Anda di halaman 1dari 31

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA

PUSKESMAS BESOLE

PUSKESMAS BESOLE
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat
dan hidayatNya, sehingga penyusunan buku Pedoman Penanggulangan Puskesmas Besole
dapat diselesaikan dengan baik.

Bencana bisa terjadi dimana saja, baik di dalam Puskesmas maupun di luar puskesmas,
merupakan suatu potensi ataupun suatu resiko yang harus kita terima. Hal ini bisa terjadi
karena faktor alam, yang disebut bencana alam, serta bencana industri, yang disebabkan
karena human error, atau kecelakaan karena sifat bahan / material yang diolah dan sifat
pekerjaan yang mengandung sumber bahaya.
Dalam usaha efektivitas pelaksanaan penanggulangan bencana tersebut maka
dengan ini di susun buku Pedoman Penanggulangan Bencana yang diberlakukan di
Puskesmas Besole. Dengan tersusunnya buku Pedoman Pelayanan KB, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi
dalam penyususnan buku ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan
hidayaNya kepada kita semua.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
BAB II Batasan Disaster/Bencana 2
A. Pengertian 2
B. Kategori Bencana / Disaster 4
BAB III Staf dan Pimpinan 6
A. Kepengurusan 6
B. Masa Kerja 6
BAB IV Organisasi dan Tata Kerja 7
A. Kedudukan Tim Penanggulangan Bencana 7
B. Tugas Fungsi Dan Tanggung Jawab 7
C. Pengelolalaan Sdm 8
BAB V Perencanaan Logistik, Komunikasi, dan Koordinasi 11
A. Perencanaan Logistik 11
B. Perencanaan Komunikasi Dan Koordinasi Proses Pengaktifan Tim
Penanggulangan Bencana 12
C. Evaluasi 13
BAB VI Prosedur Penanggulangan Bencana di Puskesmas Penatalaksanaan Korban
Bencana Massal Puskesmas 14
A. Proses Penyiagaan 14
B. Penerimaan Korban 17
C. Evakuasi Sekunder 19
BAB VII Program Penanggulangan Bencana dari Luar Puskesmas 20
A. Metodologi 20
B. Organisasi 22
C. Perencanaan Sdm 22
D. Perencanaan Komunikasi 22
E. Perencanaan Logistik 23
F. Perencanaan Transportasi 23

ii
G. Pelaporan 23
BAB VIII Program Penanggulangan Bencana dari Dalam Puskesmas 24
A. Metodologi 24
B. Organisasi 24
C. Perencanaan Logistik 25
D. Perencanaan Komunikasi 25
E. Perencanaan Transportasi 25
F. Pelaporan 26
BAB VIII PENUTUP 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bencana bisa terjadi dimana saja, baik di dalam Puskesmas maupun di luar
puskesmas, merupakan suatu potensi ataupun suatu resiko yang harus kita terima. Hal
ini bisa terjadi karena faktor alam, yang disebut bencana alam, serta bencana industri,
yang disebabkan karena human error, atau kecelakaan karena sifat bahan / material
yang diolah dan sifat pekerjaan yang mengandung sumber bahaya.
Bencana terjadi setiap saat, dengan rangkaian mata rantai terakhir berupa kerugian
moril, materiil, begitu juga banyaknya korban akibat bencana tersebut. Kehilangan
anggota keluarga, kehilangan sumber pencaharian, kehilangan rumah, mobil, bahkan
kehilangan nyawa, belum lagi gangguan psikologis akibat trauma yang ditimbulkan
bencana tersebut. Untuk dapat mengurangi jumlah korban jiwa manusia akibat
bencana ini perlu adanya usaha pertolongan medik darurat (pra-puskesmas dan atau di
puskesmas) yang melibatkan berbagai unsur kesehatan dari berbagai instansi
pemerintah maupun swasta secara terpadu dan terintegrasi. Sehingga diperlukan
adanya suatu upaya kesiapsiagaan dan kewaspadaan dalam memberikan pertolongan
medik darurat terutama di puskesmas (disaster Planning).
Dalam usaha efektivitas pelaksanaan penanggulangan bencana tersebut maka
dengan ini di susun buku Pedoman Penanggulangan Bencana yang diberlakukan di
Puskesmas Besole.

B. TUJUAN
a. Sebagai pedoman dalam menanggulangi bencana yang terjadi,baik dari dalam
maupun dari luar rumah sakit yang mengenaipegawai, pasien, pengunjung dan
masyarakat sekitar.
b. Menentukan tanggung jawab dari masing-masing personel dan unit kerja pada saat
terjadinya bencana
c. Sebagai acuan dalam penyusunan standar prosedur operasional dalam
penanggulangan kegawat daruratan.

1
BAB II
BATASAN DISASTER/BENCANA

A. PENGERTIAN
Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak atau secara
berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan yang normal atau
kerusakan ekosistem sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk
menolong dan menyelamatkan manusia beserta lingkungannya.

Bencana (disaster) pada dasarnya merupakan suatu kejadian dimana terdapat


korban manusia, kerusakan materi, kebutuhan yang melebihi sumber daya lokal, dan
terganggunya mekanisme kehidupan sehari-hari. Korban massal adalah banyaknya
korban dengan penyebab kejadian yang sama, sehingga membutuhkan pertolongan
medik yang lebih memadai dalam hal fasilitas maupun tenaga sehingga dapat
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat.

Sistem Penatalaksanaan korban bencana massal adalah satu kelompok yang


terdiri dari unit-unit, organisasi dan sektor-sektor yang bekerjasama dengan
menggunakan tatacara tetap untuk meminimalkan tingkat kematian dan kecacatan
korban bencana massal dengan menggunakan segala sumber daya yang ada secara
efisien.

Sistem penatalaksanaan korban bencana massal didasarkan pada :


1. Tatacara penilaian awal, dipergunakan dalam prosedur kegawat daruratan rutin
yang dapat diadaptasi untuk kecelakaan-kecelakaan besar.
2. Penggunaan sumber daya secara maksimal.
3. Persiapan dan respon multi sektoral.
4. Koordinasi yang terencana baik dan teruji.

Triase
adalah tindakan pemilihan korban sesuai kondisi kesehatannya untuk mendapat label
tertentu dan kemudian dikelompokkan serta mendapatkan pertolongan /
penanganansesuai dengan kebutuhan

2
Korban akan terbagi dalam lima kondisi kesehatan, sebagai berikut :
a. Label Hijau
Korban yang tak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat
ditunda, mencakup korban dengan :
- Fraktur minor
- Luka minor, luka bakar minor

b. Label Kuning
Korban dengan cidera berat yang perlu mendapatkan perawatan khusus dan
kemudian dapat dipulangkan atau dirawat di rumah sakit atau dirujuk ke rumah
sakit lain, termasuk dalam kategori ini :
- Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen
berat)
- Fraktur disable
- Luka bakar luas
- Gangguan kesadaran / trauma kepala

c. Label merah
Korban dengan cidera berat yang memerlukan observasi ketat, kalau perlu tindakan
operasi. Dengan kemungkinan harapan hidup yang masih besar dan memerlukan
perawatan rumah sakit atau rujuk ke rumah sakit lain, termasuk dalam kategori ini :
- Syok oleh berbagai kausa
- Gangguan pernapasan
- Trauma kepala dengan pupil anisokor
- Perdarahan eksternal missal

d. Label hitam
Korban yang sudah meninggal dunia.

3
Siaga
Adalah suatu keadaan dimana pada waktu yang bersamaan korban di rumah
sakit dalam jumlah yang besar sehingga memerlukan penanggulangan khusus, dan
dapat terjadi di dalam maupun di luar jam kerja.
Pesan Siaga dari Pusat Komunikasi (dibagian umum) harus disampaikan
langsung kepada UGD (melalui telepon) informasi ini harus diterima langsung oleh
perawat atau dokter jaga, kemudian berkoordinasi dengan direktur, manajer pelayanan
dan koordinator perawat mengaktifkan rencana penanggulangan bencana rumah sakit.
Setelah itu operator akan memanggil/memobilisasi tenaga penolong yang tercantum
dalam daftar.
Berdasarkan kondisi dan kemampuan Puskesmas, maka kondisi siaga dibagi
menjadi dua tingkat :

1. Siaga I (satu) : jumlah korban 5 – 10 orang


- Jumlah korban melebihi kapasitas UGD Puskesmas Besole, sehingga harus
dibantu dengan memobilisasi petugas dari unit kerja lain, tapi masih terbatas di
dalam lingkungan puskesmas.
- Pekerjaan rutin sebagian tertunda, sebagian masih dapat dilakukan tanpa
terganggu.
2. Siaga II (dua) : lebih dari 10 orang
- Jumlah korban melebihi kemampuan pelayanan UGD, sehingga harus
memobilisasi sebagian besar petugas Puskesmas Besole termasuk karyawan
yang sedang tidak bertugas

B. KATEGORI BENCANA / DISASTER


Yang termasuk dalam kategori bencana/disaster di Puskesmas :
1. Intern
Bencana yang berasal dari intern puskesmas dan menimpa puskesmas dengan
segala obyek vitalnya yaitu pasien, pegawai, material dan dokumen.
Contoh: Kebakaran di Puskesmas

2. Ekstern
Bencana bersumber berasal dari luar rumah sakit yang dalam waktu singkat
mendatangkan korban bencana dalam jumlah melebihi rata-rata keadaan biasa
4
sehingga memerlukan penanganan khusus dan mobilisasi tenaga pendukung
lainnya.
Contoh: Korban keracunan massal, korban kecelakaan massal, bencana alam,dll.

5
BAB III
STAF DAN PIMPINAN

A. Kepengurusan
1. Jabatan ketua Tim Penanggulangan Bencana adalah seorang dari profesi medis yang senior dan
mempunyai pengalaman di bidang penanganan bencana serta benar-benar ahli dalam mengelola
operasi penanggulangan bencana
2. Koordinator Tim Penanggulangan Bencana adalah seorang dari pimpinan unit pelanan umum,
pelayanan medik, manajer logistik, manejer keuangan dan humas, yang terampil serta punya
kemampuan, skill dan pengetahuan yang memadai.

B. Masa Kerja
Masa kerja dari Ketua Tim Penanggulangan Bencana tidak tak terbatas, dan bisa ditetapkan untuk
masa kerja 5 tahun dan dapat dipilih kembali.

6
BAB IV
ORGANISASI DAN TATA KERJA

A. KEDUDUKAN TIM PENANGGULANGAN BENCANA


1. Tim penanggulangan bencana adalah wadah non struktural di bawah Kepala Puskesmas
2. Tim Penanggulangan Bencana dipimpin oleh Ketua Tim sebagai pemegang komando (Incident
Commander)
3. Keanggotaan Tim Penanggulangan Bencana terdiri dari 5 koordinator, yaitu :\
- Koordinator Humas
- Koordinator Petugas Lapangan
- Koordinator Logistik
- Koordinator transportasi dan akomodasi
- Koordinator Dana

B. TUGAS FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB


No Jabatan Fungsional Tugas dan Tanggung jawab
1 Komandan Tim Penanggulangan - Penentuan kebijakan penanggulangan keadaan darurat
Bencana bencana
- Pimpinan tertinggi dalam penanggulangan bencana
- Mengkoordinir para koordinator dibawahnya
- Melakukan koordinasi dengan pihak internal maupun
eksternal
- Bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan
personel penanggulangan insiden, masyarakat, dan
penyelesaian tugas-tugas operasi penanggulangan
insiden
2 Koordinator Humas (Public - Meliput secara kronologis kejadian dan usaha
Relation Section) penanggulangan keadaan darurat
- Membuat dokumentasi
- Memberi informasi kepada instansi berwenang
mengenai kejadian serta mengatur atau melayani
pejabat, pers, mass media yang datang untuk meminta
informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan

7
kejadian, bila diperlukan
3 Koordinator perencanaan dan - Membuat perencanaan kegiatan (incident action plan)
operasional (Petugas Lapangan) - Bertanggungjawab untuk menerima dan melaksanakan
Incident Action Plan (IAP)
- Untuk insiden yang sklanya kecil,IAP dapat dibuat tanpa
tertulis
- Untuk insiden yang lebih besar skalanya atau lebih
komplek, IAP dibuat dalam bentuk dokumen tertulis
dan dibawah arahan Komandan Tim
- Melapor kepada Komandan Tim
- Menentukan sumber daya dan organisasi yang
diperlukan
4 Koordinator Logistik - Menyediakan fasilitas pelayanan (alat komunikasi, alat
medis, food supply), material, dan personil untuk
mengoperasikan peralatan medis
- Memegang peranan penting dalam mendukung operasi
untuk jangka panjang
5 Koordinator transportasi dan - Melaksanakan koordinasi kelancaran transportasi di
akomodasi lingkungan terjadinya bencana guna menunjang
kelancaran penanggulangan keadaan darurat
- Mengatur persiapan transportasi
- Mempersiapkan akomodasi semua anggota tim
6 Koordinator Dana - Mempersiapkan kebutuhan dana untuk keperluan
semua operasional semua anggota tim
- Menelusuri biaya penanggulangan insiden dan
penggantian biaya
- Membukakan semua biaya untuk operasi
penanggulangan bencana

C. PENGELOLALAAN SDM
1. Kesiapan Sebelum Penugasan
- Persiapkan diri sebelum ada penugasan.
- Ikuti pelatihan-pelatihan yang diperlukan.

8
- Mengenali posisi apa yang akan anda tempati dalam organisasi penanggulangan
insiden, akan membantu dalam persiapan.
- memiliki daftar periksa / Checklist untuk semua kebutuhan yang diperlukan ini.
- Sebuah “Go Kit” sebelumnya akan menghemat waktu antara pengerahan dan
check in.

Go Kit anda diharapkan terdiri dari barang-barang yang akan diperlukan dalam
setiap insiden:
- Tanda pengenal
- Pena, pensil, spidol
- Kertas
- Formulir-formulir ICS dan lainnya
- Kebijakan, prosedur, dan instruksi yang akan diperlukan dalam penanganan
insiden
- Peta/tataletak
- Selotip dan paku tancap
- Clipboard

Beberapa barang-barang keperluan pribadi yang juga perlu dimasukkan dalam Go


Kit anda diantaranya adalah sebagai berikut:
- Satu atau lebih pakaian ganti (termasuk sepatu), khususnya jika anda akan
dikerahkan beberapa periode waktu.
- Jaket
- Lampu senter
- Obat-obatan
- Makanan ringan
- Bacaan dan radio tape player untuk pengisi waktu istirahat.

2. Prosedur Penugasan
Cari atasan langsung anda untuk mendapatkan informasi penting untuk melakukan
pekerjaan anda:
- Apa status terkini?
- Apa tanggung jawab kerja anda yang khusus
9
- Kapan anda harus melapor dan dimana?
- Apa penugasan anda?
- Kepada siapa anda akan melapor (nama, jabatan)?
- Berapa lama anda akan ditugaskan?
- Apa peran anda? Apakah anda punya otoritas untuk mengambil keputusan?
Apakah anda seorang Supervisor? Jika ya, berapa orang yang akan anda awasi?
- Prosedur apa yang berlaku untuk menghubungi Supervisor anda sehari-hari?
- Bagaimana keluarga anda dapat menghubungi anda bila dalam keadaan
darurat?
- Buat catatan selama briefing, khususnya bila anda memiliki bawahan yang juga
perlu mendapatkan briefing dari anda.
- Buat catatan terhadap kegiatan-kegiatan yang anda lakukan, yang mungkin
akan diperlukan dikemudian hari.

3. Prosedur Demobilisasi
- Persiapkan diri sebelum ada penugasan.
- Demobilisasi tidak hanya sekedar pulang ke rumah.
- Semua pekerjaan yang sedang berlangsung harus sudah selesai, kecuali ada
arahan lain.
- Pastikan semua catatan dan dokumen anda sudah diperbaharui
- Berikan penjelasan pada pengganti anda atau Supervisor anda tentang status
dari semua pekerjaan
- Berikan penjelasan pada bawahan anda dan perkenalkan pengganti anda, jika
diperlukan.
- Kembalikan atau alihkan semua peralatan yang menjadi tanggung jawab anda.
- Ikuti prosedur check out yang berlaku sebelum meninggalkan lokasi

10
BAB V
PERENCANAAN LOGISTIK, KOMUNIKASI, DAN KOORDINASI

A. PERENCANAAN LOGISTIK
 Pos Komando Penanggulangan Insiden
- Tempat yang berfungsi sebagai pusat komando utama.
- Seorang Incident Commander bertempat di sini.
- Tanggungjawab pertama seorang Incident Commander adalah memberikan
perintah.
- Dengan memberikan perintah, berarti juga memberikan arahan dan otoritas /
kewenangan serta komunikasi yang jelas dalam penanggulangan insiden.
- Sebuah syarat dimana seorang Incident Commander dapat memberikan perintah
adalah dengan mendirikan Incident Commando Pos (ICP) pada setiap insiden
- Lokasi ICP harus diumumkan kepada semua penanggungjawab dan
disebarluaskan sehingga semua personil mengetahui lokasinya.

 Staging Areas
- Lokasi-lokasi yang didirikan di daerah insiden dimana sumber daya (orang,
peralatan, dll) ditempatkan sambil menunggu penugasan.
- Staging Area dikelola dibawah koordinator perencanaan dan operasional.
- Apabila insiden berkembang, tambahan sumberdaya diperlukan untuk
penanggulangan insiden. Untuk menghindari masalah yang dapat terjadi dari
penumpukan terlalu banyak sumberdaya dan untuk mengelola sumber daya
yang tersedia secara efektif, Ketua Tim akan mengidentifikasi kebutuhan untuk
satu atau lebih Staging Area
- Sama dengan ICP, Staging Area diberikan nama dan identifikasi.
- Staging Area dapat dipindahkan jika diperlukan, tetapi harus selalu dapat
diidentifikasi dengan jelas.

 Base

11
- Base memberikan pelayanan utama dan aktivitas pendukung untuk
penanggulangan insiden.
- Base digunakan untuk menyediakan tempat untuk sumberdaya yang out-of-
service.
- Base adalah tempat dimana Koodinator Logistik /Logistic Section dan barang –
barang supply ditempatkan.
- Kebutuhan atau fasilitas lain yang mungkin diperlukan, bergantung pada faktor-
faktor khusus dalam sebuah insiden, seperti

 Camp
- Camp terpisah dari Incident Base, dilengkapi dengan fasilitas dan tenaga untuk
menyediakan makanan, air, tempat tidur dan sanitasi untuk personil
penanggulangan insiden

B. PERALATAN
- Set Penanggulangan Bencana Bag
- Alat komunikasi telepon, yang dapat dipergunakan untuk hubungan dengan
seluruh satuan kerja Puskesmas dan juga hubungan dengan luar Puskesmas.

B. PERENCANAAN KOMUNIKASI DAN KOORDINASI PROSES


PENGAKTIFAN TIM PENANGGULANGAN BENCANA

Penerima berita pertama


- Bila jam kerja bisa langsung melaporkan kepada TPB (Tim Penanggulangan
Bencana)
- Bila diluar jam kerja, penerima berita bisa menyampaikan berita tersebut kepada
supervisor, kemudian supervisor meneruskan berita kepada Ketua TPB.
- Komandan Tim penanggulangan bencana (TPB) :
a. Menginformasikan kepada koordinator – koordinator dibawahnya untuk
mempersiapkan semua persiapan TPB (sesuai uraian tugas diatas)
b. Mengkoordinasikan situasi dan kondisi bencana kepada unit – unit terkait
untuk langkah-langkah berikutnya.

12
C. EVALUASI
Koordinator humas segera melakukan evaluasi penanganan bencana sebagai berikut :
1. Mengadakan penelitian dan laporan yang telah dilakukan terhadap korban selama
proses penanganan korban bencana.
2. Mengambil langkah dalam usaha memberikan pelayanan kepada pasien pasca
bencana.
3. Mengevaluasi proses kegiatan dan kendala – kendala yang dihadapi Tim
Penanggulangan Bencana untuk perbaikan apabila terjadi bencana selanjutnya

13
BAB VI
PROSEDUR PENANGGULANGAN BENCANA DI PUSKESMAS
PENATALAKSANAAN KORBAN BENCANA MASSAL PUSKESMAS

A. Proses Penyiagaan
Pesan siaga dari pusat komunikasi harus disampaikan langsung kepada Unit Gawat
Darurat (melalui telepon atau radio). Informasi ini harus diterima langsung oleh
perawat atau dokter jaga. Kemudian bekerja sama dengan petugas administrasi
(perawat dibagian administrasi, Kepala Puskesmas, Direktur Bidang Medis), keputusan
mengaktifkan rencana penatalaksanaan korban bencana massal di puskesmas, akan
dibuat. Setelah itu operator telepon Puskesmas akan mulai memanggil/memobilisai
tenaga penolong yang tercantum dalam daftar.

Mobilisasi
1. Tim Siaga Penanggulangan Bencana di Puskesmas
Jika kecelakaan terjadi dalam radius 20 menit dari Puskesmas, Tim Siaga
Penanggulangan Bencana di Puskesmas akan segera di berangkatkan ke lokasi
kejadian.
Jika kecelakaan tersebut terjadi dalam jarak lebih dari 20 menit dari Puskesmas, tim
tersebut hanya akan diberangkatkan berdasarkan permintaan Tim Kesehatan
Daerah.
2. Petugas Rumah Sakit
a. Petugas Kunci
Bila terjadi bencana massal, rumah sakit harus segera menghubungi tenaga
utama Puskesmas tersebut (Kepala Puskesmas, Kepala Pelayanan Medik,
Kepala Urusan Puskesmas, Petugas Gudang, dan semua anggota tim Puskesmas
Disaster Plan)
b. Pengerahan Petugas
Mobilisasi Internal Petugas Puskesmas Petugas Unit Gawat Darurat yang
diberangkatkan ke lokasi kecelakaan harus segera digantikan dengan petugas
dari keperawatan lain. Petugas dari bagian lain juga harus membantu

14
mempersiapkan ruangan yang akan dipergunakan untuk menampung korban
kecelakaan massal tersebut.
Mobilisasi Sentripetal Petugas Puskesmas
Bantuan harus diberikan kepada unit-unit utama dalam penanggulangan
kecelakaan massal di puskesmast, yaitu unit gawat darurat, laboratorium, dan
unit perawatan, dan petugas-peugas lain seperti Kepala Perawat, petugas dapur,
ruang cuci, petugas gudang, petugas keamanan dan operator telepon harus pula
dimobilisasi.
c. Koordinasi dengan sektor lain
Sesuai dengan rencana penatalaksanaan korban bencana massal nasional,
puskesmas akan berkoordinasi dengan sektor-sektor berikut :
1. Kepolisian
Rencana penatalaksanaan korban bencana massal nasional mencakup
pengiriman langsung tenaga kepolisian dalam jumlah memadai ke
puskesmas segera setelah adanya bencana massal diumumkan secara resmi.
Tenaga kepolisian ini akan membantu pengamanan puskesmas dengan
perhatian utama untuk mengamankan daerah dimana korban diterima dan
semua pintu masuk ke puskesmas. Jika dalam 15 menit setelah bencana
massal diumumkan Polisi tidak menghubungi puskesmas, operator telepon
harus menghubungi pusat komunikasi, pusat penanggulangan gawat darurat,
atau markas besar kantor polisi di daerah tersebut.
2. Koordinasi dengan Palang Merah
Palang Merah akan mengirimkan dua tim sukarelawan yang telah dilatih
khusus ke puskesmas dimana tim pertama akan bekerja di unit gawat
darurat sedangkan tim lainnya dapat ditempatkan dimana saja tenaga
mereka dibutuhkan.
3. Operator Radio Amatir
Operator radio amatir akan menghubungi Kepala Puskesmas dan akan
menempatkan peralatan dimana dibutuhkan. Jika palang merah dan asosiasi
radio amatir tidak menghubungi Puskesmas dalam 30 menit setelah
kejadian bencana diumumkan, kepala puskesmas menghubungi melalui
Pusat Komunikasi Gawat Darurat Pos Komando di Puskesmas

15
Disetiap puskesmas harus disediakan satu ruangan yang akan
difungsikan sebagai Pos Komando selama bencana massal terjadi.
Sebaiknya ruangan ini sudah dilengkapi dengan radio dan telepon, atau
telah dipersiapkan untuk pemasangan alat komunikasi tersebut. Ruangan ini
harus mudah ditemukan/dicapai, dan cukup untuk menampung hingga 10
petugas.
Tim inti dari Pos Komando di Puskesmas ini beranggotakan :
a. Kepala Puskesmas
b. Kepala Bidang Pelayanan Medik
c. Kepala Urusan Rumah Tangga
d. Sekretaris
e. Humas (yang akan berhubungan dengan keluarga korban dan media
massa)

d. Pengosongan Fasilitas Penerima Korban


Harus diusahakan untuk menyediakan tempat tidur di puskesmas untuk
menampung korbana bencana massal yang akan dibawa ke puskesmas tersebut.
Untuk menampung korban, pos komando puskesmas harus segera
memindahkan para penderita rawat inap yang kondisinya telah memungkinkan
untuk dipindahkan.

e. Perkiraan Kapasitas Puskesmas


Daya tampung rumah sakit ditetapkan tidak hanya berdasarkan jumlah
tempat tidur yang tersedia, tetapi juga berdasarkan kapasitasnya untuk merawat
korban. Dalam suatu kecelakaan massal, “permasalahan” yang muncul dalam
penanganan korban adalah kapasitas perawatan Bedah dan Unit

f. Perawatan
Perkiraan kapasitas puskesmas dalam menolong korban bencana massal
harus segera diputuskan oleh Komandan Tim Penanggulangan Bencana
Puskesmas, dan segera menginformasikannya kepada Pos
Komando dilapangan sehingga korban dengan status “merah” dapat
dibawa ke fasilitas kesehatan lainnya jika jumlah korban sudah melampaui
kapasitas Puskesmas dalam menerima korban bencana massal.

16
B. PENERIMAAN KORBAN
1. Lokasi
Tempat penerimaan korban di puskesmas adalah tempat dimana triase dilakukan.
Untuk itu dibutuhkan :
a. Akses langsung dengan tempat dimana ambulans menurunkan korban.
b. Merupakan tempat tertutup
c. Dilengkapi dengan penerangan yang cukup
d. Akses yang mudah ke tempat perawatan utama seperti Unit Gawat Darurat, dan
Unit Perawatan.
Jika penatalaksanaan pra-Puskesmas dilakukan secara efisien, jumlah
korban yang dikirim ke puskesmas akan terkontrol sehingga setelah triase korban
dapat segera dikirim ke unit perawatan yang sesuai dengan kondisi mereka. Tetapi
jika hal ini gagal akan sangat banyak korban yang dibawa ke rumah sakit, sehingga
korban-korban tersebut harus ditampung dulu dalam satu ruangan sebelum dapat
dilakukan triase. Dalam situasi seperti ini daya tampung puskesmas akan segera
terlampaui.

2. Tenaga Pelaksana
Petugas triase di rumah sakit akan memeriksa setiap korban untuk
konfirmasi triase yang telah dilakukan sebelumnya, atau untuk melakukan
kategorisasi ulang status penderita. Jika penatalaksanaan pra-rumah sakit cukup
adekuat, triase di puskesmas dapat dilakukan oleh perawat berpengalaman di unit
gawat darurat. Jika penanganan pra-puskesmas tidak efektif, sebaiknya triase di
puskesmas dilakukan oleh dokter gawat darurat atau oleh ahli anastesi yang
berpengalaman.
Hubungan dengan Petugas Lapangan
Jika sistem penatalaksanaan korban bencana massal telah berjalan dengan
baik akan dijumpai hubungan komunikasi yang konstan antara pos komando
puskesmas, pos medis lanjutan, dan pos komando lapangan. Dalam lingkungan
puskesmas, perlu adanya aliran informasi yang konstan antara tempat triase, unit-

17
unit perawatan utama dan pos komando puskesmas. Ambulans harus menghubungi
tempat triase di puskesmas lima menit sebelum ketibaannya di puskesmas.

3. Tempat Perawatan Di Puskesmas


a. Tempat Perawatan Merah
Untuk penanganan korban dengan trauma multipel umumnya
dibutuhkan pembedahan sedikitnya selama 2 jam. Di kota-kota atau di daerah-
daerah kabupaten dengan jumlah kamar operasi yang terbatas, hal ini mustahil
untuk dilakukan sehingga diperlukan tempat khusus dimana dapat dilakukan
perawatan yang memadai bagi korban dengan status “merah”. Tempat
perawatan ini disebut “Tempat Perawatan Merah” yang dikelola oleh ahli
anastesi dan sebaiknya bertempat di Unit Gawat Darurat yang telah dilengkapi
dengan peralatan yang memadai dan disiapkan untuk menerima penderita gawat
darurat.
b. Tempat Perawatan Kuning
Setelah triase korban dengan status “kuning” akan segera dipindahkan
ke perawatan bedah yang sebelumnya telah disiapkan untuk menerima korban
kecelakaan massal. Tempat ini dikelola oleh seorang dokter. Di tempat
perawatan ini secara terus menerus akan dilakukan monitoring, pemeriksaan
ulang kondisi korban dan segala usaha untuk mempertahankan kestabilannya.
Jika kemudian kondisi korban memburuk, ia harus segera dipindahkan
ketempat “merah”.
c. Tempat Perawatan Hijau
Korban dengan kondisi “hijau” sebaiknya tidak dibawa ke rumah sakit,
tetapi cukup ke puskesmas atau klinik-klinik. Jika penatalaksanaan prarumah
sakit tidak efisien, banyak korban dengan status ini akan dipindahkan ke rumah
sakit. Tempat khusus untuk korban dengan status “hijau” ini berada jauh dari
unit perawatan utama lainnya. Jika memungkinkan, korban dapat dikirim ke
puskesmas atau klinik terdekat.
d. Tempat Untuk Korban Dengan Hasil Akhir / Prognosis Jelek
Korban-korban seperti ini, hanya akan membutuhkan perawatan
suportif, sebaiknya ditempatkan di perawatan / bangsal yang telah dipersiapkan
untuk menerima korban bencana massal

18
e. Tempat Untuk Korban Yang Meninggal Dunia
Sebagai bagian dari rencana penatalaksanaan korban bencana missal di
rumah sakit harus disiapkan suatu ruang yang dapat menampung sedikitnya
sepuluh korban yang telah meninggal dunia.

C. EVAKUASI SEKUNDER
Pada beberapa keadaan tertentu seperti jika daya tampung puskesmas terlampaui,
atau korban membutuhkan perawatan khusus, korban harus dirujuk ke rumah sakit
yang menyediakan fasilitas yang diperlukan penderita. Perujukan seperti ini dapat
dilakukan ke rumah sakit dalam satu wilayah, ke daerah atau provinsi lain, atau bahkan
ke negara lain.
Pos komando puskesmas akan mengirim berita tentang permintaan evakuasi korban
dari puskesmas kepada petugas medik di pusat penanggulangan gawat darurat yang
akan melakukan kontak dengan puskesmas tujuan dan mengatur pelaksanaan
pemindahan korban tersebut.

19
BAB VII
PROGRAM PENANGGULANGAN BENCANA
DARI LUAR PUSKESMAS

A. METODOLOGI
Bencana dari luar rumah sakit akan mendatangkan korban yang bersifat
massal, karenanya berdasarkan jumlah korban yang datang bencana dengan korban
massal dibagi menjadi 3 tingkat yaitu
1. Siaga 3 : jumlah korban yang datang 3 – 4 orang saja
2. Siaga 2 : jumlah korban yang datang 5 – 10 orang
3. Siaga 1 : jumlah korban yang datang lebih dari 10 orang
Keadaan siaga ini ditentukan oleh Dokter UGD yang berdinas pada saat itu,
yang selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Tim Disaster plan dan Kepala Puskesmas.
Triage dipimpin oleh dokter UGD bersama perawat UGD. Penanggulangan awal
penderita dilakukan oleh dokter UGD, perawat UGD, tenaga perawat dari ruangan lain
yang dimobilisasikan.

Triase bertujuan untuk menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh


korban. Penilaian triage saat bencana sedikit berbeda dengan triage pada kondisi
normal, disesuaikan dengan jumlah korban dan kemampuan kapasitas Puskesmas
dalam melakukan pertolongan korban. Untuk triase digunakan kartu kode warna
setelah diperoleh informasi akurat tentang keadaan penderita. Kartu warna yang
dipergunakan disini adalah :

1. MERAH (immediate)
Korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan kemungkinan bertahan
hidup yang paling besar jika dilakukan tindakan segera. Butuh tindakan operasi
segera atau intervensi life-saving lainnya, merupakan prioritas utama untuk tim
bedah atau evakuasi/transportasi ke fasilitas yang lebih baik.

20
Termasuk korban-korban dengan :
a. Syok oleh berbagai kausa
b. Gangguan pernapasan
c. Trauma kepala dengan pupil anisokor
d. Perdarahan eksternal masif

2. KUNING (observation)
Korban dengan kondisi stabil saat datang, perawatan dapat ditunda
sementara,tetapi membutuhkan observasi ketat dan re-triage ulang oleh petugas
medis yang berpengalaman. Dalam kondisi normal, kemungkinan merupakan
penderita yang memerlukan tindakan segera.

Termasuk dalam kategori ini :


a. Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma
abdomen berat)
b. Fraktur multipel
c. Fraktur femur / pelvis
d. Luka bakar luas
g. Gangguan kesadaran / trauma kepala
h. Korban dengan status yang tidak jelas

Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap
timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.

3. HIJAU (wait / walking wounded)


Kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan
dapat ditunda, mencakup korban dengan :
a. Fraktur minor
b. Fraktur minor, luka bakar minor.

4. BIRU
Korban dengan kemungkinan survive / bertahan hidup nol atau kecil sekali.
Tindakan yang dilakukan hanya observasi atau jika dimungkinkan pemberian
analgesik. Termasuk dalam kategori ini adalah :

21
a. Korban dengan trauma berat (severe injuries)
b. Uncompensated blood loss
c. Korban dengan pemeriksaan neurologi yang negatif.

5. HITAM
Korban yang telah meninggal dunia. Pada label dituliskan : nama korban, umur,
jenis kelamin, alamat pasien. Bila korban tidak dikenal ditulis “tidak dikenal”.

B. ORGANISASI
Dalam keadaan bencana / disaster plan seperti ini maka secara otomatis
pengorganisasian penanggulangan bencana yang telah ditetapkan menjadi aktif.

C. PERENCANAAN SDM
Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi penanggulangan
bencana ditentukan berdasarkan :
a. Jumlah korban yang ada pada saat itu
b. Jumlah tenaga yang ada pada saat itu.

Ketentuan perencanaan SDM adalah sebagai berikut :


1. Siaga 3 : Jumlah korban yang datang 3-4 orang
Dokter UGD dan Perawat UGD yang berdinas dibantu oleh perawat poliklinik agar
dapat memenuhi kebutuhan tenaga.
2. Siaga 2 : Jumlah korban yang datang 5 – 10 orang
Diperlukan tambahan tenaga perawat dari Perawatan lantai II sesuai kebutuhan.
3. Siaga 1 : Jumlah korban lebih dari 10 orang
Diperlukan tambahan tenaga dari unit pelayanan perawatan lantai II dan lantai III,
serta perawat yang sedang tidak berdinas (di asrama maupun di rumah).

D. PERENCANAAN KOMUNIKASI
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal
yang sangat penting. Untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam
berkomunikasi, yaitu :

22
- Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar
- Bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi berita
yang mmenyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang
telah dilakukan.
- Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.

Alat – alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :


a. Pagging
b. Airphone/intercom
c. Telepon
d. Faximile
e. Pesawat HT
f. Handphone

E. PERENCANAAN LOGISTIK
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat medis
sangat diperlukan saat penanggulangan bencana, hal menjadi peranan penting bagi tim
pendukung logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat
itu.

F. PERENCANAAN TRANSPORTASI
Peranan Transportasi juga tidak kala pentingnya untuk pengangkutan korban,
oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi ambulan untuk
merujuk korban kerumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat berkoordinasi dengan
Ambulan 118.

G. PELAPORAN
Informasi cepat tentang jumlah / beratnya korban- korban harus segera di dapat dalam
2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim
Disaster, selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah
sakit.

23
BAB VIII
PROGRAM PENANGGULANGAN BENCANA
DARI DALAM PUSKESMAS

A. METODOLOGI
Sebagai contoh bencana dari dalam rumah sakit yang banyak menyebabkan kerugian
dan korban adalah kebakaran. Oleh karenanya metodologi ini dititik beratkan pada
penganggulangan kebakaran, selanjutnya bencana lain tinggal mengikutinya.
Kebakaran di Rumah Sakit dapat digolongkan menjadi :
g. Kebakaran Ringan : Kebakaran yang melibatkan area yang sempit, dengan api yang
kecil.
h. Kebakaran Sedang : kebakaran yang melibatkan area lebih luas bersifat lokal
dengan besarnya api sedang.
i. Kebakaran Berat : kebakaran yang melibatkan area yang luas dengan api yang
besar.

B. ORGANISASI
Secara otomatis organisasi penaggulangan bencana menjadi aktif sesuai ketentuan yang
berlaku.
PERENCANAAN SDM
Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi penanggulangan
bencana ditentukan berdasarkan :
a. Golongan Kebakaran.
- Kebakaran Ringan :
Untuk memadamkan api diperlukan 1 – 2 orang dari pegawai yang dinas atau
yang berada disekitar kejadian saja dengan menggunakan 1-2 APAR.
- Kebakaran Sedang :

24
Untuk memadamkan api diperlukan 3-5 orang dari pegawai yang dinas dengan
APAR yang jumlahnya lebih banyak, 2-3 orang untuk evakuasi pasien,
dokumen, ataupun barang berharga lainnya yang ada di ruangan / lokasi
kejadian.
- Kebakaran Berat :
Untuk memadamkan api diperlukan bantuan dari dinas kebakaran, dengan
mengerahkan seluruh pegawai yang berdinas saat itu untuk melakukan
evakuasi.
b. Berdasarkan Jumlah Korban yang ada pada saat itu
Berdasarkan jumlah korban pada saat itu maka untuk memobilisasi perencanaan
SDM dapat digunakan ketentuan pada penanggulangan bencana massal.

C. PERENCANAAN LOGISTIK
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat medis
sangat diperlukan saat penanggulangan bencana, hal menjadi peranan penting bagi tim
pendukung logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi saat itu.
D. PERENCANAAN KOMUNIKASI
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di puskesmas merupakan hal yang sangat
penting. Untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu :
a. Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar
b. Bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi berita
yang menyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang
telah dilakukan.
c. Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.
Alat – alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
- Pagging
- Airphone/intercom
- Telepon
- Faximile
- Pesawat HT
- Handphone

25
E. PERENCANAAN TRANSPORTASI
Peranan Transportasi juga tidak kalah pentingnya untuk pengangkutan korban, oleh
karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi ambulan untuk
merujuk korban ke puskesmas rujukan dan bilamana perlu dapat berkoordinasi dengan
Ambulan 118.

F. PELAPORAN
Informasi tentang jumlah / beratnya korban dan kerusakan harus segera didapat dalam
2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim
Disaster, selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan kepada kepala
puskesmas.

26
BAB VIII
PENUTUP
Dengan dibuatnya pedoman ini diharapkan penanggulangan bencana di wilayah
Puskesmas Besole dapat dilaksanakan sesuai dengan standar, sehingga semua masyarakat
mendapatkan pelayanan yang berkualitas, dan dampak merugikan dari bencana dapat
diminimalisir.
Buku pedoman ini merupakan dokumen hidup (living document) yang akan terus
berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dokumen ini juga terbuka
terhadap saran-saran untuk perbaikan dan penyempurnaan.
Akhirnya semoga buku pedoman ini bermanfaat secara maksimal, dengan tidak
mengurangi kesempatan untuk berkonsultasi.

27

Anda mungkin juga menyukai