Anda di halaman 1dari 24

A.

KONSEP DASAR HALUSINASI


1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya
rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”,
halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita
yang “teresepsi” (Yosep,2010).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya
stimulus yang nyata, artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata
tanpa stimulus dari luar. (Stuart and Laraia, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi klien yang
mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang hal-hal
yang membahayakan). (Trimelia, 2012)

2. Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan proses


Persepsi akurat Ilusi pikir
Emosi konsisten Reaksi emosi Waham
dengan pengalaman berlebihan atau Perilaku
Perilaku sesuai kurang disorganisasi
Hubungan sosial Perilaku aneh atau Isolasi sosial
a. Respon Adaptif tidak biasa
Menarik diri
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut, respon adaptif:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b. Respon psikososial
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
3. Etiologi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya
kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP).
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya
neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan
acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang  tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami
gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor
keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2) Faktor presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam
waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan  penyebab  halusinasi  terjadi. Isi 
dari  halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego
seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego itu sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan
interaksi sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan
untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan memburuk.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan
halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Bicara sendiri.
2) Senyum sendiri.
3) Ketawa sendiri.
4) Menggerakkan bibir tanpa suara.
5) Pergerakan mata yang cepat
6) Respon verbal yang lambat.
7) Menarik diri dari orang lain.
8) Berusaha untuk menghindari orang lain.
9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik.
12) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13) Sulit berhubungan dengan orang lain.
14) Ekspresi muka tegang.
15) Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17) Tampak tremor dan berkeringat.
18) Perilaku panik.
19) Agitasi dan kataton.
20) Curiga dan bermusuhan.
21) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22) Ketakutan.
23) Tidak dapat mengurus diri.
24) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

5. Fase-fase Halusinasi
Menurut Yosep (2010) tahap halusinasi ada lima fase yaitu:

Tahap halusinasi Karakteristik

Stage I: Slep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin


menghindari lingkungan, takut diketahui orang
Fase awal seeprang sebelum lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah
muncul halusinasi makin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, minsalnya kekasih hamil, terlibat
narkoba, dihianati kekasih, masalah kekampus,
drop out, dst. Masalah terasa menekan karena
teraakumulasi sedangkan support sistem
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat
buruk. Sulit idur berlngsung terus menerus
sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut
sebagai pemecahan masalah.

Stage II: Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti


adanya perasaaan yang cemas, kesepian,
Halusinasi secara umum dia perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba
terima sebagai sesuatu yang memusatkan pemikiran pada timbulnya
alami kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman
pikiran dan sensorinya dapat dia control bila
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecendrungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya.

Stage III: Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering


adatang dan mengalami biasa. Klien mulai
Secara umum halusinasi merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan
mendatanngi klien mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya
gengan objek yng dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari oang lain, dengn intensitas
waktu yang lama.

Stage IV: Controling Severa Klien mencoba melawan suara-suara atau


Level Of Anxiety sensori abnormalyang datang. Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya
Fugsi sensori menjadi tidak berakhir. Dari sinilah mulai fase gangguan
releven dengan kenyataan pisikotik.

Stage V: Conquering Panic Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai


Level Of Anxiety terasa terancamengan datangnya suara-suara
terutama bila klien tidak dapat menuruti
Klien mengalami gangguan ancaman atau perintah yang ia dengar dari
dalam menilai lingkungannya halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung
selama minimal empat jam atau seharian bila
klien tidak mendapatkan komunikasi
terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.

6. Jenis-jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis.
Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi
adalah sebagai berikut:
1) Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau
suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar
sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara
tersebut ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik) 
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
3) Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu
dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada
penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap
penderita sebagai kombinasi moral
4) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang
bergerak di bawah kulit.
6) Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7) Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang
atau anggota badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom
phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak
(phantom limb).
8) Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada.
b. Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya
yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala
sesuatu yang dialaminya seperti impian.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1) Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
- Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5
mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam.
Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau
3x5 mg.
- Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/
Promactile. Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut
biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi sudah stabil
dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja
(Yosep, 2011).
b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran
listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila
menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan penderita untuk mengadakan permainan atau
pelatihan bersama (Maramis, 2005).
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan
Halusinasi yaitu ( Keliat, 2010):
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini,
diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan
persepsi. Stimulus yang disediakan : baca
artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan
stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu
yang menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive atau
distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan,
pandangan negative pada orang lain dan halusinasi. Kemudian
dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien.
Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus
yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal
(ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan
perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang
digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi,
menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai
sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat
digunakan sebagai stimulus.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Klien yang mengalami halusinasi sukar mengontrol diri dan susah
berhubungan dengan orang lain. Untuk itu, perawat harus mempunyai
kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi
perasaan sensitif sehingga dapat memakai dirinya secara terapeutik dalam
merawat klien. Dalam memberikan asuhan keperawatan pasien, perawat
harus jujur, empati, terbuka dan penuh penghargaan, tidak larut dalam
halusinasi klien dan tidak menyangkal.
1. Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya,
dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar
memudahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi:
1) Identitas klien
2) Keluhan utama atau alasan masuk
3) Faktor predisposisi
4) Aspek fisik atau biologis
5) Aspek psikososial
6) Status mental
7) Kebutuhan persiapan pulang
8) Mekanisme koping
9) Masalah psikososial dan lingkungan
10) Pengetahuan
11) Aspek medik
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua
macam sebagai berikut:
1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien
dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada
klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut
sebagai data perimer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim
kesehatan lain sebagai data sekunder.

Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri,
orang lain, lingkungan, dan verbal

Effect

Gangguan persepsi sensori: halusinasi

Core Problem

Isolasi sosial

Causa
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2) Isolasi sosial
3) Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal.
3. Intervensi Keperawatan klien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Diagnosa Perencanaan
Tgl DX Keperawatan Intervensi Rasional
Pasien Tujuan Kriteria Evaluasi
1. Klien dapat 1.1 Ekspresi wajah 1.1.1 Bina hubungan
1 Gangguan persepsi membina bersahabat, saling percaya dengan Hubungan saling
sensori: halusinasi hubungan saling menunjukkan rasa mengungkapkan prinsip percaya
percaya senang, ada komunikasi terapeutik merupakan dasar
kontak mata, mau a. Sapa klien dengan untuk kelancaran
berjabat tangan, ramah baik verbal hubungan saling
mau maupun nonverbal interaksi
menyebutkan b. Perkenalkan diri selanjutnya.
nama, mau dengan sopan
menjawab salam, c. Tanyakan nama
klien mau duduk lengkap klien dan nama
berdampingan panggilan yang disukai
dengan perawat, klien
mau d. Jelaskan tujuan
mengutarakan pertemuan
masalah yang e. Jujur dan menepati
dihadapi. janji
f. Tunjukkan sikap
empati dan menerima
klien apa adanya
g. Beri perhatian pada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien.
2.1.1 Adakah kontak sering
dan singkat secara Kontak sering tapi
bertahap singkat selain
membina
hubungan saling
percaya, juga
dapat
memutuskan
halusinasi.

2.1.2 Observasi tingkah Mengenal


laku klien terkait perilaku pada saat
dengan halusinasinya; halusinasi timbul
2.1 Klien dapat bicara dan tertawa memudahkan
menyebutkan tanpa stimulus, perawat dalam
2. Klien dapat waktu, isi, memandang ke kiri melakukan
mengenali frekuensi atau kanan atau intervensi.
halusinasinya timbulnya kedepan seolah-olah
halusinasi ada, teman bicara.

2.2 Klien dapat


mengungkapkan Mengenal
perasaan terhadap 2.1.3bantu klien mengenali halusinasi
halusinasi. halusinasinya. memungkinkan
a. Jika menemukan yang klien untuk
sedang halusinasi, menghindarkan
tanyakan apakah ada faktor pencetus
suara yang didengar.
b. Jika klien menjawab timbulnya
ada, lanjutkan apa halusinasi.
yang dikatakan.
c. Katakan bahwa
perawat percaya klien
mendengar suara itu,
namun perawat sendiri
tidak mendengarnya
dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi.

2.1.4 Diskusikan dengan Dengan


klien mengetahui
a. situasi yang waktu, isi dan
menimbulkan atau frekuensi
tidak menimbulkan munculnya
halusinasi. halusinasi
b. Waktu dan frekuensi mempermudah
terjadinya halusinasi tindakan
(Pagi, Siang, Sore dan keperawatan klien
Malam atau jika yang akan
sendiri, jengkel atau dilakukan perawat
sedih)
2.1.5 Diskusikan dengan
klien apa yang Untuk
dirasakan jika terjadi mengidentifikasi
halusinasi (marah atau pengaruh
takut, sedih, senang) halusinasi klien
beri kesempatan
mengungkapkan
perasaannya.

3.1.1Identifikasi bersama Upaya untuk


klien cara tindakan memutuskan
yang dilakukan jika siklus halusinasi
terjadi halusinasi sehingga
(tidur, marah, halusinasi tidak
menyibukkan diri dll). berlanjut.

3.1.2Diskusikan manfaat
cara yang dilakukan
klien, jika bermanfaat
beri pujian. Reinforcement
3.1.3Diskusikan cara baru positif akan
untuk memutus atau meningkatkan
mengontrol halusinasi: harga diri klien.
a. Katakan “Saya
tidak mau dengar
kamu” (pada saat
halusinasi terjadi) Memberikan
b. Menemui orang lain alternatif pilihan
(perawat/teman/ang bagi klien untuk
gota keluarga) mengontrol
untuk bercakap- halusinasi
cakap atau
mengatakan
halusinasi yang
terdengar.
c. Membuat jadwal
kegiatan sehari-hari
agar halusinasi
tidak muncul
d. Minta
keluarga/teman/
perawat jika
nampak bicara
sendiri.

3.1.4Bantu klien memilih


dan melatih cara
memutus halusinasi
secara bertahap.
4.1.1 Anjurkan klien untuk
3.1Klien dapat memberi tahu keluarga Memotivasi dapat
menyebutkan jika mengalami meningkatkan
tindakan yang halusinasi kegiatan klien
biasa dilakukan untuk mencoba
untuk memilih salah
mengendalikan satu cara
halusinasinya. 4.1.2 Diskusikan dengan mengendalikan
keluarga (pada saat halusinasi dan
3. Klien dapat berkunjungan/pada dapat
mengontrol saat kunjungan meningkatkan
3.2Klien dapat
halusinasinya rumah).
menyebutkan cara harga diri klien.
baru a. Gejala halusinasi
yang dialami klien
b. Cara yang dapat Untuk
3.3 Klien dapat dilakukan klien dan mendapatkan
memilih cara keluarga untuk bantuan keluarga
mengatasi memutus halusinasi mengontrol
halusinasi seperti c. Cara merawat halusinasi.
yang telah anggota keluarga
didiskusikan untuk memutus Untuk
dengan klien halusinasi di rumah, mengetahui
beri kegiatan, jangan pengetahuan
biarkan sendiri, keluarga dan
makan bersama, meningkatkan
berpergian bersama. kemampuan
d. Beri informasi waktu pengetahuan
Follow up atau kapan tentang
perlu mendapat
bantuan: halusinasi halusinasi.
terkontrol dan risiko
mencedrai orang lain.

5.1.1 Diskusikan dengan


klien dan keluarga
tentang dosis,
frekuensi manfaat
obat.

5.1.2 Anjurkan klien minta


sendiri obat pada
perawat dan
merasakan
manfaatnya

5.1.3 Anjurkan klien bicara


dengan dokter
tentang manfaat dan
efek samping obat
yang dirasakan.
Dengan
menyebutkan
dosis frekuensi
5.1.4 Diskusikan akibat dan manfaat obat.
berhenti minum obat
tanpa konsultasi.

5.1.5 Bantu klien Diharapkan klien


menggunakan obat melaksanakan
dengan prinsip 5 benar program
pengobatan.
Menilai
kemampuan klien
dalam
pengobatannya
sendiri.

Dengan
mengetahui efek
samping obat
klien akan tahu
apa yang harus
dilakukan setelah
minum obat.

4.1 klien dapat


Program
membina
pengobatan dapat
hubungan saling
berjalan sesuai
percaya dengan
rencana
perawat.
4.2 Keluarga dapat Dengan
menyebutkan mengetahui
pengertian untuk prinsip
mengendalikan penggunaan obat,
halusinasi maka
kemandirian klien
untuk pengobatan
4. Klien dapat dapat
dukungan dari ditingkatkan
keluarga dalam secara bertahap.
mengontrol
halusinasi
5.1 Klien dan
keluarga dapat
5. Klen dapat menyebutkan
memanfaatkan manfaat, dosis
obat dengan baik dan efek samping
obat.
5.2 Klien dapat
mendemonstrasik
an penggunaan
obat secara benar
5.3 Klien dapat
informasi tentang
efek samping
obat
5.4 Klien dapat
memahami akibat
berhenti minum
obat.
5.5 Klien dapat
menyebutkan
prinsip 5 benar
penggunaan obat

Anda mungkin juga menyukai