TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konjungtiva
1.1.1 Anatomi
permukaan posterior kelopak mata dan anterior sklera. Secara umum konjungtiva
melekat erat pada tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat
5
sekretorik (duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal
superior) (Garcia-Ferrer,2008).
1.1.2 Histologi
stroma (adenoid dan fibrosa). Lapisan epitel terdiri atas dua hingga lima lapisan
sel epitel silindris bertingkat, superfisial, dan basal. Sel-sel epitel superficial
mengandung sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus dimana sel-sel ini
akan mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air
mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superficial
Stroma konjungtiva terdiri atas lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan
atau 3 bulan serta mengandung jaringan limfoid. Lapisan fibrosa tersusun longgar
pada bola mata dan tersusun atas jaringan penyambung yang melekat pada tarsus
(Garcia-Ferrer,2008).
Konjungtiva mendapat suplai aliran darah baik mealui arteri maupun vena.
Pembuluh darah arteri yang menyuplai konjungtiva berasal dari cabang arteri
ophtalmikus, yaitu arteri ciliaris anterior dan arteri palpebralis. Pembuluh darah
mengaliri vena pada kelopak mata dan vena konjungtiva anterior mengaliri ciliari
6
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan
1.2 Konjungtivitis
terpapar oleh agen infeksi, baik endogen (reaksi hipersensitivitas dan autoimun)
pertahanan berupa tear film yang berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran dan
nasi inferior. Disamping itu, tear film juga mengandung beta lysine, lisozim,
2006).
7
1.2.3.1 Konjungtivitis Bakteri
1. Definisi
jumpai pada anak-anak dan dewasa dengan mata merah. Meskipun penyakit ini
2. Etiologi
dengan iklim sedang dan Haemophillus aegyptius pada daerah dengan iklim
oleh H influenzae dan terkadang oleh Escherichia coli dan spesies proteus.
Ferrer,2008).
3. Faktor Resiko
individu yang terinfeksi. Kelainan atau gangguan pada mata, seperti obstruksi
saluran nasolakrimal, kelainan posisi kelopak mata dan defisiensi air mata dapat
mekanisme pertahanan mata normal. Penyakit dengan supresi imun dan trauma
8
juga dapat melemahkan sistem imun sehingga infeksi dapat mudah terjadi.
baik, seperti sering mencuci tangan dan membatasi kontak langsung dengan
dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, dan kadang-kadang edema
palpebra. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular ke
5. Diagnosis
untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakitnya purulen, bermembran atau
(Garcia-Ferrer,2008).
6. Penatalaksanaan
9
Pada setiap konjungtivitis purulen dengan diploccus gram negatif (sugestif
neisseria), harus segera diberikan terapi topikal dan sistemik. Jika kornea tidak
terkena, maka dibutuhkan ceftriaxone parenteral, 1-2 g per hari selama 5 hari.
Pada konjungtivitis akut dan hiperakut, saccus conjungtivalis harus dibilas dengan
lainnya. Selain itu, lensa kontak juga tidak disarankan untuk dipakai sampai
infeksi disembuhkan.
7. Komplikasi
N gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk ke bilik mata depan, dapat timbul
1. Definisi
jenis virus. Penyakit ini berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan
10
2. Etiologi
mata berarir (watery discharge) serta edema pada kelopak mata. Pada
atau dua mata. Folikel sering mencolok pada kedua konjungtiva dan mukosa
khas. Konjungtivitis virus jenis ini lebih sering ditemukan pada anak-anak dan
mudah menular melalui kolam renang ber-khlor rendah, bisa unilateral maupun
bilateral (Garcia-Ferrer,2008).
mengenai satu mata saja dan biasanya mata pertama yang terkena cenderung lebih
parah. Temuan klinis pada pasien ini adalah injeksi konjungtiva, nyeri sedang, dan
mata berair yang dalam 5-14 hari akan diikuti oleh fotofobia, keratitis epitel dan
positif adalah tanda yang khas. Pada anak-anak, mungkin terdapat gejala sistemik
infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media dan diare
(Garcia-Ferrer,2008).
11
Keratokonjungtivitis virus herpes simpleks biasanya mengenai anak kecil dan
ditandai dengan injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri dan fotofobia
ringan. Penyakit ini terjadi pada infeksi primer HSV atau saat episode kambuh
herpes mata, sering disertai keratitis herpes simpleks dan lesi-lesi kornea bersatu
subkonjungtiva. Perdarahan yang terjadi umumnya difus, dimana pada fase awal
4. Diagnosis
penyerta seperti gangguan saluran nafas bagian atas, gejala penyerta seperti
sel radang terlihat dalam eksudat atau kerokan yang diambil dengan spatula
platina steril dari permukaan konjungtiva kemudian di pulas dengan pulasan Gram
menetapkan jenis dan morfologi sel). Pada konjungtivitis virus biasanya banyak
(Garcia-Ferrer,2008).
12
5. Penatalaksanaan
dewasa dapat sembuh sendiri dan mungkin tidak memerlukan terapi. Demam
(pengusapan ulkus dengan kain secara hati-hati, penetesan obat antivirus dan
1. Definisi
reaksi humoral dari dalam tubuh, terutama reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Garcia-
2. Etiologi
(pollen), seperti tepung sari, rumput, gulma dan lain-lain, dimana alergen ini
hanya muncul pada musim tertentu saja. Konjungtivitis alergi parennial biasanya
disebabkan oleh alergen yang biasa kita temui (tidak memerlukan musim
selama musim semi, musim panas dan musim gugur. Alergen spesifik penyebab
13
rumput. Keratokonjungtivitis atopik memiliki kaitan erat dengan adanya riwayat
keluarga seperti alergi, asma, dan urtikaria. Biasanya pasien memiliki atopik
dermatitis atau eczema ketika kecil yang kemudian berkembang menjadi gejala
2. Imunopatofisiologi
proses, yaitu sensitisasi dan memicu penjamu yang telah tersensitisasi. Pada
proses sensitisasi, alergen dengan ukuran partikel kecil (pikogram) misal : polen,
akan di proses oleh sel Langerhans, sel dendrit, dan MHC kelas II. Antigen akan
terpecah secara proteolitik dan berikatan pada sisi antigen-reseptor MHC kelas II.
Kemudian, dibawa oleh APC menuju sel limfosit Th0 (native) untuk
diekspresikan dan dikenali sebagai peptida antigenik. Proses ini terjadi pada
sistem drainase lokal kelenjar getah bening. Kontak multiple dan pertukaran
sitokin antara T-cell dengan APC penting untuk memicu terjadinya reaksi tipe
Th2. Sitokin yang dirilis oleh sel limfosit Th2 (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-13 dan
pembentukan IgE oleh sel B. Proses kedua ialah pencetusan reaksi pada individu
fase akut atau fase awal. Degranulasi sel mast juga menginduksi terjadinya
14
aktivasi sel endotelial vaskular, ekspresi chemokin, dan adhesi molekul seperti
terjadinya aktivasi sel inflamasi pada konjungtiva. Reaksi fase lambat pada
konjungtiva muncul berjam-jam setelah paparan alergen dan ditandai oleh adanya
rekurensi atau pemanjangan gejala akibat infiltrasi eusinofil, neutrofil dan sel
manifestasi alergi lainnya, peningkatan jumlah sel mast dan eusinofil pada
konjungtiva, peningkatan IgE total dan spesifik serta mediator lainnya pada serum
15
dan air mata, serta respon terapi terhadap stabilizer sel mast pada kasus
spesifik tidak ditemukan pada banyak pasien, sehingga mekanisme tambahan lain,
kemerahan, mata berair, dan merasa “mata seolah-olah tenggelam dalam jaringan
parennial adalah gatal, kemerahan, dan mata bengkak (puffy eyes), mata berair,
ada sekret mukus, dan rasa terbakar (Bonini, 2009). Pada konjungtivitis vernal
konjungtiva tarsalis inferior, serta papila raksasa mirip batu kali pada konjungtiva
keratokonjungtivitis atopik adalah gatal pada kedua mata dan kulit kelopak mata,
sekret mukus yang berbentuk menyerupai tali. Pada atopik blefaritis sering
(Bonini, 2009).
16
4. Diagnosis
sebelumnya, serta riwayat keluarga. Hal ini memiliki peran penting seperti pada
konjungtivitis vernal, dimana pasien dengan riwayat alergi pada keluarga (hay
(Garcia-Ferrer,2008).
5. Penatalaksanaan
pasien merasa nyaman. Gejala akut pada pasien fotofobia sering di atasi dengan
kompres dingin dan tetes mata yang memblok antihistamin. Obat antiinflamasi
non steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan lodoxamide bisa memperlambat
Konjungtivitis jamur sering disebabkan oleh Candida albicans, namun hal ini
jarang terjadi. Umumnya terdapat bercak putih dan pada kerokan konjungtiva
17
1.2.3.5 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
asam, alkali, asap dan angin, yang memasuki sakus konjungtivalis. Hal ini akan
memicu timbulnya gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia dan
miotik, neomycin, dll yang digabung dengan bahan pengawet atau toksik.
18