Anda di halaman 1dari 1

Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal memiliki banyak kerajinan tenun tradisional yang tumbuh

dan berkembang secara turun-temurun dalam masyarakat, seperti tenun ikat Sumba, tenun ikat
Kupang, kain Timor, tenun Buna, tenun Lotis, dan lain-lain. Motif-motif tradisional tenun ikat daerah
Nusa Tenggara Timur mempunyai bentuk yang unik, indah, mengandung makna filosofis
(Pudjiastuti, 2002). Motif tenun ikat tradisional mempunyai ciri khas motif dengan pola geometris,
karena pada dasarnya teknis tenun adalah penganyaman benang lusi dan pakan (Salma, Eskak, &
Wibowo, 2016). Pola geometris adalah desain motif dengan pola yang terukur, berulang dengan
teratur.

Tenun ikat memiliki ciri yang khas, bahkan setiap pulau menghasilkan corak dan ragam hias
dengan keunikan masing-masing. Pulau Sumba memiliki tenun khas dengan motif hewan, Pulau Rote
dengan motif khas daunnya dan Pulau Timor khas dengan tenun sutera dan bordir. Ciri khas tenun dari
Alor adalah tenun ikat lusi dan pewarnaannya masih menggunakan pewarnaan alam baik dari
tumbuh-tumbuhan dan biota laut seperi cumi, teripang dan rumput laut (Farida, Salma, Satria,
Syabana, Christianto, Lestari, Sudiarti, & Hardjanto, 2017).

Kain tenun saat ini bukan lagi bahan pakaian yang hanya dikenakan saat acara adat saja.
Munculnya kain tenun ikat sebagai bahan baku pada salah satu rancangan baju yang muncul pada
Jakarta Fashion Week 2013 kemarin merubah pandangan beberapa kalangan mengenai tenun ikat yang
semula dianggap kuno. Kain tenun ikat yang sudah menjadi busana modern yang beredar di kalangan
masyarakat Indonesia. Sayangnya tidak disertai dengan edukasi atau informasi akan kain atau busana
yang dijual sehingga masyarakat tiddak mengetahui informasi mengenai ikat, khususnya anak muda.
Melalui media promosi yang menarik untuk membantu pengenalan kain tenun ikat di kalangan
masyarakat.

Kebutuhan penggunaan baju berbahan kain tenun di NTT yang semakin meningkat. Pemerintah
NTT saat ini mewajibkan kalangan PNS untuk mengenakan busana tenun pada hari-hari tertentu dalam
seminggu. Tidak hanya PNS saja, Mahasiswa di berbagai fakultas dalam suatu Universitas juga
diwajibkan untuk mengenakan baju berbahan tenun pada hari-hari yang telah ditentukan dalam
seminggu. Hal ini bertujuan untuk melestarikan budaya NTT agar semakin dikenal dan dicintai oleh
seluruh kalangan masyarakat.

Berdasarkan atas kewajiban menggunakan baju tenun di NTT kami bertujuan memproduksi baju
tenun yang akan diminati oleh kalangan muda. Baju dengan berbahan kain tenun ikat lebih berpotensi
beredar di kalangan muda atau mahasiswa. Harga kain tenun NTT pada saat ini dapat dikatakan
cenderung mahal. Dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesulitan saat
pembuatan dan jenis motifnya. Maka dari itu, kami mencoba untuk menghasilkan produk atau pakaian
dari kain tenun dengan harga yang lebih murah dengan cara mengkombinasi kain tenun ikat dengan
baju atau kemeja polosan biasa. Kain tenun ikat sendiri memiliki ukuran yang lebih kecil dari kain tenun
yang biasanya. Sehingga proses pembuatannya tidak membutuhkan biasa yang besar. Maka ketika kami
akan memasarkan produk ini, produk ini akan memiliki harga jual yang lebih murah dari baju atau
pakaian berbahan dasar kain tenun. Harga yang murah inilah yang akan menarik perhatian kalangan
muda yang hendak membeli baju berbahan kain tenun untuk menjalankan kewajiban namun memiliki
budget yang terbatas.

Anda mungkin juga menyukai