Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat

mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka

barang dan/atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan

kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa

mengakibatkan kerugian konsumen. Usaha-usaha pemerintah semakin serius

untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dari pelaku usaha yang

sering berbuat curang. Perlindungan ini juga memberi kepastian hukum, memberi

rasa aman terhadap konsumen, hal ini berdampak agar konsumen tidak khawatir

dan menumbuhkan rasa percayanya kepada Pemerintah sehingga kerjasama

dalam pembangunan ekonomi nasional terjalin erat dan kompak.

Pelaku usaha dalam usaha untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya,

melakukan berbagai cara hingga cara tersebut merugikan konsumen seperti

memberi keterangan palsu, cacat tersembunyi pada sebuah produk, member label

barang yang dibeli tidak bisa ditukar dan lain hal sebagainya. Dalam hal ini

hukum perlindungan konsumen memiliki peran-peran khusus terhadap usaha

melindungi konsumen dari kesewenang-wenangan pelaku usaha.


1.2 Rumusan masalah

1.2.1. A pa saja istilah dan bagaimana penggambaran umum tentang

Perlindungan Konsumen?

1.2.2. Apa yang dimaksud dengan Perlindungan Konsumen?

1.2.3. Apa saja prinsip-prinsip dari Perlindungan Konsumen?

1.2.4. Bagaimana sejarah mengenai Perlindungan Konsumen di Indonesia

maupun di luar Indonesia?

1.2.5. Apa yang menjadi hak dan kewajiban dari konsumen?

1.2.6. Apa yang menjadi hak dan kewajiban dari pelaku usaha?

1.2.7. Adakah ketentuan lain mengenai Perlindungan Konsumen selain dari

UUPK Nomor 8 Tahun 1999?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penulisan ini adalah untuk member wawasan

pembaca mengenai perlindungan konsumen agar memahami hak dan

kewajiban masing-masing sehingga dapat memecahkan masalah di lapangan

dalam hal kaitannya dengan perlindungan konsumen.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Istilah Dan Gambaran Umum Perlindungan Konsumen

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata Consumer (Inggris-

Amerika), atau Consument / konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata Consumer

itu adalah setiap orang yang menggunakan barang.Tujuan penggunaan barang/jasa

tersebut nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana penggunaan tersebut.

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formal makin

terasa sangat penting mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai

motor penggerak produsen barang dan jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai

sasaran usaha yang dalam prakteknya tidak lepas dari keterkaitan dengan konsumen.

Jadi secara langsung atau tidak langsung konsumenlah yang merasakan dampaknya.

Perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha bukan merupakan hal

baru.Hal ini disebabkan banyaknya transaksi yang dibuat di luar peraturan yang ada.

Dalam perkembangannya konsumen semakin menyadari akan hak-haknya dan

berjuang dalam hal konsumen menerima prestasi yang tidak sesuai dengan isi

kontrak, barang yang dibeli kualitasnya tidak bagus atau ada cacat tersembunyi yang

merugikan konsumen dan adanya unsur penipuan atau paksaan dalam melakukan

transaksi.

Gerakan perlindungan konsumen akhirnya lahir sebagai cabang hukum baru

dalam perkembangan ilmu hukum. Lahirnya cabang hukum baru ini didasari oleh

kesadaran akan posisinya yang semakin lemah. Hal ini disebabkan oleh
perkembangan dunia bisnis yang sangat pesat. “Mengingat bahwa perkembangan

dunia bisnis yang semakin cepat maka perlu diusahakan suatu bentuk perlindungan

konsumen yang semakin efektif pula.Sebab jika tidak maka posisi konsumen tidak

lagi menjadi subjek dalam bisnis, tetapi menjadi objek potensial dirugikan.”

Pengertian perlindungan konsumen berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No.8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yakni sebagai berikut :

“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”

Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang tersebut di atas cukup

memadai.“Kalimat yang menyatakan ‘segala yang menjamin adanya kepastian

hukum’, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang

yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan

konsumen.”

Meskipun undang-undang ini disebut sebagai Undang-Undang Perlindungan

Konsumen (UUPK) namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak ikut

menjadi perhatian, apalagi karena keberadaan perekonomian nasional banyak

ditentukan oleh pelaku usaha.

Di Perancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang,

konsumen diartikan sebagai “The person who obtains goods or services for personal

or family purposes”. Dari definisi itu terkandung dua unsur, yaitu (1) Konsumen

hanya orang, dan barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau

keluarganya.
Undang-Undang Jaminan Produk di Amerika Serikat sebagaimana dimuat

dalam Magnusson – Moss Warranty, Federal Trade Commission Act 1975

mengartikan konsumen persis sama dengan ketentuan di Perancis. “Di Amerika

Serikat, konsumen diartikan sebagai korban pemakai produk yang cacat, baik korban

tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai bahkan juga bukan korban yang

bukan pemakai karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh

korban yang bukan pemakai.

Demikian pula dengan rumusan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perbahan hukum Belanda (NBW Buku VI, Pasal 236), konsumen dinyatakan sebagai

orang alamiah, dimaka maksudnya ketika mengadakan perjanjian tidak bertindak

selaku orang yang menjalankan profesi atau perusahaan.

Menurut Kotler, “Consumers are individuals and households for personal use

producers are individual and organization buying for the purpose of producing.

Artinya konsumen adalah individu kaum rumah tangga yang melakukan pembelian

untuk tujuan penggunaan personal, produsen adalah  individu atau organisasi yang

melakukan pembelian untuk tujuan produksi.

Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, konsumen diartikan

sebagai “pemakai barang-barang hasil produksi (bahan pakaian,

makanan).”Menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

pengertian konsumen yakni sebagai berikut :


“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak

untuk diperdagangkan”.

Dari pengertian tersebut, maka dapat diuraikan unsur-unsurnya, yaitu :

1. Setiap orang

Subyek yang sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai

pemakai barang dan/atau jasa.

2. Pemakai

Setiap orang yang memakai, dan/atau memanfaatkan suatu barang dan/atau

jasa tetapi tidak untuk diperdagangkan kembali.

3. Barang/atau jasa

Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik

bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat

dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunaka, atau

dimanfaatkan oleh konsumen.Sedangkan jasa adalah setiap layanan yang

berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk

dimanfaatkan oleh konsumen.

4. Yang tersedia dalam pasar

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen harus sudah tersedia

dalam pasaran.

5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain Barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat itu, harus dapat
berguna bagi kepentingan semua orang dan juga seluruh makhluk hidup, baik diri

sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lainnya.

6. Tidak untuk diperdagangkan Di dalam kepustakaan ekonomi, dikenal istilah

konsumen akhir dan konsumen antara.Konsumen akhir adalah pengguna atau

pemanfaat akhir dari suatu produk. Sedangkan konsumen antara adalah

konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi

suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam Undang-Undang ini adalah

konsumen akhir.

Dari ketentuan yang termuat di atas, menunjukkan betapa beragamnya

pengertian konsumen.Ketentuan-ketentuan tersebut memiliki kelebihan dan

kekurangannya masing-masing.

Aspek Hukum dalam Perlindungan Konsumen 

Peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan ilaonsumen yang

disebut sebagai umbrella act adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (selanjutnya dsingkat UUPK), yang disahkan tanggal 20

April 1999, dan baru diberlakukan satu tahun kemudian (tanggal 20 April 2000).

Penundaan ira dianggap perlu untuk melengkapi berbagai pranata hukum yang

diperlukan.

Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) memuat aturan-aturan

hukum tentang perlindungan terhadap konsumen yang berupa payung (umbrella) bagi

perundang-undangan lainnya yang rnenyangkut konsumen, sekaligus


mengintegrasikan perundang-undangan itu sehingga memperkuat penegakan hukum

dibidang perlindungan konsumen.

Sebagaimana dimuat dalam penjelasan Undang-undang Perlindungan

Konsumen (UUPK), bahwa UUPK ini bukan merupakan awal dan akhir dari hukum

yang mengatur tentang perlindungan konsumen.Terbuka kemungkinan terbentuknya

undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang

melindungi konsumen. Dari segi substansi, UUPK memuat garis-garis besar

perlindungan konsumen yang membuka peluang untuk diatur didalam perundang-

undangan tersendiri.

Di samping UUPK, hukum konsumen juga diketemukan di dalam berbagai

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang juga memuat berbagai kaidah

yang menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan perundang-

undangan tersebut tidak khusus diterbitkan untuk konsumen, setidak-tidaknya

dapatdijadikan dasar bagi perlindungan konsumen

Beberapa Istilah dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara lain  :

1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen 


2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 

3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud,

baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak

dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,

dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. 

5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang

disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. 

6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi

suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap

barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan. 

7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah

pabean. 

8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di

dalam wilayah Republik Indonesia. 


9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah

lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang

mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. 

10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syaratsyarat

yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh

pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian

yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 

11. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas

menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan

konsumen. 

Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk

membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.


2.2 Pengertian Dan Ruang Lingkup Perlindungan Konsumen

Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah

hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain

berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup (Shidarta,

2000:9).

Sedangkan menurut Sidobalok (2014:39), hukum perlindungan konsumen

adalah keseluruhan Peraturan dan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-

kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi

kebutuhannya dan mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan

hukum terhadap kepentingan konsumen. Perlindungan konsumen diatur dalam

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 (UUPK 8/1999) tentang Perlindungan

Konsumen, menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Hukum perlindungan konsumen mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak dan

kewajiban produsen/pelaku usaha, serta cara-cara mempertahankan hak dan

menjalankan kewajiban itu (Sidobalok, 2014:37). Perintis adanya hukum

perlindungan konsumen di Indonesia adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

(YLKI) yang didirikan pada 11 Mei 1973.YLKI bersama dengan BPHN (Badan

Pembinaan Hukum Nasional) membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan


Konsumen pada tahun 1990. Rancangan hukum perlindungan konsumen juga

didukung oleh Departemen Perdagangan atas desakan lembaga keuangan

internasional (IMF/International Monetary Fund) sehingga lahirlah Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mulai berlaku.

Ruang Lingkup Perlindungan Konsume Perlindungan konsumen bertujuan untuk

memberikan kepastian dan keseimbangan hukum antara produsen dan konsumen

sehingga terwujud suatu perekonomian yang sehat dan dinamis sehingga terjadi

kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan perlindungan konsumen diatur

dalam dalam Pasal 3 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri. 

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya

dari ekses negatif pemakaian dan/atau jasa. 

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen. 

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi. Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen


adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan

hidup.Dalam menegakkan hukum perlindungan diperlukan pemberlakuan

asas-asas yang berfungsi sebagai landasan penempatan hukum.

Asas perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 2 UUPK 8/1999, yaitu sebagai

berikut:

a. Asas Manfaat 

Segala upaya yang dilakukan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen

harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi konsumen dan pelaku usaha

secara keseluruhan. Dengan kata lain, tidak boleh hanya salah satu pihak saja yang

memperoleh manfaat, sedangkan pihak lain mendapatkan kerugian.

b. Asas Keadilan 

Dalam hal ini, tidak selamanya sengketa konsumen di akibatkan oleh

kesalahan pelaku usaha saja, tetapi bisa juga di akibatkan oleh kesalahan konsumen

yang terkadang tidak tahu akan kewajibannya. Konsumen dan produsen/pelaku usaha

dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan kewajiban secara seimbang.

c. Asas Keseimbangan 

Asas keseimbangan ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

hak dan kewajiban para pelaku usaha dan konsumen.Menghendaki konsumen,


produsen/pelaku usaha dan pmerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari

pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen.

d. Asas Keamanan dan Keselamatan 

Asas ini bertujuan untuk memberikan adanya jaminan hukum bahwa

konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya, dan

sebaliknya bahwa produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan

jiwa dan harta bendanya.

e. Asas Kepastian Hukum 

Asas ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum agar pelaku usaha

maupun konsumen menaati hukum dan menjalankan apa yang menjadi hak dan

kewajibannya. Tanpa harus membebankan tanggung jawab kepada salah satu pihak,

serta negara menjamin kepastian hukum.

Hak dan Kewajiban Konsumen 

Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum.Dengan

keinginan untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan konsumen, maka

kepentingan-kepentingan itu dirumuskan dalam bentuk hak. Secara umum terdapat

empat hak dasar konsumen yang diakui secara internasional yaitu: Hak untuk

mendapatkan keamanan (the right to safety), Hak untuk mendapatkan informasi (the

right to be informed), Hak untuk memilih (the right to choose), Hak untuk didengar

(the right to be heard) (Shidarta, 2000:16).


2.3 Prinsip-Prinsip Perlindungan Komsumen.

1. prinsip let the buyer beware

Prinsip ini beranggapan bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang

sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi konsumen.

2. prinsip Due care Theory

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati

dalam memasyarakatkan produk

3. prinsip The Privity of Contract

Prinsip ini beranggapan bahwa, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk

melindungi konsumen, tetapi hal itu harus dapat dilakukan jika diantara mereka telah

terjalin suatu hubungan kontraktual

4.Prinsip kontrak bukan syarat

Prinsip ini kontrak bukan lagi syarat untuk lagi menetapkan suatu hubungan hukum.
2.4 Sejarah Perlindungan Konsumen Di Luar Indonesia Dan Di Indonesia

Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi

landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni:

Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,

mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui

sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan

mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi

oleh masyarakat.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(UUPK).Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat

Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi

suatu barang dan jasa.  UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.

         Awal terbentuknya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen yang disepakati oleh DPR pada (tanggal 30 Maret 1999) dan disahkan

Presiden RI pada tanggal 20 April 1999 (LN Nomor 42 Tahun 1999).  Berbagai usaha

dengan memakan waktu, tenaga dan pikiran yang banyak telaga dijalankan berbagai

pihak yang berkaitan dengan pembentukan hukum dan perlindungan konsumen.  

Baik dari kalangan pemerintah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat.  YLKI


bersama-sama dengan perguruan-perguruan tinggi yang merasa terpanggil untuk

mewujudkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini.  Berbagai kegiatan

tersebut berbentuk pembahasan ilmiah/non ilmiah, seminar-seminar, penyusunan

naskah-naskah penelitian, pengkajian naskah akademik Rancangan Undang-Undang

(Perlindungan Konsumen).  Kegiatan-kegiatan tersebut dimulai antara lain:

Pembahasan masalah Perlindungan Konsumen (dari sudut ekonomi oleh Bakir Hasa,

dan dari sudut hukum oleh Az. Nasution) dalam Seminar Kelima Pusat Studi Hukum

Dagang, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (tanggal 15-16 Desember 1975)

sampai dengan penyelesaian akhir Undang-Undang ini pada tanggal 20 April 1999.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman RI, Penelitian

tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia (tahun 1979-1980).

BPHN-Departemen Kehakiman, Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan

tentang Perlindungan Konsumen (tahun 1980-1981).

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Perlindungan Konsumen Indonesia,

suatu sumbangan pemikiran tentang rancangan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen (tahun 1981).

Departemen Perdagangan RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, RUU tentang Perlidungan Konsumen (tahun 1997).

DPR RI, RUU Usul Inisiatif DPR tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen

(tahun 1998). Selain pembahasan-pembahasan di atas, masih terdapat berbagai

lokakarya-lokakarya, penyuluhan-penyuluhan, seminar-seminar di dalam dan luar

negeri berkenaan dengan perlindungan atau tentang produk konsumen tertentu dari
dari berbagai aspeknya.Tidak pula dapat dilupakan berbagai kegiatan perlindungan

konsumen, dengan “pahit manisnya” reaksi masyarakat, kalangan pelaku usaha dan

pemerintah, yang dijalankan YLKI dihampir seluruh Indonesia.   Salah satu pokok

kesimpulan seminar kelima Universitas Indonesia tersebut berbunyi “Agaknya dalam

kerangka ini mutlak perlu suatu Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan

seharusnya Undang-Undang ini memberikann perlindungan pada masyarakat

konsumen.” Akhirnya, didukung oleh perkembangan politik dan ekonomi di

Indonesia (1997-1999), semua kegiatan tersebut berujung disetujuinya Undang-

undang Tentang Perlindungan Konsumen yang terdiri dari 15 Bab dan 65 pasal dan

mulai berlaku efektif sejak 20 April 2000.   Ternyata dibutuhkan waktu 25 tahun

sejak gagasan awal hingga Undang-Undang ini dikumandangkan (1975-2000).

          Lahirnya Undang-undang Perlindungan Konsumen  ini berdasarkan pada

beberapa pertimbangan yang intinya adalah sebagai bagian dari upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan

kepastian atas barang dan atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa

mengakibatan kerugian konsumen: Untuk menjamin peningkatan kesejahteraan

masyarakat serta kepastian atas mutu dan jumlah.

Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran,

pengetahuan, kepedulian, kamampuan, kemandirian konsumen untuk melindungi

dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.


Untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku

usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat.

2.5 Hak Dan Kewajiban Konsumen

Hak-Hak Konsumen :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau

tidak sebagaimana mestinya.


9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Kewajiban-Kewajiban Konsumen :

- Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.

- Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut
2.6 Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha

Hak – hak pelaku usaha

Seperti halnya konsumen pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku

usaha menurut ketentuan pasal 6 undang- undang perlindungan konsumen adalah

1. Hak untuk menerima bayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang di perdagangkan

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikat tidak baik.

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen

4. Hak untuk rehabilitasi dengan nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang

diperdagangkan

5. Hak – hak yang diatur dalam kententuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Kewajiban-Kewajiban pelaku usaha

1. beritikat baik dalam melakukan kegiatan usahanya


2. memberi informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan,dan

pemeliharaan

3. memperlakukan atau melayani konsmen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

4. menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa

yang berlaku.

5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji,dan atau mencoa

barang dan atau jasa teruntuk serta untuk memberi jaminan dan atau garansi

atas barang yang dibuat dan atau di perdagangkan .

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan,pemakaian dan pemanfataan barang dan atau jasa yang

diperdagangkan

7. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau pengantian apabila barang atau jasa

yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.


2.7 Ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen Di Luar Undang-Undang

Perindungan Konsumen Tahun 1999

Secara normatif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK) merupakan dasar hukum perlindungan konsumen di Indonesia.

Namun demikian, pemberlakuan UUPK tidaklah menghapuskan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang sebelumnya telah ada yang juga memberikan perlindungan

hukum kepada konsumen.

Hal ini berdasarkan Ketentuan Peralihan Pasal 64 UUPK yang menyatakan bahwa

segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi

konsumen yang telah ada saat undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap

berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan

ketentuan dalam UUPK. Artinya bahwa UUPK masih mengakui keberadaan

peraturan perundang-undangan yang telah ada yang juga bertujuan untuk melindungi

konsumen. Hal ini sesuai dengan penjelasan umum UUPK yang menyatakan bahwa

undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan

awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab
sampai pada terbentuknya undang-undang tentang Perlindungan konsumen ini telah

ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen.

Beberapa undang-undang tersebut antara lain, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUH Perdata), Undang-Undang No. 10 Tahun 1961 Tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1961 Tentang Barang, Undang-

Undang No. 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene, Undang-Undang No. 5 Tahun 1984

tentang Perindustrian, Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 tentang

Ketenagalistrikan, Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dll. Selain itu,

UUPK juga masih memberikan ruang untuk pengaturan atau peraturan perundang-

undangan baru yang bertujuan untuk perlindungan konsumen di Indonesia. Hal ini

sesuai dengan Penjelasan Umum UUPK yang menyatakan bahwa di kemudian hari,

masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya

memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen.

Setelah pemberlakuan UUPK, terdapat beberapa perlindungan peraturan perundang-

undangan baru yang juga bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen, antara

lain

1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

2. Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan,

3. Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.


4. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan

dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

5. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001

Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas

Indag Prop/Kab/Kota

6. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795

/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

7. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Badan Perlindungan

Konsumen Nasional

Berdasarkan uraian di atas bahwa pengaturan mengenai perlindungan konsumen tidak

hanya di dasarkan pada undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan

konsumen, yakni Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Namun, juga meliputi peraturan perundang-undangan perlindungan yang

sifatnya umum, yang juga mengatur mengenai masalah perlindungan konsumen.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan ilaonsumen yang disebut

sebagai umbrella act adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (selanjutnya dsingkat UUPK), yang disahkan tanggal 20 April 1999, dan

baru diberlakukan satu tahun kemudian (tanggal 20 April 2000).

Penundaan ira dianggap perlu untuk melengkapi berbagai pranata hukum yang

diperlukan.

Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) memuat aturan-aturan

hukum tentang perlindungan terhadap konsumen yang berupa payung (umbrella) bagi

perundang-undangan lainnya yang rnenyangkut konsumen, sekaligus

mengintegrasikan perundang-undangan itu sehingga memperkuat penegakan hukum

dibidang perlindungan konsumen.


Sebagaimana dimuat dalam penjelasan Undang-undang Perlindungan

Konsumen (UUPK), bahwa UUPK ini bukan merupakan awal dan akhir dari hukum

yang mengatur tentang perlindungan konsumen.Terbuka kemungkinan terbentuknya

undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang

melindungi konsumen. Dari segi substansi, UUPK memuat garis-garis besar

perlindungan konsumen yang membuka peluang untuk diatur didalam perundang-

undangan tersendiri.

Di samping UUPK, hukum konsumen juga diketemukan di dalam berbagai

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang juga memuat berbagai kaidah

yang menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan perundang-

undangan tersebut tidak khusus diterbitkan untuk konsumen, setidak-tidaknya dapat

dijadikan dasar bagi perlindungan konsumen.

3.2. Saran

Disarankan bagi masyarakat sebagai konsumen dan pelaku usaha agar memahami

hak-haknya masing-masing agar menghindari timbulnya sengketa.


DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.jurnalhukum.com/pengertian-pelaku-usaha/

2. https://bangka.tribunnews.com/2018/04/23/begini-hak-dan-kewajiban-

konsumen-yang-perlu-diketahui

3. (https://www.berandahukum.com/2017/08/istilah-istilah-dalam-

hukum.html)

4. (https://www.kajianpustaka.com/2018/05/pengertian-tujuan-asas-

perlindungan-konsumen.html)

5. https://www.jurnalhukum.com/hukum-perlindungan-konsumen-di-

indonesia/

Anda mungkin juga menyukai