, banyak sekali kegiatan yang dapat bapak lakuakan.”
TERMINASI:
“ bapak, bagaimana perasaan bapak setelah kita bicara? Iya, benar, masih banyak yang
dapat bapak lakukan. Bapak dapat lakukan kegiatan yang tadi sudah kita bahas. Saya
percaya bapak bisa. Saya pamit ya, pak. Dua hari lagi saya akan datang untuk
membicarakantentang perasaan bapak. Kira-kira jam berapa saya boleh datang? Baik,
pak. Sampai jumpa.”

SP 5 KELUARGA: RESPON PENERIAMAAN TERHADAP KEMATIAN ANAK


ORIENTASI:
“ selamat pagi/sore. Bagaimana perasaan bapak hari ini? Seperti janji saya dua hari yang
lalu, sekarang saya datang untuk berbicaratentang perasaan bapak. Bagaimana kalau kita
bicara disini? 30 menit saja, setuju pak?
KERJA
“ bapak tampak tenang dan berbeda dari 2 hari yang lalu. Saya dengar bapak sudah
banyak melakukan aktivitas. Bagus. Kegiatan apa lagi sudah bapak rencanakan untuk
mengisi waktu? Saya percaya bapak dapat kembali semangat dalam mengisi kehidupan
ini. Kspsn bapak mau mengurus surat asuransi, buku tabungan, atau suat penting lainnya?
Kapan bapaka kan berziarah kemakam anak bapak? Bapak sudah melihat foto-foto proses
pemakaman anak bapak? Ya, bapak tampak sudah sengat lagi.”
TERMINASI
“ bapak, tidak terasa kita sudah lama bicara, bagaimana perasaan bapak? Syukurlah.
Bapak jangan lupa dengan jadwalaktivitas dan waktu untuk mengurus surat-surat penting
anak bapak. Saya pamit ya pak. Sampai jumpa.”

BAB III
PENUTUP

Meskipun tidak ada dua orang yang bereaksi sama terhadap kematian dan ajal,
namun respons fisiologis dan psikologis terhadap kematian, yang dikenal sebagai
berduka, telah digambarkan dalam tahapan-tahapan olah orang-orang terkenal seperti
Engel, Linderman, Parkes, Bolbey dan Kubler-Ross.
Berduka merupakan respons yang normal dan universal terhadap kehilangan yang
dialami melalui perasaan, perilaku dan penderitaan emosional. Berduka adalah proses
pergeseran melewati nyeri akibat kehilangan. Kehilangan kesehatan, teman, kerabat,
pekerjaan dan keamanan finansial merupakan sebagian dari kehilangan kumulatif yang
menyebabkan berduka pada lansia. Periode berduka adalah waktu penyembuhan, adaptasi
dan pertumbuhan.
Meskipun banyak orang yang setuju terhadap kesamaan proses berduka, namun ada
juga yang mernyetujui bahwa setiap orang melewati proses berduka secara berbeda.
Namun, menggambarkan serangkaian fase yang mencirikan reaksi berduka merupakan
hal yang mungkin untuk dilakukan. Fase-fase ini mencakup syok awal dan rasa tidak
percaya, yang menyebabkan kesadaran dan kemudian protes, yang akhirnya
menyebabkan reorganisasi dan restitusi.
Asuhan keperawatan untuk pasien dan pemberi perawatan yang berduka memerlukan
rasa saling memberi yang sensitif, peduli dan empati. Berbagi pendapat, perasaan dan
ketenangan merupakan intervensi keperawatan yang tepat. Bimbingan keperawatan
adaptif dapat membantu mempersiapkan orang yang menjelang ajal untuk menghadapi
nyeri dan perasaan alamiah mereka yang berhubungan dengan proses berduka.

Anda mungkin juga menyukai