Makalah Pengukuran Kel 1-1
Makalah Pengukuran Kel 1-1
PEMBELAJARAN KIMIA
“Pengukuran”
Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Khoiriyah (06101181621014)
2. Suci Hadi Rahmawati (06101181621011)
3. Susi Andriani (06101181621062)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pengukuran”. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Evaluasi Proses dan Hasil
Pembelajaran Kimia di Universitas Sriwijaya.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini. Dengan menyelesaikan makalah ini, kami berharap agar makalah ini akan membantu dan
bermanfaat banyak dan dapat digunakan sebagai referensi untuk masa depan kelak.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
BAB 1.........................................................................................................................................1
Pendahuluan...............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................1
BAB 2.........................................................................................................................................3
Pembahasan................................................................................................................................3
2.1 Pengertian Pengukuran................................................................................................3
2.2 Objek-Objek Pengukuran............................................................................................4
2.3 Fungsi Dan Tujuan Pengukuran..................................................................................5
2.4 Asas Pengukuran dan Penilaian Dalam Pendidikan....................................................6
2.5 Syarat Alat Ukur Dalam Pendidikan...........................................................................7
2.6 Macam-Macam Jenis Pengukuran Dalam Pendidikan................................................8
2.7 Analisis butir soal......................................................................................................12
2.8 Peranan Pengukuran..................................................................................................19
BAB 3.......................................................................................................................................21
Penutup.....................................................................................................................................21
2.9 Kesimpulan................................................................................................................21
2.10 Saran......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22
iii
BAB 1
Pendahuluan
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari pengukuran dalam pendidikan.
2. Mengetahui objek-objek pengukuran dalam pendidikan.
3. Mengetahui fungsi dan tujuan pengukuran dalam pendidikan.
iv
4. Mengetahui asas pengukuran dan penilaian dalam pendidikan.
5. Mengetahui syarat alat ukur dalam pendidikan.
6. Mengetahui dan mendeskripsikan macam-macam jenis pengukuran dalam pendidikan.
7. Mengetahui cara penilaian terhadap soal.
8. Mengetahui apa saja peranan pengukuran dalam pendidikan.
v
BAB 2
Pembahasan
vi
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan
salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah
dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat
memberikan informasi tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat
memberikan informasi tentang karakteristik afektif obyek. Keterkaitan antara tes,
pengukuran dan penilaian adalah penilaian hasil belajar baru dapat dilakukan dengan baik
dan benar bila menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar yang
menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Kegunaan tes, pengukuran dan penilaian dalam
pendidikan antara lain adalah untuk seleksi, penempatan, diagnosa, remedial, umpan balik,
memotivasi dan membimbing, perbaikan kurikulum, program pendidikan serta
pengembangan ilmu.
Perencanaan dalam pengujian sangat penting karena tes baru akan berarti bila terdiri
dari butir-butir soal yang menguji tujuan yang penting dan mewakili ranah pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan secara representatif. Ada enam hal yang perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan tes yaitu: pengambilan sampel dan pemilihan butir
soal, tipe tes yang akan digunakan, aspek yang akan diuji, format butir soal, jumlah butir
soal dan distribusi tingkat kesukaran butir soal (Asmawi Zainul, dkk :1997).
vii
3. Motivasi. Motivasi diukur dengan instrumen berbentuk skala yang dikembangkan dari
teori-teori motivasi.
4. Intelgensi. Intelgensi diukur dengan menggunakan tes intelgensi seperti tes Stanford
Bined, tes Bined Simon, tes Wechsler, dan tes intelgensi multeple.
5. Bakat. Bakat diukur dengan menggunakan tes bakat seperti tes bakat seni, tes bakat
mekanik, tes bakat olahraga, tes bakat numeric, dan lain-lain.
6. Kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional diukur dengan menggunakan
instrumen yang dikembangkan dari teori-teori emosional.
7. Minat. Minat diukur dengan menggunakan instrumen minat yang dikembangkan dari
teori-teori minat.
8. Kepribadian. Kepribadian diukur dengan menggunakan tes kepribadian seperti Q-sort,
sixteen personality factor pearson (16PF), Minnesota multiphasic personality
inventori (MMPI), California psychological inventory (CPI), Eysenc’s personality
inventory-A, dan lainlain.
viii
dalam kelompok-kelompok tertentu, sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Siswa dengan kemampuan yang tinggi tidak harus dipaksa bertahan dengan
teman sekelompoknya yang berkemampuan kurang.Demikian juga
sebaliknya.Dengan dilakukannya pengukuran dan evaluasi, siswa dapat
dikelompokkan pada kelompok yang tepat.
ix
2. Penilaian harus dilakukan terhadap hasil belajar sejak siswa melakukan kagiatan
belajarnya sampai akhir pelajaran
3. Penilaian bertalian dengan latar belakang dan potensi-potensi dalam diri individu
siswa. Siswa yang superior, yang memiliki latar belakang yang baik, akan maju lebih
cepat dan lebih baik untuk mencapai tujuan instruksional
4. Penilaian berlangsung secara terus menurus sepnjang institusi belajar. Penilaian
direncanakan oleh guru dan siswa dan dilaksanakan secara berkesinambungan
terhadap kelompok dan individual siswa
5. Teknik dan alat penilaian yang digunakan harus disusun seobyektif mungkin
kendatipun mungkin segi seubyektivitas tak dapat dihindari
6. Penilaian sendiri oleh siswa perlu sebagaimana halnya penilaian oleh guru. Dalam
batas-batas tertentu banyak hal yang dapat diungkapkan sendiri oleh masing-masing
individu siswa yang bermanfaat untuk menentukan keberhasilan belajar mereka
6. Penilaian bersifat konstruktif. Penilaian dimaksudkan untuk mengadakan perbaikan
serta membentuk meningkatkan kemajuan siswa
x
Penskor hendaknya menilai/menskor apa-adanya, tanpa dipengaruhi oleh subjektif
penskor atau faktor-faktor lainnya diluar yang tersedia. Salah satu syarat dalam menyusun
suatu tes adalah objektivitas dengan manifestasinya. Dengan syarat ini seseorang diharuskan
tidak melakukan penipuan atau berbuat bohong.
Pada suatu tes yang objektif, pengambil tes (testi) seharusnya memperoleh skor yang
sama dari pemberi skor (skorer dan/tester) yang berbeda. Jadi, yang objektif itu adalah
penilainya. Sebuah tes dikatakan bersifat objektif apabila dalam pelaksanaan, penilaian dan
pengartian nilainya tidak tergantung pada penilaian subjektif dari satu pihak yang terkait
dengan kegiatan tersebut.
4. Praktis (Mudah dan murah)
Suatu alat ukur dikatakan praktis apabila biaya alat ukur itu murah. Disamping itu,
alat tersebut mudah diadministrasikan, mudah diskor, dan mudah diinterprestasikan.
5. Norma
Dalam hal ini norma diartikan sebagai patokan kriteria atau ukuran yang digunakan
untuk menentukan dalam pengambilan keputusan.
xi
bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata
dan bahasa sendiri. Bentuk tes uraian dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Uraian bebas (free essay)
Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa
itu sendiri karena pertanyaannya bersifat umum. Kelemahan tes ini ialah guru sukar
menilainya karena jawaban siswa bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat
subjektif karena tergantung pada gurunya sebagai penilai.
2) Uraian terbatas
Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada
pembatasan tertentu. Pertanyaan sudah lebih spesifik pada objek tertentu.
3) Uraian berstruktur
Uraian berstruktur merupakan soal yang jawabannya berangkai antara soal pertama
dengan soal berikutnya, sehinga jawaban di soal pertama akan mempengaruhi benar-salahnya
jawaban di soal berikutnya. Data yang diajukan biasanya dalam bentuk angka, tabel, grafik,
gambar, bagan, kasus, bacaan tertentu, diagram, dan lain-lain.
Kebaikan-kebaikan tes uraian:
Mudah disiapkan dan disusun
Tidak banyak memberikan kesempatan untuk berspekulasi atau menduga-duga
Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam
bentuk kalimat yang bagus
Member kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya
bahasa dan caranya sendiri
Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan.
Kelemahan-kelemahan tes uraian:
Kadar validitas dan reabilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari
pengetahuan siswa yang betul-betul dikuasai.
Kurang mewakili seluruh bahan pelajaran karena soalnya hanya beberapa saja.
Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur subjektif.
Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih
banyak dari penilai.
Waktu untuk koreksinya lebih lama dan tidak dapat diwakilkan orang lain.
b) Tes Objektif
xii
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif.
Dalam penggunaan tes objektif jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes
essay.
Macam-macam tes objektif:
a) Tes benar-salah (true- false)
b) Tes pilihan ganda (multiple choice test)
c) Tes menjodohkan (matching test)
d) Tes isian (completion test)
Kebaikan tes objektif:
a) Lebih mewakili bahan ajar karena soalnya lebih banyak
b) Lebih mudah dan cepat cara membacanya karena terdapat jawabannya sudah
disediakan, tinggal memilih saja
c) Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain
d) Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.
Kelemahan tes objektif:
a) Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes essai
b) Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali
saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi
c) Banyak kesempatan untuk main untung-untungan
d) Kerjasama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka
c) Teknik bukan tes (Non tes)
Hasil belajar dan proses tidak hanya dinilai oleh tes, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-
alat non tes atau bukan tes. Penggunaan non tes untuk menilai hasil dan proses belajar masih
sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil dan proses
belajar. Para guru disekolah pada umumnya lebih banyak menggunakan tes daripada bukan
tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis dan yang dinilai terbatas
pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan
pengalaman belajarnya. Berikut ini penjelasan dari alat bukan tes atau nontes:
Wawancara
Wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu wawancara bebas dan wawancara terpimpin.
Kuesioner
xiii
Kuesioner sering disebut juga angket. Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus
diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi:
1. Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada:
a. Kusioner Langsung
b. Kuesioner Tidak Lansung
2. Ditinjau dari segi cara menjawab maka dibedakan atas:
a. Kuesioner Tertutup
b. Kuesioner Terbuka
c. Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, dan perhatian yang disusun
dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan
nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Skala dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Skala Penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalu
pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau suatu katagori yang bermakna
nilai.
b) Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Hasilnya berupa katagori sikap, yakni mendukung(positif), menolak(negatif), dan netral.
d) Daftar Cocok (Cheklist)
Daftar cocok adalah deretan pernyataan(yang biasanya singkat-singkat) dimana
responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok(V) ditempat yang sudah
disediakan.
e) Observasi
observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara
teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 jenis observasi yakni:
1. Observasi Langsung
2. Observasi Dengan Alat (Tidak Langsung)
3. Observasi Partisipasi
f) Sosiometri
Sosiometri adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyesuaikan dirinya,
terutama hubungan sosial siswa dengan teman sekelasnya. Sosiometri dapat dilakukan
dengan cara menugaskan kepada semua siswa dikelas tersebut untuk memilih satu atau dua
temannya yang paling dekat atau paling akrab. Usahakan dalam kesempatan memilih tersebut
xiv
agar tidak ada siswa yang berusaha melakukan kompromi untuk saling memilih supaya
pilihan tersebut bersifat netral, tidak diatur sebelumnya. Tuliskan nama pilihan tersebut pada
kertas kecil, kemudian digulung dan dikumpulkan oleh guru. Setelah seluruhnya terkumpul,
guru mengolahnya dengan dua cara. Cara pertama melukiskan alur-alur pilihan dari setiap
siswa dalam bentuk sosiogram sehingga terlihat hubungan antar siswa berdasarkan
pilihannya. Cara kedua adalah memberi skor kepada pilihan siswa.
xv
keputusan apakah butir soal yang bermasalah itu akan digugurkan atau direvisi guna
menentukan nilai peserta didik.
d) Untuk dijadikan alat guna menilai butir soal yang akan disimpan dalam kumpulan
soal.
e) Untuk memperoleh informasi tentang butir soal sehingga memungkinkan untuk
menyusun beberapa perangkat soal yang paralel. Penyusunan perangkat seperti ini
sangat bermanfaat bila akan melakukan ujian ulang atau mengukur kemampuan
beberapa kelompok peserta tes dalam waktu yang berbeda.
Penilaian terhadap butir soal pada dasarnya merupakan analisis butir soal, dan selama
ini pada umumnya para ahli pengukuran mengatakan bahwa analisis butir soal maksudnya
adalah penilaian terhadap soal. Telah diketahui bersama bahwa penyusunan tes sangat
mempengaruhi kualitas butir soal. Pendekatan untuk menganalisis butir soal yang
berkembang saat ini terdiri dari dua pendekatan yaitu pendekatan klasik dan pendekatan
modern. Kedua pendekatan ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun
keduanya masih sering digunakan dalam analisis butir soal. Analisis butir soal dengan
pendekatan klasik diantaranya dapat dilakukan menggunakan Program Iteman.
a) Karakteristik Butir Soal
1) Tingkat Kesukaran (Difficulty level)
Menurut Asmawi Zainul, dkk (1997) tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi
peserta tes menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Tingkat kesukaran butir soal
biasanya dilambangkan dengan p. Makin besar nilai p yang berarti makin besar proporsi yang
menjawab benar terhadap butir soal tersebut, makin rendah tingkat kesukaran butir soal itu.
Hal ini mengandung arti bahwa soal itu makin mudah, demikian pula sebaliknya. Soal yang
baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah
tidak merangsang mahasiswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal
yang terlalu sukar akan menyebabkan mahasiswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya (Suharsimi Arikunto : 2001).
Tingkat kesukaran butir soal tidaklah menunjukkan bahwa butir soal itu baik atau
tidak. Tingkat kesukaran butir hanya menunjukkan bahwa butir soal itu sukar atau mudah
untuk kelompok peserta tes tertentu. Butir soal hasil belajar yang terlalu sukar atau terlalu
mudah tidak banyak memberi informasi tentang butir soal atau peserta tes (Asmawi Zainul,
dkk : 1997).
Pada analisis butir soal secara klasikal, seperti yang dijelaskan oleh Depdikbud (1997)
tingkat kesukaran dapat diperoleh dengan beberapa cara antara lain : a). skala kesukaran
xvi
linier; b). skala bivariat; c). indeks davis; d). proporsi menjawab benar. Cara yang paling
umum digunakan adalah proporsi menjawab benar atau proportion correct, yaitu jumlah
peserta tes yang menjawab benar pada soal yang dianalisis dibandingkan dengan peserta tes
seluruhnya. Dalam analisis item ini digunakan proportion correct (p), untuk menilai tingkat
kesukaran butir soal, yang dapat dilihat berdasarkan hasil analisis iteman pada lampiran
Besarnya tingkat kesukaran berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Untuk sederhananya,
tingkat kesukaran butir dan perangkat soal dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu mudah,
sedang dan sukar. Sebagai patokan menurut (Asmawi Zainul, dkk : 1997) dapat digunakan
tabel sebagai berikut:
xvii
Namun demikian menurut Suharsimi Arikunto (2001) soal-soal yang terlalu mudah
atau terlalu sukar tidak berarti tidak boleh digunakan. Hal ini tergantung dari tujuan
penggunaannya. Jika dari peserta tes banyak, padahal yang dikehendaki lulus hanya sedikit
maka diambil peserta yang terbaik, untuk itu diambilkan butir soal tes yang sukar. Demikian
sebaliknya jika kekurangan peserta tes, maka dipilihkan soal-soal yang mudah. Selain itu,
soal-soal yang sukar akan menambah motivasi belajar bagi siswa-siswa yang pandai,
sedangkan soal-soal yang mudah akan membangkitkan semangat kepada siswa yang lemah.
2) Daya Beda
Daya beda butir soal ialah indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan butir soal
membedakan kelompok yang berprestasi tinggi (kelompok atas) dari kelompok yang
berprstasi rendah (kelompok bawah) diantara para peserta tes (Asmawi Zainul, dkk : 1997).
Suryabrata (1999) menyatakan tujuan pokok mencari daya beda adalah untuk menentukan
apakah butir soal tersebut memiliki kemampuan membedakan kelompok dalam aspek yang
diukur, sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok itu. Daya beda butir soal yang
sering digunakan dalam tes hasil belajar adalah dengan menggunakan indeks korelasi antara
skor butir dengan skor totalnya. Daya beda dengan cara ini sering disebut validitas internal,
karena nilai korelasi diperoleh dari dalam tes itu sendiri. Daya beda dapat dilihat dari
besarnya koefisien korelasi biserial maupun koefesien korelasi point biserial.
Dalam analisis ini digunakan nilai koefisien korelasi biserial untuk menentukan daya
beda butir soal. Koefisien korelasi biserial menunjukkan hubungan antara dua skor, yaitu skor
butir soal dan skor keseluruhan dari peserta tes yang sama. Koefisien daya beda berkisar
antara –1,00 sampai dengan +1,00. Daya beda +1,00 berarti bahwa semua anggota kelompok
atas menjawab benar terhadap butir soal itu, sedangkan kelompok bawah seluruhnya
menjawab salah terhadap butir soal itu. Sebaliknya daya beda –1,00 berarti bahwa semua
anggota kelompok atas menjawab salah butir soal itu, sedangkan kelompok bawah
seluruhnya menjawab benar terhadap soal itu.
xviii
Daya beda yang dianggap masih memadahi untuk sebutir soal ialah apabila sama atau
lebih besar dari +0,30. Bila lebih kecil dari itu, maka butir soal tersebut dianggap kurang
mampu membedakan peserta tes yang mempersiapkan diri dalam menghadapi tes dari peserta
yang tidak mempersiapkan diri. Bahkan bila daya beda itu menjadi negatif, maka butir soal
itu sama sekali tidak dapat dipakai sebagai alat ukur prestasi belajar. Oleh karena itu butir
soal tersebut harus dikeluarkan dari perangkat soal. Makin tinggi daya beda suatu butir soal,
maka makin baik butir soal tersebut, dan sebaliknya makin rendah daya bedanya, maka butir
soal itu dianggap tidak baik (Asmawi Zainul, dkk : 1997).
CARA MENENTUKAN DAYA PEMBEDA BUTIR TES
Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan persamaan:
dengan DP merupakan Indeks daya pembeda, BA adalah banyaknya peserta tes kelompok
atas yang menjawab soal dengan benar, BB adalah banyaknya peserta tes kelompok bawah
yang menjawab soal dengan benar, JA merupakan banyaknya peserta tes kelompok atas, dan
JB adalah banyaknya peserta tes kelompok bawah Kriteria indeks daya pembeda adalah
sebagai berikut.
Persamaan lain yang dapat digunakan untuk menentukan daya pembeda yaitu :
xix
3) Distribusi Jawaban (Distraktor)
Dilihat dari konstruksi butir soal terdiri dari dua bagian, yaitu pokok soal dan
alternatif jawaban. Alternatif jawaban jawaban juga terdiri dari dua bagian, yaitu kunci
jawaban dan pengecoh. Pengecoh dikatakan berfungsi apabila semakin rendah tingkat
kemampuan peserta tes semakin banyak memilih pengecoh, atau makin tinggi tingkat
kemampuan peserta tes akan semakin sedikit memilih pengecoh. Menganalisis fungsi
pengecoh (distractor) dikenal dengan istilah menganalisis pola penyebaran jawaban butir soal
pada soal bentuk pilihan ganda. Pola tersebut diperoleh dengan menghitung banyaknya testee
yang memilih pilihan jawaban butir soal atau yang tidak memilih pilihan manapun (blangko).
Dari pola penyebaran jawaban butir soal dapat ditentukan apakah pengecoh berfungsi dengan
baik atau tidak. Suatu pengecoh dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika paling sedikit
dipilih oleh 5 % pengikut tes.
CARA MELAKUKAN ANALISIS PENGECOH
Pertimbangan terhadap analisis pengecoh:
a. Diterima, karena sudah baik
b. Ditolak, karena tidak baik
c. Ditulis kembali, karena kurang baik
Sebuah pengecoh dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes.
xx
O = Omitted (tidak menjawab), C* = kunci jawaban Pengecoh
A : 13/70 x 100% > 5% , berfungsi
B : 15/70 x 100% > 5% , berfungsi
D : 8/70 x 100% > 5% , berfungsi
E : 10/70 x 100% > 5% . berfungsi Untuk tes pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban
dan P = 0,8, dilihat dari segi Omitted (O), sebuah butir soal dikatakan baik jika persentase
O-nya ≤ 10%.
c) Reabilitas
Reliabilitas adalah suatu hal yang sangat penting pada alat pengukuran standar.
Reliabilitas dihubungkan dengan pengertian adanya ketepatan tes dalam pengukurannya.
Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh peserta tes yang sama ketika diuji ulang
dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari suatu pengukuran ke pengukuran
lainnya. Dengan kata lain reliabilitas merupakan tingkat konsistensi atau kemantapan hasil
terhadap hasil dua pengukuran hal yang sama. Dapat juga diartikan sebagai tingkat
kepercayaan dari suatu alat ukur (Depdikbud : 1997).
xxi
Hasil pengukuran diharapkan akan sama apabila pengukuran itu diulangi. Dengan
perangkat tes yang reliabel, apabila tes itu diberikan dua kali pada peserta yang sama tetapi
dalam selang waktu yang berbeda sepanjang tidak ada perubahan dalam kemampuan maka
skor yang diperoleh akan konstan. Kriteria untuk menentukan tinggi rendahnya reliabilitas
sebuah perangkat tes, menurut (Suharsimi Arikunto : 2001) dilihat pada rentangan koefesien
korelasi sebagai berikut :
xxii
kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan seorang guru bagi peningkatan mutu kegiatan
belajar mengajar di kelasnya.
Dalam pembuatan persiapan (program pengajaran) yang efektif, hasil-hasil
pengukuran dan penilaian terhadap program pengajaran sebelumnya bisa dijadikan dasar bagi
perbaikan aspek-aspek persiapan program pengajaran yang dikembangkan. Misalnya, jika
pada penilaian yang dilakukan pada akhir program sebelumnya diperoleh informasi bahwa
hasil belajar yang dicapai para siswa kurang memuaskan, maka pada pengembangan
persiapan program pengajaran selanjutnya, guru tersebut dapat mengambil langkah-langkah
berikut:
a. Jika pencapaian yang kurang memuaskan tersebut terjadi pada sebagian besar bahan uji
yang diberikan, maka program pengajaran tersebut harus diperbaiki dan diulangi;
b. Jika pencapaian yang kurang memuaskan tersebut hanya terjadi pada bagian-bagian
tertentu dari
c. keseluruhan bahan uji yang diberikan, maka guru memasukkan bagian-bagian tersebut ke
dalam rencana program pengajaran selanjutnya.;
d. Jika pencapaian yang kurang memuaskan tersebut hanya terjadi pada sebagian besar
siswa, maka program pengajaran harus diulangi;
e. Jika pencapaian yang kurang memuaskan tersebut hanya terjadi pada sebagian kecil siswa,
maka guru harus memberikan program remedial kepada siswa-siswa tersebut.
xxiii
BAB 3
Penutup
2.9 Kesimpulan
1. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu dan
bersifat kuantitatif dan yang dimaksud dari Penilaian adalah kegiatan mengambil
keputusan untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik buruk dan bersifat
kualitati
2. Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan
salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa
adalah dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes.
3. Pengukuran memiliki obyek, fungsi, tujuan, syarat dan macam- macam jenis
pengukuran.
4. Dalam kegiatan pengajaran pengukuran dan penilaian merupakan kegiatan yang
sangat penting. Kedua kegiatan tersebut merupakan salah satu dari empat tugas pokok
seorang pengajar. Keempat tugas pokok tersebut adalah merencanakan, melaksanakan
dan menilai keberhasilan pengajaran, serta memberikan bimbingan.
2.10 Saran
Untuk meningkatkat kualitas pendidikan sebaiknya sistem penilaian yang baik dan
tidak biasa. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas
pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi
pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan
motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.
xxiv
DAFTAR PUSTAKA
xxv