Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus disebarkan oleh nyamuk Aedes Stegomyia). Selama dua dekade
terakhir,frekuensi kasus dan epidemi penyakit demam (dengue fever,DF),demam
berdarah (dengue shock syndrome,DSS) menunjukkan peningkatan yang dramatis di
seluruh dunia,disertai dengan peningkatan insidensi penyakit tersebut. The World Health
Report 1996 menyatakan, bahwa “kemunculan kembali penyakit infeksius merupakan
suatu peringatan bahwa kemajuan yang telah diraih sampai sejauh ini terhadap keamanan
dunia dalam hal kesehatan dan kemakmuran sia-sia belaka”. Laporan tersebut lebih jauh
menyebutkan bahwa “penyakit infeksius itu berkisar dari penyakit yang terjadi di daerah
tropis (seperti malaria dan DHF) yang sering terjadi di negara berkembang) hingga
penyakit yang ditemukan di seluruh dunia (seperti hepatitis dan penyakit menular seksual
PMS,termasuk HIV/AIDS) dan penyakit yang disebarkan melalui makanan yang
memperngaruhi sejumlah besar penduduk dunia baik di negara miskin maupun kaya.
Pada mei 1993,pertemuan kesehatan dunia (World Health Assembly-WHA) yang
ke-46 mengajukan suatu resolusi tentang pengendalian dan pencegahan dengue yang
menekankan bahwa pengokohan pencegahan dan pengendalian DF,DHF,DSS baik
ditingkat lokal maupun nasional harus menjadi salah satu prioritas dari negara anggota
WHO tempat endemiknya penyakit. Resolusi tersebut juga meminta: (1) strategi yang
dikembangkan untuk mengatasi penyebaran dan peningkatan insidensi dengue harus
dapat dilakukan oleh negara terkait, (2) peningkatan penyuluhan kesehatan masyarakat,
(3) menggencarkan promosi kesehatan, (4) memperkuat riset, (5) memperluas surveilans
dengue (6)pemberian panduan dalam hal pengendalian vektor, dan (7) mobilisasi sumber
daya eksternal untuk pencegahan penyakit harus menjadi prioritas.
Untuk menanggapi resolusi WHA dalam pencegahan dan pengendalian dengue,
strategi global untuk operasionalitas kegiatan pengendalian vektor dikembangkan
berdasarkan lima komponen utama. Salah satu penopang utama dari strategi global
adalah peningkatan surveilans dapat berjalan dengan efektif, setiap negara endemik harus
harus memasukkan penyakit DHF menjadi salah satu jenis penyakit yang harus

1
dilaporkan. Pedoman ini disusun berdasarkan strategi regional yang dikembangkan tahun
1995 yakni strategi berfokus pada surveilans manajemen kasus, persiapan terhadap
kejadian epidemi dan pelaksanaan tindakan pengendalian vektor terpadu.
Kotak 1
Demam Dengue dan Demam Berdarah: Permasalahan Pokok di Seluruh Dunia

 2,5 juta manusia beresiko.


 Aedes aegypti merupakan vektor primer dalam epidemi.
 Kasus yang diimpor umum terjadi.
 Penyakit perkotaan,tetapi mulai meluas ke pedesaan.
 Diperkirakan terjadi 50-100 juta kasus demam dengue per tahun.
 500.000 kasus DHF perlu dirawat inap,setiap tahunnya pada 90% anak-anak yang
berusia kurang dari 15 tahun.
 Rata-rata kematian mencapai 5% dari semua kasus DHF.
 Epidemi memiliki siklus.

Kotak 2
Strategi global untuk Pengendalian Vektor DF/DHF
 Tindakan pengendalian nyamuk yang selektif terpadu dengan partisipasi
masyarakat dan kerja sama antar sektor.
 Surveilans penyakit aktifyang didasarkan pada sistem informasi kesehatan yang
kuat.
 Persiapan kedaruratan.
 Pelatihan dan penguatan kemampuan.
 Riset pada pengendalian vektor.

B. Rumusan Masalah

2
a. Apa pengertian dari DHF?
b. Bagaimana etiologi dari DHF?
c. Bagaimana patofisiologi dari DHF?
d. Bagaimana manifestasi klinis dari DHF?
e. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari DHF?
f. Bagaimana diferensial diagnose dari DHF?
g. Bagaimana pentalaksanaan DHF?
h. Bagaimana komplikasi dari DHF?
i. Bagaimana prognosis dari DHF?
j. Bagaimana asuhan keperawatan dari DHF?

C. Tujuan
a. Mengetahui apa pengertian dari DHF
b. Mengetahui etiologi dari DHF
c. Mengetahui patofisiologi dari DHF
d. Mengetahui manifestasi klinis dari DHF
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari DHF?
f. Mengetahui diferensial diagnose dari DHF
g. Mengetahui penatalaksanaan dari DHF
h. Mengetahui komplikasi dari DHF
i. Mengetahui prognosis dari DHF
j. Mengetahui asuhan keperawatan dari DHF

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Demam berdarah (DB) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus
Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Terdapat empat jenis virus dengue
berbeda, namun berelasi dekat, yang dapat menyebabkan demam berdarah. Virus dengue
merupakan virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyakit demam berdarah
ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim
hujan yang lembap. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya
terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus dengue di seluruh dunia.
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty betina ).
(Christantie Effendy, 1995)
Menurut beberapa ahli pengertian DHF sebagai berikut:
1. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie   Efendy,1995 ).
2. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam. DHF sejenis virus yang  tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina)  (Seoparman , 1990).
3. DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain
yang menyebabkan  terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara
efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
4. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh
virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).

4
Klasifikasi DHF menurut WHO
a. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (uji
tourniquet positif )
b. Derajat II : Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
c. Derajat III : Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan  lemah, tekanan nadi menurun (
20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi )
d. Derajat IV : Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur

Menurut WHO beratnya DBD dikelompokkan :


a. Derajat (grade) I : demam tanpa gejala khas + tes tourniquet (+)
b. Derajat (grade) II : derajat I + manifestasi perdarahan spontan
c. Derajat (grade) III : derajat II + hipotensi (SSD)
d.  Derajat (grade) IV : derajat III + syok (SSD)

B. Etiologi
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan
virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat
menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah
terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus
dengue yang berbeda. Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi
pertama justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat
terinfeksi untuk ke dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus
dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu
kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.
Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus.  Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan
menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap
darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Virus dengue tersebut menyebabkan
gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga
mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk

5
selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut
ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus dengue
yang dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta dapat pula
berperan sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk.
Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang
yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama. Selain itu, risiko
demam berdarah juga lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12
tahun, atau seseorang yang berasal dari ras Kaukasia.
Berikut merupakan Ciri-Ciri  Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictusyang
merupaan veketor pembawa penyakit Dengue:
a.       Hidup di dalam ruangan, tempat genangan air dan kumuh
  b.      Sulit untuk ditangkap karena mereka bergerak sangat cepat, melesat maju mundur.
  c.       Mereka menggigit pada pagi atau siang hari
d.       Bersembunyi di bawah perabot dan sering menggigit orang di sekitar kaki atau
pergelangan kaki
e.      Gigitan relatif tidak sakit, sehingga orang mungkin tidak melihat mereka sedang
tergigit.
f.       Nyamuk demam berdarah dewasa lebih memilih untuk beristirahat di daerah gelap.
Tempat beristirahat favorit berada di bawah tempat tidur, meja dan kursi, di lemari
pakaian atau lemari, di tumpukan cucian kotor dan sepatu; dalam wadah terbuka, di ruang
yang gelap dan tenang, dan bahkan pada objek gelap seperti pakaian atau perabot.
g.     Nyamuk demam berdarah lebih suka menggigit manusia pada siang hari. Sebuah
cara yang efektif untuk membunuh nyamuk dewasa adalah untuk menerapkan sisa
insektisida ke daerah di mana mereka lebih suka untuk beristirahat.
h.    Nyamuk demam berdarah terkadang dijuluki ‘kecoa nyamuk’ karena benar-benar
dijinakkan dan lebih memilih untuk tinggal di sekitar rumah-rumah penduduk. Mereka
berkembang biak bukan di rawa-rawa atau saluran, dan sangat jarang menggigit pada
malam hari.

C. Patofisiologi

6
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
dan kemudianbereaksi dengan antibodi dan terbentuklah komplek virus antibodi, dalam
sirkulasi akan mengakt,ivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas
C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangkan plasma mealui endotel dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagalasi (protambin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab
terjadinya perdarahan hebat, teutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan
diatesis hemoragik. Renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hypovolemik.
Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jangan asidosis dan kematian.

7
D. Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue dapat bermanifestasi pada beberapa luaran, meliputi demam
biasa, demam berdarah (klasik), demam berdarah dengue (hemoragik), dan sindrom syok
dengue.
1. Demam berdarah (klasik) 
Demam berdarah menunjukkan gejala yang umumnya berbeda-beda tergantung usia
pasien.  Gejala yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak adalah demam dan
munculnya ruam. Sedangkan pada pasien usia remaja dan dewasa, gejala yang
tampak adalah demam tinggi, sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri pada
sendi dan tulang, mual dan muntah, serta munculnya ruam pada kulit.
Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan penurunan keping darah atau
trombosit (trombositopenia) juga seringkali dapat diobservasi pada pasien demam
berdarah. Pada beberapa epidemi, pasien juga menunjukkan pendarahan yang
meliputi mimisan, gusi berdarah, pendarahan saluran cerna, kencing berdarah
(haematuria), dan pendarahan berat saat menstruasi (menorrhagia).
2.   Demam berdarah dengue (hemoragik)
Pasien yang menderita demam berdarah dengue (DBD) biasanya menunjukkan gejala
seperti penderita demam berdarah klasik ditambah dengan empat gejala utama, yaitu
demam tinggi, fenomena hemoragik atau pendarahan hebat, yang seringkali diikuti
oleh pembesaran hati dan kegagalan sistem sirkulasi darah. Adanya kerusakan
pembuluh darah, pembuluh limfa, pendarahan di bawah kulit yang membuat
munculnya memar kebiruan, trombositopenia dan peningkatan jumlah sel darah
merah juga sering ditemukan pada pasien DBD. Salah satu karakteristik untuk
membedakan tingkat keparahan DBD sekaligus membedakannya dari demam
berdarah klasik adalah adanya kebocoran plasma darah. Fase kritis DBD adalah
seteah 2-7 hari demam tinggi, pasien mengalami penurunan suhu tubuh yang drastis.
Pasien akan terus berkeringat, sulit tidur, dan mengalami penurunan tekanan darah.
Bila terapi dengan elektrolit dilakukan dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh
dengan cepat setelah mengalami masa kritis. Namun bila tidak, DBD dapat
mengakibatkan kematian.

8
3. Sindrom Syok Dengue
Sindrom syok adalah tingkat infeksi virus dengue yang terparah, di mana pasien akan
mengalami sebagian besar atau seluruh gejala yang terjadi pada penderita demam
berdarah klasik dan demam berdarah dengue disertai dengan kebocoran cairan di luar
pembuluh darah, pendarahan parah, dan syok (mengakibatkan tekanan darah sangat
rendah), biasanya setelah 2-7 hari demam. Tubuh yang dingin, sulit tidur, dan sakit di
bagian perut adalah tanda-tanda awal yang umum sebelum terjadinya syok. Sindrom
syok terjadi biasanya pada anak-anak (kadangkala terjadi pada orang dewasa)
yang mengalami infeksi dengue untuk kedua kalinya. Hal ini umumnya sangat fatal
dan dapat berakibat pada kematian, terutama pada anak-anak, bila tidak ditangani
dengan tepat dan cepat. Durasi syok itu sendiri sangat cepat. Pasien dapat meninggal
pada kurun waktu 12-24 jam setelah syok terjadi atau dapat sembuh dengan cepat
bila usaha terapi untuk mengembalikan cairan tubuh dilakukan dengan tepat. Dalam
waktu 2-3 hari, pasien yang telah berhasil melewati masa syok akan sembuh, ditandai
dengan tingkat pengeluaran urin yang sesuai dan kembalinya nafsu makan.

Tanda dan gejala umum yang terjadi pada penderita DHF:


a.       Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 0C – 40 0C)
b.      Manifestasi pendarahan, dengan bentuk uji tourniquet positif puspura
pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, Ptekie
c.       Hepatomegali (pembesaran hati)
d.      Syok, tekan nadi turun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai
80 mmHg atau lebih rendah.
e.       Pendarahan hidung dan gusi.
f.      Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah.
g.      Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
h.      Suara serak, Batuk
i.       Disuria
j.      Nafsu makan menurun, Muntah
k.       Ekimosis
l.      Muntah darah

9
m.       Hematuria massif
Seseorang dinyatakan DBD bila hasil tes lab-nya menunjukkan :
1)      Penurunan jumlah sel darah putih (normal 5000-9000)
2)      Kenaikan kadar hematokrit (normal berkisar 3x nilai Hb)
3)      Trombositopeni, pada hari ke 3-7 ditemukan penurunan trombosit sampai
100.000 / mm3 (normal 150-300 ribu mm3)

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
2. Darah lengkap
3. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)

Normal : pria à 40-48 %

4. Trombositopeni (Jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm³)

Normal : 150000-400000/ui

5. Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin

Asidosis

6. Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia


7. Uji tourniquet positif

Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan dengan cara
memompakan manset sampai ketitik antara tekanan sistolik dan diastolik selama lima
menit. Hasil dipastikan positif bila terdapat 10 atau lebih ptekie per 2,5 cm². Pada
DHF biasanya uji tourniquet memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai 20 ptekie
atau lebih. Uji tourniquet bias saja negatif atau hanya positif ringan selama masa
shok, dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah masa pemulihan fase shok.

8. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura, efusi pleura dapat terjadi karena
adanya rembesen plasma.
9. Urine : albuminuria ringan

10
10. Sumsum tulang : awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5
dengan gangguan maturasi. Hari ke 10 biasanya normal.
11. Pemeriksan serologi : dilakukan pengukuran titer antibody pasien dengan cara
haemaglutination inhibition tes (HI test)/ dengan uji pengikatan komplemen
(complemen fixation test/ CFT) diambil darah vena 2-5 ml
12. USG : hematomegali-splenomegali

F. Diferensial Diagnose

Belum / tanpa renjatan :

1. Campak

2. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok pnyakit
exanthem, hepatitis, chikungunya)

Dengan renjatan:

1. Demam tipoid

2. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain

Dengan perdarahan:

1. Leukimia

2. Anemia aplastik

Dengan kejang:

1. Ensefalitis

2. Meningitis G.

G. Penatalaksanaan

11
1. Medik
DHF tanpa Renjatan
a. Beri minum banyak ( 1 ½ – 2 Liter / hari )
b. Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
c. Jika kejang maka dapat diberi luminal  ( antionvulsan ) untuk anak <1th dosis 50
mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri
lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th dan pada anak >1th diberikan
5 mg/ kg BB.
d. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat

DHF dengan Renjatan


a.  Pasang infus RL
b. Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander (20–30 ml/ kg
BB)
c. Tranfusi jika Hb dan Ht turun
2. Keperawatan
      

a. Pengawasan tanda – tanda vital secara kontinue tiap jam


b. Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
c. Observasi intake output
d. Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3   jam
, periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari,
beri kompres.
e. Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht,
Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah
menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
f. Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan
tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam,
periksa Hb, Ht dan thrombocyt.

H. Komplikasi

12
Kebanyakan orang yang menderita DBD pulih dalam waktu dua minggu. Namun,
untuk orang-orang tertentu dapat berlanjut untuk selama beberapa minggu hinga
berbulan-bulan. Gejala klinis yang semakin berat pada penderita DBD dan dengue shock
syndromes dapat berkembang menjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan hati. Hal
ini tentu dapat mengancam jiwa.
1. Sindrom Syok Dengue (SSD)
Seluruh kriteria Demam Berdarah Dengue (DBD) disertai kegagalan sirkulasi
dengan manifestasi:
a. Nadi yang cepat dan lemah
b. Tekanan darah turun (≤ 20 mmHg)
c. Hipotensi (dibandingkan standar sesuai umur)
d. Kulit dingin dan lembab
e. Gelisah

Sindrom syok dengue, menurut sumber lain: pada penderita DBD yang
disertai syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari, keadaan umum
penderita tiba-tiba memburuk. Pada sebagian besar penderita ditemukan tanda
kegagalan peredaran darah yaitu kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar
mulut, nadi menjadi cepat dan lemah, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan darah
menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, dan tekanan sistolik menurun sampai 80
mmHg atau lebih rendah. Penderita kelihatan lesu, gelisah, dan secara cepat masuk
dalam fase kritis syok. Penderita seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat
sebelum syok timbul. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan
gastrointestinal, dan nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang dapat dibuktikan
memberikan petunjuk terjadinya perdarahan gastrointestinal yang hebat. Syok yang
terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk. 

Tatalaksana sindrom syok dengue sama dengan terapi DBD, yaitu pemberian
cairan ganti secara adekuat. Pada sebagian besar penderita, penggantian dini plasma
secara efektif dengan memberikan cairan yang mengandung elektrolit, ekspander plasma,
atau plasma, memberikan hasil yang baik. Nilai hematokrit dan trombosit harus diperiksa
setiap hari mulai hari ke-3 sakit sampai 1-2 hari setelah demam menjadi normal.

13
Pemeriksaan inilah yang menentukan perlu tidaknya penderita dirawat dan atau
mendapatkan pemberian cairan intravena.

Komplikasi menurut sumber lain:

1.      Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan


dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara
sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati
berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah
teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl
(0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5
mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya
kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K
intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan
pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan
neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan
(misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu
dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai
pendek.

2.      Kelainan ginjal

14
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan
untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat
badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan
telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai
acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.

2. Udem paru

Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan
yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan
plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan
gambaran udem paru pada foto rontgen dada.

Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya bentuk


demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome. Komplikasi paling
serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut:

a. Dehidrasi
b. Pendarahan
c. Jumlah platelet yang rendah
d. Hipotensi
e. Bradikardi
f. Kerusakan hati

15
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah
lengkung iga kanan, derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit.
Untuk menemukan pembesaran hati ,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di
daerah hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus.
Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan
adanya perdarahan. Gangguan neurogik (kejang, ensephalopati)

I. Prognosis
Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan penetalaksanaan yang
dilakukan. Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal.
Penatalaksanaan yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan penatalaksanaan
yang tidak tapat dan adekuat akan memperburuk keadaan.
Kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada DBD/SSD mortalitasnya
cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta
menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan pada
orang dewasa dibandingkan pada anak-anak.
DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik, penatalaksanaan
yang cepat, tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD Derajat I dan II tidak
menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna.
DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien
jatuh kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Prognosis sesuai
penetalaksanaan yang diberikan Dubia at bonam.

16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia
kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat 
musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2. Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3.      Riwayat Kesehatan.
a.       Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan
kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan
keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi
pendarahan pada kulit
b.      Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan
ulang DHF.
c.       Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
d.      Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.

17
e.       Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).
4.      Acitvity Daily Life (ADL)
1)      Nutrisi: Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2)      Aktivitas: Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,ulu hati,
pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.
3)      Istirahat, tidur:  Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4)      Eliminasi:  Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5)      Personal hygiene: Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.

5.      Pemeriksaan fisik, terdiri dari :

Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan


klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan
jalan mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal
atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan
meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan
stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).

Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Keadaan umum :

Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :

1)      Grade I            : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda


– tanda vital dan nadi lemah.

2)      Grade II          : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada


perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur.

18
3)      Grade III         : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.

4)      Grade IV         : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba,
tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat
dan kulit tampak sianosis.

b.      Kepala dan leher.

1)      Wajah     : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata,


lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.

2)      Mulut      : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,


(kadang-kadang) sianosis.

3)      Hidung   : Epitaksis

4)      Tenggorokan                  : Hiperemia

5)      Leher      : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang


daerah servikal posterior.

c.       Dada (Thorax).

Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.

Pada Stadium IV :

Palpasi             : Vocal – fremitus kurang bergetar

Perkusi            : Suara paru pekak.

Auskultasi       : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.

19
d.      Abdomen (Perut).

Palpasi       : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi


turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium
IV).

e.       Anus dan genetalia.

Eliminasi alvi                        : Diare, konstipasi, melena.

Eliminasi uri                         : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.

f.       Ekstrimitas atas dan bawah.

Stadium I              : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.

Stadium II – III    : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.

Stadium IV           : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari


tangan dan kaki.

6.      Pemeriksaan laboratorium.

Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :

a.         Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).

b.        Trambositopenia (≤100.000/ml).

c.         Leukopenia.

d.        Ig.D. dengue positif.

e.         Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,


hipokloremia, dan hiponatremia.

20
f.         Urium dan Ph darah mungkin meningkat.

g.        Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.

h.        SGOT/SGPT mungkin meningkat.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d proses infeksi virus daegu
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kebocoran plasma darah
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun
4. Kekurangan volume cairan b.d pindahnya cairan intraveskular ke ekstravaskular
5. Resiko syok

C. Rencana Tindakan Keperawatan


No Diagnosa Tujuan (NIC) Intervensi (NOC)
.
1. Hipertermi b.d proses Setelah dilakukan Fever treatment
infeksi virus daegu tindakan keperawatan 1. Monitor suhu
selama ..X… jam sesering mungkin.
dengan kriteria hasil: 2. Monitor warna dan
1. Suhu tubuh dalam Suhu kulit.
rentang normal.. 3. Monitor tekanan
2. Nadi dan RR dalam darah,nadi dan RR.
rentang normal. 4. Berikan
3. Tidak ada perubahan pengobatan untuk
warna kulit mengatasi
penyebab demam.

2. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan 1. Monitor adanya


jaringan perifer b.d tindakan keperawatan daerah tertentu
kebocoran plasma darah selama …X… jam yang hanya peka
Dengan kriteria hasil: terhadap
Mendemonstrasikan status panas/dingin.
sirkulasi yang ditandai 2. Batasi gerakan
dengan: kepala,leher,dan
1. Tekanan systole punggung.

21
dan diastole dalam
rentang yang
diharapkan.
2. Tidak ada
peningkatan
intrakranial (tidak
lebih dari 1,5
mmHg).
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Nutrition management:
nutrisi kurang dari keperawatan selama ..X… 1. Kolaborasi dengan
kebutuhan tubuh b.d jam ahli gizi untuk
intake nutrisi yang tidak dengan kriteria hasil: menentukan
adekuat akibat mual dan1. Adanya peningkatan berat jumlah kalori dan
nafsu makan yang badan sesuai tujuan. nutrisi yang
menurun 2. Mampu mengidentifikasi dibutuhkan pasien.
kebutuhan nutrisi. 2. Anjurkan pasien
3. Tidak ada tanda-tanda untuk
malnutrisi. meningkatkan
4. Tidak terjadi penurunan protein dan
berat badan yang berarti. vitamin C.
3. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori.
4. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan.
Nutrition monitoring:
1. BB pasien dalam
batas normal.
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan.
3. Monitor mual dan
muntah.
4. Monitor kalori dan
intake nutrisi.
4. Kekurangan volume Setelah dilakukan Fluid management:
cairan b.d pindahnya tindakan keperawatan 1. Pertahankan
cairan intraveskular ke selama ….X… jam catatan intake dan

22
ekstravaskular Dengan kriteria hasil: output yang
1. Mempertahankan akurat.
urine output sesuai 2. Monitor status
dengan usia dan hidrasi
BB,BJ urine ( kelembaban
normal,HT normal. membran
2. Tekanan mukosa,nadi
darah,nadi,suhu adekuat,tekanan
dalam batas darah ortostatik),
normal. jika diperlukan.
3. Tidak ada tanda- 3. Monitor vital sign.
tanda 4. Monitor masukan
dehidrasi,elastisita makanan/ cairan
s turgor kulit dan hitung intake
baik,membrane kalori hairan.
mukosa
lembab,tidak ada
rasa haus yang
berlebihan.
5. Resiko syok Setelah dilakukan Syok preventation.
tindakan keperawatan 1. Monitor status
selama ..X… jam sirkulasi BP,
Dengan kriteria hasil: warna kulit, suhu
1. Nadi dalam batas kulit,denyut
yang diharapkan. jantung,HR, dan
2. Irama jantung ritme,nadi perifer,
dalam batas yang dan kapiler dll.
diharapkan. 2. Monitor suhu dan
3. Frekuensi nafas pernafasan.
dalam batas yang 3. Onitor tanda
diharapkan. inadekuat
4. Irama pernafasan oksigenasi
dalam batas yang jaringan.
diharapkan. 4. Lihat dan pelihara
kepatenan jalan
nafas.
Syok management:
1. Monitor tekanan
nadi.
2. Monitor status
cairan dan
23
output.memonitor
gejala gagal
pernafasan
(misalnya, rendah
PaO2 peningkatan
PaCO2

D. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi.

E. Evaluasi
Sesuai dengan perkembangan klien dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan “SOAP”
atau “SOAPIER”.

BAB IV

24
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyebaran penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus, sehingga pada wilayah yang sudah diketahui adanya serangan penyakit
DBD akan mungkin ada penderita lainnya bahkan akan dapat menyebabkan wabah yang
luar biasa bagi penduduk disekitarnya.
Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai
sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan
berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada
penderita DBD nya.

Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan,


mencegah atau mengatasi keadaan syok atau presyok, yaitu dengan mengusahakan agar
penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula
sirup atau susu).

B. Saran
Beberapa ada cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui
metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah:
1 emberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah.

2        Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air
kolam, dan bakteri (Bt.H-14).

3        Pengasapan atau fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).

4        Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air


seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. 

25
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &
NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi. Jogja: Mediaction Jogja

Widyastuti palupi, Salmiyatun. 2004. Pencegahan Dengue dan Deman Berdarah


Dengue: Panduan Lengkap/WHO. Jakarta: EGC

http://nurlaelani.blogspot.co.id/2013/07/dengue-hemoragik-fiver-dhf-demam.html

26

Anda mungkin juga menyukai