Anda di halaman 1dari 44

PRAKTIK PRFESI KEPERAWATAN

DI RUANG TERATAI PANTI BUDI AGUNG KUPANG


14 April – 18 April 2020

OLEH :
NAMA : Age Noberzn Meta
NIM : 54802819

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
PRGAM STUDI NERS
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organisation (WHO) 2014 mendefinisikan , lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses
penuaan.
Lanjut usia akan mengalami penurunan fungsi tubuh akibat perubahan fisik,
psikososial, kultural, spiritual. Perubahan fisik akan mempengaruhi berbagai sistem tubuh
salah satunya adalah sistem kardiovaskuler. Masalah kesehatan akibat dari proses penuaan
dan sering terjadi pada sistem kardiovaskuler yang merupakan proses degeneratif,
diantaranya yaitu penyakit hipertensi. Penyakit hipertensi pada lansia merupakan suatu
keadaan yang ditandai dengan hipertensi sistolik diatas 140 mmHg dan diastoliknya
menetap atau kurang dari 90 mmHg yang memberi gejala yang berlanjut, seperti stroke,
penyakit jantung koroner (Kellicker, 2016).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istrahat / tenang ( Kemenkes RI,
2015 ).Hiperetensi merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian pada
lansia. ( Riskesdas 2013 ). Hipertensi dapat juga menyebabkan gagal ginjal, kebutaan,
pecahnya pembuluh darah dan gangguan kognitif (WHO, 2013).
Berdasarkan data WHO 2014 prevalensi hipertensi pada kelompok usia 65-74 tahun
sebagai berikut: prevalensi keseluruhan 49,6%, untuk hipertensi derajat 1 (140-159/90-90
mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2 (160-179/100-109 mmHg) dan 6,5% untuk
hipertensi derajat 3 (180/110 mmHg).
Berdasarkan prevalensi hipertensi lansia di Indonesia sebesar 45,9% untuk umur 55-64
tahun, 57,6% umur 65-74 tahun dan 63,8% umur >75 tahun.Prevalensi hipertensi di
Indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah pada umur ≥18 tahun adalah sebesar
25,8%. Prevalensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan
(30,8%), Kalimantan Timur (29,6%). (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Menurut hasil
survei yang didapat oleh Depkes (2013), jumlah prevalensi lansia yang menderita
hipertensi di Indonesia tahun 2013 pada kelompok usia 45-64 tahun mencapai4,02% dan
pada kelompok usia >65 tahun mencapai angka 5,17%. Sedangkan pada tahun 2018
mengalami peningkatan sebesar 31,7%.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 menunjukkan
angka prevalensi Hipertensi hasil pengukuran mencapai 34,1% meningkat tajam dari
25,8% pada tahun 2013, dengan angka prevalensi tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan
sebesar 44,1% dan terendah di provinsi Papua sebesar 22,2%. Prevelansi hipertensi lansia
di Indonesia 2013 dengan jumlah 25,8% sedangkan pada tahun 2018 mengalami
peningkatan sebesar 34,1% ( Riskesdas 2018 ). Berdasarkan data dari dinas kesehatan
propinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015, pasien hipertensi menduduki urutan ke-5
penyakit terbanyak di NTT dengan jumlah pasien 39.344 orang (Profil NTT, 2015).
Prevelansi hipertensi lansia di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015 mencakupi
39,344 kasus dengan total 13,7%. ( Profil NTT, 2015 ) dan mengalami peningkatan di
tahun 2018 dengan total 27,2% ( Riskesdas 2018 )Data hipertensi yang di dapatkan di desa
Oelatsala dari 1020 orang, 117 orang yang menderita hipertensi dengan presentasi (16%)
dan 628 orang tidak menderita hipertensi dengan presentase (84%). Berbagai upaya telah
dilakukan akan tetapi jumlah hipertensi pada lansia terus meningkat, maka di adakan
perkesmas dan posyandu lansia dengan tujuan untuk mengontrol kasus hipertensi pada
lansia.

B. Tujuan
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang konsep penyakit hipertensi yang terjadi pada
lansia beserta asuhan keperawatannya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria maupun
wanita, yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupun mereka yang tidak berdaya
untuk mencari nafka sendiri hingga bergantung pada orang lain untuk menghidupi
drinya sendiri (nugroho, 2006). Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi
tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006). Keperawatan Gerontik adalah
Suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik
keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang holistik,
ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.
2. Batasan Lansia
WHO yang lama dan yang baru
a. Yang lama
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Yang baru:
1) Setengah baya : 66- 79 tahun,
2) Orang tua : 80- 99 tahun,
3) Orang tua berusia panjang
Depkes RI (2005) batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan.
3. Teori Proses manua pada lansia
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dati
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya yaitu, anak, deawasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara
biologis maupun secara psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kuran jelas, penghilatahan semakin
memburuk, gerakan lambat, dan igur tubuh yang tidak proposional.
4. Ciri-ciri Lansia
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya
lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat
tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian
diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga
sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola
pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari
lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

B. Konsep Lansia Sebagai Populasi Berisiko


1. Masalah fisik
Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering terjadi
radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra pengelihatan
yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh
yang menurun, sehingga sering sakit.
2. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi
dengan masyarakat di sekitar.
3. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa ingin
berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia kepada
keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang
kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang
kurang terpenuhi.
4. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah kesulitan untuk
menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang tenang
ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa
gelisah ketika menemui permasalahan hidup yang cukup serius.

C. Konsep Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup istrahat / tenang ( Kemenkes RI, 2015 ).

Hiperetensi adalah salah satu penyakit yang menyebabkan kematian pada lansia.

Jadi seseorang disebut mengidap hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 160

mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 95 mmHg, dan tekanan darah perbatasan bila

tekanan darah sistolik antara 140 mmHg-160 mmHg dan tekanan darah diastolik

antara 90 mmHg-95 mmHg (Poerwati, 2010). Sedangkan menurut lembaga-lembaga

kesehatan nasional (The National Institutes of Health) mendefinisikan hipertensi

sebagai tekanan sistolik yang sama atau di atas 140 dan tekanan diastolik yang sama

atau di atas 90.

2. Klasifikasi
Klasifikasihipertensimenurut WHO, yaitu:

a) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan

diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg

b) Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan

diastolik 91-94 mmHg

c) Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan

160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and

Treatment of Hipertension, yaitu:

1. Diastolik

a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal

b. 85 – 99 mmHg : Tekanan darah normal tinggi

c. 90 -104 mmHg : Hipertensi ringan

d. 105 – 114 mmHg : Hipertensi sedang

e. >115 mmHg : Hipertensi berat

2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)

a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal

b. 140 – 159 mmHg : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi

c. > 160 mmHg : Hipertensi sistolik teriisolasi

Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang

mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita

hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan darah

yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ

target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah).

Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya

tekanan darah, diantaranya yaitu:

1. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat

antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau

progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan

organ target yang progresif dan di perlukan tindakan penurunan TD yg segera

dalam kurun waktu menit/jam.

2. Hipertensi Urgensi

Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa

adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna tanpa

adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah

perlu diturunkan dalam beberapa jam. Penurunan TD harus dilaksanakan dalam

kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat

(dalam hitungan jam sampai hari).

3. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).

Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan

perifer.  Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport  Na.

2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan

darah meningkat.

3. Stress Lingkungan.

4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran

pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:


1. Hipertensi Primer

Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti

genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin

angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur (jika umur

bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari

perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih), kebiasaan hidup

(konsumsi garam yang tinggi melebihi dari 30 gr, kegemukan atau makan

berlebihan, stres, merokok, minum alcohol, dan minum obat-obatan (ephedrine,

prednison, epineprin).

2. Hipertensi Sekunder

Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal, diabetes

melitus, stroke.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-

perubahan pada:

1. Elastisitas dinding aorta menurun.

2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.

3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur

20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya

kontraksi dan volumenya.

4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah.Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah

perifer.

4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla

spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis

ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang

akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor

seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap

rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,

yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,

suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh

korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi.


Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan

fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan

darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh

darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang

pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)

mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,

2012).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”

disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff

sphygmomanometer (Darmojo, 2014).

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel

jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan

pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan

Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada

terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan

darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan

retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan

peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti

jantung. (Suyono, Slamet. 2013).


5. Pathway
Obesitas Merokok Stress Konsumsi Alkohol Kurang olah Usia di atas 50 Kelainan fungsi
ginjal Feokromositoma
garam berlebih raga tahun

Penimbunan Nikotin dan karbon Pelepasan Peningkatan


Tidak mampu
kolesterol monoksida masuk adrenalin dan Retensi cairan kadar kortisol Meningkatnya Penebalan
membuang
aliran darah kortisol tahanan perifer dinding aorta & sejumlah garam
arteri pembuluh darah
dan air di dalam
Peningkatan Meningkatnya besar
Penyempitan tubuh Memacu stress
Merusak lapisan Vasokonstriksi volume darah sel darah merah
pembuluh darah endotel pembuluh Elastisitas
pembuluh dan sirkulasi Efek konstriksi
darah darah pembuluh
arteri perifer Volume darah
Meningkatnya darah menurun
dalam tubuh
viskositas
Aterosklerosis Tahanan meningkat
perifer
meningkat

Jantung bekerja keras


untuk memompa

HIPERTENSI

Otak Ginjal Indera Kenaikan beban


kerja jantung

Vasokonstriksi Retina Hidung


Suplai O2 ke Retensi Telinga
pembuluh darah Hipertrofi otot
otak menurun pembuluh darah ginjal jantung
otak meningkat Spasme Perdarahan Suara
Sinkope arteriole berdenging
Blood flow Penurunan
Tekanan menurun fungsi otot
pembuluh darah Diplopia Gangguan jantung
Resiko tinggi meningkat
keseimbangan
cidera Respon RAA
Nyeri Resiko tinggi Resiko
kepala cidera penurunan curah
Resiko terjadi Vasokonstriksi jatung
6. Tanda Dan Gejala
gangguan
perfusi jaringan
serebral Sering
Gangguan dikatakanRangsang
rasa
nyaman nyeri
bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
aldosteron

kepala dan kelelahan. Retensi


Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
natrium

mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Menurut Rokhaeni


Oedem

(2011) manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu: mengeluh
Gangguan
keseimbangan
sakit kepala, pusing lemas,
volume kelelahan,
cairan sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis,

kesadaran menurun.

a) Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.


b) Sakit kepala

c) Pusing / migraine

d) Rasa berat ditengkuk

e) Penyempitan pembuluh darah

f) Sukar tidur

g) Lemah dan lelah

h) Nokturia

i) Azotemia

j) Sulit bernafas saat beraktivitas

7. PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:

1. Pemeriksaan yang segera seperti:

a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel

terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko

seperti: hipokoagulabilitas, anemia.

b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi

ginjal.

c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).

d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama

(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.

e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan

hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan

pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).

g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan

hipertensi.

h. Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer

(penyebab).

i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.

j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.

k. Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.

l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel

kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana

luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung

hipertensi.

m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan

terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,

pembesaran jantung.

2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang

pertama):

a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim

ginjal, batu ginjal / ureter.

b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,

perbaikan ginjal.
d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.

e. USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien

8. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas

akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:

1) Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk

hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.

Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr

menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.

2) Penurunan berat badan

3) Penurunan asupan etanol

4) Menghentikan merokok

5) Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk

penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam

olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan

lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau

72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan

berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan

sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu

6) Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:

a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada

subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek

dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan

somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis

seperti kecemasan dan ketegangan.

b. Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk

mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk

dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan

Kesehatan (Penyuluhan).

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan

pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat

mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

7) Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga

mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah

kuat pengobatan hipertensi pada umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.

9. Komplikasi
Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan, kematian sel

otak: stroke), ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel ginjal, gaga lginjal), jantung

(membesar, sesaknafas, cepatlelah, gagaljantung).


FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

Nama Mahasiswa : Age Nberzn Meta


Tempat Praktek : Ruang Teratai
Tanggal Praktek : 13-18, April-2020
Tanggal Pengkajian : 14, April-2020

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN HIPERTENSI

Data Umum Pasien Penanggung Jawab :


Nama : Tn. B
No RM : 11xxxx
Umur : 69 tahun
Agama : Katolik
Alamat : Pasir Panjang, RW 01 / RT 08
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan terakhir : Nelayan
Tanggal masuk : 11, Mei 2017 Hub dengan pasien: Anak

GENOGRAM

X X x
X

X X
X X X

X X 69
X

Alasan utama datang ke Panti Sosial:


Klien mengatakan bahwa dirinya dibawa oleh anaknya ke panti untuk mendapatkan
pelayanan medis dan perawatan, karena klien menderita Hipertensi. Beberapa bulan yang lalu Tn
A.C mengeluh sering pusing-pusing. Menurut dokter Tn A.C menderita hipertensi sedang, setelah
diberi obat kondisinya agak mulai membaik.

Keluhan utama saat ini:


Klien mengeluh, merasa tegang pada daerah tengkuk yang mengakibatkan klien susah tidur dan
serimg pusing,apalagi tiba-tiba berdiri akan terasa pusing

Riwayat kesehatan keluarga:


Klien mengatakan bahwa ayah dan ibu tidak menderita penyakit menurun.

Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap makanan, minuman, ataupun obat-
obatan.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Nyeri : Skala nyeri 4 (0-10)
Status gizi : BB saat ini : 47 kg TB: 159 cm BMI: ….....
Gizi cukup √ Gizi lebih Gizi kurang

Personal Hygine : Klien menjaga kebersihan diri dengan baik, mandi 2X sehari,
berpakaian rapi, tempat tidur tersusun rapi dan bersih. Penerima
manfaat juga tidak memiliki bau badan yang menyengat.

2. Sistem persepsi sensori


Pendengaran : Pendengaran baik, tidak memakai alat bantu pendengaran, bentuk
telinga simetris, telinga bersih.

Penglihatan : Klien memiliki penglihatan sudah kabur, sehingga jika membaca


menggunakan bantuan kaca mata. Konjutiva anemis, sklera tidak
ikterik, tidak ada katarak, reflek pupil baik ( mengecil saat terkena
cahaya), bentuk mata simetris.

Pengecap/Penghidu : Tidak ada bau mulut, gigi ada yang tanggal/ copot pada bagian
depan atas, terdapat karies gigi, tidak menggunakan gigi palsu.
Hidung, tidak ada pembesaran sinus. Tidak ada sumbatan di hidung,
tidak ada epitaksis, tidak ada lesi.

Peraba : Kulit tampak keriput, turgor kulit kurang dari 2 detik, tidak ada lesi,
capiraly reptil kurang dari 2 detik.

3. Sistem pernafasan
Frekuensi : 22 x/menit
Suara nafas : Vesikuler

4. Sistem kardiovaskular
Tekanan darah : 180/90 MmHg Nadi: 80 x/Menit Capillary Refill: <2 Detik

5. Sistem saraf pusat


Kesadaran : Compos Mentis
Orientasi waktu : Klien mengatakan ia dikaji pada pagi hari.
Orientasi orang : Klien mampu membedakan perawat dan klien lainnya.

6. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan : Baik, klien mampu menghabiskan 1 porsi makan.
Pola makan : 3 kali sehari (sarapan, makan siang, dan malam)
Abdomen : Tampak simetris, tidak ada edema atau massa, bising usus 13x/mnt.
BAB : Klien mengatakan BAB lancar, 1x/hari, kosistensi padat, dengan
bau khas.

7. Sistem musculoskeletal
Rentang gerak : 4 4

4 4

Kemampuan ADL : Klien mampu makan sendiri, berpakaian sendiri, mandi dibantu oleh
perawat.

8. Sistem integument
Kulit tampak keriput, turgor kulit kurang lebih 2 detik, tidak ada lesi, capiraly reptil kurang
dari 2 detik.

9. Sistem reproduksi
Tampak bersih, tidak ada edema dan lesi, serta klien mengalami penurunan libido.

10. Sistem perkemihan


Pola : Klien BAK 4x/hari, urin berwarna kuning jernih.
Inkontinensia : Ya, sehingga klien mamakai popok.

Data Penunjang

Terapi yang diberikan


Catopril 6,25 mg / 24 jm

PSIKOSOSIOBUDAYA DAN SPIRITUAL

Psikologis

1. Perasaan saat ini dalam menghadapi masalah: Klien mengatakan merasa stres dengan keadaannya
saat ini.
2. Cara mengatasi perasaan tersebut: Klien mengatakan suka bercerita dengan teman sekamarnya.
3. Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan: Klien ingin pulang kerumah dan bertemu dengan
anak dan cucunya.
4. Jika rencana ini tidak dapat dilaksanakan maka: Klien tetap dirawat oleh petugas di panti sampai ia
sembuh.
5. Pengetahuan klien tentang masalah / penyakit yang ada: Klien mengetahui kalau ia sedang sakit
hipertensi.

Sosial

1. Aktivitas atau peran di masyarakat: Klien dulunya sebagai ketua Rayon.


2. Kebiasaan di lingkungan yang tidak disukai: Lingkungan yang ribut/ adanya perkelahian.
3. Cara mengatasinya: Klien biasanya menegur
4. Pandangan klien tentang aktifitas social dilingkungannya: Klien merasa masyarakat mampu
bersosialisasi dengan baik seperti: kerja bakti, mengikuti kegiatan keagamaan.

Budaya

1. Budaya yang diikuti klien adalah budaya: Timor


2. Keberatan /tidak terhadap budaya yang diikuti: Tidak
3. Cara mengatasi (jika keberatan) ……………………………………………………………

Spiritual

1. Aktivitas ibadah yang sehari-hari dilakukan: Berdoa dan membaca alkitab


2. Kegiatan keagamaan yang biasa dilak,ukan: Ibadah rumah tangga dan ibadah mingguan.
3. Kegiatan ibadah yang saat ini tidak bisa dilakukan: Mengikuti paduan suara
4. Perasaan klien akibat tidak dapat melaksanakan ibadah tersebut: Merasa ada yang kurang
5. Upaya klien mengatasi perasaan tersebut: Klien suka bernyanyi bersama teman-temannya di panti.
6. Apa keyakinan klien tentang peristiwa/ masalah kesehatan yang sekarang sedang dialami: Klien
mengatakan penyakitnya ini karena kelalaian-nya karena tidak menjaga pola makan dengan baik.

Format Pemeriksaan MMSE (Mini-Mental State Examination)

Nama Pasien : Tn. B Nama pemeriksa :


Usia pasien : 69 Tahun Tanggal : 14 april 2020
Pendidikan : SMA Waktu : 09.30

Skor
Orientasi Tertinggi Dicapai
1. Sekarang ini (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari), apa? 5 4
2. Kita berada di mana ? (negara), (propinsi), (kota), (panti wredha), (Wisma) 5 5

Registrasi Memori
3. Sebut 3 obyek. 3 2
Tiap obyek 1 detik, kemudian lansia diminta mengulangi 3 nama obyek tadi. Nilai 1
untuk setiap nama obyek yang benar. Ulangi sampai lansia dapat menyebutkan
dengan benar. Catat jumlah pengulangannya.
Atensi dan Kalkulasi
4. Kurangkan 100 dengan 5, kemudian hasilnya berturut-turut kurangkan dengan 5 5 3
sampai pengurangan kelima (100 ; 95 ; 90 ; 85 ; 80 ; 75). Nilai 1 untuk tiap jawaban
yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau
Eja secara terbalik kata ”WAHYU”. Nilai diberikan pada huruf yang benar
sebelum kesalahan, missal ”UYAHW”
Pengenalan Kembali (recalling)
5. Lansia diminta menyebut lagi 3 obyek di atas 3 3
(pertanyaan ke-3)
Bahasa
6. Lansia diminta menyebut 2 benda yang ditunjukkan perawat, 2 2
misal : pensil, buku
7. Lansia diminta mengulangi ucapan perawat : 1 1
namun, tanpa, apabila
8. Lansia mengikuti 3 perintah : ambil kertas itu dengan tangan kanan Anda, lipatlah 3 3
menjadi dua, dan letakkan di lantai
9. Lansia diminta membaca dan melakukan perintah : 1 1
Pejamkan mata Anda
10. Lansia diminta menulis kalimat singkat tentang pikiran / perasaan secara spontan di 1 1
bawah ini. Kalimat terdiri dari 2 kata (subyek dan predikat) :
…………………………………………………….
11. Lansia diminta menggambar bentuk di bawah ini: 1 0

30 24
Skor Total

Interpretasi :
Jumlah respon dijumlahkan dan dikategorikan menjadi :
(1) Skor ≤ 16 : Terdapat gangguan kognitif.
(2) Skor 17-23 : Kemungkinan terdapat gangguan kognitif.
(3) Skor 24-30 : Tak ada gangguan kognitif.

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONAIRE (SPMSQ)

( Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia )


Skore
No Pertanyaan Jawaban
1 1. Tanggal berapa hari ini? 14
1 2. Hari apa sekarang ini? Selasa
1 3. Apa nama tempat ini? Panti werdha
1 4. Berapa nomor telepon Anda? Pasir Panjang
Di mana alamat Anda? (Tanyakan bila
tidak memiliki telepon)
0 5. Berapa umur Anda? 65
0 6. Kapan Anda lahir? Lupa
1 7. Siapa Presiden Indonesia sekarang? Jokowi
1 8. Siapa Presiden sebelumnya SBY
1 9. Siapa nama kecil ibu Anda? Ika
0 10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap 17, 15, 13, 9, 6, 3, 0.
pengurangan 3 dari setiap angka baru
semua secara menurun
Jumlah Kesalahan Total
Penilaian SPMSQ :
Pengisisan Benar 1, salah 0
1.Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
2.Kesalahan 3-4 : Gangguan fungsi intelektual ringan
3.Kesalahan 5-7 : Gangguan fungsi intelektual sedang
4.Kesalahan 8-10 : Gangguan fungsi intelektual berat

Keterangan : Gangguan fungsi intelektual ringan

Indeks Katz Kemandirian dalam Aktivitas Hidup Sehari-Hari


(Katz Index of Independence in Activities of Daily Living)

Aktivitas Mandiri (nilai 1) Tergantung (nilai 0)


(Nilai 1 atau
0)
Mandi (Nilai 1) Mandi sendiri atau dibantu (Nilai 0) Membutuhkan bantuan
Nilai___0_ hanya pada satu bagian tubuh seperti sepenuhnya saat mandi atau
bagian punggung, area genital, atau dibantu lebih dari satu bagian
ekstremitas yang tidak bisa digerakkan tubuh
Berpakaian (Nilai 1) Mengambil pakaian dari (Nilai 0) Membutuhkan bantuan
Nilai___1_ lemari dan laci dan memakainya sendiri untuk memakai pakaian sendiri
tanpa dibantu. Tali sepatu mungkin
dibantu
Ke toilet (Nilai 1) Pergi ke toilet, membuka dan (Nilai 0) membutuhkan bantuan
Nilai__0__ menutup pintunya, membuka pakaian ke toilet
dan membersihkan area genital tanpa
bantuan
Berpindah (Nilai 1) Bangun dari tempat tidur(Nilai 0) Membutuhkan bantuan
Nilai_1___ tanpa bantuan atau tanpa berpegangan
untuk berpindah dari tempat
pada kursi. tidur ke kursi
Kontinen (Nilai 1) Mampu mengontrol BAB dan(Nilai 0) (0 POINTS)
(continence) BAK secara mandiri Inkontinensia urine dan alvi,
Nilai__1__ parsial atau total
Makan (Nilai 1) Mengambil makanan dari (Nilai 0) Membutuhkan bantuan
Nilai__1__ piring dan memasukkannya ke mulut untuk makan baik sebagiak
tanpa bantuan. Penyiapan makan maupun total atau membutuhkan
mungkin dilakukan oleh orang lain parenteral

TOTAL NILAI = 3. 6 = Tinggi (Pasien mandiri) 0 = Rendah (Pasien sangat tergantung

Sumber:Katz, Down, Cash, & Grotz (1970); Wallace, (2007)

GERIATRIC DEPRESSION SCALE


(PENGKAJIAN DEPRESI PADA LANSIA)
Mengkaji pasien lansia dengan depresi
Saat mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan tehnik
mengobservasi perilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya.
Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objektif sebagai berikut:
1. Penampilan tidak rapi, kusut dan kulit kotor (kebersihan diri kurang)
2. Kontak mata kurang selama interaksi
3. Afek datar, labil dan tidak sesuai
4. Tampak sedih dan murung
5. Tampak lesu dan lemah
6. Komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.
Aspek psikososial yang perlu dikaji adalah: bagaimana perasaan saat ini, apakah mengalami
kebingungan, kecemasan, atau mempunyai ide untuk bunuh diri. Data ini dapat dikaji
melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric
Scale).
Data yang perlu didapatkan dari keluarga adalah :
1. Apakah pasien sukar tidur atau sering terbangun pada malam hari?
2. Apakah pasien sering mengurung diri dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain?
3. Apakah pasien sering mengatakan tidak ada artinya hidup?
4. Apakah pasien sering mengatakan merasa kesepian?
5. Apakah pasien tidak mampu melakukan aktifitas yang biasa dia lakukan
SKALA DEPRESI GERIATRI
(Geriatric Depression Scale 15-Item / GDS-15)

KEADAAN YANG DIRASAKAN SELAMA SEMINGGU Nilai Respon


No.
TERAKHIR YA TIDAK
1. Apakah Anda sebenarnya puas dengan kehidupan Anda? 0
2. Apakah Anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau 0
kesenangan Anda?
3. Apakah Anda merasa kehidupan Anda kosong atau merasa kesepian? 1
4. Apakah Anda sering merasa bosan? 1
5. Apakah Anda memiliki semangat yang bagus dalam sebagian besar 0
hidup anda?
6. Apakah Anda takut khawatir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi 1
pada Anda?
7. Apakah Anda merasa bahagia dalam sebagian besar hidup Anda? 0
8. Apakah Anda sering merasa tidak berdaya? 1
9. Apakah Anda lebih suka tinggal di wisma atau di rumah daripada 1
pergi keluar untuk mengerjakan sesuatu yang baru?
10. Apakah Anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat 0
Anda dibanding kebanyakan orang?
11. Apakah Anda pikir bahwa hidup Anda sekarang ini menyenangkan? 1
12. Apakah Anda merasa tidak berharga? 1
13. Apakah Anda merasa penuh dengan energi/kekuatan? 1
14. Apakah Anda merasa apa yang anda alami sekarang ini/keadaan anda 0
saat ini tidak ada harapan?
15. Apakah Anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada 1
Anda?
Interpretasi : 9 (depresi sedang)
Jumlah respon dijumlahkan dan dikategorikan menjadi :
(1) Skor 10 – 15 = Depresi berat
(2) Skor 5 – 9 = Depresi sedang
(3) Skor 0-4 = Normal
Lembar observasi risiko jatuh
“The timed up and go (tug) test”

Nama : Tn. B
Usia : 69 tahun

Peralatan:
1. Sebuah stopwatch
2. Sebuah kursi
3. Meteran

Arahan:
Lansia memakai alas kaki yang biasa mereka gunakan sehari-hari. Lansia duduk dengan tenang pada
sebuah kursi yang memiliki sandaran. Buat sebuah garis yang berjarak 3 meter dari tempat duduk
lansia.

Instruksi kepada lansia:


Ketika saya mengatakan “mulai” Bapak/Ibu Harus :
1. Berdiri dari tempat duduk
2. Berjalan menuju garis yang sudah ditandai
3. Setelah tiba di garis tersebut maka
4. Bapak/Ibu harus berbalik
5. Berjalan kembali ke tempat duduk semula
6. Lalu duduk kembali
Waktu mulai dihitung saat pemeriksa mengucapkan “Mulai” dan berhenti ketika lansia duduk
kembali.
Hasil observasi: ____13_____Detik
Risiko rendah : bila < 12 detik
1= Risiko Tinggi : bila ≥ 12 detik
Sumber: Center for disease control and prevention (2014, telah dimodifikasi sesuai penelitian Kiik,
2015).
Lembar observasi lingkungan tempat tinggal Lansia (Panti/ rumah)

Pertanyaan Ya Tidak
Apakah lampu yang digunakan adalah lampu pijar? 1
Apakah ketinggian kasur dari lantai lebih dari 20 cm? 1
Apakah kamar mandi/WC memiliki pegangan? 1
Apakah jenis jamban yang digunakan adalah tipe jongkok? 1
Apakah terdapat kursi mandi? 1
Apakah lantai licin? 1
Adakah undakan di rumah?  1  
Apakah ada tangga di rumah?   1 
Apakah anda menggunakan karpet atau tikar di rumah?  1  
Apakah barang-barang berserakan di lantai?   1 
Total    

Hasil observasi:

Risiko rendah : bila < nilai mean (6,33)

1= Risiko Tinggi : bila ≥ nilai mean (6,33)

(Sumber: Minesotta Home assesment, Dimodifikasi oleh Stefanus Mendes Kiik, Junaiti Sahar
dan Heni Permatasari, 2015)

Analisa Data

No DS/DO Masalah
1 DS : Nyeri Akut
 Klien mengeluh, merasa tegang pada daerah
tengkuk yang mengakibatkan klien susah
tidur dan pusing.
 Pengkajian PQRST
P : Tekanan Darah Tinggi
Q : Tertekan benda berat
R : Tengkuk
S : 1-10 (6)
T : 20 menit

DO :
 TTV
Tekanan darah : 180/90 MmHg
Nadi: 80 x/Menit
RR : 22 x/Menit
 Berdasarkan pengukuran GDS klien
mengalami depresi sedang

2 DS : Klien mengeluh pusing,apalagi pada saat tiba- Resiko Jatuh


tiba berdiri

DO :
 TTV
Tekanan darah : 180/90 MmHg
Nadi: 80 x/Menit
RR : 22 x/Menit

 Berdasarkan pengkuran TUG didapatkan


hasil 13 detik(beresik tinggi jatuh)

Lampiran 3
FORMAT RENCANA KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Kode
Dx. Keperawatan Kode NOC Kode NIC
Dx
00132 Nyeri Akut 2101 Setelah dilakukan 1400 Manajemen Nyeri
tindakan 1 kali 8 jam
klien dapat mengalami 1. Lakukan
perkembangan Nyeri : pengkajian nyeri
Efek Yang komperhensif
Mengganggu dengan yang meliputi
kriteria hasil : lokasi,
1. Ketidaknyamanan karakteristik,
dari skala 2 dapat durasi, frekuensi,
dipertahankan ke kualitas,
skala 4. intensitas atau
2. Interupsi pada saat beratnya nyeri
tidur dari skala 2 dan faktor
dapat dipertahankan pencetus.
ke skala 4. 2. Tentukan akibat
3. Gangguan pergerakan dari pengalaman
fisik dari skala 3 nyeri terhadap
dapat dipertahankan kualitas hidup
ke skala 5. pasien misalnya
4. Gangguan pada saat tidur.
aktivitas hiup sehari- 3. Dukung
hari dari skala 2 istirahat/tidur
dapat dipertahankan yang adekuat
ke skala 4. untuk menganti
penurunan nyeri.
4. Ajarkan
penggunaan
teknik non
farmakologi
seperti relaksasi.

00155 Resiko Jatuh 1828 Setelah dilakukan 6490 1. Identifikasi


tindakan 1 kali 8 jam penurunan
klien dapat mengalami kognitif dan fisik
perkembangan pada lansia yang
pengetahuan : berptensi
pencegahan jatuh menyebabkan
meningkat jatuh
1. Penyakit akut dapat 2. Pantau gaya
meningkatkan resik berjalan,
jatuh keseimbangan
2. Perubahan tekanan dan tingkat
darah dapat kelemahan saat
meningkatkan resik berpindah
jatuh 3. Tanyakan pada
3. Penggunaan alat lansia persepsi
bantu yang tepat tentang
4. Penggunaan alat keseimbangan
bantu yang aman yang resik jatuh
5. Penggunaan alas kaki 4. Ajarkan kepada
yang tepat lansisa
6. Penggunaan bagaimanarepn
penhayaan yang tepat saat jatuh umtuk
meminimalkan
5. Ajarkan teknik
yang tepat saat
saat berpindah
6. Arahkan lansia
untuk berdaptasi
dengan gaya
berjalan yang
telah dimdifikasi
7. Orientasikan
lansia untuk
melakukan
latihan dan
aktifitas rutin
seperti berjalan
untuk mencegah
resik jatuh
FORMAT RENCANA KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Kode
Dx. Keperawatan Kode NOC Kode NIC
Dx
00132 Nyeri Akut 2101 Setelah dilakukan 1400 Manajemen Nyeri
tindakan 1 kali 8 jam
klien dapat mengalami 5. Lakukan
perkembangan Nyeri : pengkajian nyeri
Efek Yang komperhensif
Mengganggu dengan yang meliputi
kriteria hasil : lokasi,
5. Ketidaknyamanan karakteristik,
dari skala 2 dapat durasi, frekuensi,
dipertahankan ke kualitas,
skala 4. intensitas atau
6. Interupsi pada saat beratnya nyeri
tidur dari skala 2 dan faktor
dapat dipertahankan pencetus.
ke skala 4. 6. Tentukan akibat
7. Gangguan pergerakan dari pengalaman
fisik dari skala 3 nyeri terhadap
dapat dipertahankan kualitas hidup
ke skala 5. pasien misalnya
8. Gangguan pada saat tidur.
aktivitas hiup sehari- 7. Dukung
hari dari skala 2 istirahat/tidur
dapat dipertahankan yang adekuat
ke skala 4. untuk menganti
penurunan nyeri.
8. Ajarkan
penggunaan
teknik non
farmakologi
seperti relaksasi.

00155 Resiko Jatuh 1828 Setelah dilakukan 6490 8. Identifikasi


tindakan 1 kali 8 jam penurunan
klien dapat mengalami kognitif dan fisik
perkembangan pada lansia yang
pengetahuan : berptensi
pencegahan jatuh menyebabkan
meningkat jatuh
7. Penggunaan alat 9. Pantau gaya
bantu yang tepat berjalan,
8. Penggunaan alat keseimbangan
bantu yang aman dan tingkat
9. Penggunaan alas kaki kelemahan saat
yang tepat berpindah
10. Penggunaan 10. Tanyakan pada
penhayaan yang tepat lansia persepsi
tentang
keseimbangan
yang resik jatuh
11. Ajarkan kepada
lansisa
bagaimana
respon saat jatuh
umtuk
meminimalkan
12. Ajarkan teknik
yang tepat saat
saat berpindah
13. Arahkan lansia
untuk berdaptasi
dengan gaya
berjalan yang
telah
dimodifikasi
14. Orientasikan
lansia untuk
melakukan
latihan dan
aktifitas rutin
seperti berjalan
untuk mencegah
resik jatuh

Intervensi tambahan dari jurnal:


Melakukan terapi relaksasi untuk menurunkan tekanan darah dan meningkatkan kualitas
hidup penderita hipertensi.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No Hari/tgl Diagnosa Waktu Implementasi Evaluasi
1. Rabu/ Nyeri Akut 15:30 1 Meakukan pengkajian nyeri S: Klien tidak
komperhensif yang meliputi
15 April lokasi, karakteristik, durasi, tegang, nyeri pada
2020 frekuensi, kualitas, intensitas daerah tengkuknya.
atau beratnya nyeri dan
faktor pencetus.
15:55 2 Mengajarkan klien untuk diet O: Klien tampak
makan rendah lemak dan sehat.
rendah garam. TTV
TD: 140/90 MmHg
N: 81 x/Menit
3 Menganjurkan pasien untuk RR : 22 x/Menit
mengomsumsi mentimun.
A: Masalah Nyeri
4 Menganjurkan klien untuk
akut teratasi.
merendam kaki pada air
hangat.
P: Intervensi
dilanjutkan.

2 Rabu/ Risiko Jatuh 17:00 1 Menjelaskan pada Tn A.C S: Klien mengeluh


pusing,apalagi pada
15 April bahaya jatuh. saat tiba-tiba berdiri
2020 2 Menganjutkan Tn A.C
menghindari lantai yang O: TTV
TD : 180/90 MmHg
tidak ratah dan basah. N: 80 x/M
RR : 22 x/M
Berdasarkan
pengkuran TUG
didapatkan hasil 13
detik(beresik tinggi
jatuh)

A: Masalah risiko
jatuh belum
teratasi.

P: Intervensi
dilanjutkan.
BAB 4

PEMBAHASAN

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup istrahat / tenang ( Kemenkes RI, 2015 ).

Hiperetensi merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian pada lansia.

( Riskesdas 2013 ). Hipertensi dapat juga menyebabkan gagal ginjal, kebutaan,

pecahnya pembuluh darah dan gangguan kognitif (WHO, 2013).

Berdasarkan data WHO 2014 prevalensi hipertensi pada kelompok usia 65-74

tahun sebagai berikut: prevalensi keseluruhan 49,6%, untuk hipertensi derajat 1 (140-

159/90-90 mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2 (160-179/100-109 mmHg) dan

6,5% untuk hipertensi derajat 3 (180/110 mmHg). Hasil pengkajian yang peneliti

dapatkan pada klien Tn. A. C menderita Hipertensi mengalami keluhan Klien

mengeluh, merasa nyeri, tegang pada daerah tengkuk dan pusing. Tn. A.C mengatakan

“Pusing pada saat tiba-tiba berdiri, pusing tersebut dikarenakan klien susah tidur”.

Hipertensi pada lansia disebabkan karena proses penuaan dimana terjadi perubahan sistem

kardiovaskuler, katup mitral dan aorta mengalami sklerosis dan penebalan, miokard menjadi

kaku dan lambat dalam berkontraktilitas. Kemampuan memompa jantung harus bekerja lebih

keras sehingga terjadi hipertensi.

Berbagai upaya telah dilakukan akan tetapi jumlah hipertensi pada lansia terus

meningkat, maka di adakan perkesmas dan posyandu lansia dengan tujuan untuk

mengontrol kasus hipertensi pada lansia. tetapi dari hasil wawancara yang di peroleh

dari penderita hipertensi bahwa mereka masih mengalami dalam hal ketersediaan
obat-obatan. Kondisi ini di sebabkan oleh faktor keluarga yang tidak memperhatikan

kebutuhan dari penderita hipertensi salah satunya adalah obat – obatan. Oleh karena

itu penderita hipertensi mengalami stres yang di sebabkan harus minum obat yang

tidak teratur, serta kurangnya perhatian dari keluarga.

Penelitian Mardianti (2013), menunjukan bahwa penderita hipertensi mempunyai

sikap yang buruk dalam menjalani diet hipertensi hal tersebut di sebabkan oleh faktor

pengetahuan penderita hipertensi. Sikap merupakan suatu tndakan aktifitas, akan

tetapi merupakan faktor predisposisi dari pelaku. Menurut Notoatmodjo (2015),

perilaku seseorang adalah penyebab utama timbulnya masalah kesehatan, tetapi juga

merupakan kunci utama. Perilaku merupakan faktor kedua terjadi perubahan derajat

kesehatan masyarakat. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi

hipertensi pada lanjut usia, dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat

penyakit kardio-vaskuler dan serebrovaskuler. Terapi pada pasien usia lanjut meliputi

terapi norfamakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan

oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan

mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi non

farmakologis terdiri dari: menghentikan merokok, menurunkan berat badan,

menurunkan konsumsi alkohol berlebih, latihan fisik, menurunkan asupan garam,

meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak. Diet

merupakan salah satu faktor penting dalam penatalaksanaan farmakologi. Pada studi

kohort yang dilakukan, asupan natrium yang tinggi dapat meningkatkan tekanan

darah sedangkan asupan kalium berhubungan dengan penurunan tekanan sistolik dan

diastolik dan magnesium tidak terbukti berkaitan dengan perubahan tekanan darah.

1
Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik
Penatalaksaan hipertensi pada lansia dilakukan agar mengurangi resiko angka

kematian pada lansia dengan cara melakukan pengobatan secara rutin, meningkatkan

pola aktifitas dan mengatur pola makan yang baik.Sebagian besar pasien usia lanjut

yang didiagnosis hipertensi pada akhirnya menjalani terapi menggunakan obat

antihipertensi. Pengobatan hipertensi secara farmakologi pada usia lanjut sedikit

berbeda dengan usia muda, karena adanya perubahan –perubahan fisiologis akibat

proses menua. Perubahan fisiologis yang terjadi pada usia lanjut menyebabkan

konsentrasi obat menjadi lebih besar, waktu eliminasi obat menjadi lebih panjang,

terjadi enurunan fungsi dan respon dari organ, adanya berbagai penyakit penyerta

lainnya (komorbiditas), adanya obat-obatan untuk enyakit penyerta yang sementara

dikonsumsi harus diperhitungkan dalam pemberian obat antihipertensi.

Perubahan sistem biologis pada usia lanjut akan mempengaruhi proses interaksi

molekul obat yang pada akhirnya mempengaruhi manfaat klinik dan keamanan

farmakoterapi. Frekuensi terjadinya efek samping pada kelompok usia lanjut lebih

tinggi bila dibandingkan dengan populasi pada umumnya. Selain itu pasien usia lanjut

merupakan salah satu pasien yang rentan terhadap interaksi obat.

2
Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik
BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup istrahat / tenang ( Kemenkes RI, 2015 ).

Hiperetensi merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian pada lansia.

( Riskesdas 2013 ). Hipertensi dapat juga menyebabkan gagal ginjal, kebutaan,

pecahnya pembuluh darah dan gangguan kognitif (WHO, 2013).

Berdasarkan data WHO 2014 prevalensi hipertensi pada kelompok usia 65-74

tahun sebagai berikut: prevalensi keseluruhan 49,6%, untuk hipertensi derajat 1 (140-

159/90-90 mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2 (160-179/100-109 mmHg) dan

6,5% untuk hipertensi derajat 3 (180/110 mmHg).

Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria maupun

wanita, yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupun mereka yang tidak

berdaya untuk mencari nafka sendiri hingga bergantung pada orang lain untuk

menghidupi drinya sendiri (nugroho, 2006). Lansia adalah seseorang yang telah

mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan

proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan

proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan

luar tubuh

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari

3
Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua

merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,

yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006). Keperawatan Gerontik adalah Suatu

bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan

yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada

klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat.

B. Saran

Agar mahasiswa lebih memahami bagaimana cara kita untuk memperlakukan

pasien secara aman dan baik. Siswa dapat mengetahui konsep dan asuhan

keperawatannya pada lansia dengan hipertensi. Menjaga aktivitas tidur, diet dan yang

lainnya agar seimbang.

Dari hasil asuhan keperawatan ini dapat menjadi bahan bacaan bagi semua

mahasiswa/ i di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maranatha Kupang dan menjadi

bahan acuan untuk peneliti dibidang kesehatan dengan metode yang berbeda.

4
Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2018. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,

EGC,

Doengoes, Marilynn E. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku

Kedokteran, EGC,

Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2013. The child with hypertension. In: Webb NJA,

Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition. Oxford:

Oxford University Press

Johnson, M., et all. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New

Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:

Prima Medika

Smet, Bart.2015. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta

Soeparman dkk,2017  Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta

Smeljer,s.c Bare, B.G ,2010Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,

Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang

5
Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik
6
Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik

Anda mungkin juga menyukai