Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN KATARAK

Disusun Oleh :

Kelompok V

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI

2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Katarak merupakan penyakit pada usia lanjut akibat proses
penuaan, saat kelahiran (katarak kongenital) dan dapat juga berhubungan
dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
dalam jangka panjang, adanya penyakit sistemik seperti diabetes atau
hipoparatiroidisme (Tamsuri, 2010). Pembentukan katarak ditandai adanya
sembab lensa, perubahan protein, nekrosis, dan terganggunya
keseimbangan normal serabut-serabut lensa. Kekeruhan lensa ini juga
mengakibatkan lensa transparan sehingga pupil akan berwarna putih atau
abu-abu, yang mana dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa
seperti korteks dan nukleus. Katarak dapat mengakibatkan bermacam-
macam komplikasi pada penyakit mata seperti glaukoma ablasio, uveitis,
retinitis pigmentosa, dan kebutaan (Ilyas, 2010).

World Health Organization (WHO) mengumpulkan data kebutaan


dan gangguan penglihatan yang ditetapkan melalui Global Action Plan
(GAP) 2014-2019 merupakan survey berbasis populasi untuk penderita
kebutaan dan gangguan penglihatan dan layanan perawatan mata pada
orang-orang berusia 50 tahun keatas. Hasil survey ini melalui Rapid
Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) memberikan hasil prevalensi
kebutaan sekitar 85% terdapat pada usia 50 tahun. Hasil survey ini juga
menemukan bahwa gangguan penglihatan tersebut penyebab utamanya
adalah output dan kualitas layanan perawatan mata, cakupan bedah katarak
dan indikator lain dari layanan perawatan mata didaerah geografis tertentu.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memiliki catatan tentang kondisi
kebutaan di masyarakat di negara-negara berkembang. Data tahun 2010
terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, sebanyak 60 % berada di
negara miskin atau berkembang seperti Indonesia. Indonesia berada
diurutan ketiga di dunia dengan terdapat angka kebutaan sebesar 1,47 %
menurut catata WHO (Depkes RI, 2011).

Di Indonesia, katarak merupakan penyebab utama kebutaan,


prevalensi kebutaan pada usia 55-65 tahun sebesar 1,1%, usia 65-75 tahun
sebesar 3,5%, dan usia 75 tahun keatas 8,4%. Prevalensi kebutaaan diusia
lanjut masih jauh diatas 0,5% yang berarti masih menjadi masalah
kesehatan (Kompasiana, 2014).Kebutaan karena katarak merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Untuk mengatasi masalah katarak ini tidak
ada terapi obat tetes, salaf tertentu dalam pengobatan kecuali melalui
operasi (pembedahan). Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang
memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun untuk keamanan,
yang mana pembedahan katarak paling sering dilakukan orang berusia
lebih dari 65 tahun.

Perawatan post operasi katarak sangatlah penting diperhatikan,


karena keberhasilan dari operasi katarak tidak luput juga dari kepatuhan
pasien terhadap perawatan pasca operasi. kepatuhan pasien adalah sejauh
mana prilaku pasien sesuai dengan ketentuan atau instruksi yang diberikan
oleh profesional kesehatan. Pada pasien post operasi katarak sangat
dianjurkan pasien untuk patuh terhadap ketentuan atau aturan-aturan di
rumah sakit yang sesuai dengan protap atau prosedur untuk menghindari
terjadinya komplikasi pada mata seperti terjadinya infeksi atau dislokasi
lensa. Prosedur yang dilakuka sebelum pasien pulang, perawat mengganti
verban mata pasien terlebih dahulu dengan menanyakan kepada pasien
dengan siapa klien tersebut tinggal setelah pulang dari rumah sakit.

B. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan pasien terhadap perwatan post operasi katarak
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan pasien tentang
perawatan post operasi katarak.
b) Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan
pasien terhadap perawatan post operasi katarak.
c) Mengetahui hubungan sikap dengan kepatuhan pasien
terhadap perawatan post operasi katarak.
d) Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien terhadap perawatan post operasi katarak.

C. MANFAAT
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan aturan perawatan pasien di
rumah terhadap post operasi katarak agar tidak terjadinya infeksi dan
sebagai bahan pengembangan diri, kemampuan dan menambah wawasan,
ilmu pengetahuan khususnya tentang Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan pasien terhadap perwatan post operasi katarak.

BAB II

KONSEP PENYAKIT

A. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Mata
a. Struktur mata eksternal
1) Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi
bulu. Alis dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya serta
berfungsi melindungi mata dari sinar matahari.
2) Kelompak Mata
Kelopak mata merupakan dua buah lipatan muskulofibrosa yang
dapat digerakkan, dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi
dan meratakan air mata ke permukaan bola mata dan
mengontrol banyaknya sinar yan masuk. Kelopak tersusun oleh
kulit tanpa lemak subkutis. Batas kelopak mata berakhir pada
plat tarsal, terletak pada batas kelopak. Sisi bawah kelopak mata
dilapisi oleh konjungtiva.
3) Bulu Mata
Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.

b. Struktur Mata Internal


1) Sklera
Lapisan paling luar dan kuat ( bagian “putih” mata). Bila sklera
mengalami penipisan maka warnanya akan berubah menjadi
kebiruan. Dibagian posterior, sklera mempunyai lubang yang
dilalui saraf optikus dan pembuluh darah retina sentralis.
2) Khoroid
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan
ranting-ranting arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis
interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris yang berlubang
ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik) mata. Selaput
berpigmen sebelah belakang iris memancarkan warnanya dan
dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu
berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Khoroid
bersambung pada bagian depannya dengan iris, dan tepat
dibelakang iris. Selaput ini menebal guna membentuk korpus
siliare sehingga terletak antara khoroid dan iris.
3) Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan
serabut, yaitu sel-sel saraf batang dan kerucut. Semuanya
termasuk dalam konstruksi retina yang merupakan jaringan
saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju
jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar
menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf
optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh
karena tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada
retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap
diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat pupil.
4) Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung
dengan sklera yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea
terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah epithelium
berlapis yang tersambung dengan konjungtiva.
5) Bilik Anterior ( kamera okuli anterior)
Terletak antara kornea dan iris.
6) Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput
khoroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar (otot
polos). Kelompok yang satu mengecilkan ukuran pupil,
sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu
sendiri.
7) Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah
dalam iris, dimana cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.
8) Bilik posterior ( kamera okuli posterior)
Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik
posterior yang diisi dengan aqueus humor.
9) Aqueus humor
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke
dalam aliran darah pada sudut iris dan kornea melalui vena
halus yang dikenal sebagai Saluran Schlemm.
10) Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan
transparan. Tebalnya ±4 mm dan diameternya 9 mm.
Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula zinni)
yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah
anterior lensa terdapat humor aqueus dan disebelah posterior
terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah
membransemipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit.
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus
lensa lebihkeras daripada korteks nya.
11) Vitreus humor
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga
retina yang diisi dengan cairan penuh albumen berwarna
keputih-putihan seperti agar-agar. Berfungsi untuk memberi
bentuk dan kekokohan pada mata, serta mempertahankan
hubungan antara retina dengan selaput khoroid dan sklerotik.

2. Fisiologi mata
Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf
sensorik untuk penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion
dalam retina yang bergabung untuk membentuk saraf optikus.
Saraf ini bergerak ke belakang secara medial dan melintasi kanalis
optikus, memasuki rongga craniumlantas kemudian menuju
khiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki 3pembungkus yang
serupa dengan yang ada pada meningen otak. Lapisanluarnya kuat
dan fibrus serta bergabung dengan sclera, lapisan tengahhalus
seperti arakhnoid, sementara lapisan dalam adalah
vakuler(mengandung banyak pembuluh darah). Pada saat serabut-
serabut itu mencapai khiasma optikum, maka separuh dari serabut-
serabut itu akanmenuju ke traktus optikus sisi seberangnya,
sementara separuhnya lagimenuju traktus optikus sisi yang sama.
Dengan perantara serabut-serabutini, maka setiap serabut nervus
optikus dihubungkan dengan kedua sisiotak sehingga indera
penglihatan menerima rangsangan berkas-berkascahaya pada
retina. Pusat visual terletak pada kortex lobus oksipitalis otak
Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya
pada retina dengan perantaraan serabut nervus optikus,
menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak
untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan
bayangan yang difokuskan pada retina. Bayangan itu akan
menembus dan diubah oleh kornea, lensa badan aqueus dan
vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan
pada retina, bersatu menangkap sebuah titik bayangan yang
difokuskan. Gangguan lensa adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi,
dan anomali geometric. Pasien yang mengalami gangguan-
gangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa rasa
nyeri.
a. Pembentukan bayangan
Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari
bayangan objek di retina. Bayangan dalam fovea di retina
selalu lebih kecil dan terbalik dari objek nyata. Bayangan yang
jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik
reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua dimensi ke otak
untuk direkonstruksikan menjadi bayangan tiga dimensi.
Pembentukan bayangan abnormalterjadi jika bola mata terlalu
panjang dan berbentuk elips, titik fokus jatuh didepan retina
sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk melihat lebih jelas
harus mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu
dengan lensa bikonkaf yang memberi cahaya divergen sebelum
masuk mata. Pada hipermetropia, titik fokus jatuhdibelakang
retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa bikonveks. Sedangkan
pada presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia yang
kehilangan kekenyalan lensa.
b. Respon bola mata terhadap benda
Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang,
lensa tertarik sehingga bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan
memperpanjang jarak fokus. Bila benda dekat dengan mata
maka otot akan berkontraksi agar lengkung lensa meningkat.
Jika benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi agar pipih
supaya bayangan benda pada retina menjadi tajam. Akomodasi
mengubah ukuran pupil, kontraksi iris membuat pupil mengecil
dan melebar. Jika sinar terlalu banyak maka pupil menyempit
agar sinar tidak seluruhnya masuk ke dalam mata. Dalam
keadaan gelap pupil melebar agar sinar banyak yang ditangkap.
Dalam hal melihat benda, jika mata melihat jauh kemudian
melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi peningkatan
ke dalam lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh
mekanisme umpan balik negatif secara otomatis.
c. Lintasan penglihatan
Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke
belakang melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus,
serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan serabut yang
berasal dari retina. Otak menggunakan visual sebagai informasi
untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian korteks
visual ini membentuk gambar tiga dimensi. Gambar yang ada
pada retina di traktus optikus disampaikan secara tepat ke
korteks jika seseorang kehilangan lapang pandang sebagian
besar dapat dilacak lokasi kerusakan di otak yang bertanggung
jawab atas lapang pandang.

B. DEFINISI PENYAKIT
Katarak merupakan kekeruhanlensa mata atau kapsul lensa yang
mengubah gambaran yang diproyeksikan pada retina Kelainan ini bukan
suatu tumor atau pertumbuhan jaringan di dalam mata,akan tetapi keadaan
lensa yang menjadi berkabut. Katarak sendiri diumpamakan seperti
penglihatan yg tertutup airterjun akibat kerunhya lensa biasanya kekeruhan
mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama. (Menurut Nugroho 2011).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya
jernih.Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat
kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma
mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
penyakitsistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama,
atau kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001) Hal
1996.
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang
biasanyajernih dan bening menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata
Yunani cataracta yang berarti air terjun. Hal ini disebabkan karena pasien
katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun
didepan matanya (Ilyas, 2006) hal 2.
Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah kekeruhan lensa
yangnormalnya transparan dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat
disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.

C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi katarak di Indonesia dalam Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 adalah sebesar 1.8%, tertinggi di Provinsi
Sulawesi Utara (3.7%) dan terendah di DKI Jakarta (0.9%). Sedangkan
prevalensi katarak di Sumatera Utara sebesar 1.4%. (KEMENKES 2013)
Menurut World Health Organization (WHO) katarak merupakan
penyebab utama kebutaan dan gangguan tajam penglihatan di dunia.
Tahun 2002 WHO memperkirakan sekitar 17 juta (47.8%) (Oliver
j,Cassidy L, 2005)
The Beaver Dam Eye Study, melaporkan 38.8% pada laki-laki, dan
45.9% pada wanita dengan usia lebih dari 74 tahun. Menurut Baltimore
eye survey katarak pada ras kaukasian. (American Academy of
Ophthalmology 11 2011-2012).
Sebanyak 95% penduduk yang berusia 65 tahun telah mengalami
berbagai tingkat kekeruhan pada lensa. Sejumlah kecil berhubungan
dengan penyakit mata atau penyakit sistemik spesifik. Dapat juga terjadi
sebagai akibat pajanan kumulatif tehadap pengaruh lingkungan dan
pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi UV, dan peningkatan kadar gula
darah. Pasien dengan DM 4.9 kali lebih tinggi resiko terjdi katarak.
Penelitian menunjukkan bahwa 31.4% pasien katarak menderita
diabetes. (Arimbi 2012) (Tana, Rifati, & Kristanto, 2009).UK prospective
Diabetes Study Group menyatakan bahwa katarak diderita oleh sekitar
15% individu yang menderita DM tipe 2 dan sering ditemukan pada saat
diagnosis ditegakkan. (Rizkawati, 2012)

D. ETIOLOGI
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak
bisamengalami katarak yang biasanya merupakan penyakit yang
diturunkan,peradangan di dalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai
katarakkongenital. Lensa mata mempunyai bagian yang disebut
pembungkus lensaatau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara
nukleus lensa atau intilensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja
nukleus bersifat lembeksedang pada orang tua nukleus ini menjadi keras.
Katarak dapat mulai darinukleus, korteks, dan subkapsularis lensa.Dengan
menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air
danmenjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian
tengahnya,sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang.
Hal ini mulaiterlihat pada usia 45 tahun dimana mulai timbul kesukaran
melihat dekat(presbiopia). Pada usia 60 tahun hampir 60% mulai
mengalami katarak atau lensa keruh. Katarak biasanya berkembang pada
kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-kadang
penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang sebelahnya.
Perkembangan katarak untuk menjadi berat memakan waktu dalam bulan
hingga tahun.

Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak


lebihcepat. Faktor lain dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya
kekeruhan lensa sepertidiabetes melitus, obat tertentu, sinar ultra violet B
dari cahaya matahari, efek racun dari merokok, dan alkohol, gizi kurang
vitamin E, dan radang menahun di dalam bola mata. Obat tertentu dapat
mempercepat timbulnya katarak seperti betametason, klorokuin,
klorpromazin, kortison, ergotamin, indometasin, medrison, neostigmin,
pilokarpin dan beberapa obatlainnya. Penyakit infeksi tertentu dan
penyakit seperti diabetes melitus dapat mengakibatkan timbulnya
kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata (Ilyas, 2006)
.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan


yangberbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik,
seperti diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses
penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik
ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa
dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.
Faktor yang paling seringberperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan,alkohol, merokok, diabetes, dan
asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Smeltzer, 2011).

E. PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada
zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan
yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika
seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital
dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor
yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
ultraviolet B, obatobatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002).

F. PATHWAY

Usia lanjut Kongenital Cedera mata Penyakit


dan proses atau biasa metabolik
Nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan

Perubahan fisik (perubahan pada serabut halus


multiple (zunula) yang memanjang dari badan
KURANG silvel kesekitr daerah lensa)
PENGETAHUAN
Hilangnya tranparansi lensa

Tidak mengenal Perubahan kimia dalam


sumber informasi protein

Koagulasi
Kurang terpapar terhadap
informasi
Gangguan penerimaan Mengabutkan
sensori visual
CEMAS
Terputusnya protein lensa
disertai influks air ke
Menurunnya dalam lensa
ketajaman mata
Prosedur invasive
Usia meningkat pengangkatan
GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI VISUAL
ATAU PENGLIHATAN Penurunana enzim
RISIKO TINGGI
INFEKSI
Degenerasi pada lensa

KATARAK

Post op NYERI
G. MANIFESTASI KLINIS
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif.
Biasanya,pasien melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan,
silau, dangangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan
karenakehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi
pengembunanseperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak denganoftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan danbukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi
bayangan terfokus padaretina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau
redup, menyilaukan yangmenjengkelkan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat di malam hari.Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih.Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun , dan ketika kataraksudah sangat memburuk, lensa koreksi
yang lebih kuat pun tak akan mampumemperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan
strategiuntuk menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh
cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan
rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka.
Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan
menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari
(Smeltzer, 2001).
Menurut (Manshoer, 2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium
yaitu: insipiens, matur, imatur, dan hipematur.
Insipiens Matur Imatur Hipematur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
deapan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis,
Glaukoma

H. KLASIFIKASI
Menurut Dale Vaughan (2000), katarak dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai.
Satusatunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang
semakin kabur.
2. Katarak anak- anaK
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera
sesudahnya. Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang lain
disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau beerkaitan
dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait
dengan sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan
oleh trauma, baik tumpul maupun tembus. Penyyebab lain adalah
uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatic
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda
asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi
putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul
lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum
masuk kedalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit
intraocular pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub
kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa.
Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma,
retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
5. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik
berikut: diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik,
dermatitis atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau
Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an
sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan
untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam
waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang
dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat
katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya
ekstraksi katarak ekstrakapsular.

I. GEJALA KLINIS
Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan
dijumpai pada pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering
dikeluhkan adalah silau, diploplia monokuler atau polypia, halo, distorsi,
penurunan tajam penglihatan, sensitivitas kontras, dan myopic shift.
Silau, pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi
keparahannya mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan
yang terang hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu
mobil atau kondisi serupa di malam hari. Keluhan ini khususnya dijumpai
pada tipe katarak posterior subkapsular (American Academy of
Ophtalmology, 2007-2008). Pemeriksaan silau (tes glare) dilakukan untuk
mengetahui derajat gangguan penglihatan yang disebabkan oleh sumber
cahaya yang diletakkan di dalam lapang pandang pasien (American
Academy of Ophtalmology, 2007-2008).
Diplopia monokular atau polypia, terkadang perubahan nuklear
terletak pada lapisan dalam nukleus lensa, menyebabkan daerah pembiasan
multipel di tengah lensa. Daerah ini dapat dilihat dengan refleks merah
retinoskopi atau oftalmoskopi direk (American Academy of Ophtalmology,
2007-2008).
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya
sinar putih menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan
air dalam lensa (Khurana, 2007).
Distorsi, katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan
bergelombang. Sering dijumpai pada stadium awal katarak (Khurana,
2007).
Penurunan tajam penglihatan, katarak menyebabkan penurunan
penglihatan progresif tanpa rasa nyeri (Khurana, 2007). Umumnya pasien
katarak menceritakan riwayat klinisnya langsung tepat sasaran, dan pasien
menceritakan kepada dokter mata, aktivitas apa saja yang terganggu.
Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan penglihatan
setelah dilakukan pemeriksaan (American Academy of Ophtalmology,
2007-2008). Setiap tipe katarak biasanya mempunyai gejala gangguan
penglihatan yang berbeda-beda, tergantung pada cahaya, ukuran pupil, dan
derajat miopia. Setelah didapat riwayat penyakit, maka pasien harus
dilakukan pemeriksaan penglihatan lengkap, dimulai dengan refraksi.
Perkembangan katarak nuklear sklerotik dapat meningkatkan dioptri lensa,
sehingga terjadi miopia ringan hingga sedang (American Academy of
Ophtalmology, 2007-2008).
Sensitivitas kontras mengukur kemampuan pasien untuk
mendeteksi variasi tersamar dalam bayangan dengan menggunakan benda
yang bervariasi dalam hal kontras, luminance, dan frekuensi spasial.
Sensitivitas kontras dapat menunjukkanpenurunan fungsi penglihatan yang
tidak terdeteksi dengan Snellen chart. Namun, hal tersebut bukanlah
indikator spesifik hilangnya tajam penglihatan oleh karena katarak
(American Academy of Ophtalmology, 2007-2008).
Myopic shift, perkembangan katarak dapat terjadi peningkatan
dioptri kekuatan lensa, yang umumnya menyebabkan miopia ringan atau
sedang (American Academy of Ophtalmology, 2007-2008). Umumnya,
pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan
dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat peningkatan kekuatan
refraktif lensa nuklear sklerotik, sehingga kacamata baca atau bifokal tidak
diperlukan lagi. Perubahan ini disebut ”second sight” (Langston, 2008).

J. KOMPLIKASI
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa
glaucoma dan uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan
intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak
teratasi (Doenges, 2000). Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur
traktus uvea (Smeltzer, 2002).
Sedangkan komplikasi yang dapat timbul jika dilakukan tindakan
operasi adalah sebagai berikut.
1.      Hilangnya vitreous
Hal ini dapat terjadi apabila kapsul posterior mengalami kerusakan
selama operasi, yang mengakibatkan gel vitreous dapat masuk ke
dalam bilik anterior.
2.      Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode
pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada
lokasi insisi, dan pupil mengalami distorsi. Keadaan ini
membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3.      Endoftalmitis
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang
terjadi (kurang dari 0,3%). Pasien datang dengan keluhan mata
merah yang terasa nyeri, penurunan tajam pengelihatan (biasanya
dalam beberapa hari setelah pembedahan), pengumpalan sel darah
putih di bilik anterior.
4.      Astigmatisme pascaoperasi
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk
mengurangi astigatisme kornea.

5.      Edema makular sistoid


Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai
hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat
menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
6.      Ablasio retina
Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan
dengan rendahya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini
bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
7.      Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang
pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu
bermigrasi melalui permukaannya. Pengelihatan menjadi kabur dan
mungkin didapatkan rasa silau.
8.      Resiko iritasi dan infeksi
Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan maka
jahitan dapat lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah
pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala hilang
dengan pengangkatan jahitan.

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
Uji laboratorium kultur dan smear kornea atau konjungtiva dapat
digunakan untuk mendiagnosa tentang infeksi. (Muttaqin dan Sari, 2009)
Slitlamp memungkinkan dapat digunakan untuk pemeriksaan struktur
anterior mata dalam gambaran mikroskopis. Dalam pemeriksaan mata
yang komprehensif perlu dilakukan pengkajian TIO (Tekanan Intra
Okuler).Alat yang dapat digunakan untuk mengukur TIO yaitu tonometer
schiotz. Pengukuran ini hanya dilakukan pada pasien yang berusia lebih
dari 40 tahun. Oftalmoskopi jugadapat digunakan untuk pemeriksaan mata
bagian dalam.
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan kecuali bila terdapat
dugaan penyakit sistemik yang harus dieksklusi atau katarak telah terjadi
sejak usia muda. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah
pemeriksaan sinar celah (slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila
mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedag yang
diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva,
karena dapat komplikasi yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan
fisik umum.
Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam pengelihatan
sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan
sebanding dengan turunnya tajam pengelihatan.

L. PENATALAKSANAAN
a. Extracapsular Cataract Ekstraktie (ECCE)
Korteks dan nucleus diangkat, kapsul posteriorditinggalkan untuk
mencegah prolaps viterus, untuk melindungi retina dari sinar
ultraviolet dan memberikan sokongan utuk implantasi lensa
intraokuler. ECCE paling sering dilakukan karena memungkinkan
dimasukannya lensa intraokuler ke dalamkapsul yang tersisa.
Setelah pembedahan diperlukan koreksi visus lebih lanjut. Visus
basanya pulih dalam tiga bulan setelah pembedahan. Tehnik yang
sering digunakan dalam ECCE adalah fakoemulsifikasi, jaringan
dihancurkan dan debris diangkat melalui pengisapan (suction)
(Istiqomah,2003).
b. Intracapsula Cataract Extractie (ICCE)
Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan
dari prosedur adalah kemudahan prosedur ini dilakukan, sedangkan
kerugiannya mata beresikotinggi mengalami retinal detachmentdan
mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa
intraokuler.Salahsatu tehnik ICCE adalah menggunakan
cryosurgery, lensa dibekukan dengan probe superdingin dan
kemudian diangkat. Menurut (Ilyas,2003) pembedahan dengan cara
ini mengurangi penyulit yang sering terjadi pada tehnik ECCE.
c. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Pada tekhnik ini insisi dilakukan di sklera sekitar 5.5mm – 7.0mm.
Keuntungan insisi pada sklera kedap air sehingga membuat katup
dan isi bola mata tidak prolaps keluar. Dan karena insisi yang
dibuat ukurannya lebih kecil dan lebih posterior, kurvatura kornea
hanya sedikit berubah.
d. Phacoemulsification
Merupakan salah satu tekhnik ekstraksi katarak ekstrakapsuler
yang berbeda dengan ekstraksi katarak ekstrakapsular standar
(dengan ekspresi dan pengangkatan nukleus yang lebar).
Sedangkan fakoemulsifikasi menggunakan insisi kecil, fragmentasi
nukleus secara ultrasonik dan aspirasi korteks lensa dengan
menggunakan alat fakoemulsifikasi. Secara teori operasi katarak
dengan fakoemulsifikasi mengalamiperkembangan yang cepat dan
telah mencapai taraf bedah refraktif oleh karena mempunyai
beberapa kelebihan yaitu rehabilitasi visus yang cepat, komplikasi
setelah operasi yang ringan, astigmatisma akibat operasi yang
minimal dan penyembuhan luka yang cepat. (American Academy
Of Ophthalmology 11 2011-2012)(Soekardi I, Hutauruk JA 2004)
(Timothy L.Jackson, Moorfields 2008).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. PENGKAJIAN
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali
masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk
menemukan masalah primer pasien, seperti: kesulitan
membaca, pandangan kabur,pandangan ganda, atau
hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus
menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata
atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita
kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting.
Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi
mata, penyakit apa yang terakhir diderita pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien.
Apakah ia mengenakan kacamata atau lensa kontak?,
apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada
jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca
atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah
membedakan warna atau masalah dengan penglihatan
lateral atau perifer?
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat
pertama atau kakek-nenek.
3. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti
mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak
hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan
oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan
pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak
didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi
steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan
lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat
ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa
menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
4. Perubahan pola fungsi
Yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah
Data sebagai berikut :
a. Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara
kesehatan, adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi
alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi
terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
b. Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan
aktifitas atau perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1=
dibantu sebagian, 2=perlu bantuan orang lain, 3= perlu
bantuan orang lain dan alat, 4=tergantung/ tidak mampu.
Skor dapat dinilai melalui :

Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi di
tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Belanja
Memasak
Merapikan
rumah

c. Pola istirahat tidur


Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada
kesulitan tidur seperti insomnia atau masalah lain. Apakah
saat tertidur sering terbangun.
d. Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada
anjuran diet apa yang telah diberikan. Kaji nafsu makan
pasien sebelum dan setelah sakit mengalami perubahan atau
tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan
berat badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.
e. Pola eliminas
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada
gangguan atau kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan
frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau
dan frekuensi.

e. Pola kognitif perseptual


Status mental pasien atau tingkat kesadaran,
kemampuan bicara, mendengar, melihat, membaca serta
kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri
karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
f. Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan
menerimanya seperti harga diri, ideal diri pasien dalam
hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.
g. Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara
pasien menerima dan menghadapi perubahan yang terjadi
pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit.
h. Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi
terakhir dan adakah masalh saat menstruasi.
i. Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas
bekerja, sistem pendukung dalam menghadapi masalah, dan
bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di
rumah sakit.
j. Pola nilai dan kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan atas sakit yang diderita.
B. DiagnosaKeperawatan
1. Pre Operasi
a. Gangguan persepsi sensori visual atau penglihatan berhubungan
dengan penurunan ketajaman penglihatan,penglihatan ganda.
b. Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan
kemungkinan kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.

2. Post operasi
a. Gangguan rasa nyaman berhubungan prosedur invasif.
b. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur
invasive (bedah pengangkatan).
c. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
C. INTERVENSI
1. PRE OPERASI

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC RASIONAL


1 Cemas berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Anxiety reduction a. Untuk
pembedahan yang akan dijalani keperawatan selama 3x24 (penurunan kecemasan) melakuakn
dan kemungkinan kegagalan jam diharapkan cemas pasien a. Gunakan pendekatan
untuk memperoleh penglihatan dapat berkurang. pendekatan yang terhadap pasien
kembali Noc label : menyenangkan agar dia tenang
a. Anxiety control b. Temani pasien b. Untuk dapat
b. Coping untuk memberikan memberikan
Dengan kriteria hasil : keamanan dan keamanan
a. Klien mampu mengurangi takut terhadap pasien
mengidentifikasi dan c. Identifikasi tingkat c. Untuk
mengungkapkan kecemasan mengetahui
gejala cemas d. Dorong pasien tingkat
b. Postur tubuh, untuk kecemasan
ekspresi wajah, mengungkapkan paien
bahasa tubuh dan perasaan ketakutan d. Untuk dapat
tingkat aktifitas mendorong
menunjukkan pasien dalam
berkurangnya mengungkapkan
kecemasan rasa takut
c. Mengidentifikasi
mengungkapkan dan
menunjukkan teknik
untuk mengontrol
cemas
2. Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan asuhan Fall prevention a. Untuk
visual atau penglihatan selama 3x24 jam diharapkan a. Identifikasi mengidentifikas
berhubungan dengan penglihatan pasien dapat kebiasaan dan i factor yang
penurunan ketajaman normal . factor yang mengakibatkan
Noc label : mengakibatkan risiko jatuh
fall prevention behavior risiko jatuh b. Untuk dapat
Dengan kriteria hasil : b. Identifikasi mengidentifikas
a. Penggunaan alat karakteristik i lingkungan
bantu dengan benar lingkungan yang yang aman
b. Tidak ada dapat meningkatkan c. Untuk dapat
penggunaan karpet terjadinya risiko membantu
c. Hindari barang- jatuh dalam berjalan
barang berserakan di c. Sediakan alat bantu d. Untuk dapat
lantai seperti memantau
(tongkat,walker) pasien
d. Anjurkan keluarga
untuk menyediakan
lantai rumah yang
tidak licin
3. Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan asuhan Pain management a. untuk dapat
berhubungan dengan prosedur keperawatan selama 3x24 a. lakukan pengkajian melakukan
infasif jam diharapkan pasien nyeri secara pengurangan
mengalami kenyamanan. kompherensif nyeri
Noc label : termasuk lokasi, b. untuk dapat
a. Pain control karakteristik, durasi, mengobservasi
b. Comfort level frekuensi, kualitas kenyamanan
Dengan kriteria hasil: b. observasi non c. untuk dapat
a. Mampu mengontrol verbal dari mengetahui
nyeri ketidaknyamanan tingakat
b. Menyatakan rasa c. tingkatkan istirahat istirahat
nyaman setelah nyeri
berkurang

4. Resiko tinggi terjadinya infeksi Setelah dilakukan asuhan Infection control a. Untuk
berhubungan dengan prosedur keperawatan selama 3x24 a. Bersihkan terciptanya
invasive jam diharapkantidak terjadi lingkungan setelah lingkungan
resiko infeksi. dipakai pasien lain pasien yang
Noc label : b. Batasi pengunjung bersih
a. Knowledge infection bila perlu b. untuk dapat
control c. Intruksikan mengontrol
b. Risk control pengunjung untuk lingkungan
Dengan kriteria hasil : mencuci tangan yang aseptic
a. Pasien bebas dari setelah berkunjung c. untuk
tanda dan gejala d. Pertahankan menghindari
infeksi lingkungan yang terjadinya
b. Menunjukkan aseptic infeksi
kemampuan untuk e. Ajarkan cara
mencegah timbulnya menghindari infeksi
infeksi
c. Mununjukkan
perilaku hidup sehat

5. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Menejemen nyeri


agen cedera fisik keperawatan selama 3x24 a. lakukan pengkajian a. untuk dapat
jam di harapkan nyeri nyeri secara melakukan
berkurang. kompherensif pengurangan
Noc label : termasuk lokasi, nyeri
a. Kontrol nyeri karakteristik, durasi, b. untuk dapat
- Mengenali kapan frekuensi, kualitas mengobservasi
nyeri terjadi b. observasi non kenyamanan
dipertahankan verbal dari c. untuk dapat
pada skala 2 ketidaknyamanan mengetahui
ditingkatkan pada c. tingkatkan istirahat tingakat
skala 4 istirahat
- Menggunakan peningkatan tidur
tindakan a. bantu untuk a. untuk
pencegahan menghilangkan menenangka
dipertahankan stres sebelum tidur n pikiran
pada skala 2 b. tentukan pola tidur pasien
ditingkatkan pada atau aktivitas b. untuk
skala 4 mentukan
b. Timgkat kecemasan pola tidur
- Perasaan gelisah pasien agar
dipertahankan lebih baik
pada skala 2
(cukup berat )
ditingkatkan pada
skala 4 (ringan)

- Gangguan tidur
dipertahankan
pada skala 2 di
tingkaya pada
skala 4
c. Pemulihan
pembedahan :
penyembuhan
- Tidur
dipertahankan
pada skala 2
ditingkatakan
pada skala 4
- Nyeri
dipertahankan
pada skala 2
ditingkatkan pada
skala 4
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

1. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(implementasi). Implementasi merupakan tahap proses keperawatan
dimana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan
tidak langsung pada klien. Tujuan dari implementasi adalah membantu
klien dalam pencapaian peningkatan kesehatan yang baik. (Nursalam .
2011)
2. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang
memungkinkan perawaat untuk menentukan apakah intervensi
keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien. Evaluasi adlah
langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak
Dalam evaluasi ada 2 jenis :
1. Evaluasi formatif : evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan
dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
2. Evaluasi somtif : evaluasi ini merupakan evaluasi akhir dimana
metode evaluasi ini menggunakan soap. (Asmadi 2008)
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.2009. Buku Saku patofisiologi . Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi
3.Jakarta :EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2009. Kapita Selekta Kodekteran. Edisi 3 jilid 1.
Jakarta: Media Aesculapis FKUI.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Samelter , Suzanne C. 2011.Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah
Brunner dan Suddarthi.Edisi 8. Alih Bahasa Oleh Agung
Waluyo. Jakarta: EGC.
Naughan, Dale. 2011. Oftamologi Umam. Alih Bahasa Jan Tambajong.
Jakarta: Widya Medika
Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.2012. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Carpenito, LJ. 2009. Diagnosis KeperawatanAplikasiPadapraktikKlinis.
Dialihbahasakan oleh Kadar KS.Jakarta: EGC.
Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Ilyas, S. 2012. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Universitas
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai