Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

STATUS ASMATIKUS

OLEH

NAMA : AGE N.META

NIM : 54802819

PRODI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
KUPANG
2020
A. Definisi

Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan
oleh periode bronkospasme ( kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas ). (Polaski :
1996).

Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).

Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne :
2001).

Asmatikus adalah Suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa jam
sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim.

Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian, oleh karena
itu :

a. Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan terhadap
usaha menanggulangi sumbatan saluran pernapasan.

b. Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang


merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran
napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin, dan lain-lain).

Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa serangan asam berat
kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat untuk
serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau antagonis tidak
ada perbaikan atau malah memburuk.

B. Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik

Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya
IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen–inhalasi), seperti
debu rumah, serbuk – serbuk dan bulu binatang.

2. Faktor Intrinsik

a) Infeksi :

- Virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV).

- Bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus.

- Jamur, misalnya aspergillus.

3. Cuaca :

Perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan
percepatan.

4. Iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara.

5. Emosional : takut, cemas dan tegang.

6. Aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari.

C. Manifestasi Klinik

1. Wheezing

2. Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan

3. Pernapasan cuping hidung

4. Batuk kering ( tidak produktif) karena secret kental dan lumen jalan napas sempit

5. Diaphoresis

6. Sianosis
7. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan

8. Kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadarn

9. Tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara

D. Pathofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi
dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003) Pada
asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. (Tanjung, 2003) Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan
baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)
a) Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)

b) Kontraksi otot polos

c) Edema mukusa

d) Hipersekresi

e) Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi)

f) Hipoventilasi

g) distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru

h) Gangguan difusi gas di alveoli

i) Hipoxemia

j) Hiperkarpia

E. Pathway

Allergen masuk ke dalam tubuh

Merangsang sel plasma

Ig E

Sejumlah mediator (histamine, neokotrien, factor pengaktifasi platelet, bradikinin dll)


Permeabilitas kapiler meningkat

Produksi mucus meningkat (pembengkakan mukosa bronchial dan pengentalan sekresi)

Diameter bronchial menurun

Abnormalitas ventilasi perfusi

Hipoksemia dan respirasi alkalosis

Respirasi asidosis

(Brunner & Suddart. 2015. hal 614).

F. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita


asma akan didapati :

a. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinopil.

2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

b. Pemeriksaan darah

1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.

2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana


menandakan terdapatnya suatu infeksi.

4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu


serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

B. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.

Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:

a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.

c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.

d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka


dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
C. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

D. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3


bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.

b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right


bundle branch block).

c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES


atau terjadinya depresi segmen ST negative.

E. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

F. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1
atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk
menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.

G. Komplikasi

Komplikasi yang ditimbulkan oleh status asmatikus adalah

a. Atelaktasis

b. Hipoksemia

c. Pneumothoraks Ventil

d. Emfisema

e. Gagal napas.

H. Penatalaksanaan Medis

Prinsip-prinsip penatalaksanaan status asmatikus adalah :

1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan : Saatnya serangan
Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya).

2. Pemberian obat bronchodilator.

3. Penilaian terhadap perbaikan serangan

4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid

5. Setelah serangan mereda : Cari faktor penyebab modifikasi pengobatan penunjang


selanjutnya.

6. Oksigen dosis 2-4 liter/ menit


Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian keperawatan

Hal-hal yang perlu dikaji pada Klien asma adalah sebagai berikut:

a. Riwayat kesehatan yang lalu:


1. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
2. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
3. Kaji riwayat pekerjaan Klien.
b. Aktivitas
1. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
2. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
3. Aktivitas sehari-hari.
4. Tidur dalam posisi duduk tinggi.
C. Pernapasan
1. Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
2. Napas memburuk ketika Klien berbaring terlentang ditempat tidur.
3. Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
4. Adanya bunyi napas mengi.
5. Adanya batuk berulang.
d. Sirkulasi
1. Adanya peningkatan tekanan darah.
2. Adanya peningkatan frekuensi jantung.
3. Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
4. Kemerahan atau berkeringat.
e. Integritas ego
1. Ansietas
2. Ketakutan
3. Peka rangsangan
4. Gelisah
f. Asupan nutrisi
1. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
2. Penurunan berat badan karena anoreksia.

g. Hubungan sosial
1. Keterbatasan mobilitas fisik.
2. Susah bicara atau bicara terbata-bata.
3. Adanya ketergantungan pada orang lain.
h. Seksualitas
1. Penurunan libido

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya


bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi
mucus yang kental.

2. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.

3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan.

C. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Kaji TTV.
nafas tidak tindakan keperawatan 2. Lakukan pemeriksaan auskultasi.
efektif b.d selama 1x24 jam pada 3. Kolaborasi dengan dokter untuk
spasme jalan Nn.B, diharapkan jalan pemberian obat sesuai dengan indikasi
napas. nafas klien menjadi bronkodilator.
efektik dengan kriteria 4. Kolaborasi dengan dokter pemberian
hasil : obat antibiotik yaitu lamoxilin.
a.1.1.a.i.1. Klien
merasa nyaman
ditandai dengan
keluhan sesak nafas
dan nyeri dada serta
abdomen yang
diarasakan klien
berkurang.
2. Klien tidak
mengeluh sakit saat
batuk.
3. TTV klien dalam
rentang normal
yaitu :
RR : 16 – 24x/menit
Nadi : 60 –
100x/menit.
4. Bunyi nafas
bronkhovesikuler
pada daerah bronkus.
5. Bunyi nafas
vesikuler di semua
lapang paru.
2 Pola nafas Setelah dilakukan 1. Kaji TTV klien.
tidak efektif tindakan keperawatan 2. Beritahu klien untuk banyak istirahat.
berhubungan pada Nn.B, selama 2x24 3. Kolaborasi dengan dokter untuk
dengan jam. Diharapkan pola pemberian oksigen ( 2-4 liter/menit ).
penurunan nafas dapat kembali 4. Ajarkan klien untuk nafas dalam.
energi atau normal. Dengan kriteria 5. Kolaborasi dengan ahli terapi pernapasan
kelelahan. hasil: untuk memastikan keadekuatan ventilator
mekanis.
1. Sesak napas klien
mulai berkurang.
2. Tidak lagi
menggunakan otot
bantu pernapasan.
3. Tidak ada lagi
pernapasan cuping
hidung.
4. TTV dalam batas
normal yaitu  TD :
110/70-
120/80mmHg, RR :
16-24x/menit, nadi :
60-100x/menit, suhu
: 36,5-37,50C .
3 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Observasi KU klien.
aktivitas b.d tindakan kepada Nn. b 2. Dekatkan alat- alat yang dibutuhkan klien.
kelemahan. selama 3 x 24 jam Klien 3. Libatkan keluarga dalam memenuhi
mampu melakukan kebutuhan sehari-hari.
aktivitas, dengan kriteria 4. Kolaborasi dengan ahli gizi.
hasil :
1. Keadaan umum
baik..
2. Klien mampu
memenuhi
kebetuhan sehari-
hari dibantu keluarga
dan perawat
seminimal mungkin.
3. Klien dapat
melakukan ROM
pasif

Anda mungkin juga menyukai