Anda di halaman 1dari 16

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

IHSAN
”Kumelihat-Mu dalam Ibadahku ”

I. Tujuan Umum
Mengerti tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan aqidah yang benar yang
digali dari Al Qur`an, As Sunah, dalil-dalil naqli dan aqli, menanamkannya dalam
jiwa, dan membersihkannya dari bid`ah dan khurafat yang mungkin
mengotorinya.

II. Tujuan Kognitif


1. Memahami komitmen moral, operasional dan kualitas operasional dalam
Islam.
2. Menunjukkan dalil baik Qur’an atau Hadits tentang perintah ihsan

III. Tujuan Afektif Dan Psikomotorik


1. Termotivasi untuk berniat dan beramal secara ihsan berdasarkan keyakinan
adanya kesertaan Allah dan pengawasannya.
2. Menyadari nilai kasih sayang, pahala dan pertolongan Allah yang dituju
oleh setiap muslim dalam berjihad.

IV. Kegiatan Pembelajaran


Pilihan kegiatan yang bisa diselenggarakan dalam AAI adalah:
1. Kegiatan Pembuka
a. Mengkomunikasikan tentang urgensi mengkaji Ihsan
b. Menginventarisir tentang fenomena yang berhubungan dengan tema
kajian

2. Kegiatan Inti:
a. Kajian tentang Ihsan

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

1
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

b. Berdiskusi dan tanya jawab tema kajian (lihat tujuan kognitif, afektif dan
psikomotor)
c. Penekanan dari asisten tentang nilai dan hikmah yang terkandung dalam
materi Ihsan

3. Kegiatan Penutup:
a. Tugas mandiri (Lihat Pilihan Kegiatan)
b. Evaluasi

V. Pilihan Kegiatan
1. Mengumpulkan ayat-ayat Al Qur`an yang menunjukkan pada tafakkur
2. Mengumpulkan ayat-ayat tentang pentingnya berbuat Ihsan
3. Mengumpulkan hadits-hadits yang menunjukkan hal di atas
4. Menulis makalah tentang pentingnya berbuat Ihsan
5. Mengumpulkan perkataan-perkataan orang muslim dan lainnya yang obyektif
tentang pentingnya berbuat Ihsan
6. Tafakur Alam

VI. Sarana Evaluasi dan Mutabaah


1. Tes akademis melalui pertanyaan, diskusi dan dialog menggunakan metode
pencatatan untuk meyakinkan (menegaskan) tercapainya tujuan
2. Tes kemampuan untuk membandingkan sejauh mana tujuan telah tercapai

VII. Tujuan
Menjelaskan tentang ihsan baik ihsanun niyyat maupun ihsanul amal

=RINGKASAN=

Ihsan

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

2
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

‫اِحْ َسان‬
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlaq yang senantiasa menjadi target seluruh
hamba Allah swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan
dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan
kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata
Allah swt. Rasulullah saw pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga
seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang
sempurna dan akhlaq yang mulia.
Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya
sebatas akhlaq yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari
aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga
landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh
Rasulullah saw dalam haditsnya yang shahih. Hadits ini menceritakan saat Rasulullah
saw menjawab pertanyaan Malaikat Jibril yang menyamar sebagai seorang manusia,
mengenai Islam, iman, dan ihsan. Setelah Jibril pergi, Rasulullah saw bersabda
kepada para sahabatnya:

[‫] رواه مسلم‬.‫فَإِنَّهُ ِجب ِْر ْي ُل أَتَا ُك ْم يُ َعلِّ ُم ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم‬

"Inilah Jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian. "

Beliau menyebut ketiga hal di atas sebagai agama, dan bahkan Allah swt
memerintahkan untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-Qur`an.

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu


menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (al-Baqarah: 195)

"Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan.... " (An-
Nahl: 90)

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

3
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

Pengertian Ihsan
Ihsan berasal dari kata َ‫ َح ُس ^ن‬yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk
ْ ‫اِحْ َس‬, yang artinya kebaikan. Allah swt berfirman dalam Al-Qur`an
masdarnya adalah ‫ان‬
mengenai hal ini.
"Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri.. " (al-Isra':
7)
"... Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik
terhadapmu.... " (al-Qashash: 77)
Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah swt.

Landasan Syar'i Ihsan.


Pertama, Al Qur`anul Karim.
Dalam Al-Qur`an, terdapat seratus enam puluh enam ayat yang berbicara tentang
ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia
dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa
Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-Orang ...
yang berbuat baik. " (al-Baqarah: 195)
”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (an-Nahl: 90)
"... serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.... " (al-Baqarah: 83)
"... Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil
dan para hamba sahayamu.... " (an-Nisaa`: 36)

Kedua, As-Sunnah.
Rasulullah saw pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia
merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, di antara hadits-

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

4
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

hadits mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam
memahami agama ini. Rasulullah saw menerangkan mengenai ihsan ketika menjawab
pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh
Jibril, dengan mengatakan:
‫أَنْ تَ ْعبُ َد هللاَ َكأَنَّ َك تَ َراهُ فَإِنْ لَ ْم تَ ُكنْ تَ َراهُ فَإِنَّهُ يَ َرا َك‬.
"Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau
tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. " (HR. Muslim)

Di kesempatan yang lain, Rasulullah bersabda:


َّ ْ‫ فَا ِ َذا قَت َْلتُ ْم فَاَحْ ِسنُوْ ْالقَ ْتلَةَ َو اِ َذا َذبَحْ تُ ْم فَاَحْ ِسنُو‬,‫َب َعلَ ْي ُك ُم ْااِل حْ َسانَ َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء‬
َ‫الذ ْب َحة‬ َ ‫اِ َّن هللاَ َكت‬
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika
kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah
dengan baik... " (HR. Muslim)

Tiga Aspek Pokok Dalam Ihsan


Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah,
muamalah, dan akhlaq. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan kita kali ini.
1.  Ibadah
Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis
ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu
menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan
mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-
ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga
dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa
bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba
merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan inilah ia dapat
menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari
ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan
Rasulullah saw yang berbunyi, "Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan
engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

5
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

melihatmu. "

Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas.
Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah
juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak,
menyenangkan isteri, meniatkan setiap yang mubah untuk mendapat ridha Allah, dan
masih banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah saw menghendaki umatnya
senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan
ihsan dalam ibadahnya.
Tingkatan Ibadah dan Derajatnya.
Berdasarkan nash-nash Al-Qur`an dan As Sunnah, maka ibadah mempunyai tiga
tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya masing-masing seorang hamba tidak
dapat mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba untuk meraihnya. Pada setiap
derajat, ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin,
ia menempati jannatul firdaus, derajat tertinggi di dalam surga. Kelak, para penghuni
surga tingkat bawah akan saling memandang dengan penghuni surga tingkat tertinggi,
laksana penduduk bumi memandang bintang-bintang di langit yang menandakan
jauhnya jarak antara mereka.
Adapun tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tingkat at Taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajat yang berbeda-beda.

2. Tingkat al Bir, yaitu tingkatan menengah dengan derajat yang berbeda-beda.


3. Tingkat al Ihsan, yaitu tingkatan tertinggi dengan derajat yang berbeda-beda pula.

Pertama, Tingkat at Taqwa.


Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang
masuk katagori al Muttaqun, sesuai dengan derajat ketaqwaan masing-masing.
Taqwa akan menjadi sempurna dengan menunaikan seluruh perintah Allah dan
meninggalkan seluruh larangan-Nya. Hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah
Allah dapat mengakibatkan sangsi dan melakukan salah satu larangannya adalah dosa.

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

6
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

Dengan demikian, puncak taqwa adalah melakukan seluruh perintah Allah dan
meninggalkan semua larangan-Nya.
Namun, ada satu hal yang harus kita pahami dengan baik, yaitu bahwa Allah swt
Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya yang memiliki berbagai kelemahan,
yang dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu,
Allah membuat satu cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara tobat dan
pengampunan. Melalui hal tersebut, Allah swt akan mengampuni hamba-Nya yang
berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak taqwa. Sementara itu, ketika
seorang hamba naik pada peringkat puncak taqwa, boleh jadi ia akan naik pada
peringkat bir atau ihsan.
Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena amalan-amalan yang ada pada derajat ini
membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun derajat
yang paling rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana seseorang menjaga
dirinya dari kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar yang diterima oleh
Allah swt.
Kedua, Tingkat al Bir.
  Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategori al Abrar. Hal ini sesuai
dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah
serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah swt. Hal ini dilakukan
setelah mereka menunaikan segala yang wajib, atau yang ada pada peringkat
sebelumnya, yaitu peringkat taqwa.
Peringkat ini disebut martabat al Bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan
perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuatu sifatnya semata-mata untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang
wajib serta yang diharamkan-Nya. Amalan-amalan ini tidak diwajibkan Allah kepada
hamba-hamba-Nya, tetapi perintah itu bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji pahala
di dalamnya.
Akan tetapi, mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk ke
dalam kelompok al bir, kecuali telah menunaikan peringkat yang pertama, yaitu

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

7
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

peringkat taqwa. Karena, melakukan hal pertama merupakan syarat mutlak untuk naik
pada peringkat selanjutnya.
Dengan demikian, barang siapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan
sedang dia tidak mengimani unsur-unsur qaidah iman dalam Islam, serta tidak terhidar
dari siksaan neraka, maka ia tidak dapat masuk dalam peringkat ini (al bir). Mengenai
hal ini, Allah swt berfirman dalam kitab-Ny.
"... Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan
tetapi kebaikan itu adalah taqwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-
pintunya dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung. " (al-Baqarah: 189)
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada
iman, yaitu: Berimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya Tuhan
kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesahan-
kesalahan kami dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat
baik. " (Ali ‘Imran: 193)
Ketiga, Tingkatan Ihsan
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun.
Mereka adalah orang-orang yang telah melalui peringkat pertama dan yang kedua
(peringkat taqwa dan al bir).
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna seperti yang telah kita
sebutkan sebelumnya, maka kita akan mendapatkan suatu kesimpulan bahwa ihsan
memiliki dua sisi: Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil
menjaga keikhlasan dan jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata cara
(metode). Kedua, ihsan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah
yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu yang
diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melakukannya.
Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya bisa dicapai melalui
amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah, serta
dilakukan atas dasar mencari ridha Allah.

2. Muamalah

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

8
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt pada surah an Nisaa' ayat 36, yang
berbunyi sebagai berikut:
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun
dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahayamu... "
Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah dengan
sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka
Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas ihsan dari muamalah dan siapa saja
yang masuk dalam bahasannya. Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan
ihsan tersebut:
Pertama, Ihsan kepada kedua orang tua.
Allah swt menjelaskan hal ini dalam kitab-Nya.
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidik aku diwaktu kecil. " (al-Israa': 23-
24)
Ayat di atas mengatakan kepada kita bahwa ihsan kepada ibu-bapak adalah sejajar
dengan ibadah kepada Allah. Dalam sebuah hadits riwayat Turmudzi, dari Ibnu Amru
bin Ash, Rasulullah saw Bersabda:
‫ضى ْال َوالِ َدي ِْن َو س ُْخطُ هللاِ فِى س ُْخ ِط ْال َواِل َد ْي ِن‬
َ ‫ضى هللاُ فِى ِر‬
َ ‫ِر‬
"Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada
pada kemurkaan orang tua. "
Dalil di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima, jika
tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

9
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

memiliki kebaikan ini, maka bersamaan dengannya akan hilang ketaqwaan, keimanan,
dan keislaman. Dan Akhlaq kepada sesama manusia yang paling utama kepada kedua
orang tua, berakhlaq kepada mereka adalah dengan berbakti kepada keduanya, baik
ketika hidup aupun setelah wafatnya, sebagimana hadits Nabi:

‫ ٌل ِمنْ بَنِي‬U‫ ا َءهُ َر ُج‬U‫سلَّ َم إِ ْذ َج‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬


َ ِ ‫سو ِل هَّللا‬ ُ ‫ي َقا َل بَ ْينَا َن ْحنُ ِع ْن َد َر‬ ِّ ‫سا ِع ِد‬ َ ُ‫عَنْ أَبِي أ‬
َّ ‫س ْي ٍد َمالِ ِك ْب ِن َربِي َعةَ ال‬
‫تِ ْغفَا ُر‬U‫س‬ َّ ‫ا َل نَ َع ْم‬UUَ‫ي ش َْي ٌء أَبَ ُّر ُه َما بِ ِه بَ ْع َد َم ْوتِ ِه َما ق‬
ْ ‫ا َوااِل‬UU‫اَل ةُ َعلَ ْي ِه َم‬U‫الص‬ َّ ‫سو َل هَّللا ِ َه ْل بَقِ َي ِمنْ ِب ِّر أَبَ َو‬
ُ ‫سلَ َمةَ فَقَا َل يَا َر‬
َ
َ ‫ُوص ُل إِاَّل ِب ِه َما َوإِ ْك َرا ُم‬
)‫ص ِديقِ ِه َما (رواه ابو داود‬ ِ ‫لَ ُه َما َوإِ ْنفَا ُذ َع ْه ِد ِه َما ِمنْ بَ ْع ِد ِه َما َو‬
َ ‫صلَةُ ال َّر ِح ِم الَّتِي اَل ت‬
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idy berkata: “Tatkala kami sedang
bersama Rasulullah saw, tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salamah seraya
bertanya: “Ya Rasulullah apakah masih ada kesempatan untuk saya berbakti kepada
Ibu Bapak saya setelah keduanya wafat?” Nabi menjawab: “Ya, dengan mendoakan
keduanya, memohon ampun untuknya, melaksanakan janjinya dan menyambung
silaturahim dari sanak saudaranya serta memuliakan teman-temannya.
Kedua, Ihsan kepada kerabat karib.
Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan
mereka, bahkan Allah swt menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan
silaturahim dengan perusak di muka bumi. Allah berfirman:
"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka
bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. ?" (Muhammad: 22)
Silaturahim adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan
sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah
karena terputusnya hubungan silaturahim. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah
berfirman:
ُ‫ص ْلتُهُ َو َم ْن قَطَ َعهَا بَتَتُّه‬
َ ‫صلَهَا َو‬ ُ ‫َّح َم َو َشقَ ْق‬
َ ‫ت لَهَا ِم ْن ا ْس ِمي فَ َم ْن َو‬ ُ ‫أَنَا هَّللا ُ َوأَنَا الرَّحْ َمنُ َخلَ ْق‬
ِ ‫ت الر‬
"Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah menciptakan rahim yang
Kuberi nama bagian dari nama-Ku. Maka, barang siapa yang menyambungnya, akan
Ku sambungkan pula baginya dan barang siapa yang memutuskannya, akan Ku
putuskan hubunganku dengannya. " (HR. Turmuzdi)

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

10
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, "Tidak akan masuk surga, orang yang
memutuskan tali silaturahmi. " (HR. Syaikhani dan Abu Dawud)
Ketiga, Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin.
Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa Rasulullah saw
bersabda, "Aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti
ini... (seraya menunjukkan jari telunjuk jari tengahnya). "
Diriwayatkan oleh Turmuzdi, Nabi saw Bersabda:
ُ ‫ض يَتِي ًما ِم ْن بَي ِْن ْال ُم ْس ^لِ ِمينَ إِلَى طَ َعا ِم^ ِه َو َش ^ َرابِ ِه أَ ْد َخلَ ^هُ هَّللا‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َم ْن قَب‬َ ‫ي‬ َّ ِ‫س أَ َّن النَّب‬ٍ ‫ع َْن ا ْب ِن َعبَّا‬
ُ‫ْال َجنَّةَ إِاَّل أَ ْن يَ ْع َم َل َذ ْنبًا اَل يُ ْغفَ ُر لَه‬
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi saw bersabda: "Barang siapa dari Kaum
Muslimin yang memelihara anak yatim dengan memberi makan dan minumnya, maka
Allah akan memasukkannya ke dalam surga selamanya, selama ia tidak melakukan
dosa yang tidak terampuni."
Keempat, Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat.
Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang
berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang
berada jauh dari rumah.
Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas dasar
pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, ma'had, dan
sebagainya. Mereka semua masuk ke dalam katagori tetangga. Seorang tetangga kafir
mempunyai hak sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak,
yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan kerabat
mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim dan sebagai kerabat.
Rasulullah saw menjelaskan hal ini dalam sabdanya:
ُ‫ص^لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي^ ِه َو َس^لَّ َم َوالَّ ِذي نَ ْف ِس^ي بِيَ^ ِد ِه اَل ي ُْس^لِ ُم َع ْب^ ٌد َحتَّى يَ ْس^لَ َم قَ ْلبُ^ه‬
َ ِ ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َم ْسعُو ٍد قَا َل قَا َل َر ُس^و ُل هَّللا‬
ُ‫َولِ َسانُهُ َواَل ي ُْؤ ِمنُ َحتَّى يَأْ َمنَ َجا ُرهُ بَ َوائِقَه‬
Dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata, bersabda Rasulullah saw: Demi Yang jiwaku
berada di tangan-Nya tidaklah selamat seorang hamba sampai hati dan lisannya

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

11
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

selamat (tidak berbuat dosa) dan tidaklah beriman (sempurna keimanannya) seorang
hamba sehingga tetangganya merasa aman dari gangguannya. (HR. Ahmad)
Pada hadits yang lain, Rasulullah bersabda:
ُ‫ْرفُه‬
ِ ‫الَ ي ُْؤ ِمنُ بِي َم ْن باَتَ َش ْب َعانًا َو َجا ُرهُ َجا ئِ ٌع َوهُ َو يَع‬
"Tidak beriman kepadaku barang siapa yang kenyang pada suatu malam, sedangkan
tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya." (HR. ath-Thabrani)

Kelima, Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya.


Rasulullah saw bersabda mengenai hal ini:
َ ‫َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
َُ‫ض ْيفَه‬
"Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan
tamunya. " (HR. Jama'ah, kecuali Nasa'i)
Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya,
menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta,
dan memberinya pelayanan.
ُ ‫ص ^لَّى هَّللا‬ َ َ‫ال يَا َرسُو َل هَّللا ِ َك ْم أَ ْعفُو ع َْن ْال َخا ِد ِم ف‬
َ ِ ‫ص َمتَ َع ْن^هُ َر ُس ^و ُل هَّللا‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَق‬
َ ‫َجا َء َر ُج ٌل إِلَى النَّبِ ِّي‬
ً‫ُول هَّللا ِ َك ْم أَ ْعفُو ع َْن ْالخَا ِد ِم فَقَا َل ُك َّل يَوْ ٍم َس ْب ِعينَ َم َّرة‬ َ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ثُ َّم قَا َل يَا َرس‬

  Pada riwayat yang lain, dikatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah saw dan berkata, "Ya, Rasulullah, berapa kali saya harus memaafkan
hamba sahayaku?" Rasulullah diam tidak menjawab. Orang itu berkata lagi, "Berapa
kali ya, Rasulullah?" Rasul menjawab," Maafkanlah ia tujuh puluh kali dalam sehari.
" (HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi)
‫صنَ َع أِل َ َح ِد ُك ْم خَا ِد ُمهُ طَ َعا َمهُ ثُ َّم َجا َءهُ بِ ِه َوقَ ْد َولِ َي َح َّرهُ َودُخَانَهُ فَ ْليُ ْق ِع ْدهُ َم َعهُ فَ ْليَأْ ُكلْ فَإ ِ ْن َكانَ الطَّ َع^^ا ُم َم ْش^فُوهًا قَلِياًل‬ َ ‫إِ َذا‬
‫ض ْع فِي يَ ِد ِه ِم ْنهُ أُ ْكلَةً أَوْ أُ ْكلَتَ ْي ِن‬َ َ‫فَ ْلي‬
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda, "Jika seorang hamba sahaya
membuat makanan untuk salah seorang diantara kamu, kemudian ia datang
membawa makanan itu dan telah merasakan panas dan asapnya, maka hendaklah
kamu mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika ia hanya makan

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

12
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

sedikit, maka hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan. " (HR. Bukhari,
Turmuzdi, dan Abi Daud)
Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan membayar
gajinya sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu yang ia
tidak sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai pribadinya.
Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita
makan, dan diberi pakaian dari apa yang kita pakai.
Pada akhir pembahasan mengenai bab muamalah ini, Allah swt menutup firman-Nya
yang berbunyi:
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi
mengingkari nikmat. " (al-Hajj: 38)
Ayat di atas merupakan isyarat yang sangat jelas kepada siapa saja yang tidak berlaku
ihsan. Bahkan, hal itu adalah pertanda bahwa dalam dirinya ada kecongkakan dan
kesombongan, dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah swt.
Keenam, Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia.
ْ ‫َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا اَوْ لِيَصْ ُم‬
‫ت‬
Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat,
hendaklah ia berkata yang baik atau diam. " (HR. Bukhari dan Muslim)

Masih riwayat dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda :


ٌ‫ص َدقَة‬ ِ ْ‫قَوْ ُل ْال َم ْعرُو‬
َ ‫ف‬
"Ucapan yang baik adalah sedekah. "
Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai
dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari
kemungkaran, menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh,
mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan
hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka.

Ketujuh, Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang.

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

13
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar,
mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak
menyiksanya jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat
menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak
menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam.

Inilah sisi-sisi ihsan yang datang dari nash Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw

Beberapa contoh ihsan dalam hal muamalah


1. Pada Perang Uhud, orang-orang Quraisy membunuh paman Rasulullah saw,
yaitu Hamzah. Mereka mencincang tubuhnya, membelah dadanya, serta
memecahkan giginya, kemudian seorang sahabat meminta Rasulullah saw berdoa
agar mereka diazab oleh Allah. Akan tetapi, Rasulullah malah berkata :
َ‫اَلَّلهُ َّم ا ْه ِد قَوْ ِم ْي فَاِنَّهُ ْم اَل يَ ْعلَ ُموْ ن‬
"Ya Allah, ampunilah mereka, karena mereka adalah kaum yang bodoh. "
2. Suatu hari, Umar bin Abdul Aziz berkata kepada hamba sahaya
perempuannya, "Kipasilah aku sampai aku tertidur. " Lalu, hambanya pun
mengipasinya sampai ia tertidur. Karena sangat mengantuk, sang hamba pun
tertidur. Ketika Umar bangun, beliau mengambil kipas tadi dan mengipasi hamba
sahayanya. Ketika hamba sahaya itu terbangun, maka ia pun berteriak
menyaksikan tuannya melakukan hal tersebut. Umar kemudian berkata, "Engkau
adalah manusia biasa seperti diriku dan mendapatkan kebaikan seperti halnya
aku, maka aku pun melakukan hal ini kepadamu, sebagaimana engkau
melakukannya padaku".
3. Akhlaq. Ihsan dalam akhlaq sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan
muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaqnya apabila ia
telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits
yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah seakan-akan
melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah
senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

14
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah
menjadi akhlaq atau perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan
dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.
Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang yang diperoleh dari hasil
maksimal ibadahnya, maka kita akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya.
Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya,
keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini semua, maka
Rasulullah saw mengatakan dalam sebuah hadits :

ُ ُ ‫اِنَّ َما ب ُِع ْث‬


ِ ‫ار َم ْاألَ ْخاَل‬
‫ق‬ ِ ‫ت أِل تَ ِّم َم َم َك‬
"Aku diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlaq yang mulia. "

Penutup
Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlaq. Oleh karena itu,
semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi
diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, apa pun
profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka
yang telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya. Semoga kita
semua dapat mencapai hal ini, sebelum Allah swt mengambil ruh ini dari kita.
Wallahu a'lam bish shawab.

Daftar Pustaka.
1. Al-Qur`an dan terjemahannya.
2. Shahih Al Bukhari.
3. Shahih Muslim.
4. Sunan Tirmidzi.
5. Sunan Abu Daud.
6. Sunan An-Nasa'i.
7. Minhaju al-Muslim, Abu Bakr Jabir al-Jazairy.
8. Ibtila'ul Ibadah bil Imani wal Islami wal Ibadah, Abdur Rahman Hasan

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

15
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BIRO ASISTENSI MATA KULIAH UMUM AGAMA ISLAM
DEPARTEMEN PENGELOLAAN ASISTEN
Masjid Nurul Huda UNS Jl. Ir.Sutami No.36A, Surakarta

Habannakah al-Maidany.
9. Jundullah Tsaqafatan wa Akhlaqan, Sa'id Hawa.
10. Adabud Dunya wa Dien, al Mawardi.

*Materi AAI UNS Semester 2/2016

16

Anda mungkin juga menyukai