Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“Askep Pada Pasien Dengan Kanker Paru Dan Effusi Fleura”

QURROTA AINI ROFIFAH

193110146

KELAS 2A

Dosen pembimbing :

Ns. Hendri Budi, M.Kep. Sp.MB

D3 KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020/2021
Askep Pada Pasien Dengan Kanker Paru

1. Definisi Ca Paru
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang
berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru
primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus/bronchogenic
carcinoma) (Kemenkes RI, 2017). Kanker paru atau disebut karsinoma bronkogenik
merupakan tumor ganas primer sistem pernapasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan
berasal dari mukosapercabangan bronkus (Nurarif & Kusuma, 2015). Kanker paru adalah
keganasan yang berasal dari luar paru maupun yang berasal dari paru sendiri (primer), dimana
kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas
yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan. (Purba & Wibisono,
2015).

2. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi merokok dan paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor resiko utama. Beberapa faktor risiko penyebab terjadinya
kanker paru adalah (Stopler, 2010):
1. Merokok
Merokok merupakan faktor yang berperan paling penting yaitu 85% dari seluruh kasus.
Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah
batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya
berhenti merokok
2. Perokok pasif
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok,
tetapi mengisap asap rokok dari orang lain, risiko menderita kanker paru meningkat
dua kali
3. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya
kecil bila dibandingkan dengan merokok. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua
kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan
4. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko
kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar
daripada masyarakat umum
5. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan
bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting
dalam timbul dan berkembangnya kanker paru
6. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko
empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru
7. Metastase dari organ lain
Kanker paru yang merupakan metastase dari organ lain adalah kanker paru sekunder.
Paru-paru menjadi tempat berakhirnya sel kanker yang ganas. Meskipun stadium
penyakitnya masih awal, seolah-olah pasien menderita penyakit kanker paru stadium
akhir. Di bagian organ paru, sel kanker terus berkembang dan bisa mematikan sel
imunologi. Artinya, sel kanker bersifat imortal dan bisa menghancurkan sel yang sehat
supaya tidak berfungsi. Paru- paru itu adalah end organ bagi sel kanker atau tempat
berakhirnya sel kanker, yang sebelumnya dapat menyebar di aera payudara, ovarium,
usus, dan lain- lain.

3. Klasifikasi
Ada dua jenis utama kanker paru di kategorikan berdasarkan ukuran serta adanya sel
ganas yang terlihat yaitu kanker paru karsinoma bukan sel kecil/NSCLC (Non Small Cell Lung
Cancer) dan kanker paru karsinoma sel kecil/SCLC (Small Cell Lung Cancer. Beberapa jenis
kanker paru adalah (Purba & Wibisono, 2015):
1. Karsinoma sel skuamosa
Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal dari
permukaan epitel bronkus. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar
hilus dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa
sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening, dinding
dada, dan mediastinum.
2. Adenokarsinoma
Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-
kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial
kronik. Lesi seringkali meluas ke pembuluh darah dan
limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer
menyebabkan gejala-gejala. Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe
adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO.
3. Karsinoma sel besar
Sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang
besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat
yang jauh.
4. Karsinoma sel kecil
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral dengan
perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan
mediastinum. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada
pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit
sitoplasma yang saling berdekatan.

4. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyebabkan Ca paru ada 2 jenis yaitu primer dan sekunder. Primer
yaitu berasal dari merokok, asap pabrik, zat karsinogen, dll dan sekunder berasal dari metastase
organ lain, Etiologi primer menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia
hilang. Fungsi dari cilia ini adalah menggerakkan lendir yang akan menangkap kotoran kecil
agar keluar dari paru-paru. Jika silia hilang maka akan terjadi deskuamasi sehingga timbul
pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka akan menimbulkan
ulserasi bronkus dan menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia yang selanjutnya akan
menyebabkan Ca Paru. Ca paru ada beberapa jenis yaitu karsinoma sel skuamosa,
adenokarsinoma, karsinoma sel bronkoalveolar, dan karsinoma sel besar. Setiap lokasi
memiliki tanda dan gejala khas masing masing. Pada karsinoma sel skuamosa, karsinoma
bronkus akan menjadi berkembang sehingga batuk akan lebih sering terjadi yang akan
menimbulkan iritasi, ulserasi, dan pneumonia yang selanjutnya akan menimbulkan himoptosis.
Pada adenokarsinoma akan menyebabkan meningkatnya produksi mukus yang dapat
mengakibatkan penyumbatan jalan nafas. Sedangkan pada karsinoma sel bronkoalveolar sel
akan membesar dan cepat sekali bermetastase sehingga menimbulkan obstruksi bronkus dengan
gejala dispnea ringan. Pada karsinoma sel besar akan terjadi penyebaran neoplastik ke
mediastinum sehingga timbul area pleuritik dan menyebabkan nyeri kronis. Pada stadium
lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati.
Kanker paru dapat bermetastase ke struktur–struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding
esofagus, pericardium, otak, tulang rangka (Nurarif & Kusuma, 2015).
Sedangkan pada Ca paru sekunder, paru-paru menjadi tempat berakhirnya sel kanker
yang ganas. Meskipun stadium penyakitnya masih awal, seolah-olah pasien menderita penyakit
kanker paru stadium akhir. Di bagian organ paru, sel kanker terus berkembang dan bisa
mematikan sel imunologi. Artinya, sel kanker bersifat imortal dan bisa menghancurkan sel
yang sehat supaya tidak berfungsi. Paru-paru itu adalah end organ bagi sel kanker atau tempat
berakhirnya sel kanker, yang sebelumnya dapat menyebar di aera payudara, ovarium, usus, dan
lain-lain (Stopler, 2010).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kanker paru ini adalah pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk (Purba & Wibisono, 2015):
a. menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru;
b. kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas;
c. menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
organ-organ lainnya; dan
d. menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena
metastasis.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah (Purba & Wibisono,
2015):
1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk
mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran
tumor, kelenjar getah bening, dan metastasis ke organ lain.
2. Sitologi
Merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi
dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada
jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada
stadium prakanker maupun kanker. Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik
pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan sitologik.
3. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk
bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik
mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih
mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit
dicapai oleh ujung bronkoskop.
4. Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor pada
paru terutama yang terletak di perifer.
5. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan histopatologik
untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat torakoskop yang
ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebagian
jaringan paru yang tampak.

6. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1. Aktivitas/ istirahat; Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas, Kelesuan
2. Sirkulasi. : obstruksi vana kava, Bunyi jantung : gesekan pericardial,
Takikardi/disritmia,
3. Integritas ego : Perasaan takut, Takut hasil pembedahan, Menolak kondisi yang berat/
potensi keganasan, Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4. Eliminasi ; Diare yang hilang timbul, Peningkatan frekuensi/jumlah urine
5. Makanan/ cairan ; Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan, Kesulitan menelan, Haus/peningkatan masukan cairan, Kurus, Edema
wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/periorbital)
6. Nyeri/ kenyamanan ; Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi, Nyeri
bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
7. Pernafasan ; Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi
sputum, Nafas pendek, Serak, paralysis pita suara. Dispnea, Peningkatan fremitus
taktil, Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi, Hemoptisis.
Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999)
Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien, Frekuensi dan irama
jantung, Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht), Pemantauan
tekanan vena sentral, Status nutrisi. Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di
sisi yang di operasi. Kondisi dan karakteristik water seal drainase.

B. Diagnose keperawatan dan rencana keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gasberhubungan dengan Hipoventilasi.


Tujuan ; Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a. Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan
atau perubahan pola nafas. Rasional Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya
tahanan jalan nafas
b. Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya
krekels, mengi, Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area
yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat
peningkatan permeabilitas membrane alveolarkapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan
atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c. Kaji adanmya sianosis, Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum
sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah
paling indikatif.
d. Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi, Rasional : Memaksimalkan
sediaan oksigen untuk pertukaran.
e. Awasi atau gambarkan seri GDA, Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi.
Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indicator kebutuhan perubahan
terapi.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Kehilangan fungsi silia jalan nafas,
Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, Meningkatnya tahanan jalan nafas
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, Mengeluarkan sekret
tanpa kesulitan.
Intervensi :
a. Catat perubahan upaya dan pola bernafas, Rasional : Penggunaan otot interkostal/
abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b. Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya, Rasional : Ekspansi dad terbatas
atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi
lobus.
c. Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan
karakteristik sputum, Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada
penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah,
adan/ atau puulen.
d. Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan,
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein
dipengaruhi.
e. Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek
samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia, Rasional :
Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret,
memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan
dosis/ pilihan obat.

3. Ketakutan/Anxietas berhubungan dengan Krisis situasi, Ancaman untuk/ perubahan status


kesehatan, takut mati, Faktor psikologis.
Tujuan ; Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani,
Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a. Observasi peningkatan gelisah, emosi labil, Rasional : Memburuknya penyakit dapat
menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
b. Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan, Rasional : Menurunkan
ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c. Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi, Rasional :
Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa
terkontrol.
d. Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi, Rasional : Membantu
pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk
individu.
e. Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan, Rasional : Langkah awal
dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong
penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan Kurang


informasi, Kesalahan interpretasi informasi, Kurang mengingat.
Tujuan ; Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi, Menggambarkan/
menyatakan diet, obat, dan program aktivitas, Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala
yang memerlukan perhatian medik.
Intervensi :
a. Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang
jelas/ ringkas, Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat
lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
b. Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat, Rasional : Pemberian instruksi
penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat
program pengobatan.
c. Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; k ebutuhan makanan kalori tinggi,
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat
badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d. Berikan pedoman untuk aktivitas, Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah
dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina
dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.

5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Pengangkatan jaringan paru, Gangguan


suplai oksigen, Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Tujuan ; Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal, Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a. Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot
bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa, Rasional : Pernafasan meningkat
sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya
jaringan paru.
b. Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal, Rasional :
Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien
pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada
lobus yang masih ada.
c. Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan
penggunaan alat, Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu
pertukaran gas.
d. Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai
posisi miring, Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e. Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat, Rasional :
Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.

6. Nyeri (akut) berhubungan dengan Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal,
Adanya selang dada, Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Tujuan ; Melaporkan neyri hilang/ terkontrol, Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik,
Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri.Buat rentang intensitas pada
skala 0 – 10, Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker.
Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan
memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b. Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien, Rasional : Ketidaklsesuaian antar
petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/
keefketifan intervensi.
c. Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi, Rasional : Insisi
posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu
takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu
kemampuan mengatasinya.
d. Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri, Rasional : Takut/ masalah dapat
meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e. Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi,
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.

Askep Pada Pasien Dengan Effusi Fleura

1. Pengertian
a. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit
paru, 1994, 111).
b. Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
c. Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
d. Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson 2005).
2. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat
dan hemoragis
 Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
 Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru,
radiasi, penyakit kolagen.
 Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya
akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini
:Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus
systemic, tumor dan tuberkolosis.
3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9
cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun
misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat
ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat
kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf
H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari
rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan
perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke
dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga
memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab
peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan
membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam
rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat
gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan
penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup
besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. Kondisi efusi
pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas
didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60
mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui
pemeriksaan analisa gas darah.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul (Terney, 2002 dan Tucker, 1998) adalah
 Sesak Nafas
 Nyeri dada
 Kesulitan bernafas
 Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
 Keletihan
 Batuk
5. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial.
Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga
tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang
sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena
radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus.
2) CT – SCAN 
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru juga
sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
 menentukan adanya tumor dan ukurannya
 mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan
pembuluh darah besar
 mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun
tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan, mendeteksi
kekambuhan dan CT planing radiasi.
3) Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
4) Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio
residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik
tahap lanjut.
5) Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan
pleura :
-       Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma
-       Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b. Analisa cairan pleura
-           Transudat : jernih, kekuningan
-           Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
-           Hilothorax : putih seperti susu
-           Empiema : kental dan keruh
-           Empiema anaerob : berbau busuk
-           Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c. Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3): empiema
Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak
kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau
pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan
infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi
karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi,
preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 :
147,148)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis,
E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan
terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %
(Soeparman, 1998: 788).
6. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura
didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan
merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien. Perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit. pasien dengan efusi pleura keadaan umumnya lemah.
c) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi. Pasien akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat. Selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus
suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien mungkin akan beranggapan
bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini
pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi
fisiknya masih lemah.
j) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress
dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan
dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan
h. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan Penunjang

2. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, mucosa
sekret berlebihan.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi yang ditandai
dengan dispnea dan penggunaan otot aksesorius pernapasan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik ditandai dengan
mengkomunikasikan nyeri secara verbal
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer (cairan
tubuh statis), prosedur invasif
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh diatas rentang normal
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan
7. Cemas berhubungan dengan status kesehatan

3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Bersihan jalan nafas NOC Label: NIC Label:
tidak efektif b.d Respiratory status: Airway Airway Management
penyumbatan saluran patency 1. Buka jalan napas,
nafas oleh sputum yang Setelah diberikan asuhan dengan mengangkat
ditandai dengan keperawatan …x24 jam, jalan dagu atau dengan
produksi suputum (+), napas pasien paten dengan teknik mendorong
ronchi (+) criteria hasil: rahang
 RR (respiratory rate) 12- 2. Posisikan pasien untuk
20 x/menit (5) memaximalkan aliran
 Irama pernapasan normal nafas
(5) 3. Hilangkan secret
 Kedalaman inspirasi (5) dengan batuk efektif
atau dengan suction
4. Monitor status respirasi
dan oksigenasi
5. Posisikan pasien untuk
meringankan dyspnea
2 Pola napas tidak efektif Setelah diberikan asuhan NIC Label:
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 Airway management
sindrom hipoventilasi jam, pola napas klien normal 1. Posisikan klien untuk
yang ditandai dengan dengan kriteria hasil: memaksimalkan proses
dispnea dan NOC label: ventilasi
penggunaan otot Respiratory Status: Ventilation 2. Instruksikan klien
aksesorius pernapasan  RR Klien dalam rentang untuk batuk efektif
normal (12-18 x/menit) {5} 3. Ajarkan teknik napas
 Ritme Pernapasan klien dalam
teratur {5} 4. Berikan klien oksigen
 Kedalaman inspirasi normal jika diperlukan
{5} 5. Monitor status respirasi
 Suara perkusi hiperresonan dan oksigenasi klien
diseluruh lapang paru {5} Respiratory monitoring
Keterangan: 1. Monitor respiratory
1: Severe deviation from rate, ritme
normal 2. Monitor suara nafas
2: Substansial deviation from klien seperti crowing
normal atau snoring
3: Moderate deviation from 3. Palpasi untuk ekspansi
normal paru
4: Mild deviation from normal 4. Monitor dyspnea klien
5: No deviation from normal dan aktifitas yang
Vital Sign meningkatkan dyspnea
 Suhu tubuh dalam rentang 5. Monitor hasil x-ray
normal (36.5-37.5 0C) {5} dada pasien
 Tekanan darah sistolik (80-
120 mmHg)
 Tekanan darah diastolik
(60-80 mmHg) {5}
Keterangan:
1: Severe deviation from
normal
2: Substansial deviation from
normal
3: Moderate deviation from
normal
4: Mild deviation from normal
5: No deviation from normal
3 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC LABEL : Pain
dengan agen cedera keperawatan selama 2x24 jam Management
biologis ditandai diharapkan level 1. Kaji dan catat kualitas,
dengan mengatakan ketidaknyamanan pasien lokasi dan durasi nyeri.
nyeri secara verbal berkurang dengan kriteria hasil Gunakan skala nyeri dengan
: pasien dari 0 (tidak ada
NOC LABEL : Discomfort nyeri) – 10 (nyeri paling
Level buruk).
- Pasien tidak meringis 2. Gunakan komunikasi
- Skala nyeri 5 terapeutik untuk mengetahui
- Pasien tidak tampak nyeri dan respon pasien
ketakutan, skala 4-5 terhadap nyerinya
- Pasien tidak tampak cemas, 3. Kaji dengan pasien
skala 4-5 faktor-faktor yang dapat
- Pasien dapt beristirahat meningkatkan/mengurangi
dengan cukup, skala 4-5 nyerinya
(Skala 1 : severe, skala 2 4. Kaji efek dari
:substantial, skala 3 : moderate, pengalaman nyeri terhadap
skala 4 : mild, skala 5 : none) kualitas tidur, nafsu makan,
aktivitas dan suasana hati
Setelah diberikan asuhan 5. Control lingkungan
keperawatan selama 2x24 jam sekitar pasien yang dapat
diharapkan level memberikan respon tidak
ketidaknyamanan pasien nyaman, misalnya
berkurang dengan kriteria hasil temperature ruangan,
: pencahayaan dan kebisingan
NOC LABEL : 6. Ajarkan tekhnik
Pain control nonfarmakologis, (misalnya
- Pasien dapat menyebutkan guided imageri, distraksi,
faktor yang menyebabkan relaksasi, terapi musik,
nyerinya timbul, skala 4-5 massage), sebelum, setelah,
- Pasien dapat melaporkan dan jika mungkin selama
perubahan pada tanda-tanda nyeri berlangsung, sebelum
nyeri kepada petugas kesehatan nyeri meningkat, dan selama
/perawat, skala 4-5 nyeri berkurang
- Pasien dapat melaporkan 7. Ajarkan tentang
bagaimana cara mengontrol penggunaan farmakologikal
nyerinya, skala 4-5 dalam mengurangi nyeri
- Pasien menggunakan cara
non-analgesics untuk
mengurangi nyerinya, skala 4-5
- Pasein menggunakan obat
analgesics sesuai rekomendasi,
skala 4-5
(skala 1 : never demonstrated,
skala 2 : rarely demonstrates,
skala 3 : sometimes
demonstrated, skala 4 : often
demonstrated, skala 5 :
consistenlly demonstrated)

4 Risiko Infeksi b.d. Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Infection


prosedur invasif keperawatan selama …x24 jam Protection
diharapkan tidak ada tanda
infeksi dengan criteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan
NOC Label : local
2. Inspeksi adanya
- Infection Severity kemerahan/drainase
1. Tidak terdapat drainase pada kulit
purulen 3. Batasi pengunjung
4. Edukasikan px dan
2. Tidak terdapat peningkatan keluarga cara
temperature kulit menghindari infeksi
3.Keadaan kulit NIC Label : Infection
Control
disekeliling luka tidak
kemerahan 1. Ajarkan Px dan
pengunjung
mencuci tangan
untuk menjaga
kesehatan
2. Gunakan "universal
precaution"
3. Anjurkan px
perbanyak istirahat
4. Instruksikan px
mendapat antibiotik,
jika dibutuhkan
5. Ajarkan px dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala
infeksi dan
intruksikan untuk
melapor ke perawat
jikan menemukan
tanda dan gejala
infeksi pada px

NIC Label : Tube Care :


Chest

1. Jaga kantong
drainase levelnya di
bawah dada
2. Monitor adanya
gelembung udara
pada "chest tube
drainage"
3. Observasi tanda
akumulasi cairan
pada intrapreural
4. Ganti
balutan(dressing) di
sekitar pemasangan
WSD setiap 48 - 72
jam bila diperlukan

5 Hipertermi NOC Label: NIC Label:


berhubungan dengan Vital sign Fever treatment
proses inflamasi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor suhu tubuh
ditandai dengan Keperawatan selama ….x24 pasien yang sesuai
peningkatan suhu tubuh jam, Vital sign pasien dalam 2. Selimuti pasien dengan
diatas rentang normal rentang normal dengan criteria selimut yang sesuai
hasil: 3. Beri obat untuk
 Suhu tubuh dalam rentang mengobati penyebab
normal (36,5-37,5⁰C) (5) demam yang sesuai
 Nadi radial dalam rentang 4. Dorong klien untuk
80-100 x/menit (5) meningkatkan intake
 Tekanan darah sistolik 80- cairan melalui oral yang
110 mmHg (5) sesuai.
5. Beri obat yang tepat
untuk mencegah atau
mengendalikan klien
menggigil
6 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan askep ... jam NIC: Toleransi aktivitas
berhubungan dengan Klien dapat menoleransi
ketidakseimbangan aktivitas & melakukan ADL 1. Tentukan penyebab
antara suplai oksigen dgn baik intoleransi aktivitas &
dengan kebutuhan Kriteria Hasil: tentukan apakah
 Berpartisipasi dalam penyebab dari fisik,
aktivitas fisik dgn TD, psikis/motivasi
HR, RR yang sesuai 2. Kaji kesesuaian
 Peningkatan toleransi aktivitas&istirahat
aktivitas klien sehari-hari

3. ↑ aktivitas secara
bertahap, biarkan klien
berpartisipasi dapat
perubahan posisi,
berpindah&perawatan
diri

4. Pastikan klien
mengubah posisi secara
bertahap. Monitor
gejala intoleransi
aktivitas

5. Ketika membantu klien


berdiri, observasi gejala
intoleransi spt mual,
pucat, pusing,
gangguan
kesadaran&tanda vital

7 Cemas berhubungan Setelah dilakukan askep … x24 Pengurangan kecemasan


dengan krisis jam kecemasan terkontrol dg
situasional, hospitalisasi KH: 1. Bina hubungan saling
percaya
 ekspresi wajah tenang ,
anak / keluarga mau 2. Kaji kecemasan keluarga
bekerjasama dalam dan identifikasi
tindakan askep. kecemasan pada
keluarga.

3. Jelaskan semua prosedur


pada keluarga

4. Kaji tingkat pengetahuan


dan persepsi pasien dari

5. Temani keluarga pasien


untuk mengurangi
ketakutan dan
memberikan keamanan.

6. Instruksikan untuk
melakukan teknik
relaksasi.

DAFTAR PUSTAKA
Potter, Patricia A., and Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental Keperawatan. Volume 2.
Jakarta: EGC
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Bachrudin,M.2016.Keperawatan Medikal Bedal I.Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai