Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

ET3111 PRAKTIKUM TEKNIK TELEKOMUNIKASI 3A

MODUL : 01

MODULASI DAN DEMODULASI AMPLITUDO

NAMA : HADIYAN RAFI ARMANDSYAH


NIM : 18117033
KELOMPOK : 11
HARI, TANGGAL : KAMIS, 19 SEPTEMBER 2019
WAKTU : 14.00-16.00
ASISTEN : WIDIA ANGELINA

LABORATORIUM TELEKOMUNIKASI RADIO & GELOMBANG MIKRO


PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI
SEKOLAH TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................... 2


1. PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 3
2. DASAR TEORI ........................................................................................................................................ 3
2.1 Modulasi Amplitudo (AM)................................................................................................................. 3
2.2 Demodulasi Amplitudo ...................................................................................................................... 4
3. METODOLOGI PERCOBAAN ............................................................................................................. 5
3.1 Alat Percobaan .................................................................................................................................. 5
3.2 Langkah Kerja ................................................................................................................................... 5
4. HASIL DAN ANALISIS PERCOBAAN ................................................................................................. 6
4.1 Percobaan 1: Modulasi Double Sideband (DSB) ................................................................................ 6
4.2 Percobaan 2: Modulasi Double Sideband Suppressed Carrier (DSB-SC) ........................................... 7
4.3 Percobaan 3: Modulasi Single Sideband Suppressed Carrier (SSB-SC) .............................................. 8
4.4 Percobaan 4: Perbandingan Spektrum AM, SSB-SC, dan DSB-SC ...................................................... 9
4.5 Percobaan 5: Detektor Selubung ........................................................................................................ 9
4.6 Percobaan 6: Detektor Produk ......................................................................................................... 11
4.7 Percobaan 7: Detektor Fasa.............................................................................................................. 13
5. KESIMPULAN ...................................................................................................................................... 15
6. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................. 15
7. BIOGRAFI SINGKAT .......................................................................................................................... 15

2
Modul 01
Modulasi dan Demodulasi Amplitudo
Hadiyan Rafi Armandsyah (18117033) / Kelompok 11 / Kamis, 19 September 2019
Email : hadiyan.rafi@gmail.com
Asisten : Widia Angelina

Abstract— Pada praktikum modul kali ini, penulis 2. DASAR TEORI


menggunakan osilator dan EMDA-A untuk mempelajari
modulasi dan demoduliasi amplitudo. Pada modul ini, 2.1 Modulasi Amplitudo (AM)
penulis menggunakan metode modulasi DSB, DSB-SC, Modulasi amplitudo adalah proses
serta SSB-SC. Setelah itu, penulis juga melakukan
demodulasi dengan detektor selubung, detektor produk, penumpangan sinyal pembawa terhadap sinyal
serta detektor fasa.
informasi dimana amplitudo sinyal pembawa yang
Keyword— Modulasi, Demodulasi, DSB, SSB, dipancarkan berubah mengikuti perubahan
Detektor amplitudo sinyal informasi [1].

1. PENDAHULUAN
Pada zaman yang sudah sangat maju ini,
manusia tidak lagi kesulitan dalam berkomunikasi
bahkan untuk jarak yang sangat jauh. Dibalik
kecanggihan berbagai macam gawai yang manusia
gunakan untuk berkomunikasi, ternyata hal itu tidak
terlepas dari yang namanya modulasi dan
demodulasi. Pada dasarnya, suatu sinyal informasi
memiliki frekuensi yang rendah sehingga memiliki
jangkauan yang terbatas. Oleh karena itu, perlu
dilakukan modulasi suatu sinyal informasi dan
demodulasi. Praktikum modul ini memiliki tujuan
sebagai berikut: Gambar 2.1 Modulasi AM [2]

1. Menentukan hasil dari modulasi DSB,


DSB-SC, dan SSB-SC. Dari Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa gambar

2. Menentukan metode modulasi yang paling paling atas merupakan sinyal informasi, gambar

baik diantara DSB, DSB-SC, dan SSB-SC. kedua merupakan sinyal pembawa sedangkan

3. Menentukan hasil dari demodulasi gambar ketiga merupakan sinyal yang sudah

menggunakan detektor selubung, detektor mengalami modulasi amplituda. Terdapat tiga

produk, dan detektor fasa. metode AM yang digunakan pada percobaan ini

4. Menentukan metode demodulasi yang yaitu DSB-FC, DSB-SC, dan SSB-SC.

paling baik diantara detektor selubung, Double Sideband Full Carrier (DSB-FC)

detektor produk, dan detektor fasa. adalah metode modulasi dimana proses modulasi
dan sinyal modulasi menggunakan dua sisi spektrum
dengan energi yang maksimal [3]. Diagram blok

3
modulasi DSB-FC dapat dilihat pada Gambar 2.2 2.2 Demodulasi Amplitudo
berikut: Demodulasi adalah proses suatu sinyal
modulasi yang dibentuk kembali seperti aslinya dari
suatu gelombang pembawa (carrier wave) yang
termodulasi oleh rangkaian. Demodulator adalah
rangkaian yang penerima komunikasi (radio,
televisi, dan radar) yang berfungsi memisahkan
Gambar 2.2 Blok diagram DSB-FC
informasi asli dari gelombang campuran (yaitu
gelombang isyarat pembawa yang termodulasi.
Double Sideband Suppressed Carrier (DSB-
Demodulator sering juga disebut dengan detektor
SC) adalah metode modulasi yang memanfaatkan
[4].
dua sisi spektrum namun energi sinyalnya sudah
Sebelum suatu sinyal didemodulasi,
diminimalisir sehingga lebih hemat daya [3]. DSB-
dibutuhkan suatu superheterodyne reciever yang
SC merupakan DSC-FC yang bagian blok addernya
berfungsi untuk menerima sinyal hasil modulasi.
dihilangkan sehingga memiliki diagram blok seperti
Hal ini perlu dilakukan karena hasil modulasi
Gambar 2.3 berikut:
memiliki frekuensi yang tinggi sehingga perlu
dilakukan suatu normalisasi frekuensi sinyal
sebelum dilakukan demodulasi [3]. Diagram blok
dari superheterodyne reciever dapat dilihat pada
Gambar 2.5 berikut:

Gambar 2.3 Blok diagram DSB-SC

Single Sideband Suppressed Carrier (SSB-


SC) adalah metode modulasi yang merupakan
penyederhanaan dari DSB-SC. Pada SSB-SC, sinyal
termodulasi hanya menggunakan satu sisi dari
spektrum. Maka dari itu, pada SSB-SC daya akan
lebih hemat dan bandwith juga akan lebih hemat [3].
Diagram blok dari SSB-SC dapat dilihat pada Gambar 2.5 Blok diagram Superheterodyne Receiver
Gambar 2.4 berikut: Terdapat tiga metode demodulasi yang
digunakan pada percobaan ini yaitu dengan detektor
selebung, detektor produk, dan detektor fasa.
Detektor selubung (envelope detector) adalah
metode demodulasi menggunakan sirkuit elektrik
yang mengambil amplitudo relatif dari sinyal
termodulasi dengan frekuensi tinggi sebagai
masukan dan menghasilkan keluaran yang
Gambar 2.4 Diagram blok SSB-SC merupakan selubung dari sinyal utama [3]. Diagram
blok dari detektor selubung dapat dilihat pada
Gambar 2.6 berikut:

4
3.2 Langkah Kerja
Langkah-langkah percobaan pada Modul 01:
Modulasi dan Demodulasi Amplitudo adalah

Gambar 2.6 Blok diagram detektor selubung sebagai berikut.


A. Percobaan 1: Modulasi Double Sideband
Detektor produk (product detector) adalah (DSB)
detektor yang mengambil hasil kali dari sinyal Menghubungkan GEN1 dengan IN1, dan GEN2
termodulasi dan osilator lokal sehingga disebut dengan IN2.

pencampur frekuensi [3]. Diagram blok dari Mengatur parameter generator analog dengan
detektor produk dapat dilihat pada Gambar 2.7 spesifikasi GEN1: 100 Hz dan GEN2: 1000 Hz.

berikut:
Mengamati sinyal pada TP dan OUT1 dengan
osiloskop.

Menggunakan tombol kontrol C1 untuk mencari


modulation depth dari sinyal.

Gambar 2.7 Blok diagram detektor produk


B. Percobaan 2: Modulasi Double Sideband

Detektor fasa (phase detector) adalah Suppressed Carrier (DSB-SC)

detektor yang memiliki rangkaian yang menyerupai Menghubungkan GEN1 dengan IN1 dan GEN2
dengan IN2.
mixer yang mengeluarkan sinyal yang proporsional
dengan perbedaan fasa diantara dua sinyal masukan
Mengatur parameter generator analog dengan
di frekuensi yang sama [3]. Diagram blok dari spesifikasi GEN1: 50 Hz dan GEN2: 1000 Hz.
detektor fasa dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut:
Mengamati sinyal keluaran pada OUT2 dengan
osiloskop.

C. Percobaan 3: Modulasi Single Sideband


Suppressed Carrier (SSB-SC)

Menghubungkan GEN1 dengan IN1 dan GEN2


dengan IN2.
Gambar 2.8 Blok diagram detektor fasa

Mengatur parameter generator analog dengan


3. METODOLOGI PERCOBAAN spesifikasi GEN1: 50 Hz dan GEN2: 1000 Hz.

3.1 Alat Percobaan


Mengamati sinyal keluaran pada TP2, TP3, dan
1. Osilator OUT3 dengan osiloskop.
2. Kabel probe
3. Kabel banana-to-banana D. Percobaan 4: Perbandingan Spektrum AM,
4. EMDA-A SSB-SC, dan DSB-SC
5. Kabel power

5
Menghubungkan GEN1 dengan IN1 dan GEN2
dengan IN2. 4. HASIL DAN ANALISIS PERCOBAAN
4.1 Percobaan 1: Modulasi Double Sideband
Mengatur parameter generator analog dengan
spesifikasi GEN1: 50 Hz dan GEN2: 1000 Hz. (DSB)
Pada percobaan pertama, penulis
Mengamati sinyal keluaran pada OUT1, OUT2, menggunakan osiloskop dan EMDA-A untuk
dan OUT3 dengan osiloskop.
melakukan modulasi DSB. Namun, terlebih dahulu
penulis melakukan kalibrasi pada kabel probe.
E. Percobaan 5: Detektor Selubung Setelah itu, penulis membuat rangkaian sesuai
dengan Gambar 2.2. Penulis menghubungkan GEN1
Menghubungkan GEN1 dengan IN1, GEN2
dengan IN2, dan OUT1 dengan IN3. dengan IN1 dan GEN2 dengan IN2 menggunakan
kabel banana-to-banana. Penulis kemudian
Mengatur modulation depth sinyal AM hingga mengatur parameter generator analog dengan
100% menggunakan pin kontrol C1. spesifikasi GEN1: 100 Hz dan GEN2:1000 lalu pada
osiloskop didapat hasil sinyal seperti Gambar 4.1:
Mengatur frekuensi tuning sehingga diperoleh
frekuensi IF (intermediate frequency) sebesar
455 Hz dengan menggunakan pin kontrol C2
yang diset sebesar 1455 Hz.

Mengamati sinyal keluaran pada TP5, TP6, TP7,


dan OUT4 dengan osiloskop.

F. Percobaan 6: Detektor Produk

Menghubungkan GEN1 dengan IN1, GEN2


dengan IN2, dan OUT2 dengan IN3. Gambar 4.1 Sinyal IN1 dan IN2 pada percobaan 1

Mengatur frekuensi tuning sehingga diperoleh Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa sinyal
frekuensi IF (intermediate frequency) sebesar
455 Hz dengan menggunakan pin kontrol C2 yang berwarna kuning merupakan sinyal pada IN1
yang diset sebesar 1455 Hz.
yang memiliki frekuensi 100 Hz sedangkan sinyal
yang berwarna biru merupakan sinyal pada IN2
Mengamati sinyal keluaran pada TP5, TP6, TP8,
TP9, TP10, dan OUT5 dengan osiloskop. yang memiliki frekuensi 1000 Hz. Sinyal pada IN1
atau GEN1 merupakan sinyal informasi yang
memiliki frekuensi lebih rendah dibandingkan
G. Percobaan 7: Detektor Fasa
dengan sinyal pembawa (carrier) pada sinyal IN2
Menghubungkan GEN1 dengan IN1, GEN2
dengan IN2, dan OUT3 dengan IN3. atau GEN2. Kedua sinyal tersebut juga memiliki
amplituda yang sama yaitu 5.4 Volt.
Mengatur frekuensi tuning sehingga diperoleh
frekuensi IF (intermediate frequency) sebesar
455 Hz dengan menggunakan pin kontrol C2
yang diset sebesar 1455 Hz.

Mengamati sinyal keluaran pada TP5, TP6,


TP11, TP12, TP13, TP14, TP15, dan OUT5
dengan osiloskop.

6
Gambar 4.2 Sinyal TP1 pada percobaan 1 Gambar 4.4 Sinyal OUT1 (m=1) pada percobaan 1

Selanjutnya penulis melihat sinyal pada test Dari Gambar 4.4 diatas, terlihat bahwa sinyal
point 1 yang hasilnya terlihat pada Gambar 4.2 yang berwarna biru merupakan sinyal OUT1 yang
diatas. Sinyal yang berwarna biru merupakan sinyal memiliki indeks modulasi bernilai 1 (m = 1). Pada
pada TP1. Sinyal ini merupakan sinyal hasil sinyal ini terlihat bahwa amplituda minimum dari
perkalian (mixer) dari sinyal IN1 dan IN2. Sinyal ini sinyal bernilai nol, sementara amplituda maksimum
disebut sinyal pemodulasi. Sinyal TP1 memiliki dari sinyal bertambah menjadi ±10 Volt (2x dari
amplituda yang sama dengan kedua sinyal IN1 dan amplituda sinyal carrier dan informasi). Selain itu,
IN2 karena hanya terjadi operasi perkalian dan tidak frekuensi dari sinyal ini bernilai 961.5 Hz
ada penambahan pada kedua sinyal tersebut. Setelah (mendekati frekuensi sinyal carrier 1000 Hz). Maka
itu penulis ingin mengamati sinyal pada OUT1 dan bentuk sinyal OUT1 ini sama dengan sinyal
didapat hasil pada Gambar 4.3 berikut: pembawa namun terdapat perbedaan amplituda.

4.2 Percobaan 2: Modulasi Double Sideband


Suppressed Carrier (DSB-SC)
Pada percobaan kedua, penulis masih
menggunakan osiloskop dan EMDA-A namun
untuk melakukan modulasi Double Sideband
Suppressed Carrier (DSB-SC) seperti pada Gambar
Gambar 4.3 Sinyal OUT1 (m<1) pada percobaan 1
2.3. Penulis menghubungkan GEN1 dengan IN1 dan
GEN2 dengan IN2 menggunakan kabel banana-to-
Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa sinyal
banana. Penulis kemudian mengatur parameter
yang berwarna biru merupakan sinyal pada OUT1
generator analog dengan spesifikasi GEN1: 50 Hz
yang merupakan hasil adder dari sinyal pemodulasi
dan GEN2:1000 lalu pada osiloskop didapat hasil
(TP1) dan sinyal carrier (IN2). Dapat dilihat bahwa
sinyal seperti Gambar 4.5:
indeks modulasi sinyal tersebut kurang dari satu
(m<1) karena amplituda minimum masih diatas nilai
nol. Namun terjadi peningkatan sedikit pada
amplituda maksimum karena sinyal sudah
mengalami penjumlahan. Sinyal OUT1 disebut
dengan sinyal hasil modulasi. Kemudian, penulis
menggunakan tombol kontrol C1 untuk mencari
modulation depth dari sinyal dan didapat hasil: Gambar 4.5 Sinyal IN1 dan IN2 pada percobaan 2

7
untuk melakukan modulasi Single Sideband
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa sinyal Suppressed Carrier (SSB-SC) seperti pada Gambar
yang berwarna kuning merupakan sinyal pada IN1 2.4. Sama seperti percobaan 2, penulis juga
yang memiliki frekuensi 50 Hz sedangkan sinyal menghubungkan GEN1 dengan IN1 dan GEN2
yang berwarna biru merupakan sinyal pada IN2 dengan IN2 menggunakan kabel banana-to-banana
yang memiliki frekuensi 1000 Hz. Sinyal pada IN1 serta menggunakan parameter sinyal analog yang
atau GEN1 merupakan sinyal informasi yang sama. Setelah itu penulis mengamati sinyal keluaran
memiliki frekuensi lebih rendah dibandingkan pada TP2 dan didapat hasil berikut:
dengan sinyal pembawa (carrier) pada sinyal IN2
atau GEN2. Kedua sinyal tersebut juga memiliki
amplituda yang sama yaitu 5.2 Volt.

Gambar 4.7 Sinyal TP2 pada percobaan 3

Dari Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa sinyal


Gambar 4.6 Sinyal OUT2 pada percobaan 2 yang berwarna biru merupakan sinyal TP2. Bentuk
Setelah itu, penulis melihat sinyal keluaran sinyal tersebut sama dengan sinyal OUT2 pada
pada OUT2 dengan menggunakan osiloskop yang Gambar 4.6 karena sinyal TP2 juga merupakan hasil
hasilnya terlihat pada Gambar 4.6 diatas. Dari mixer dari sinyal IN1 dan IN2. Setelah itu, penulis
gambar tersebut, terlihat bahwa sinyal yang mengamati sinyal keluaran pada TP3 dan didapat
berwarna biru merupakan sinyal termodulasi, yaitu hasil pada Gambar 4.7 berikut:
hasil perkalian (mixer) dari sinyal informasi (IN1)
dengan sinyal pembawa (IN2). Sinyal OUT2 ini
memiliki amplituda yang sama (5.2 Volt) dengan
kedua sinyal IN1 dan IN2 karena hanya terjadi
operasi perkalian dan tidak ada penambahan pada
kedua sinyal tersebut.
Selain itu, sinyal OUT2 pada Gambar 4.6
memiliki bentuk yang sama dengan sinyal TP1 pada Gambar 4.7 Sinyal TP3 pada percobaan 3

Gambar 4.2. Hal ini terjadi karena hasil keluaran


DSB-SC merupakan penyederhanaan dari DSB-FC Dari Gambar 4.7, terlihat bahwa sinyal yang
dengan menghilangkan adder pada sistem. berwarna biru merupakan sinyal luaran pada TP3.
Dapat dilihat bahwa bentuk sinyal tersebut hampir
4.3 Percobaan 3: Modulasi Single Sideband sama dengan sinyal pada Gambar 4.6 sebelumnya,
Suppressed Carrier (SSB-SC) namun terdapat pergeseran fasa sejauh 90 derajat.
Pada percobaan ketiga, penulis masih Setelah itu, penulis mengamati sinyal luaran pada
menggunakan osiloskop dan EMDA-A namun OUT3 dan didapatkan hasil sebagai berikut:

8
bahwa amplitudo maksimum dari DSB-FC juga dua
kali lipat lebih besar dibandingkan amplitude pada
DSB-SC, sehingga sinyal DSB-SC lebih efisien
dalam menggunakan pita frekuensi dan lebih hemat
daya. Namun, kedua sinyal DSB tersebut kurang
lebih memiliki bentuk sinyal yang sama karena
sama-sama memiliki indeks modulasi bernilai 1

Gambar 4.8 Sinyal OUT3 pada percobaan 3 (m=1).


Penulis membandingkan sinyal keluaran
Dari Gambar 4.8 diatas, terlihat bahwa sinyal DSB-SC dengan SSB-SC. Kedua sinyal tersebut
yang berwarna biru merupakan sinyal luaran dari sama-sama menggunakan metode suppressed
OUT3. Sinyal tersebut adalah sinyal hasil modulasi carrier, namun pada SSB-SC hanya menggunakan
dari SSB-SC yang dimana merupakan hasil salah satu dari sisi Sideband sehingga bentuk sinyal
penjumlahan (adder) dari sinyal TP2 dan TP3. Pada luaran hanya terlihat satu sisi saja. Kelebihan dari
metode SSB-SC, phase shifter dilakukan untuk SSB-SC yakni daya serta bandwithnya lebih hemat.
menghindari kedua sinyal saling menghilangkan
sehingga dapat dibentuk sinyal dengan lembah yang 4.5 Percobaan 5: Detektor Selubung
lebih kecil seperti Gambar 4.8. Selain itu, phase Pada percobaan kelima, penulis
shifter juga dilakukan agar sinyal termodulasi yang menggunakan osilator dan EMDA-A untuk
terbentuk hanya satu sisi saja. Sinyal modulasi hasil melakukan demodulasi dengan detektor selubung.
SSB-SC memiliki bandwith dan pita frekuensi yang Penulis menghubungkan GEN1 dengan IN1, GEN2
lebih hemat jika dibandingkan dengan metode dengan IN2, dan OUT1 dengan IN3 menggunakan
modulasi yang lain. kabel banana-to-banana. Setelah itu penulis
mengamati sinyal luaran dari OUT1 dan didapatkan
4.4 Percobaan 4: Perbandingan Spektrum AM, hasil sebagai berikut:
SSB-SC, dan DSB-SC
Pada percobaan keempat, penulis
membandingkan perbedaan keluaran sinyal hasil
modulasi DSB-FC, DSB-SC, dan SSB-SC yang telah
dilakukan pada tiga percobaan sebelumnya.
Keluaran sinyal hasil DSB-FC dapat dilihat di OUT1
pada Gambar 4.4, keluaran sinyal hasil DSB-SC
dapat dilihat di OUT2 pada Gambar 4.6, lalu
keluaran sinyal hasil SSB-SC dapat dilihat pada Gambar 4.9 Sinyal OUT1 pada percobaan 5

Gambar 4.8.
Penulis membandingkan sinyal keluaran Dari Gambar 4.9 diatas, sinyal OUT1

DSB-FC dengan DSB-SC. Sinyal keluaran hasil merupakan sinyal keluaran hasil modulasi DSB-FC

DSB-FC memiliki periode dua kali lipat lebih besar yang akan digunakan sebagai input pada

dibandingkan sinyal keluaran DSB-SC. Hal ini Superheterodyne receiver. Superheterodyne

terjadi karena DSB-SC menghilangkan komponen receiver berfungsi untuk mengatur frekuensi sinyal

adder pada DSB-FC. Selain itu, dapat dilihat juga masukan (IN3) agar lebih mudah untuk diperkuat

9
(amplify). Karena sinyal hasil modulasi memiliki Dari Gambar 4.11, terlihat bahwa sinyal
frekuensi yang tinggi, maka harus dilakukan tersebut merupakan sinyal TP5 yang merupakan
normalisasi frekuensi sinyal sebelum dilakukan hasil perkalian (mixer) dari sinyal TP4 dan sinyal
demodulasi. IN3. Sinyal pada Gambar 4.10 memiliki bentuk
Penulis mengatur modulation depth sinyal yang rata sehingga tidak terlihat yang mana bukit
AM menjadi 100% dengan menggunakan pin (puncak) dan yang mana lembah (simpul) dari
control C1. Setelah itu, penulis mengatur frekuensi sinyal. Namun, setelah mengalami proses pada
tuning sehingga diperoleh frekuensi intermediet mixer dapat dilihat jelas seperti pada Gambar 4.11.
sebesar 455 Hz dengan menggunakan pin kontrol C2 Sinyal pada TP5 selanjutnya masuk ke IF
yang diset sebesar 1453 Hz seperti Gambar 4.10 amplifier dan menghasilkan sinyal TP6 sesuai
berikut: Gambar 4.12 berikut:

Gambar 4.12 Sinyal TP6 pada percobaan 5


Gambar 4.10 Sinyal pin pontrol C2 yang di set 1453 Hz

Dari Gambar 4.12, terlihat bahwa bentuk


Sinyal frekuensi pada C2 diatur sebesar 1453
sinyal lebih jelas lagi perbedaan puncak dan
Hz karena frekuensi sinyal yang termodulasi adalah
lembahnya. Pada Gambar 4.12, amplitudo sinyal
1000 Hz. Frekuensi intermediet dari
bernilai 9.4 Volt sedangkan pada Gambar 4.11
superheterodyne receiver adalah 455 Hz didapat
amplitudonya 2.48 sehingga IF amplifier berfungsi
dari pengurangan frekuensi tuning pada C2 (1453
untuk menaikan amplitudo. Dari Gambar 4.11 dan
Hz mendekati 1455 Hz) dengan frekuensi sinyal
4.12 juga frekuensi sinyal ± 500 Hz sehingga IF
termodulasi (1000 Hz).
amplifier tidak merubah frekuensi. Sinyal pada
Setelah itu, penulis mengamati sinyal output
Gambar 4.12 baru selanjutnya menjadi input untuk
pada mixer (TP5) dan didapat hasil sesuai Gambar
detektor selubung yang memiliki rangkaian seperti
4.11 berikut:
Gambar 2.6. Hasil luaran dari envelope detector
dapat dilihat pada Gambar 4.13 berikut:

Gambar 4.11 Sinyal TP5 pada percobaan 5

Gambar 4.13 Sinyal TP7 pada percobaan 5

10
Pada envelope detector, terdapat sebuah itu penulis mengamati sinyal luaran dari OUT2 dan
komponen dioda yang berguna sebagai penyearah didapatkan hasil seperti Gambar 4.6.
gelombang. Maka dari itu, pada Gambar 4.13 yang Sinyal OUT2 pada Gambar 4.6 merupakan
terlihat hanyalah sinyal bagian atas. Frekuensi dari keluaran hasil modulasi DSB-SC yang akan
sinyal juga berubah menjadi 55.87 Hz. Setelah itu, digunakan sebagai input pada Superheterodyne
sinyal TP7 memasuki lowpass filter dan receiver. Selanjutnya, sinyal tersebut akan masuk ke
menghasilkan luaran OUT4 sesuai Gambar 4.14 mixer dan keluarannya sesuai Gambar 4.15 berikut:
berikut:

Gambar 4.15 Sinyal TP5 pada percobaan 6


Gambar 4.14 Sinyal OUT4 pada percobaan 5
Dari Gambar 4.15, terlihat bahwa sinyal yang
Dari Gambar 4.14, terlihat bahwa sinyal yang berwarna biru merupakan sinyal hasil perkalian dari
berwarna biru merupakan sinyal OUT4 hasil dari sinyal OUT2 (Gambar 4.6) dan sinyal tuning
lowpass filter sekaligus hasil akhir dari demodulasi (Gambar 4.10) yang sama dengan percobaan
menggunakan detektor selubung. Sementara sinyal sebelumnya. Sinyal terSelanjutnya, sinyal TP5 akan
yang berwarna kuning merupakan sinyal IN1 yaitu masuk ke IF amplifier dan didapat hasil seperti
sinyal informasi asli yang digunakan. Gambar 4.16:
Idealnya, kedua sinyal tersebut seharusnya
identik. Pada Gambar 4.14, terlihat bahwa kedua
sinyal sama-sama memiliki frekuensi 50 Hz.
Namun, bentuk sinyal hasil demodulasi banyak
terjadi noise sehingga bentuknya tidak mirip. Selain
itu, amplitudo dari sinyal juga menjadi sangat kecil
menjadi 204 mV yang seharusnya 5.2 V. Hal ini
terjadi karena ada beberapa masalah pada alat
demodulator sehingga demodulasi tidak bisa Gambar 4.16 Sinyal TP6 pada percobaan 6

dilakukan dengan baik.


Dari Gambar 4.16, terlihat bahwa sinyal yang
berwarna biru merupakan sinyal hasil IF amplifier.
4.6 Percobaan 6: Detektor Produk
Sinyal tersebut memiliki frekuensi 192.3 Hz dan
Pada percobaan keenam, penulis juga
amplitudo yang naik yakni 4.56 Volt. Selanjutnya
melakukan demodulasi sinyal namun menggunakan
sinyal TP6 akan digunakan sebagai input untuk
detektor produk. Penulis menghubungkan GEN1
detektor produk yang memiliki rangkaian seperti
dengan IN1, GEN2 dengan IN2, dan OUT2 dengan
Gambar 2.7. Penulis mengamati sinyal yang
IN3 menggunakan kabel banana-to-banana. Setelah

11
dihasilkan oleh local oscillator dan terlihat hasil
berikut:

Gambar 4.19 Sinyal TP10 pada percobaan 6

Gambar 4.17 Sinyal TP8 pada percobaan 6 Dari Gambar 4.19 diatas, terlihat bahwa
sinyal hasil mixer yang berwarna biru memiliki
Dari Gambar 4.17, terlihat bahwa sinyal yang amplitude 4.2 Volt dan frekuensi 65.79 Hz.
berwarna biru merupakan sinyal yang dihasilkan Selanjutnya sinyal tersebut akan dilewatkan pada
oleh osilator local (TP8) yang memiliki puncak dan lowpass filter dan didapat hasil yaitu OUT5 sesuai
lembah yang tajam. Sinyal tersebut memiliki Gambar 4.20 berikut:
frekuensi 454.5 Hz dan amplitudo 5.2 Volt. Sinyal
tersebut memiliki amplitudo yang sama dengan
sinyal informasi (IN1) yang berwarna kuning.
Selanjutnya, sinyal TP8 dilakukan phase shifter dan
hasilnya terlihat pada Gambar 4.18 berikut:

Gambar 4.20 Sinyal OUT5 pada percobaan 6

Pada Gambar 4.20 diatas, terlihat sinyal yang


berwarna biru merupakan hasil akhir dari
demodulasi sinyal menggunakan detektor produk.
Secara bentuk, sinyal tersebut hampir serupa dengan
Gambar 4.18 Sinyal TP9 pada percobaan 6
sinyal informasi awal yang berwarna kuning.
Namun, sinyal hasil demodulasi memiliki amplitudo
Dari Gambar 4.18, sinyal TP9 terjadi
yang berbeda yaitu 2.32 Volt. Hasil ini lebih baik
pergeseran fasa sejauh 90 derajat dari sinyal TP8
dibandingkan metode demodulasi menggunakan
pada Gambar 4.17. Selanjutnya, sinyal TP9
detektor selubung.
dikalikan dengan sinyal keluaran superheterodyne
Lalu, sinyal hasil demodulasi juga memiliki
receiver, dan didapat hasil seperti Gambar 4.19
frekuensi 49.5 Hz (mendekati 50 Hz) sehingga
berikut:
frekuensi sudah sesuai dengan sinyal informasi.
Namun, pada bagian ujung kanan dan kiri sinyal,
terdapat sinyal yang teredam, sehingga pada
kenyataannya sinyal hasil demodulasi ini bisa

12
kehilangan beberapa informasi. Jadi teknik Dari Gambar 4.22, terlihat bahwa sinyal yang
demodulasi ini belum dilakukan dengan baik. berwarna biru merupakan sinyal hasil IF amplifier.
Sinyal tersebut memiliki frekuensi 500 Hz dan
4.7 Percobaan 7: Detektor Fasa amplitudo yang naik yakni 4.96 Volt. Selanjutnya
Pada percobaan ketujuh sekaligus terakhir, sinyal TP6 akan digunakan sebagai input untuk
penulis juga melakukan demodulasi sinyal namun detektor fasa yang memiliki rangkaian seperti
menggunakan detektor fasa. Penulis Gambar 2.8. Penulis mengamati sinyal yang
menghubungkan GEN1 dengan IN1, GEN2 dengan dihasilkan oleh local oscillator dan terlihat hasil
IN2, dan OUT3 dengan IN3 menggunakan kabel berikut:
banana-to-banana. Setelah itu penulis mengamati
sinyal luaran dari OUT3 dan didapatkan hasil seperti
Gambar 4.8.
Sinyal OUT3 pada Gambar 4.8 merupakan
keluaran hasil modulasi SSB-SC yang akan
digunakan sebagai input pada Superheterodyne
receiver. Selanjutnya, sinyal tersebut akan masuk ke
Gambar 4.23 Sinyal TP11 pada percobaan 7
mixer dan keluarannya sesuai Gambar 4.21 berikut:

Dari Gambar 4.23, terlihat bahwa sinyal yang


berwarna biru merupakan sinyal yang dihasilkan
oleh osilator local (TP11) yang memiliki puncak dan
lembah yang tajam. Sinyal tersebut memiliki
frekuensi 458.7 Hz dan amplitudo 5.2 Volt.
Selanjutnya, sinyal TP11 dilakukan phase shifter
dan hasilnya terlihat pada Gambar 4.24 berikut:
Gambar 4.21 Sinyal TP5 pada percobaan 7

Dari Gambar 4.21, terlihat bahwa sinyal yang


berwarna biru merupakan sinyal hasil perkalian dari
sinyal OUT3 (Gambar 4.8) dan sinyal tuning
(Gambar 4.10) yang sama dengan percobaan
sebelumnya. Sinyal terSelanjutnya, sinyal TP5 akan
masuk ke IF amplifier dan didapat hasil seperti
Gambar 4.22: Gambar 4.24 Sinyal TP12 pada percobaan 7

Dari Gambar 4.24, sinyal TP12 terjadi


pergeseran fasa sejauh 90 derajat dari sinyal TP11
pada Gambar 4.23. Selanjutnya, masing-masing dari
sinyal TP11 dan TP12 dikalikan dengan sinyal
keluaran superheterodyne receiver. Hasil dari
perkalian sinyal TP11 dan keluaran superheterodyne
Gambar 4.22 Sinyal TP6 pada percobaan 7

13
receiver (TP6) dapat dilihat pada Gambar 4.25
berikut:

Gambar 4.27 Sinyal TP15 pada percobaan 7

Gambar 4.25 Sinyal TP13 pada percobaan 7 Dari Gambar 4.27, terlihat bahwa sinyal hasil
adder sinyal TP13 dan TP14 memiliki amplitudo 4.8
Dari Gambar 4.25 diatas, terlihat bahwa Volt dan frekuensi 53.19 Hz. Selanjutnya sinyal
sinyal hasil mixer sinyal TP6 dan TP11 memiliki tersebut akan dilewatkan pada lowpass filter dan
amplitude 4.8 Volt dan frekuensi 53.76 Hz. didapat hasil yaitu OUT6 sesuai Gambar 4.28
Selanjutnya, hasil dari perkalian sinyal TP12 dan berikut:
keluaran superheterodyne receiver (TP6) dapat
dilihat pada Gambar 4.26 berikut:

Gambar 4.28 Sinyal OUT6 pada percobaan 7

Gambar 4.26 Sinyal TP14 pada percobaan 7


Pada Gambar 4.28 diatas, terlihat sinyal yang
berwarna biru merupakan hasil akhir dari
Dari Gambar 4.26 diatas, terlihat bahwa sinyal
demodulasi sinyal menggunakan detektor fasa.
hasil mixer sinyal TP6 dan TP12 memiliki amplitude
Secara bentuk, sinyal tersebut hampir serupa dengan
5 Volt dan frekuensi 108.7 Hz. Kedua hasil sinyal
sinyal informasi awal yang berwarna kuning.
mixer diatas (TP13 dan TP14) selanjutnya
Namun, sinyal hasil demodulasi memiliki amplitudo
dimasukan ke operator adder untuk menjumlahkan
yang berbeda yaitu 1.6 Volt. Hasil ini lebih baik
kedua sinyal tersebut dan didapatkan hasil sebagai
dibandingkan metode demodulasi menggunakan
berikut:
detektor selubung (Gambar 4.14).
Lalu, sinyal hasil demodulasi juga memiliki
frekuensi 52.63 Hz (mendekati 50 Hz) sehingga
frekuensi sudah sesuai dengan sinyal informasi.
Tidak seperti hasil demodulasi detektor produk
(Gambar 4.20), pada bagian ujung kanan dan kiri
sinyal, tidak terdapat sinyal yang teredam, sehingga

14
metode modulasi detektor fasa lebih baik dari pada [2] https://www.physics-and-radio-
detektor produk karena tidak banyak informasi yang electonics.com/blog/amplitude-modulation/
hilang. (diakses 20 September 2019 pukul 14.00 WIB)

[3] Carlson, A. Bruce, Communication Systems,


5. KESIMPULAN New York: McGraw-Hill, 2009.
Kesimpulan yang didapat pada modul kali ini
[4] I. M. S. Wiryawan, Y. S. Rohmah dan D. A.
adalah:
Pambudi, “Perancangan Simulator Modulasi
1. Hasil dari modulasi metode DSB-FC yang
dan Demodulasi AM Menggunakan Labview,”
dilakukan pada percobaan 1 dapat dilihat pada
e-Proceeding of Applied Science, vol. 1, no.
Gambar 4.4, hasil dari modulasi metode DSB-
ISSN : 2442-5826, pp. 1360-1361, 2015.
SC yang dilakukan pada percobaan 2 dapat
dilihat pada Gambar 4.6, dan hasil dari
modulasi metode SSB-SC yang dilakukan pada
percobaan 3 dapat dilihat pada Gambar 4.8. 7. BIOGRAFI SINGKAT

2. Metode yang paling baik untuk melakukan Penulis bernama Hadiyan Rafi

modulasi adalah dengan metode SSB-SC. Armandsyah yang biasa dipanggil

3. Hasil dari demodulasi dengan detektor selubung Rafi. Lahir sebagai anak pertama

yang dilakukan pada percobaan 5 dapat dilihat dari pasangan Ditry Armandsyah

pada Gambar 4.14, hasil dari demodulasi dan Ratna Dewi di Bandung

dengan detektor produk yang dilakukan pada tanggal 09 September 1999.

percobaan 6 dapat dilihat pada Gambar 4.20, Penulis memiliki hobi travelling dan bermain game.

dan hasil dari demodulasi dengan detektor fasa Meskipun lahir di Bandung, penulis besar di Bekasi.

yang dilakukan pada percobaan 7 dapat dilihat Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD

pada Gambar 4.28. Islam Al-Fajar Bekasi pada tahun 2011, kemudian

4. Metode yang paling baik untuk melakukan melanjutkan pendidikan di SMPN 12 Bekasi dan

demodulasi adalah dengan menggunakan lulus tahun 2014. Pada tahun 2017, penulis

detektor fasa. menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN


5 Bekasi dan memutuskan untuk berkuliah di daerah

6. DAFTAR PUSTAKA kelahiran tepatnya di Insitut Teknologi Bandung dan


mengambil jurusan Teknik Telekomunikasi. Di
kampus, penulis mengikuti berbagai macam
[1] Khairunnisa, “Analisis dan Simulasi Spektrum
kepanitiaan seperti OSKM, Aku Masuk ITB dan
Sinyal AM dengan Menggunakan Matlab,”
Wisuda Oktober. Penulis bercita-cita untuk menjadi
Eltikom, vol. I, no. ISSN 2598-3288, p. 1, 2017.
seorang pengusaha dibidang telekomunikasi.

15

Anda mungkin juga menyukai