Disusun Oleh
Kelompok 8 :
AYU MARYASTUTI
DESI YARMAINI
M. SEPTIANSYAH M
MUHANDRI ALQADRI
MUH.IDRIS
ROSALITA
SYAFRITA
YULIAWATI YUSRI
ROSALITA
JURUSAN KEPERAWATAN
Lahir, kehilangan, kematian, dan berduka merupakan suatu fase dalam perjalanan
kehidupan manusia yang harus dilalui, integral dengan kehidupan dan bersifat unik bagi
setiap individu yang dapat menjadi stressor yang membutuhkan dukungan dalam
menghadapinya.
Hidup merupakan suatu rangkaian kehadiran dan kepergian, ada dan tiada akan
selalu berlangsung bergantian. Kehilangan dan kematian merupakan kata yang kurang
‘enak’ untuk membicarakannya, karena lebih banyak melibatkan emosi yang
bersangkutan. Menjelang ajal atau ajal itu sendiri mempunyai aspek yang
membangkitkan rasa takut, kegelisahan, dan sesuatu yang tidak menentu. Tidak ada
orang yang mempunyai pengalaman dengan mati, membuat orang bertanya-tanya tentang
kematian seperti: Seperti apa rasanya mati itu?, kalau ada kehidupan lain, bagaimana
bentuk dan rasanya, bagaimana dengan orang-orang tercinta yang kita tinggal, dan lain
sebagainya.
Selama dalam konteks pembicaraan, ada kecenderungan menghindari topic
kehilangan dan kematian. Pengetahuan bahwa mati pasti akan terjadi dan sudah
ditetapkan pada waktu yang ditentukan, sehingga kondisi ini menambah perasaan
ketakutan, cemas, bimbang, dan ketidakpastian. Style of dying seseorang
menggambarkan sikap tentang kematian tergantung pada kepercayaan dan kekuatan
emosionalnya. Sigmund Freud menyatakan bahwa dibawah sadar tidak mati. Secara
nyata orang selalu ingat kematian, karena dibawah sadar orang tidak memikirkan bahwa
dirinya tidak bisa mati . Akan tetapi karena sering mendengar tentang kematian, maka
memaksa orang untuk memikirkan tentang kematian.
Berdasar pada pandangan tersebut, perlunya perawat mengetahui tentang konsep
kehilangan dan berduka, serta bagaimana menangani klien dengan mekanisme koping
dalam menghadapi dan menerima kehilangan yang berbeda-beda, dan mendampingi klien
dalam memahami dan menerima kehilangan agar kehidupan harus terus berjalan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus/terpisah atau memulai sesuatu
tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.Segala kehilangan yang signifikan
membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Tipe kehilangan mempengaruhi
tingkat distress seseorang.
Kehilangan, mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa dengan
kekerasan atau traumatic, diantisipasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau
total, bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, cemas, gelisah, sesak nafas susah tidur dan
lain lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kehilangan kejadian
(NANDA,2011)
Berduka adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi,
ketika kehilangan dan berduka terjadi, individu merasa tidak nyaman tanpa
mengetahui penyebab terhadap emosi.
Dying (menjelang ajal/sekarat) adalah bagian dari kehidupan yang merupakan
proses menuju akhir (kematian). Dengan makin meningkatnya jumlah populasi usia
lanjut, meningkat pula jumlah penderita penyakit kronis, yang pada suatu saat
mengalami keadaan dimana tidak ada sesuatu yang dapat dikerjakan untuk
memperbaiki kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
Bagi penderita yang keadaannya tidak sadar/koma dalam, semua fungsi organ
jelas tidak bisa membaik dengan berbagai obat/tindakan yang memberikan, nafas
agonal dan “keadaan yang jelas tidak memberikan harapan” atau “failure to thrive”
masalah menjadi tidak begitu sulit. Akan tetapi penderita yang dalam keadaan sadar
penuh, sering masih mobile, dengan berbagai fungsi organ masih cukup baik,
persoalan etika dan hukum menjadi lebih rumit. Dalam keadaan tersebut beberapa
hal perlu dipertimbangan:
Apakah penderita perlu diberitahu
Kalau semua pengobatan/tindakan medis, yang bila dilakukan jelas tidak
memberi manfaat, apakah ada hal-hal lain yang perlu dikerjakan, misalnya
memberikan pengobatan kuratif (misalnya sitostatika) dan tindakan diagnostik
lain?)
Kematian adalah kondisi berhentinya fungsi jantung- paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap. Meninggal dunia adalah keadan insani yang
diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan
denyut jantung seseorang telah berhenti.
Kematian adalah satu fase kehidupan yang terakhir bagi manusia. Persepsi
seseorang tentang kematian berbeda-beda dipengaruhi tingkat perkembangannya.
Anak usia bermain tidak semuanya mengerti tentang kehilangan dan kematian
sampai dengan dapat mengenali orang-orang yang selama ini akrab menjadi tidak
ada disampingnya lagi. Anak usia 3 sampai 5 tahun kehilangan yang paling
bermakna adalah kehilangan anggota tubuhnya yang dapat mempengaruhi harga
diri. Proses dan respon berduka pada anak usia ini berbeda dengan yang lebih tua
karena dalam meletakkan pemikiran, perasaan dan memori dalam kata-kata yang
tidak relevan selama berminggu-minggu dan diulang lagi tentang tempat beradanya
orang yang mati.
2. Etiologi
Kehilangan berduka dapat disebabkan oleh:
kehilangan seseorang yang dicintai
Kehilangan yang ada pada diri sendiri
Kehilangan objek eksternal
Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan kehidupan atau meninggal
3. Rentang Respon
Rentang respon terhadap individu yang berduka
Fase pengingkaran fase marah fase tawar menawar fase
depresi fase menerima
a. Fase pengingkaran
Reaksi pertama individu mengalami syok,tidak percaya atau mengingkari
kenyataan bahwa kehidupan itu benar memang terjadi. Reaksi fisik yang
terjadi pada fase ini adalah letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan
detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat apa.
Reaksi ini dapat berakhir dan beberapa menit atau beberapa tahun
b. Fase marah
Timbul dimulai adanya kesadaran atau kenyataan terjadi kehilangan
individu menunjukan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan
kepada orang lain atau pada diri sendiri
c. Fase tawar menawar
Indiividu telah mampu mengungkapkan rasa marah secara intensif maka ia
akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan kepada
tuhan
d. Fase depresi
Menunjukan sikap menarik diri dan tidak mau bicara dan menyatakan
keputus asaan, perasaan tidak berharga dan rasa ingin bunuh diri.
e. Fase menerima
apabila individu memulai pada fase ini, dan menerima dengan perasaan
damai maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan
kehilangan dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia
akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi rasa kehilangan
selanjutnya
Elizabeth Kubler Ross, seorang psikiater meneliti aspek psikologik dari
penderita yang diberitahu mengenai kematiannya dan biasanya menanggapi
dalam beberapa stadia: (a) mengelak/membantah dan menutup diri, denial and
isolation. “No not me. It can not be true, (b) Marah/anger. Why me?, (c)
Menawar, bargaining, (d) Depresi dan akhirnya (e) Menerima, acceptance.
4. Manifestasi klinis
a) Perasaan sedih menangis
b) Perasaan putus asa, kesepian
c) Mengingkari kehilangan
d) Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
e) Konsentrasi menurun
f) Marah yang berlebihan
g) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
h) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
i) Reaksi emosional yang lambat
j) Adanya perubahan dalam kebiasaan, makan , pola tidur , dan tingkat aktivitas
5. Tipe kehilangan
a. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,, kematian
orang yang sangat berarti/ dicintai.
b. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan misalnya ,
seseorang yang diPHK, menyebabkan kemandiriann dan kebebasan menurun.
6. Pohon masalah
Ketidakberdyaan
Keputus asaan
Berduka disfungsional
1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengar isi duka cita klien;
apa yang dipikirkan,dikatakan, dan diperhatikan melalui prilaku. Beberap
percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahuin apa yang
mereka pikirkan dan dirasakan adalah :
- persepsi yang adekuat tentang kehilangan
- dukungan yang tidak adekuat ketika berduka akiat kehilangan
- perilaku koping yang adekuat selaa proses
2. Identitas klien
Mencakup nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerja
dan tanggal pengkajian.
3. Faktor Penyebab
a. Faktor predisposisi
Faktor genetik
Individu dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi perasaan keilangan
Kesehatan jasmani
individunya dengan keadaan fisik sehat, pola hidup, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
Kesehatan mental
individu yang mengalami gangguan resiko berduka yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan
Struktur kepribadian
individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri rendah.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasi sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti
kehilangan sifat biopsikososial antara lain meliputi : biasanya pada klien
kehilangan dan berduka bisa dengan kehilangan kesehatan, kehilangan peran
dalam keluarga.
4. Proses Terjadi
a) Stressor internal atau eksternal - gangguan keilangan - individu memberi
makna positif - melakukan kompensasi dengan kegiatan positif - perbaikan (
beradaptasi - merasa nyaman )
b) Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu
memberi makna - merasa tidak berdaya - marah dan berlaku agresi -
diekspresikan kedalam diri - muncul gejala sakit fisik.
c) Stressor internal dan eksternal angguan dan kehilangan - individu memberi
makna - merasa tidak berdaya - marah dan berlaku agresi - diekspresikan
kedalam diri - kompensi dengan perilaku konstruktif - perbaikan /
beradaptasi dan merasa nyaman
d) Stressor internal dan eksternal - gangguan dan kehilangan - individu
memberi makna - merasa tidak berdaya - marah dan berlaku agresi
diekspresikan keluar diri individu - kompensasi dengan perilaku destruktif -
merasa bersalah - ketidakberdayaan.
5. Mekanisme Koping .
Koping yang sering digunakan individu dengan berduka antara lain:
Denial, represi, intelektual regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang digunakan
untuk menghindari intensitas stress yang rasakan sangat menyakitkan, regresi dan
disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam keadaan psikologis
mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
6. Genogram
7. Pemeriksaan Fisik
a. TTV
Nadi : biasanya klien yang mengalami kehilangan dan berduka nadinya
meningkat.
Pernapasan : biasanya klien yang mengalami kehilangan dan berduka
pernapasannya meningkat.
TD : biasanya klien yang mengalami kehilangan dan berduka tekanan
darahnya meningkat.
b. Ukuran
BB : biasanya klien yang mengalami kehilangan dan berduka berat badannya
menurun.
c. Keluhan fisik yang dirasakan
biasanya klien akan mengeluh kesehatan fisiknya seperti sakit kepala dan pusing
d. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
biasanya klien dengan mekanisme kopingnya terhadap kehilangan dan
berduka yang baik akan bersinambungan dengan kegiatan agama yang
baik pula.
2) Kegiatan ibadah
biasanya klien dengan kehilangan dan berduka ibadah kliennya akan
berdampak baik dalam menangani berduka dan kehilangannya. Klien
dengan mekanisme koping mal adaptif biasanya kegiatan agamanya
terganggu.
e. Konsep Diri
1) Citra tubuh
biasanya klien berduka dan kehilangan memiliki persepsi klien terhadap
tubuhnya yaitu bagian tubuh yang disukai atau tak disukai.
2) Identitas diri
biasanya klien berduka dan kehilangan status dan posisi klien sebelum
masuk, kepuasan klien terhadap statusnya, dan kepuasan klien dengan
perempuan atau laki-laki.
3) Peran diri
biasanya klien berduka dan kehilangan memiliki tugas dan peran yang
diberi oleh keluarga dan masyarakat serta kemampuan klien dalam
melaksanakan tugas atau perannya.
4) Ideal diri
biasanya klien berduka dan kehilangan berharap akan terhadap tubuh,
lingkungan serta terhadap penyakit.
5) Harga diri
biasanya klien berduka dan kehilangan berhubungan dengan orang lain
seta penilaian dan penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupan.
8. Analisa Data
NO DATA MASALAH
1 DS : Berduka disfungsional
Biasanya klien merasa putus asa dan kesepian
Biasanya klien kesulitan mengekspresikan
perasaan
Biasanya klien mengalami konsentrasi
menurun
Biasanya klien mengeluh tidak bisa tidur
Biasanya klien mengeluh tidak nafsu makan
DO :
Biasanya klien tampak sedih dan menangis
Biasanya klien tampak putus asa dan kesepian
Biasanya klien tampak adanya perubahan
dalam kebiasaan makan, pola tidur dan tingkat
aktivitas
Reaksi emosional klien biasanya tampak
melambat
Biasanya klien tampak murah berlebihan
KERJA:
“apa yang membuat bapak kesal? Apa yang bapak rasakan saat kesal? Dan apa yang telah
bapak lakukan? Baik, ada beberapa cara untuk mereda kekesalan bapak yaitu tarik nafas
dalam yaitu dengan cara menarik nafas dalam dari hidung perlahan rasakan udara yang
masuk keparu bapak kemudian bapak tahan sekitar 3 detik kemudian bapak hembuskan
melalui mulut, baik saya akan mempraktekkan nya caranya. Setelah saya praktekkan
bapak bisa lakukan sendirikan coba bapak lakukan? Bagaimana bapak apakah perasaan
bapak lebih baik sekarang? Selain cara yang tadi bapak juga bisa istigfar, berwudhu,
salat, dan bercakap-cakap. Bapak punya hobi olahraga? Nah itu juga dapat bapak
lakukan.”
TERMINASI:
“nah, kalau masih muncul rasa kesal? Coba lakuakn cara yang telah kita bahas tadi. Mau
coba cara yang mana? Mau dijadwalkan? Baiklah, dua hari lagi kita bertemu lagi. Sampai
jumpa.”
BAB III
PENUTUP
Meskipun tidak ada dua orang yang bereaksi sama terhadap kematian dan ajal,
namun respons fisiologis dan psikologis terhadap kematian, yang dikenal sebagai
berduka, telah digambarkan dalam tahapan-tahapan olah orang-orang terkenal seperti
Engel, Linderman, Parkes, Bolbey dan Kubler-Ross.
Berduka merupakan respons yang normal dan universal terhadap kehilangan yang
dialami melalui perasaan, perilaku dan penderitaan emosional. Berduka adalah proses
pergeseran melewati nyeri akibat kehilangan. Kehilangan kesehatan, teman, kerabat,
pekerjaan dan keamanan finansial merupakan sebagian dari kehilangan kumulatif yang
menyebabkan berduka pada lansia. Periode berduka adalah waktu penyembuhan, adaptasi
dan pertumbuhan.
Meskipun banyak orang yang setuju terhadap kesamaan proses berduka, namun ada
juga yang mernyetujui bahwa setiap orang melewati proses berduka secara berbeda.
Namun, menggambarkan serangkaian fase yang mencirikan reaksi berduka merupakan
hal yang mungkin untuk dilakukan. Fase-fase ini mencakup syok awal dan rasa tidak
percaya, yang menyebabkan kesadaran dan kemudian protes, yang akhirnya
menyebabkan reorganisasi dan restitusi.
Asuhan keperawatan untuk pasien dan pemberi perawatan yang berduka memerlukan
rasa saling memberi yang sensitif, peduli dan empati. Berbagi pendapat, perasaan dan
ketenangan merupakan intervensi keperawatan yang tepat. Bimbingan keperawatan
adaptif dapat membantu mempersiapkan orang yang menjelang ajal untuk menghadapi
nyeri dan perasaan alamiah mereka yang berhubungan dengan proses berduka.