Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH EVALUASI PROSES DAN HASIL

PEMBELAJARAN KIMIA
“Pengukuran”

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Khoiriyah (06101181621014)
2. Suci Hadi Rahmawati (06101181621011)
3. Susi Andriani (06101181621062)

Dosen Pengampuh : Dr. Effendi Nawawi, M.Si

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pengukuran”. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Evaluasi Proses dan Hasil
Pembelajaran Kimia di Universitas Sriwijaya.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini. Dengan menyelesaikan makalah ini, kami berharap agar makalah ini akan membantu dan
bermanfaat banyak dan dapat digunakan sebagai referensi untuk masa depan kelak.

Indralaya, Februari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
BAB 1.........................................................................................................................................1
Pendahuluan...............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................1
BAB 2.........................................................................................................................................3
Pembahasan................................................................................................................................3
2.1 Pengertian Pengukuran................................................................................................3
2.2 Objek-Objek Pengukuran............................................................................................4
2.3 Fungsi Dan Tujuan Pengukuran..................................................................................5
2.4 Asas Pengukuran dan Penilaian Dalam Pendidikan....................................................6
2.5 Syarat Alat Ukur Dalam Pendidikan...........................................................................7
2.6 Macam-Macam Jenis Pengukuran Dalam Pendidikan................................................8
2.7 Analisis butir soal......................................................................................................12
2.8 Peranan Pengukuran..................................................................................................19
BAB 3.......................................................................................................................................21
Penutup.....................................................................................................................................21
2.9 Kesimpulan................................................................................................................21
2.10 Saran......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22

iii
BAB 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Sebelum berbicara lebih jauh mengenai pengertian pengukuran, terlebih dahulu perlu
dipahami bahwa dalam praktek sering kali terjadi kerancuan atau tumpang tindih (overlap)
penggunaan istilah "evaluasi","penilaian", dan "pengukuran". Kejadian ini dapat difahami
karena antara ketiga istilah tersebut ada saling keterkaitan. Uraian berikut ini dapat
membantu dalam memperjelas perbedaan serta hubungan antara pengukuran, evaluasi,
penilaian dan pengukuran.
Evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau
tujuan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas
obyek yang dievaluasi. Pengukuran dan penilaian dalam pendidikan merupakan suatu
rangkaian dari proses pendidikan. Penilaian dilakukan setalah proses pendidikan usai atau
telah selesai dilaksanakan. Penilaian digunakan untuk mengetahui kualitas suatu proses
pendidikan. Pendidikan dikatakan berkualitas ketika terdapat evaluasi yang berbentuk hasil
evaluasi pendidikan. Dari pengertian ini maka antara penilaian dengan evaluasi hampir sama,
bedanya dalam evaluasi berakhir dengan pengambilan keputusan sedangkan penilaian hanya
sebatas memberikan nilai saja. Sedangkan pengukuran adalah suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mengukur.

1.2 Rumusan masalah


1. Apakah definisi dari pengukuran dalam pendidikan ?
2. Bagaimana objek-objek pengukuran dalam pendidikan ?
3. Apakah fungsi dan tujuan pengukuran dalam pendidikan ?
4. Apa saja asas pengukuran dan penilaian dalam pendidikan?
5. Bagaimana syarat alat ukur dalam pendidikan ?
6. Bagaimana macam-macam jenis pengukuran dalam pendidikan ?
7. Bagaimana cara penilaian terhadap soal ?
8. Apa saja peranan pengukuran dalam pendidikan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari pengukuran dalam pendidikan.
2. Mengetahui objek-objek pengukuran dalam pendidikan.
3. Mengetahui fungsi dan tujuan pengukuran dalam pendidikan.

iv
4. Mengetahui asas pengukuran dan penilaian dalam pendidikan.
5. Mengetahui syarat alat ukur dalam pendidikan.
6. Mengetahui dan mendeskripsikan macam-macam jenis pengukuran dalam pendidikan.
7. Mengetahui cara penilaian terhadap soal.
8. Mengetahui apa saja peranan pengukuran dalam pendidikan.

v
BAB 2
Pembahasan

2.1 Pengertian Pengukuran


Pengukuran adalah pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu
yang dimiliki oleh orang, hal atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas.
Karakteristik dari pengukuran adalah penggunaan angka atau skala tertentu dan
menggunakan aturan atau formula tertentu (Asmawi Zainul, dkk :1997). Pengukuran dapat
diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah
membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3). Jika kita
mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan
kota B, maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan
seseorang atau tempat kedalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu
bersifat kuantitatif.
Maksud dilaksanakan pengukuran sebagaimana dikemukakan Anas Sudijono (1996:
4) ada tiga macam yaitu : (1) pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu
seperti orang mengukur jarak dua buah kota, (2) pengukuran untuk menguji sesuatu seperti
menguji daya tahan lampu pijar serta (3) pengukuran yang dilakukan untuk menilai.
Pengukuran ini dilakukan dengan jalan menguji hal yang ingin dinilai seperti kemajuan
belajar dan lain sebagainya
Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan
Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Proses
pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti
pelajaran selama waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja
mereka, mendengarkan apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang sesuai
dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.
Menurut Mardapi (2004: 14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan penentuan
angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang
diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek
yang terdapat dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi
angka. Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus sekecil mungkin.
Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-
ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang diukur

vi
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan
salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah
dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat
memberikan informasi tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat
memberikan informasi tentang karakteristik afektif obyek. Keterkaitan antara tes,
pengukuran dan penilaian adalah penilaian hasil belajar baru dapat dilakukan dengan baik
dan benar bila menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar yang
menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Kegunaan tes, pengukuran dan penilaian dalam
pendidikan antara lain adalah untuk seleksi, penempatan, diagnosa, remedial, umpan balik,
memotivasi dan membimbing, perbaikan kurikulum, program pendidikan serta
pengembangan ilmu.
Perencanaan dalam pengujian sangat penting karena tes baru akan berarti bila terdiri
dari butir-butir soal yang menguji tujuan yang penting dan mewakili ranah pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan secara representatif. Ada enam hal yang perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan tes yaitu: pengambilan sampel dan pemilihan butir
soal, tipe tes yang akan digunakan, aspek yang akan diuji, format butir soal, jumlah butir
soal dan distribusi tingkat kesukaran butir soal (Asmawi Zainul, dkk :1997).

2.2 Objek-Objek Pengukuran


Objek-objek pengukuran dalam bidang pendidikan ialah :
1. Prestasi atau basil belajar siswa. Prestasi atau hasil belajar diukur dengan
menggunakan tes. Dilihat dari aspek standardisasi, ada dua macam tes yaitu tes baku
dan tes buatan guru. Tes baku adalah tes yang sudah diuji di lapangan dengan maksud
mendapatkan data tentang keterandalan (reliability) dan kesahihan (validity)
pengukuran serta standar normative yang dipakai untuk menaksir skor tes. Contoh tes
baku adalah tes towel, Stanford Achievement tes, Metropolitan Achievemen tes, Iowa
tes of Basic Skills, California Achievement tes dan lain-lain. Selain tes baku ada pula
tes non-baku yang biasa disebut tes buatan guru, yaitu tes yang dibuat oleh seseorang
atau kelompok untuk digunakan sesaat dan hanya berlaku intern serta hanya untuk
mengukur satu jenis kemampuan. Tes non-baku atau tes buatan guru biasanya tidak
dilakukan pengujian di lapangan tetapi langsung dipakai. Contoh tes non-baku adalah
tes buatan guru, dosen, instruktur pelatihan, dan lain-lain.
2. Sikap. Sikap ini diukur dengan menggunakan instrumen skala sikap seperti yang
dikembangkan oleh Likerts, Semantik diferensial, skala thourstone, dan lain-lain.

vii
3. Motivasi. Motivasi diukur dengan instrumen berbentuk skala yang dikembangkan dari
teori-teori motivasi.
4. Intelgensi. Intelgensi diukur dengan menggunakan tes intelgensi seperti tes Stanford
Bined, tes Bined Simon, tes Wechsler, dan tes intelgensi multeple.
5. Bakat. Bakat diukur dengan menggunakan tes bakat seperti tes bakat seni, tes bakat
mekanik, tes bakat olahraga, tes bakat numeric, dan lain-lain.
6. Kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional diukur dengan menggunakan
instrumen yang dikembangkan dari teori-teori emosional.
7. Minat. Minat diukur dengan menggunakan instrumen minat yang dikembangkan dari
teori-teori minat.
8. Kepribadian. Kepribadian diukur dengan menggunakan tes kepribadian seperti Q-sort,
sixteen personality factor pearson (16PF), Minnesota multiphasic personality
inventori (MMPI), California psychological inventory (CPI), Eysenc’s personality
inventory-A, dan lainlain.

2.3 Fungsi Dan Tujuan Pengukuran


Fungsi dan Tujuan pengukuran dalam bidang pendidikan ialah :
1. Pengukuran berfungsi untuk mendapatkan hasil perbandingan atau nilai yang
diperoleh ketika pengukuran tersebut selesai dilakukan.
2. Pengukuran bertujuan untuk memandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang
serupa.
3. Mengesan hasil-hasil pembelajaran yang diperoleh.
4. Mengesan jenis-jenis kemahiran yang diperoleh.
5. Mengesan kemajuan yang dicapai dalam aspek-aspek pembelajaran yang lain.
6. Mengesan jenis-jenis masalah pembelajaran yang dihadapi oleh murid
7. Pengukuran ini dapat digunakan untuk menentukan tingkat, membebaskan
peserta dari suatu kesatuan pelajaran, menaikkan peserta dari suatu tingkat ke
tingkat yang lebih tinggi, memberikan umpan balik untuk memperbaiki unjuk
kerja, menempatkan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok tertentu
atau menentukan suatu bentuk latihan yang khusus. Pada pokoknya, penentuan
status mencakup semua tujuan-tujuan lain pada pengukuran dan evaluasi
8. pengukuran adalah untuk pengelompokan.Pengelompokkan ini berdasarkan
tingkat keterampilan, umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, minat. Sebagai
upaya memperbaiki proses pembelajaran, guru dapat menempatkan siswanya ke

viii
dalam kelompok-kelompok tertentu, sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Siswa dengan kemampuan yang tinggi tidak harus dipaksa bertahan dengan
teman sekelompoknya yang berkemampuan kurang.Demikian juga
sebaliknya.Dengan dilakukannya pengukuran dan evaluasi, siswa dapat
dikelompokkan pada kelompok yang tepat.

2.4 Asas Pengukuran dan Penilaian Dalam Pendidikan


Penilaian hasil belajar dilakukan berdasarkan asas-asas tertentu. William R. Lucck
dalam bukunya, An Introduction to Teaching, mengemukakan bahwa penilaian harus
berdasarkan asas-asas sebagai berikut:
1. Penilaian bersifat kuantitas atau kualitas. Penilaian bersifat kualitatif dan kuantitatif
berkenaan dengan mutu hasil belajar. Penilaian kuantitatif berkenaan dengan
banyaknya materi yang telah dipelajari
2. Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan. Penilaian dilakukan sejak awal
proses belajar, dilanjutkan sepanjang proses berlangsung, dan diakhiri pada akhir
pembelajaran
3. Penilaian bersifat keseluruhan. Penilaian dilakukan terhadap keseluruhan aspek
pribadi siswa yang mencakup aspek-apek intelektual, hubungan sosial, sikap, watak,
sifat kepemimpinan, hubungan personal sosial, moral tanggung jawab, ketekunan
bekerja, kejujuran, kesehatan jasmani, dan semua aktivitasnya, hubungan, kesehatan
rohani jasmani, dan semua aktivitasnya, baik di dalam maupun luar sekolah.
4. Penilaian bersifat obyektif. Penilaian ditujukan ke arah pemeriksaan perkembangan
dan kemajuan siswa dalam hubungan dengan pencapaian tujuan belajar. Penilaian
diberikan sebagaimana adanya siswa, tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur emosi,
hubungan sosial tertentu, atau sikap guru terhadap siswa. Pendeknya subyektivitas
guru tidak berpengaruh terhadap hasil penilaian
5. Penilaian bersifat kooperatif. Kegiatan penilaian adalah tanggung jawab bersama, baik
para guru, orang tua, siswa maupun maysrakat. Jadi penilaian itu merupakan hasil
kerja sama antara semua pihak yang terkait, baik di dalam lingkungan seolah maupun
di luar sekolah.
Mehl Mills Douglass (1958) mengemukakan tujuh asas penilaian sebagai berikut :
1. Penilaian harus dilakukan dalam kaitannya dengan tujuan-tujuan pengajaran, yakni
tujuan siswa, tujuan unit, dan tujuan pelajaran harian

ix
2. Penilaian harus dilakukan terhadap hasil belajar sejak siswa melakukan kagiatan
belajarnya sampai akhir pelajaran
3. Penilaian bertalian dengan latar belakang dan potensi-potensi dalam diri individu
siswa. Siswa yang superior, yang memiliki latar belakang yang baik, akan maju lebih
cepat dan lebih baik untuk mencapai tujuan instruksional
4. Penilaian berlangsung secara terus menurus sepnjang institusi belajar. Penilaian
direncanakan oleh guru dan siswa dan dilaksanakan secara berkesinambungan
terhadap kelompok dan individual siswa
5. Teknik dan alat penilaian yang digunakan harus disusun seobyektif mungkin
kendatipun mungkin segi seubyektivitas tak dapat dihindari
6. Penilaian sendiri oleh siswa perlu sebagaimana halnya penilaian oleh guru. Dalam
batas-batas tertentu banyak hal yang dapat diungkapkan sendiri oleh masing-masing
individu siswa yang bermanfaat untuk menentukan keberhasilan belajar mereka
6. Penilaian bersifat konstruktif. Penilaian dimaksudkan untuk mengadakan perbaikan
serta membentuk meningkatkan kemajuan siswa

2.5 Syarat Alat Ukur Dalam Pendidikan

Syarat alat ukur dalam Pendidikan adalah


1. Valid
Suatu alat ukur dikatakan valid atau mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
ukur itu betul-betul mengukur apa yang ingin diukur. Validitas berasal dari kata validity yang
mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya (Azwar 1986). Suatu tes atau alat ukur dikatakan valid apabila tes/alat ukur
tersebut benar-benar mengukur objek yang hendak diukurnya. Semakin tinggi validitas suatu
alat ukur semakin baik alat ukur itu untuk digunakan.
2. Reliabel
Suatu tes yang sahih/valid adalah reliabel, tetapi suatu tes yang reliabel belum tentu
valid. Reliabilitas suatu tes menunjuk kepada ketetapan konsistensi, atau stabilitas hasil
tes/suatu ukuran yang dilakukan. Suatu alat ukur dikatakan reliabel, apabila alat ukur itu
dicobakan kepada objek atau subjek yang sama secara berulang-ulang, maka hasilnya akan
tetap sama atau relatif sama.
3. Objektif

x
Penskor hendaknya menilai/menskor apa-adanya, tanpa dipengaruhi oleh subjektif
penskor atau faktor-faktor lainnya diluar yang tersedia. Salah satu syarat dalam menyusun
suatu tes adalah objektivitas dengan manifestasinya. Dengan syarat ini seseorang diharuskan
tidak melakukan penipuan atau berbuat bohong. 
Pada suatu tes yang objektif, pengambil tes (testi) seharusnya memperoleh skor yang
sama dari pemberi skor (skorer dan/tester) yang berbeda. Jadi, yang objektif itu adalah
penilainya. Sebuah tes dikatakan bersifat objektif apabila dalam pelaksanaan, penilaian dan
pengartian nilainya tidak tergantung pada penilaian subjektif dari satu pihak yang terkait
dengan kegiatan tersebut. 
4. Praktis (Mudah dan murah)
Suatu alat ukur dikatakan praktis apabila biaya alat ukur itu murah. Disamping itu,
alat tersebut mudah diadministrasikan, mudah diskor, dan mudah diinterprestasikan.
5. Norma
Dalam hal ini norma diartikan sebagai patokan kriteria atau ukuran yang digunakan
untuk menentukan dalam pengambilan keputusan.

2.6 Macam-Macam Jenis Pengukuran Dalam Pendidikan


1. Teknik Tes
Tes ini ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban secara lisan), ada tes
tulisan (menuntut jawaban secara tulisan), dan ada tes tindakan (menuntut jawaban dalam
bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk objektif, ada juga yang
dalam bentuk esai atau uraian.
Tes adalah suatu alat pengumpul data yang bersifat resmi karena penuh dengan
batasan-batasan. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar
siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Namun tes juga dapat digunakan untuk menilai
hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris.
Ada dua jenis tes yang akan dibahas, yakni tes uraian atau tes essai dan tes objektif.
Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas dan uraian berstruktur. Sedangkan tes
objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk pilihan benar-salah, pilihan berganda
dengan berbagai variasinya, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi.
a) Tes uraian (tes subjektif)
Secara umum, tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam
bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan

xi
bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata
dan bahasa sendiri. Bentuk tes uraian dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Uraian bebas (free essay)
Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa
itu sendiri karena pertanyaannya bersifat umum. Kelemahan tes ini ialah guru sukar
menilainya karena jawaban siswa bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat
subjektif karena tergantung pada gurunya sebagai penilai.
2) Uraian terbatas
Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada
pembatasan tertentu. Pertanyaan sudah lebih spesifik pada objek tertentu.
3) Uraian berstruktur
Uraian berstruktur merupakan soal yang jawabannya berangkai antara soal pertama
dengan soal berikutnya, sehinga jawaban di soal pertama akan mempengaruhi benar-salahnya
jawaban di soal berikutnya. Data yang diajukan biasanya dalam bentuk angka, tabel, grafik,
gambar, bagan, kasus, bacaan tertentu, diagram, dan lain-lain.
Kebaikan-kebaikan tes uraian:
 Mudah disiapkan dan disusun
 Tidak banyak memberikan kesempatan untuk berspekulasi atau menduga-duga
 Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam
bentuk kalimat yang bagus
 Member kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya
bahasa dan caranya sendiri
 Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan.
Kelemahan-kelemahan tes uraian:
 Kadar validitas dan reabilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari
pengetahuan siswa yang betul-betul dikuasai.
 Kurang mewakili seluruh bahan pelajaran karena soalnya hanya beberapa saja.
 Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur subjektif.
 Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih
banyak dari penilai.
 Waktu untuk koreksinya lebih lama dan tidak dapat diwakilkan orang lain.
b) Tes Objektif

xii
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif.
Dalam penggunaan tes objektif jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes
essay.
Macam-macam tes objektif:
a) Tes benar-salah (true- false)
b) Tes pilihan ganda (multiple choice test)
c) Tes menjodohkan (matching test)
d) Tes isian (completion test)
Kebaikan tes objektif:
a) Lebih mewakili bahan ajar karena soalnya lebih banyak
b) Lebih mudah dan cepat cara membacanya karena terdapat jawabannya sudah
disediakan, tinggal memilih saja
c) Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain
d) Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.
Kelemahan tes objektif:
a) Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes essai
b) Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali
saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi
c) Banyak kesempatan untuk main untung-untungan 
d) Kerjasama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka
c) Teknik bukan tes (Non tes)
Hasil belajar dan proses tidak hanya dinilai oleh tes, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-
alat non tes atau bukan tes. Penggunaan non tes untuk menilai hasil dan proses belajar masih
sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil dan proses
belajar. Para guru disekolah pada umumnya lebih banyak menggunakan tes daripada bukan
tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis dan yang dinilai terbatas
pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan
pengalaman belajarnya. Berikut ini penjelasan dari alat bukan tes atau nontes:
 Wawancara
Wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu wawancara bebas dan wawancara terpimpin.
 Kuesioner

xiii
Kuesioner sering disebut juga angket. Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus
diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi:
1. Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada:
a. Kusioner Langsung
b. Kuesioner Tidak Lansung
2. Ditinjau dari segi cara menjawab maka dibedakan atas:
a. Kuesioner Tertutup
b. Kuesioner Terbuka
c. Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, dan perhatian yang disusun
dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan
nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Skala dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Skala Penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalu
pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau suatu katagori yang bermakna
nilai.
b) Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Hasilnya berupa katagori sikap, yakni mendukung(positif), menolak(negatif), dan netral.
d) Daftar Cocok (Cheklist)
Daftar cocok adalah deretan pernyataan(yang biasanya singkat-singkat) dimana
responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok(V) ditempat yang sudah
disediakan.
e) Observasi
observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara
teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 jenis observasi yakni:
1. Observasi Langsung
2. Observasi Dengan Alat (Tidak Langsung)
3. Observasi Partisipasi
f) Sosiometri
Sosiometri adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyesuaikan dirinya,
terutama hubungan sosial siswa dengan teman sekelasnya. Sosiometri dapat dilakukan
dengan cara menugaskan kepada semua siswa dikelas tersebut untuk memilih satu atau dua
temannya yang paling dekat atau paling akrab. Usahakan dalam kesempatan memilih tersebut
xiv
agar tidak ada siswa yang berusaha melakukan kompromi untuk saling memilih supaya
pilihan tersebut bersifat netral, tidak diatur sebelumnya. Tuliskan nama pilihan tersebut pada
kertas kecil, kemudian digulung dan dikumpulkan oleh guru. Setelah seluruhnya terkumpul,
guru mengolahnya dengan dua cara. Cara pertama melukiskan alur-alur pilihan dari setiap
siswa dalam bentuk sosiogram sehingga terlihat hubungan antar siswa berdasarkan
pilihannya. Cara kedua adalah memberi skor kepada pilihan siswa.

2.7 Analisis butir soal


Kelemahan butir soal tidak terletak pada bentuk atau tipe butir soal, tetapi lebih
banyak ditentukan oleh butir soal yang dikonstruksi dengan baik atau tidak baik. Butir soal
obyektif akan sama baiknya dengan butir soal uraian untuk mengukur keberhasilan belajar
yang dikonstruksi secara baik. Bahkan dalam beberapa hal butir soal uraian jauh lebih besar
resikonya daripada butir soal obyektif. Hal ini disebabkan mutu butir soal uraian tidak hanya
terletak pada kemampuan siswa untuk menjawab soal tersebut, tetapi lebih banyak ditentukan
oleh kemampuan dan obyektifitas pembuat soal dalam memberikan skor pada hasil tes
tersebut.
Butir soal obyektif dapat dianalisa secara lebih akurat dan bertanggung jawab
sehingga dapat diketahui kelemahannya secara tepat. Butir soal tes obyektif dapat digunakan
berulang-ulang, asalkan tidak dalam perangkat tes yang sama. Oleh karena itu ada manfaat
atau kegunaan analisis butir soal, kemudian direvisi sehingga butir soal yang kurang baik
konstruksinya dapat diperbaiki. Akhirnya akan diperoleh butir soal yang telah teruji dan
secara akurat mengukur hasil belajar yang ingin diukur.
Ada beberapa alasan mengapa diperlukan analisis butir soal. Menurut (Asmawi Zainul, dkk :
1997) alasan tersebut antara lain :
a) Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan butir tes, sehingga dapat dilakukan
seleksi dan revisi butir soal.
b) Untuk menyediakan informasi tentang spesifikasi butir soal secara lengkap, sehingga
akan lebih memudahkan bagi pembuat soal dalam menyusun perangkat soal yang
akan memenuhi kebutuhan ujian dalam bidang dan tingkat tertentu.
c) Untuk segera dapat mengetahui masalah yang terkandung dalam butir soal, seperti:
kemenduaan butir soal, kesalahan meletakkan kunci jawaban, soal yang terlalu sukar
dan terlalu mudah, atau soal yang mempunyai daya beda rendah. Masalah ini bila
diketahui dengan segera akan memungkinkan bagi pembuat soal untuk mengambil

xv
keputusan apakah butir soal yang bermasalah itu akan digugurkan atau direvisi guna
menentukan nilai peserta didik.
d) Untuk dijadikan alat guna menilai butir soal yang akan disimpan dalam kumpulan
soal.
e) Untuk memperoleh informasi tentang butir soal sehingga memungkinkan untuk
menyusun beberapa perangkat soal yang paralel. Penyusunan perangkat seperti ini
sangat bermanfaat bila akan melakukan ujian ulang atau mengukur kemampuan
beberapa kelompok peserta tes dalam waktu yang berbeda.
Penilaian terhadap butir soal pada dasarnya merupakan analisis butir soal, dan selama
ini pada umumnya para ahli pengukuran mengatakan bahwa analisis butir soal maksudnya
adalah penilaian terhadap soal. Telah diketahui bersama bahwa penyusunan tes sangat
mempengaruhi kualitas butir soal. Pendekatan untuk menganalisis butir soal yang
berkembang saat ini terdiri dari dua pendekatan yaitu pendekatan klasik dan pendekatan
modern. Kedua pendekatan ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun
keduanya masih sering digunakan dalam analisis butir soal. Analisis butir soal dengan
pendekatan klasik diantaranya dapat dilakukan menggunakan Program Iteman.
a) Karakteristik Butir Soal
1) Tingkat Kesukaran (Difficulty level)
Menurut Asmawi Zainul, dkk (1997) tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi
peserta tes menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Tingkat kesukaran butir soal
biasanya dilambangkan dengan p. Makin besar nilai p yang berarti makin besar proporsi yang
menjawab benar terhadap butir soal tersebut, makin rendah tingkat kesukaran butir soal itu.
Hal ini mengandung arti bahwa soal itu makin mudah, demikian pula sebaliknya. Soal yang
baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah
tidak merangsang mahasiswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal
yang terlalu sukar akan menyebabkan mahasiswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya (Suharsimi Arikunto : 2001).
Tingkat kesukaran butir soal tidaklah menunjukkan bahwa butir soal itu baik atau
tidak. Tingkat kesukaran butir hanya menunjukkan bahwa butir soal itu sukar atau mudah
untuk kelompok peserta tes tertentu. Butir soal hasil belajar yang terlalu sukar atau terlalu
mudah tidak banyak memberi informasi tentang butir soal atau peserta tes (Asmawi Zainul,
dkk : 1997).
Pada analisis butir soal secara klasikal, seperti yang dijelaskan oleh Depdikbud (1997)
tingkat kesukaran dapat diperoleh dengan beberapa cara antara lain : a). skala kesukaran
xvi
linier; b). skala bivariat; c). indeks davis; d). proporsi menjawab benar. Cara yang paling
umum digunakan adalah proporsi menjawab benar atau proportion correct, yaitu jumlah
peserta tes yang menjawab benar pada soal yang dianalisis dibandingkan dengan peserta tes
seluruhnya. Dalam analisis item ini digunakan proportion correct (p), untuk menilai tingkat
kesukaran butir soal, yang dapat dilihat berdasarkan hasil analisis iteman pada lampiran
Besarnya tingkat kesukaran berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Untuk sederhananya,
tingkat kesukaran butir dan perangkat soal dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu mudah,
sedang dan sukar. Sebagai patokan menurut (Asmawi Zainul, dkk : 1997) dapat digunakan
tabel sebagai berikut:

CARA MENENTUKAN TINGKAT KESUKARAN SUATU BUTIR TES


Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan persamaan:
B
P=
Jx
dengan: P adalah indeks kesukaran, B adalah banyaknya siswa yang menjawab soal dengan
benar, dan Jx adalah jumlah seluruh siswa peserta tes. Rumus lain yang digunakan untuk
menentukan tingkat kesukaran soal uraian sama dengan soal pilihan ganda yaitu :

Keterangan: Tk : Indeks tingkat kesukaran butir soal


SA : jumlah skor kelompok atas
SB : jumlah skor kelompok bawah
IA : jumlah skor ideal kelompok atas
IB : jumlah skor ideal kelompok bawah
Setelah indeks tingkat kesukaran diperoleh, maka harga indeks kesukaran tersebut
diinterpretasikan pada kriteria sesuai tabel berikut:

xvii
Namun demikian menurut Suharsimi Arikunto (2001) soal-soal yang terlalu mudah
atau terlalu sukar tidak berarti tidak boleh digunakan. Hal ini tergantung dari tujuan
penggunaannya. Jika dari peserta tes banyak, padahal yang dikehendaki lulus hanya sedikit
maka diambil peserta yang terbaik, untuk itu diambilkan butir soal tes yang sukar. Demikian
sebaliknya jika kekurangan peserta tes, maka dipilihkan soal-soal yang mudah. Selain itu,
soal-soal yang sukar akan menambah motivasi belajar bagi siswa-siswa yang pandai,
sedangkan soal-soal yang mudah akan membangkitkan semangat kepada siswa yang lemah.
2) Daya Beda
Daya beda butir soal ialah indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan butir soal
membedakan kelompok yang berprestasi tinggi (kelompok atas) dari kelompok yang
berprstasi rendah (kelompok bawah) diantara para peserta tes (Asmawi Zainul, dkk : 1997).
Suryabrata (1999) menyatakan tujuan pokok mencari daya beda adalah untuk menentukan
apakah butir soal tersebut memiliki kemampuan membedakan kelompok dalam aspek yang
diukur, sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok itu. Daya beda butir soal yang
sering digunakan dalam tes hasil belajar adalah dengan menggunakan indeks korelasi antara
skor butir dengan skor totalnya. Daya beda dengan cara ini sering disebut validitas internal,
karena nilai korelasi diperoleh dari dalam tes itu sendiri. Daya beda dapat dilihat dari
besarnya koefisien korelasi biserial maupun koefesien korelasi point biserial.
Dalam analisis ini digunakan nilai koefisien korelasi biserial untuk menentukan daya
beda butir soal. Koefisien korelasi biserial menunjukkan hubungan antara dua skor, yaitu skor
butir soal dan skor keseluruhan dari peserta tes yang sama. Koefisien daya beda berkisar
antara –1,00 sampai dengan +1,00. Daya beda +1,00 berarti bahwa semua anggota kelompok
atas menjawab benar terhadap butir soal itu, sedangkan kelompok bawah seluruhnya
menjawab salah terhadap butir soal itu. Sebaliknya daya beda –1,00 berarti bahwa semua
anggota kelompok atas menjawab salah butir soal itu, sedangkan kelompok bawah
seluruhnya menjawab benar terhadap soal itu.

xviii
Daya beda yang dianggap masih memadahi untuk sebutir soal ialah apabila sama atau
lebih besar dari +0,30. Bila lebih kecil dari itu, maka butir soal tersebut dianggap kurang
mampu membedakan peserta tes yang mempersiapkan diri dalam menghadapi tes dari peserta
yang tidak mempersiapkan diri. Bahkan bila daya beda itu menjadi negatif, maka butir soal
itu sama sekali tidak dapat dipakai sebagai alat ukur prestasi belajar. Oleh karena itu butir
soal tersebut harus dikeluarkan dari perangkat soal. Makin tinggi daya beda suatu butir soal,
maka makin baik butir soal tersebut, dan sebaliknya makin rendah daya bedanya, maka butir
soal itu dianggap tidak baik (Asmawi Zainul, dkk : 1997).
CARA MENENTUKAN DAYA PEMBEDA BUTIR TES
Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan persamaan:

dengan DP merupakan Indeks daya pembeda, BA adalah banyaknya peserta tes kelompok
atas yang menjawab soal dengan benar, BB adalah banyaknya peserta tes kelompok bawah
yang menjawab soal dengan benar, JA merupakan banyaknya peserta tes kelompok atas, dan
JB adalah banyaknya peserta tes kelompok bawah Kriteria indeks daya pembeda adalah
sebagai berikut.

Persamaan lain yang dapat digunakan untuk menentukan daya pembeda yaitu :

Keterangan: Dp : Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu


SA : Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
SB : Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA : Jumlah skor maksimum salah satu kelompok pada butir soal yang diolah
Setelah indeks daya pembeda diketahui, maka harga tersebut diinterpretasikan pada
kriteria daya pembeda sesuai dengan tabel berikut:

xix
3) Distribusi Jawaban (Distraktor)
Dilihat dari konstruksi butir soal terdiri dari dua bagian, yaitu pokok soal dan
alternatif jawaban. Alternatif jawaban jawaban juga terdiri dari dua bagian, yaitu kunci
jawaban dan pengecoh. Pengecoh dikatakan berfungsi apabila semakin rendah tingkat
kemampuan peserta tes semakin banyak memilih pengecoh, atau makin tinggi tingkat
kemampuan peserta tes akan semakin sedikit memilih pengecoh. Menganalisis fungsi
pengecoh (distractor) dikenal dengan istilah menganalisis pola penyebaran jawaban butir soal
pada soal bentuk pilihan ganda. Pola tersebut diperoleh dengan menghitung banyaknya testee
yang memilih pilihan jawaban butir soal atau yang tidak memilih pilihan manapun (blangko).
Dari pola penyebaran jawaban butir soal dapat ditentukan apakah pengecoh berfungsi dengan
baik atau tidak. Suatu pengecoh dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika paling sedikit
dipilih oleh 5 % pengikut tes.
CARA MELAKUKAN ANALISIS PENGECOH
Pertimbangan terhadap analisis pengecoh:
a. Diterima, karena sudah baik
b. Ditolak, karena tidak baik
c. Ditulis kembali, karena kurang baik
Sebuah pengecoh dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes.

xx
O = Omitted (tidak menjawab), C* = kunci jawaban Pengecoh
A : 13/70 x 100% > 5% , berfungsi
B : 15/70 x 100% > 5% , berfungsi
D : 8/70 x 100% > 5% , berfungsi
E : 10/70 x 100% > 5% . berfungsi Untuk tes pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban
dan P = 0,8, dilihat dari segi Omitted (O), sebuah butir soal dikatakan baik jika persentase
O-nya ≤ 10%.

b) Kriterias Kualitas Butir Soal


Kategori Kriteria Penilaian
Baik Apabila (1). Tingkat kesukaran 0,25 ≤ p ≤ 0,75, (2). Korelasi biserial
butir soal ≥ 0,40 dan (3). Korelasi biserial alternatif jawaban (distraktor)
bernialai negatif.
Revisi Apabila (1). Tingkat kesukaran p < 0,25 atau p > 0,75 tetapi korelasi
biserial butir ≥ 0,40 dan korelasi biserial distraktor bernilai negatif, (2).
Tingkat kesukaran 0,25 ≤ p ≤ 0,75 dan korelasi biserial butir soal ≥ 0,40
tetapi ada korelasi biserial pada distraktor yang bernilai positif, (3).
Tingkat kesukaran 0,25 ≤ p ≤ 0,75 dan korelasi biserial butir soal antara
0,20 sampai 0,30 tetapi korelasi distraktor bernilai negatif selain kunci
atau tidak ada yang lebih besar nilainya dari kunci jawaban.
Tidak baik Apabila (1). Tingkat kesukaran p < 0,25 atau p > 0,75 dan ada korelasi
biserial pada distraktor bernilai positif, (2). Korelasi biserial butir soal <
0,20, (3). Korelasi biserial butir soal < 0,30 dan korelasi biserial
distraktor bernilai positif.

c) Reabilitas
Reliabilitas adalah suatu hal yang sangat penting pada alat pengukuran standar.
Reliabilitas dihubungkan dengan pengertian adanya ketepatan tes dalam pengukurannya.
Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh peserta tes yang sama ketika diuji ulang
dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari suatu pengukuran ke pengukuran
lainnya. Dengan kata lain reliabilitas merupakan tingkat konsistensi atau kemantapan hasil
terhadap hasil dua pengukuran hal yang sama. Dapat juga diartikan sebagai tingkat
kepercayaan dari suatu alat ukur (Depdikbud : 1997).

xxi
Hasil pengukuran diharapkan akan sama apabila pengukuran itu diulangi. Dengan
perangkat tes yang reliabel, apabila tes itu diberikan dua kali pada peserta yang sama tetapi
dalam selang waktu yang berbeda sepanjang tidak ada perubahan dalam kemampuan maka
skor yang diperoleh akan konstan. Kriteria untuk menentukan tinggi rendahnya reliabilitas
sebuah perangkat tes, menurut (Suharsimi Arikunto : 2001) dilihat pada rentangan koefesien
korelasi sebagai berikut :

2.8 Peranan Pengukuran

Dalam kegiatan pengajaran pengukuran dan penilaian merupakan kegiatan yang


sangat penting. Kedua kegiatan tersebut merupakan salah satu dari empat tugas pokok
seorang pengajar. Keempat tugas pokok tersebut adalah merencanakan, melaksanakan
dan menilai keberhasilan pengajaran, serta memberikan bimbingan. Dalam praktek
pengajaran, keempat kegiatan pokok ini merupakan sebuah kesatuan yang padu, yang tidak
dapat dipisahkan.
Dalam melaksanakan tugas mengajarnya, seorang pengajar berupaya untuk
menciptakan situasi belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar, memotivasi siswa,
menyajikan bahan ajar, serta menggunakan metode dan media yang telah disiapkan. Selain
itu ia mengolah dan menafsirkan hasil belajar siswa, serta mengambil keputusan untuk
kepentingan peningkatan efektivitas pengajaran yang akan datang. Guna mencapai tujuan
pendidikan yang optimal, guru juga memberikan bimbingan kepada siswa dengan berupaya
untuk memahami kesulitan belajar yang dialami siswa beserta latar belakangnya dan
sekaligus memberikan bantuan untuk mengatasinya sebatas kemampuan dan kewenangannya
terhadap seluruh komponen kegiatan belajarmengajar, pengukuran dan penilaian memberikan
sumbangan yang sangat berarti.
Pengukuran dan penilaian berfungsi sebagai pemantau kinerja komponen-komponen
tersebut dalam mencapai tujuan akhir proses belajar mengajar. Informasi yang diberikan oleh
hasil analisis terhadap hasil pengukuran dan penilaian sangat diperlukan bagai pembuatan

xxii
kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan seorang guru bagi peningkatan mutu kegiatan
belajar mengajar di kelasnya.
Dalam pembuatan persiapan (program pengajaran) yang efektif, hasil-hasil
pengukuran dan penilaian terhadap program pengajaran sebelumnya bisa dijadikan dasar bagi
perbaikan aspek-aspek persiapan program pengajaran yang dikembangkan. Misalnya, jika
pada penilaian yang dilakukan pada akhir program sebelumnya diperoleh informasi bahwa
hasil belajar yang dicapai para siswa kurang memuaskan, maka pada pengembangan
persiapan program pengajaran selanjutnya, guru tersebut dapat mengambil langkah-langkah
berikut:
a. Jika pencapaian yang kurang memuaskan tersebut terjadi pada sebagian besar bahan uji
yang diberikan, maka program pengajaran tersebut harus diperbaiki dan diulangi;
b. Jika pencapaian yang kurang memuaskan tersebut hanya terjadi pada bagian-bagian
tertentu dari
c. keseluruhan bahan uji yang diberikan, maka guru memasukkan bagian-bagian tersebut ke
dalam rencana program pengajaran selanjutnya.;
d. Jika pencapaian yang kurang memuaskan tersebut hanya terjadi pada sebagian besar
siswa, maka program pengajaran harus diulangi;
e. Jika pencapaian yang kurang memuaskan tersebut hanya terjadi pada sebagian kecil siswa,
maka guru harus memberikan program remedial kepada siswa-siswa tersebut.

xxiii
BAB 3
Penutup

2.9 Kesimpulan
1. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu dan
bersifat kuantitatif dan yang dimaksud dari Penilaian adalah kegiatan mengambil
keputusan untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik buruk dan bersifat
kualitati
2. Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan
salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa
adalah dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes.
3. Pengukuran memiliki obyek, fungsi, tujuan, syarat dan macam- macam jenis
pengukuran.
4. Dalam kegiatan pengajaran pengukuran dan penilaian merupakan kegiatan yang
sangat penting. Kedua kegiatan tersebut merupakan salah satu dari empat tugas pokok
seorang pengajar. Keempat tugas pokok tersebut adalah merencanakan, melaksanakan
dan menilai keberhasilan pengajaran, serta memberikan bimbingan.

2.10 Saran
Untuk meningkatkat kualitas pendidikan sebaiknya sistem penilaian yang baik dan
tidak biasa. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas
pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi
pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan
motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.

xxiv
DAFTAR PUSTAKA

Anisa, R. (2016). Analisis Butir Soal.(Online). https://id.scribd.com/doc/292995618/22-


Materi-Kuliah-Evaluasi-Pembelajaran. (Diakases 7 Februari 2019)
Annisawijaya. (2014). Makalah Evaluasi. (Online).
https://id.scribd.com/doc/217804486/MAKALAH-EVALUASI. (Diakses 2 Februari
2019)
Editya, M. (2015). Bahan Ajar (Minggu Ke 13) Analisis Instrumen (Tk Dp Analisis
Pengecoh). https://id.scribd.com/document/50671235/Bahan-Ajar-(Minggu-Ke-13)
Analisis-Instrumen-(Tk-Dp-Analisis-Pengecoh). (Diakses 7 Februari 2019)
Fauziah, N. (2018). Makalah Pengukuran dan Penilaian. (Online).
https://id.scribd.com/document/369051706/Makalah-Pengukuran-Dan-Penilaian.
(Diakses 2 Februari 2019)
Hanif, A. (2014). Makalah Pengukuran dan Penilaian. (Online).
http://hanzabu7.blogspot.com/2014/12/makalah-pengukuran-dan-penilaian.html
(Diakses 2 Februari 2019)
Oktaliani, Y. (2017). Pengukuran Dalam Pendidikan. (Online).
https://id.scribd.com/document/365328233/1-BAB-I-PENGUKURAN-DALAM
PENDIDIKAN-rtf (Diakses 2 Februari 2019)

xxv

Anda mungkin juga menyukai