Novel ini dikarang oleh seorang penulis yang sedang naik daun akhir-akhir ini
yaitu Darwis Tere Liye. Penulis kelahiran Sumatera, 21 mei 1979 ini sudah banyak
menciptakan karya-karya yang sangat dikagumi oleh para pembacanya. Hampir semua
novel yang ia tulis, menjadi best seller. Kisah-kisah yang ia tulis begitu menyentuh
dengan kata-katanya yang khas dan banyak pelajaran hidup yang dapat dipetik dari
setiap buku-bukunya, membuat karyanya sangat dikagumi oleh masyarakat. Saking
menakjubkannya hasil karya penulis ini, sekali saja kita baca salah satu karyanya, maka
kita akan ketagihan untuk membaca karya selanjutnya dan tidak merasa rugi
mengeluarkan uang demi membeli novel karya penulis yang satu ini. Hal tersebut
,membuktikan bahwa betapa hebatnya penulis yang satu ini.
Meskipun karya-karyanya menjadi best seller tapi disetiap buku karangannya,
Tere Liye tidak pernah mencantumkan tentang kepenulisannya dalam menulis novel
yang ditulis olehnya. Seperti yang biasanya kita lihat, sudah menjadi hal yang lumrah
ketika penulis sebuah novel mencantumkan kepenulisan tentang novel tersebut di
halaman terakhir atau bagian belakang novel atau menuliskan tentang contact person
yang bisa dihubungi langsung oleh pembaca. Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi Tere
Liye. Penulis yang satu ini hanya berusaha untuk tulus dan sederhana dalam
menciptakan sebuah karya yang kemudian dipublikasikan ke khalayak ramai. Melihat
dari kurangnya informasi mengenai Tere Liye dikarenakan tidak ada catatan tentang
dirinya yang diulas secara lengkap dalam sebuah buku, hal ini menjadi suatu keunikan
tersendiri dari penulis yang satu ini. Dengan prinsip yang dipegangnya, Tere Liye
mampu membuktikan kepada para pembaca setianya bahwa seseorang dapat dikenal
bukan hanya dengan cara memperkenalkan dirinya secara langsung tetapi juga melalui
karya-karyanya, dan melalui karya-karyanya tersebut sudah cukup menggambarkan
seperti apakah tokoh dibalik terciptanya karya tersebut.
Setelah kurang lebih 11 tahun, Tere Liye sudah menciptakan 23 novel. Novel
yang akan dibahas kali ini yaitu novel yang berjudul Pulang merupakan novel
karangannya yang ke-21. Novel ini bisa dibilang novel yang masih baru karena baru
satu tahun diterbitkan yaitu pada tahun 2015. Isi dari novel ini sangatlah penuh dengan
emosi. Ketegangan, kesedihan, kepercayaan, dan kasih sayang semuanya bercampur
menjadi satu sehingga menjadikan novel ini novel yang sangat recomended untuk
dijadikan bahan bacaan kita. Kisah pulang yang sangat menegangkan dan mengharukan
semuanya dikupas habis dalam novel ini.
Kisah pulang yang mengharukan ini bermula dari seorang anak bernama Bujang
yang pada saai itu diajak oleh beberapa para pemburu babi hutan untuk berburu babi
yang merusak ladang para petani. Di tengah-tengah hutan, ia menghadapi seekor
monster yang sangat besar dan menakutkan yaitu raja babi hutan. Dengan sisa
tenaganya, diselimuti gelapnya malam serta dinginnya hutan Sumatera dia bersama
dengan rombongan lainnya berjuang untuk menaklukan monster itu, hingga akhirnya
monster itu dapat dikalahkan.
Dialah Bujang sosok pemberani dari tanah Sumatera, seorang anak dari mantan
Tukang Pukul yang sangat terkenal pada zamannya. Sebut saja nama Samad dengan
sembarang, maka seketika orang-orang akan kabur dan masuk kedalam rumah dan
menutup pintu serta jendela mereka rapat-rapat. Baerbanding terbalik dengan Mamak,
sosok ibu yang lemah lembut yang sabar dalam mengurus keluarga yang sangat
sederhana dan merupakan anak dari Tuanku Imam, seorang ulama yang sangat terkenal.
Bujang tumbuh menjadi sosok yang sangat pemberani dan pintar walaupun hidupnya
sangat sederana.
Kejadian melawan babi hutan merupakan awal titik balik dari kehidupannya.
Keberhasilan melawan sang monster membuat Tauke Besar, teman ayahnya sewaktu
menjadi tukang pukul di kota untuk membawa Bujang ke kota. Ia bermaksud untuk
menjadikan Bujang tukang pukul nomor satu disana dan menjadi pengganti bapaknya .
Hal itu sempat tidak disetujui oleh Mamak, tapi setelah diberi penjelasan oleh Samad,
akhirnya mamak menyetujui nya.
Di kota, Bujang mendapatkan hal-hal yang baru, hal-hal yang tidak akan dia
dapatkan di Talang. Dia bertemu dengan para tukang pukul, para penggerak bisnis
Tauke Besar, dan seorang anak asal suku Bedouin bernama Basyir. Basyir adalah
seorang anak yang memiliki ambisi yang sangat besar untuk menjadi seorang
penunggang kuda suku Bedouin yang sangat tangguh. Bujang daan Basyir belajar
bersama di tempat Tauke Besar dan mereka tumbuh menjadi sosok yang pemberani,
pintar, dan tidak takut kepada apapun.
Di awal saat Bujang baru tinggal beberapa bulan di Kota, ia mulai diajari
beberapa ilmu untuk berbisnis oleh beberapa orang suruhan Tauke Besar. Ini diluar
dugaan Bujang, sebelum sampai di kota, ia mengira bahwa Tauke Besar akan
menjadikannya seorang tukang pukul yang sangat hebat seperti bapaknya. Tapi ternyata
dugaan Bujang salah, Tauke Besar hendak menjadikan Bujang sebagai penerus usaha
bisnis milik Keluarga Tong. Hal itu sempat membuat Bujang kecewa. Dengan hati
yang sangat terpaksa, dia harus melahap semua materi pembelajaran yang dismpaikan
oleh guru mengenai ekonomi, bisnis, anminitrasi, dan shadow economy, salah satu
kunci kesuksesan bisnis Keluarga Tong.
Hiingga pada satu titik, Bujang merasa bosan dan meminta kepada Tauke Besar
untuk berhenti mengajarkannya tentang ilmu berbisnis. Ia ingin menjadi seorang tukang
pukul hebat seperti ayahnya. Ia ingin menjadi seperti Basyir yang setiap hari dilatih
untuk dijadikan sebagai seorang tukang pukul. Dengan beberapa pertimbanga, akhirnya
Tauke Besar mengabulkan permintaan Bujang dengan syarat dia harus tetap belajar
tentang bisnis di pagi hari, lalu malamnya di boleh berlatih dengan beberapa tkang
pukul suruhannya.
Sebelum berlatih untuk menjadi tukang pukul, Bujang harus mengikuti sebuah
ritual bernama Amok. Sebuah ritual wajib dari Keluarga Tong bagi siapa saja yang
ingin menjadi tukang pukul. Ritual ini bertujuan untuk menguji seberapa tangguh
seseorang sebelum dia akan dijadikan sebagai seorang tukang pukul. Lawan Bujang
dalam ritual Amok ini adalah Kopong. Seorang tukang pukul hebat kesayangan Tauke
Besar. Walau beberapa kali Bujang dipukul mundur oleh Kopong, tapi Bujang berhasil
mengalahkannya dan membuktikan kepada semua orang yang menonton ritual itu,
bahwa ia pantas untuk ikut pelatihan menjadi tukang pukul.
Latihan pertama pun dimulai dengan Kopong. Bujang sangat antusias mengikuti
latihan pertamanya ini. Pukulan demi pukulan ia pelajari dari Kopong. Ia memanfaatkan
kesempatan berharga ini dengan sebaik mungkin. Setiap malam dia berlatih di tepi
pantai, tak kenal lelah. Hingga akhirnya Kopong mengajak Bujang untuk berdurl
dengan nya. Hanya berdua saja. Bujang memenangkan pertarungannya itu. Dan mulai
dari saat itu, Kopong menyatakan untuk berhenti mengajari Bujang karena menurutnya
Bujang sudah menguasai apa yang dia ajarkan dan itu rasa cukup. Kemudian dia
meminta kepada Tauke Besar untuk mencarikan guru yang lebih hebat darinya untuk
mengajari Bujang.
Hal tersebut juga terjadi pada Basyir, dia tumbuh menjadi seseorang yang
berani, dan menjadi pemuda Suku Bedouin yang gagah seperti yang ia cita-citakan.
Bujang dan Basyir, mereka tumbuh menjadi sosok yang hebat. Berbeda sekali dengan
saat mereka pertama kali menginjakkan kaki di rumah Tauke Besar. Mereka kini
bersama-sama membentu tauke besar dalam menjalankan bisnis Keluarga Tong dan
membasmi siapa saja yang berani mengalahkan Keluarga Tong.
Perang pun berlanjut. Bertempat di Markas Besar Keluarga Tong yang saai itu
sudah dikuasai oleh Basyir, Bujang mulai mengerahkan pasukannya. Satu persatu anak
buah Basyir berguguran. Hingga tersisa Basyir dan Bujang di dalam sebuah ruangan
yang cukup luas. Mereka akhirnya bertemu kembali. Bukan sebagai teman, tetapi
sebagai lawan. Bujang sempat dipukul mundur oleh Basyir, namut setelah mengingat
akan sakit hati Tauke Besar yang dikhianati oleh Basyir, Bujang mulai bangkit. Dan
akhir pertarungan, Bujang mulai merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Semua
indra yang dia miliki bertambah beberapa kali lipat kepekaannya. Sampai dia sadar akan
pesan Guru Bushi dahulu, bahwa akan ada kekuatan Ninja yang paling tinggi yang akan
kamu dapatkan. Mengingat hal itu, Bujang menyimpulkan bahwa yang dimaksud Guru
Bushi itu adalah teknik teleportasi. Itu adalah level tertinggi yang akaln dialami oleh
seorang Ninja sejati. Dengan menggunakan teknik Ninja itu, Bujang akhirnya berhasil
mengalahkan Basyir dan membuat Basyir bertana-tanya, darimanakah dia mendapatkan
teknik yang sangat menakjubkan itu. Hingga Basyir mengembuskannafas terakhirnya
sebagai pengkhianat Keluarga Tong.
Selain terdapat kelebihan, novel ini juga memiliki kekurangan. Kekurangan dari
novel ini adalah tidak ada penjelasan lebih rinci mengenai Shadow Economy sehingga
membuat pembaca bingung ketika dihadapkan dengan istilah ekonomi yang satu ini.
Selain itu, terdapat beberapa kata yang salah ketik dan salah pengejaannya. Tapi
terlepas dari itu semua, novel ini tetap menarik dan mampu membuat para pembacanya
takjub.