Anda di halaman 1dari 8

Paraf Nilai

Nama Endang Sulistyawati


NIM 20050310087
Stase Ilmu Kulit dan Kelamin
Dokter Pembimbing dr. Endang T.S, Sp.KK

LAPORAN REFLEKSI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


“VARICELLA”

A. KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
- Nama : An. Handoyo
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Umur : 10 tahun
- Alamat : Bandaran, Magelang
- Pekerjaan : Pelajar

2. ANAMNESIS:
- Keluhan Utama (KU) : gatal pada bintik-bintik berisi air yang muncul di
seluruh tubuh, tangan, kaki, dan wajah.
- Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : pasien mendapati di daerah perut timbul
bintik-bintik berisi air sejak 3 hari yang lalu. Pada perut mmenjadi gatal. Selain
itu pasien juga merasakan sakit kepala dan nafsu makan berkurang. Pasien
belum berobat dan bintik-bintik menyebar ke seluruh tubuh, tangan, kaki, dan
wajah.
- Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) : pasien belum pernah mengalami hal yang
sama sebelumnya.
- Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) : pasien menyatakan bahwa tidak ada
anggota keluarga, tetangga ataupun teman sepermainan yang sedang mengalami
hal yang sama.

3. PEMERIKSAAN FISIK

1
Ujud Kelainan Kulit (UKK) : pada region fasialis, columna servikalis anterior dan
posterior, thorax anterior, dorsal, abdomen, ekstremitas superior dan inferior
ditemukan vesikel ukuran miliar dan pustul ukuran milar dengan dasar eritematous.

4. DIAGNOSIS BANDING
1. Varicella
2. Herpes zoster
3. Insect bite

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang

6. DIAGNOSIS
“Varicella”

7. RENCANA PENANGANAN
Rencana penanganan varicella pada pasien anak dapat diberikan:
1. Pengobatan sistemik:
- Obat simptomatik yaitu analgesik dan antipiretik seperti asetaminofen 10-15
mg/kgbb diberikan setiap 4-6 jam dan diberikan apabila demam dan nyeri saja
(apabila perlu/prn)
- Pada pasien anak-anak, varicella bersifat self-limited sehingga tidak
memerlukan antiviral seperti asiclovir.
- Jika terjadi infeksi sekunder maka diberikan antibiotik (dalam kasus ini tidak
terjadi infeksi sekunder)

2. Pengobatan lokal :
Diberikan bedak basah atau bedak kering yang mengandung salisil 2% atau
mentol 2%.

8. SARAN

2
Menyarankan kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi karena dapat menyebabkan
infeksi sekunder.

B. PEMBAHASAN
Pada kasus ini apabila disimpulkan dari data-data anamnesis dan pemeriksaan virus
dapat dibuat diagnosis kerja dari pasien kali ini adalah varisela. Varisela atau biasa
disebut chickenpox merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi
primer dari virus varisela zoster. Pada pasien yang sudah pernah mengalami varisela
sebagai manifestasi infeksi primer dari virus varisela zoster maka dapat terkena herpes
zoster apabila virus mengalami reaktifasi. Pada kasus ini, pasien belum pernah
mengalami hal yang sama sebelumnya sehingga dimungkinkan penyakit yang diderita
pasien sekarang adalah infeksi primer sehingga dapat menyingkirkan diagnosis banding
herpes zoster. Selain itu manifestasi klinis bilateral pada pasien ini dapat menguatkan
diagnosis varisela karena herpes zoster bermanifestasi pada kulit secara unilateral dan
sesuai dengan dermatom saraf. Sedangkan diagnosis banding insect bite dapat
disingkirkan karena pada lesi pasien tidak ditemukan tanda gigitan serangga dan pasien
tidak merasa digigit serangga sebelumnya.
Varisela memiliki komplikasi yang tidak dapat diabaikan untuk diperhatikan,
namun secara umum varisela dapat dikelompokan menjadi penyakit virus yang ringan
dan self limited khususnya apabila mengenai pasien anak-anak. Sebelum vaksin varisela
ditemukan, varisela termasuk penyakit yang mengancam jiwa dan menyebabkan 100
kematian setiap tahunnya. Namun setelah vaksin varisela ditemukan mortalitas dan
morbiditas penyakit varisela menurun.
Virus varisela zoster termasuk dalam virus herpes (herpetiviridae) subfamily
alphaherpesvirinae yang merupakan virus DNA beruntai ganda dan linear. Virus
varisela zoster berbentuk bulat dengan diameter 120-200 nm dengan ciri berinti,
berkapsul, memiliki tegumen (ruangan di antara selubung dan kapsid yang berisi
protein-protein yang dikode virus dan enzim-enzim yang dapat berperan saat inisiasi
dari replikasi diri) dan envelope. Adapun selubung virus varisela zoster mengandung
glikoprotein dan reseptor Fc.

3
Virus varisela zoster dapat menginfeksi manusia melalui droplet dan cairan dari
vesikel yang mengandung virus varicella-zoster. Virus ini masuk ke dalam tubuh
melalui mukosa traktus respiratorius bagian atas dan menginfeksi sel limfosit T. Respon
imunitas non-spesifik yang berespon awal yaitu sel NK (Natural Killer cell) dan
interferon (IFN) untuk mencegah replikasi virus didalam tubuh. Kemampuan virus
varisela zoster dalam menghindar terhadap sel imun tubuh dilakukan dengan cara
menghambat ekspresi MHC 1 dan MHC 2 pada sel yang terinfeksi. MHC 1 dan 2
berfungsi dalam menandai sel terinfeksi sebagai antigen. Akibat tidak diekspresikannya
MHC 1 dan 2 ini, selama masa inkubasi 10-21 hari virus varisela zoster terhindar dari
respon imun tubuh dan mengalami viremia primer kemudian menyebar ke kelenjar
getah bening regional dan sel retikuloendotelial hati.
Setelah mengalami masa inkubasi, virus varrisela zoster dibawa sel T ke jaringan
kulit dengan cara mengikuti peredaran darah (viremia sekunder). Virus DNA ini
menembus sel endotel kapiler ke jaringan kulit (sel epidermis) dan berikatan dengan sel
yang memiliki reseptor mannnose-6-phosphate dan menyebabkan degenerasi sel epitel
dan terbentuklah vesikel. 24-72 jam setelah terjadi manifestasi infeksi virus varisela
zoster pada kulit, sel imun dapat mengenali sel terinfeksi sebagai antigen karena
ekspresi glikoprotein (gC, gE, gH, dan gI sebagaimana IE 62 protein di dalam kulit),
MHC 1 dan 2 pada permukaan sel yang terinfeksi. Sehingga sel CD4+ dan CD8+
mengenali antigen tersebut dan dapat menghancurkan sel yang terinfeksi. Infeksi primer
inilah yang disebut sakit varicella/chicken pox.
Selama masa viremia primer, virus ini menginfeksi ganglion posterior susunan saraf
tepi dan ganglion kranialis tanpa menimbulkan kerusakan dan mengalami masa laten.
Virus mengalami masa laten di dalam sel neural dan sel satelit non-neural tidak seperti
pada masa laten virus herpes simplek yang hanya dapat hidup pada sel ganglia. Adanya
kondisi yang menyebabkan reaktifasi seperti pada kondisi sistem imun kurang baik
seperti masa anak-anak, orang tua; kondisi stress emosi, kelelahan, pajanan sinar
matahari dan selama masa infeksi; menyebabkan reaktivasi dan virus dapat bereplikasi
kembali. Lalu secara desenden melalui batang saraf akan timbul kembali manifestasi
pada kulit/dermatomal. Peristiwa reaktivasi ini menyebabkan penyakit herpes zoster
pada penderita.

4
Untuk menegakan diagnosis penyakit varisela dapat dilakukan dengan cara
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Ditemukan gejala prodormal pada pasien
varisela yaitu :
- Demam derajat ringan (100-102F) mendahului manifestasi kulit 1-2 hari.
- Nyeri perut (khususnya pada anak-anak)
- Lesi awal biasanya timbul pertama kali pada kepala dan batang tubuh kemudian
menyebar ke seluruh tubuh.
- Pasien mengeluh gatal yang sangat
- Nyeri kepala
- Lemah/malaise
- Anorexia
- Batuk dan nyeri tenggorokan
Adapun dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan papula kemerahan yang
kemudian menjadi vesikel berukuran miliar sampai lentikular. Vesikel-vesikel tetap
terbentuk sementara vesikel terdahulu pecah, mongering dan menjadi krusta, dengan
demikian pada suatu saat akan tampak bermacam-macam ruam kulit mulai dari
eritema, vesikula, pustule, skuama hingga sikatriks (polimorf). Vesikel biasanya beratap
tipis, bentuknya bulat/lonjong menyerupai setetes air (teardrop vesicle).
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa varisela dapat dikelompokan menjadi
penyakit virus yang ringan dan self limited namun terdapat kelompok penderita yang
memiliki kerentanan untuk mengalami varisela yang berat yaitu:
1. Periode neonatal
- Neonatus berumur < 1 bulan memiliki resiko mengalami varisela derajat berat,
khususnya apabila ibu memiliki seronegatif
- Neonatus yang lahir sebelum umur 28 minggu masa kehamilan karena transfer
antibodi immunoglobulin G (Ig-G) lewat plasenta.
2. Pasien dengan kondisi immunocompromised seperti pasien dengan riwayat
keganasan, terinfeksi HIV, sedang menjalani terapi steroid dosis tinggi, dll
Semua anak-anak dengan riwayat mengalami kanker meningkatkan resiko
mengalami varisela derajat berat. Resiko tertinggi menganai anak dengan riwayat
leukemia. Sebanyak 30% pasien dengan riwayat immunocompromised dan

5
memiliki riwayat leukemia mengalami varisela visceral dan 7% diantaranya
meninggal.
Pasien yang mendapatkan terapi steroid dosis tinggi (prednisolone dosis
equivalen 1-2 mg/kg bb/hari) selama 2 minggu atau lebih memiliki resiko
mengalami varisela parah. Sedangkan terapi jangka pendek dengan dosis yang sama
dengan di atas sebelum atau selama masa inkubasi varisela dapat menyebabkan
varisela yang parah dan fatal.
3. Pasien dewasa
4. Ibu hamil

Varisela pada anak memiliki sifat self limited disease sehingga penanganan varisela
pada anak seringnya dilakukan untuk meredakan gejala yang dirasakan (terapi
simptomatik), disamping menyarankan kepada pasien untuk istirahat yang cukup dan
pemenuhan gizi yang seimbang. Adapun pengobatan simptomatik yang dapat diberikan
pada pasien ini adalah:
1. Pemberian analgesik dan antipiretik
Obat yang dapat digunakan adalah golongan NSAID (Non Steroid Anti
Inflamated Drug) seperti asetaminofen yang dapat menurunkan demam dan nyeri
pada pasien. Dosis asetaminofen untuk pediatric adalah 10-15 mg/kg bb peroral
(jangan melebihi 60 mg/kg bb) setiap 4-6 jam dan diberikan apabila diperlukan (jika
demam) sedangkan untuk dewasa diberikan dosis 500-650 mg/ setiap kali
pemberian secara peroral dan diberikan setiap 4-6 jam apabila diperlukan (jika
demam). Sebagai perhatian, aspirin atau obat yang mengandung aspirin jangan
diberikan kepada anak-anak karena resiko terjadinya reye’s syndrome (suatu
penyakit metabolik yang berhubungna dengan disfungsi hati dan otak, dan dapat
berakibat kematian).

2. Manajemen gatal
Manajemen gatal pada pasien dengan varisela diberikan kompres dingin dan
mandi secara teratur. Disarankan kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi untuk
menghindari pecahnya lesi yang bisa berakibat perkembangan vesikel yang baru,

6
meningkatkan infeksi sekunder, dan bisa menjadi skar. Adapun antihistamin yang
berfungsi menghambat sel mast untuk mereleasekan histamine sebagai penyebab
gatal, dapat digunakan untuk mengurangi gatal pada pasien. Antihistamin yang
dapat digunakan adalah diphenhydramine (Benadryl) dengan dosis untuk pediatrik
adalah 5 mg/kg bb/hari peroral terbagi dalam 3-4 kali pemberian (jangan melebihi
300 mg/hari) sedangkan untuk dewasa diberikan dosis 25-50 mg peroral terbagi
dalam 3-4 kali pemberian.

Pemberian obat antivirus dapat diberikan pada pasien dewasa, remaja, dan ibu hamil
karena kelompok pasien ini memiliki resiko untuk mendapatkan varisela yang lebih
berat. Selain itu anak-anak dengan riwayat penurunan daya tahan tubuh
(immunocompremised), memiliki riwayat keganasan dan memiliki riwayat penyakit
lain yang berat juga memiliki resiko mendapatkan varisela yang lebih berat. Adapun
obat yang sering dipakai sebagai antiviral adalah acyclovir (zovirax) dengan dosis
untuk pediatrik adalah 80 mg/kg bb/hari peroral terbagi dalam 4-5 kali pemberian
selama 5 hari (jangan melebihi 3200 mg/hari) sedangkan untuk dewasa diberikan dosis
800 mg peroral 5 kali pemberian/ hari selam 7 hari.
Prognosis yang bagus didapatkan pada penderita varisela anak. Adapun komplikasi
yang dapat terjadi pada penderita varisela adalah:
1. Infeksi sekunder
2. Komplikasi CNS (Sistem saraf pusat), seperti ensefalitis, akut postinfeksi cerebral
ataksia, aseptic meningitis, Guillain Barre syndrome, dan poliradikulitis.
3. Pneumonia
4. Otitis media
5. Trombositopenia
6. Hepatitis
7. Hemorragic varicella

7
C. KESIMPULAN
Pada kasus ini apabila disimpulkan dari data-data anamnesis dan pemeriksaan virus
dapat dibuat diagnosis kerja dari pasien kali ini adalah varisela. Varisela atau biasa
disebut chickenpox merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi
primer dari virus varisela zoster. Virus varisela zoster dapat menginfeksi manusia
melalui droplet dan cairan dari vesikel yang mengandung virus varicella-zoster. Untuk
menegakan diagnosis penyakit varisela dapat dilakukan dengan cara melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Varisela pada anak memiliki sifat self limited disease
sehingga penanganan varisela pada anak seringnya dilakukan untuk meredakan gejala
yang dirasakan (terapi simptomatik), disamping menyarankan kepada pasien untuk
istirahat yang cukup dan pemenuhan gizi yang seimbang. Pemberian obat antivirus
dapat diberikan pada pasien dewasa, remaja, dan ibu hamil karena kelompok pasien ini
memiliki resiko untuk mendapatkan varisela yang lebih berat. Selain itu anak-anak
dengan riwayat penurunan daya tahan tubuh (immunocompremised), memiliki riwayat
keganasan dan memiliki riwayat penyakit lain yang berat juga memiliki resiko
mendapatkan varisela yang lebih berat.

D. DAFTAR PUSTAKA
 Medline. (2010). Chickenpox. Diakses pada tanggal 15 April 2010 dari
www.medline.com
 Mehta, Parang. N.. Chattarjee, Archana.. (2010). Varicella. Diakses pada tanggal 15
April 2010, dari www.emedicine.medscape.com
 Perlstein, David.. Shiel, William. C.. (2008). Chickenpox (Varicella). Diakses pada
tanggal 15 April 2010 dari www.medicinenet.com

Anda mungkin juga menyukai