MODUL : 01
1
DAFTAR ISI
2
Modul 01
Modulasi dan Demodulasi Amplitudo
Hadiyan Rafi Armandsyah (18117033) / Kelompok 11 / Kamis, 19 September 2019
Email : hadiyan.rafi@gmail.com
Asisten : Widia Angelina
1. PENDAHULUAN
Pada zaman yang sudah sangat maju ini,
manusia tidak lagi kesulitan dalam berkomunikasi
bahkan untuk jarak yang sangat jauh. Dibalik
kecanggihan berbagai macam gawai yang manusia
gunakan untuk berkomunikasi, ternyata hal itu tidak
terlepas dari yang namanya modulasi dan
demodulasi. Pada dasarnya, suatu sinyal informasi
memiliki frekuensi yang rendah sehingga memiliki
jangkauan yang terbatas. Oleh karena itu, perlu
dilakukan modulasi suatu sinyal informasi dan
demodulasi. Praktikum modul ini memiliki tujuan
sebagai berikut: Gambar 2.1 Modulasi AM [2]
2. Menentukan metode modulasi yang paling paling atas merupakan sinyal informasi, gambar
baik diantara DSB, DSB-SC, dan SSB-SC. kedua merupakan sinyal pembawa sedangkan
3. Menentukan hasil dari demodulasi gambar ketiga merupakan sinyal yang sudah
produk, dan detektor fasa. metode AM yang digunakan pada percobaan ini
paling baik diantara detektor selubung, Double Sideband Full Carrier (DSB-FC)
detektor produk, dan detektor fasa. adalah metode modulasi dimana proses modulasi
dan sinyal modulasi menggunakan dua sisi spektrum
dengan energi yang maksimal [3]. Diagram blok
3
modulasi DSB-FC dapat dilihat pada Gambar 2.2 2.2 Demodulasi Amplitudo
berikut: Demodulasi adalah proses suatu sinyal
modulasi yang dibentuk kembali seperti aslinya dari
suatu gelombang pembawa (carrier wave) yang
termodulasi oleh rangkaian. Demodulator adalah
rangkaian yang penerima komunikasi (radio,
televisi, dan radar) yang berfungsi memisahkan
Gambar 2.2 Blok diagram DSB-FC
informasi asli dari gelombang campuran (yaitu
gelombang isyarat pembawa yang termodulasi.
Double Sideband Suppressed Carrier (DSB-
Demodulator sering juga disebut dengan detektor
SC) adalah metode modulasi yang memanfaatkan
[4].
dua sisi spektrum namun energi sinyalnya sudah
Sebelum suatu sinyal didemodulasi,
diminimalisir sehingga lebih hemat daya [3]. DSB-
dibutuhkan suatu superheterodyne reciever yang
SC merupakan DSC-FC yang bagian blok addernya
berfungsi untuk menerima sinyal hasil modulasi.
dihilangkan sehingga memiliki diagram blok seperti
Hal ini perlu dilakukan karena hasil modulasi
Gambar 2.3 berikut:
memiliki frekuensi yang tinggi sehingga perlu
dilakukan suatu normalisasi frekuensi sinyal
sebelum dilakukan demodulasi [3]. Diagram blok
dari superheterodyne reciever dapat dilihat pada
Gambar 2.5 berikut:
4
3.2 Langkah Kerja
Langkah-langkah percobaan pada Modul 01:
Modulasi dan Demodulasi Amplitudo adalah
pencampur frekuensi [3]. Diagram blok dari Mengatur parameter generator analog dengan
detektor produk dapat dilihat pada Gambar 2.7 spesifikasi GEN1: 100 Hz dan GEN2: 1000 Hz.
berikut:
Mengamati sinyal pada TP dan OUT1 dengan
osiloskop.
detektor yang memiliki rangkaian yang menyerupai Menghubungkan GEN1 dengan IN1 dan GEN2
dengan IN2.
mixer yang mengeluarkan sinyal yang proporsional
dengan perbedaan fasa diantara dua sinyal masukan
Mengatur parameter generator analog dengan
di frekuensi yang sama [3]. Diagram blok dari spesifikasi GEN1: 50 Hz dan GEN2: 1000 Hz.
detektor fasa dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut:
Mengamati sinyal keluaran pada OUT2 dengan
osiloskop.
5
Menghubungkan GEN1 dengan IN1 dan GEN2
dengan IN2. 4. HASIL DAN ANALISIS PERCOBAAN
4.1 Percobaan 1: Modulasi Double Sideband
Mengatur parameter generator analog dengan
spesifikasi GEN1: 50 Hz dan GEN2: 1000 Hz. (DSB)
Pada percobaan pertama, penulis
Mengamati sinyal keluaran pada OUT1, OUT2, menggunakan osiloskop dan EMDA-A untuk
dan OUT3 dengan osiloskop.
melakukan modulasi DSB. Namun, terlebih dahulu
penulis melakukan kalibrasi pada kabel probe.
E. Percobaan 5: Detektor Selubung Setelah itu, penulis membuat rangkaian sesuai
dengan Gambar 2.2. Penulis menghubungkan GEN1
Menghubungkan GEN1 dengan IN1, GEN2
dengan IN2, dan OUT1 dengan IN3. dengan IN1 dan GEN2 dengan IN2 menggunakan
kabel banana-to-banana. Penulis kemudian
Mengatur modulation depth sinyal AM hingga mengatur parameter generator analog dengan
100% menggunakan pin kontrol C1. spesifikasi GEN1: 100 Hz dan GEN2:1000 lalu pada
osiloskop didapat hasil sinyal seperti Gambar 4.1:
Mengatur frekuensi tuning sehingga diperoleh
frekuensi IF (intermediate frequency) sebesar
455 Hz dengan menggunakan pin kontrol C2
yang diset sebesar 1455 Hz.
Mengatur frekuensi tuning sehingga diperoleh Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa sinyal
frekuensi IF (intermediate frequency) sebesar
455 Hz dengan menggunakan pin kontrol C2 yang berwarna kuning merupakan sinyal pada IN1
yang diset sebesar 1455 Hz.
yang memiliki frekuensi 100 Hz sedangkan sinyal
yang berwarna biru merupakan sinyal pada IN2
Mengamati sinyal keluaran pada TP5, TP6, TP8,
TP9, TP10, dan OUT5 dengan osiloskop. yang memiliki frekuensi 1000 Hz. Sinyal pada IN1
atau GEN1 merupakan sinyal informasi yang
memiliki frekuensi lebih rendah dibandingkan
G. Percobaan 7: Detektor Fasa
dengan sinyal pembawa (carrier) pada sinyal IN2
Menghubungkan GEN1 dengan IN1, GEN2
dengan IN2, dan OUT3 dengan IN3. atau GEN2. Kedua sinyal tersebut juga memiliki
amplituda yang sama yaitu 5.4 Volt.
Mengatur frekuensi tuning sehingga diperoleh
frekuensi IF (intermediate frequency) sebesar
455 Hz dengan menggunakan pin kontrol C2
yang diset sebesar 1455 Hz.
6
Gambar 4.2 Sinyal TP1 pada percobaan 1 Gambar 4.4 Sinyal OUT1 (m=1) pada percobaan 1
Selanjutnya penulis melihat sinyal pada test Dari Gambar 4.4 diatas, terlihat bahwa sinyal
point 1 yang hasilnya terlihat pada Gambar 4.2 yang berwarna biru merupakan sinyal OUT1 yang
diatas. Sinyal yang berwarna biru merupakan sinyal memiliki indeks modulasi bernilai 1 (m = 1). Pada
pada TP1. Sinyal ini merupakan sinyal hasil sinyal ini terlihat bahwa amplituda minimum dari
perkalian (mixer) dari sinyal IN1 dan IN2. Sinyal ini sinyal bernilai nol, sementara amplituda maksimum
disebut sinyal pemodulasi. Sinyal TP1 memiliki dari sinyal bertambah menjadi ±10 Volt (2x dari
amplituda yang sama dengan kedua sinyal IN1 dan amplituda sinyal carrier dan informasi). Selain itu,
IN2 karena hanya terjadi operasi perkalian dan tidak frekuensi dari sinyal ini bernilai 961.5 Hz
ada penambahan pada kedua sinyal tersebut. Setelah (mendekati frekuensi sinyal carrier 1000 Hz). Maka
itu penulis ingin mengamati sinyal pada OUT1 dan bentuk sinyal OUT1 ini sama dengan sinyal
didapat hasil pada Gambar 4.3 berikut: pembawa namun terdapat perbedaan amplituda.
7
untuk melakukan modulasi Single Sideband
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa sinyal Suppressed Carrier (SSB-SC) seperti pada Gambar
yang berwarna kuning merupakan sinyal pada IN1 2.4. Sama seperti percobaan 2, penulis juga
yang memiliki frekuensi 50 Hz sedangkan sinyal menghubungkan GEN1 dengan IN1 dan GEN2
yang berwarna biru merupakan sinyal pada IN2 dengan IN2 menggunakan kabel banana-to-banana
yang memiliki frekuensi 1000 Hz. Sinyal pada IN1 serta menggunakan parameter sinyal analog yang
atau GEN1 merupakan sinyal informasi yang sama. Setelah itu penulis mengamati sinyal keluaran
memiliki frekuensi lebih rendah dibandingkan pada TP2 dan didapat hasil berikut:
dengan sinyal pembawa (carrier) pada sinyal IN2
atau GEN2. Kedua sinyal tersebut juga memiliki
amplituda yang sama yaitu 5.2 Volt.
8
bahwa amplitudo maksimum dari DSB-FC juga dua
kali lipat lebih besar dibandingkan amplitude pada
DSB-SC, sehingga sinyal DSB-SC lebih efisien
dalam menggunakan pita frekuensi dan lebih hemat
daya. Namun, kedua sinyal DSB tersebut kurang
lebih memiliki bentuk sinyal yang sama karena
sama-sama memiliki indeks modulasi bernilai 1
Gambar 4.8.
Penulis membandingkan sinyal keluaran Dari Gambar 4.9 diatas, sinyal OUT1
DSB-FC dengan DSB-SC. Sinyal keluaran hasil merupakan sinyal keluaran hasil modulasi DSB-FC
DSB-FC memiliki periode dua kali lipat lebih besar yang akan digunakan sebagai input pada
terjadi karena DSB-SC menghilangkan komponen receiver berfungsi untuk mengatur frekuensi sinyal
adder pada DSB-FC. Selain itu, dapat dilihat juga masukan (IN3) agar lebih mudah untuk diperkuat
9
(amplify). Karena sinyal hasil modulasi memiliki Dari Gambar 4.11, terlihat bahwa sinyal
frekuensi yang tinggi, maka harus dilakukan tersebut merupakan sinyal TP5 yang merupakan
normalisasi frekuensi sinyal sebelum dilakukan hasil perkalian (mixer) dari sinyal TP4 dan sinyal
demodulasi. IN3. Sinyal pada Gambar 4.10 memiliki bentuk
Penulis mengatur modulation depth sinyal yang rata sehingga tidak terlihat yang mana bukit
AM menjadi 100% dengan menggunakan pin (puncak) dan yang mana lembah (simpul) dari
control C1. Setelah itu, penulis mengatur frekuensi sinyal. Namun, setelah mengalami proses pada
tuning sehingga diperoleh frekuensi intermediet mixer dapat dilihat jelas seperti pada Gambar 4.11.
sebesar 455 Hz dengan menggunakan pin kontrol C2 Sinyal pada TP5 selanjutnya masuk ke IF
yang diset sebesar 1453 Hz seperti Gambar 4.10 amplifier dan menghasilkan sinyal TP6 sesuai
berikut: Gambar 4.12 berikut:
10
Pada envelope detector, terdapat sebuah itu penulis mengamati sinyal luaran dari OUT2 dan
komponen dioda yang berguna sebagai penyearah didapatkan hasil seperti Gambar 4.6.
gelombang. Maka dari itu, pada Gambar 4.13 yang Sinyal OUT2 pada Gambar 4.6 merupakan
terlihat hanyalah sinyal bagian atas. Frekuensi dari keluaran hasil modulasi DSB-SC yang akan
sinyal juga berubah menjadi 55.87 Hz. Setelah itu, digunakan sebagai input pada Superheterodyne
sinyal TP7 memasuki lowpass filter dan receiver. Selanjutnya, sinyal tersebut akan masuk ke
menghasilkan luaran OUT4 sesuai Gambar 4.14 mixer dan keluarannya sesuai Gambar 4.15 berikut:
berikut:
11
dihasilkan oleh local oscillator dan terlihat hasil
berikut:
Gambar 4.17 Sinyal TP8 pada percobaan 6 Dari Gambar 4.19 diatas, terlihat bahwa
sinyal hasil mixer yang berwarna biru memiliki
Dari Gambar 4.17, terlihat bahwa sinyal yang amplitude 4.2 Volt dan frekuensi 65.79 Hz.
berwarna biru merupakan sinyal yang dihasilkan Selanjutnya sinyal tersebut akan dilewatkan pada
oleh osilator local (TP8) yang memiliki puncak dan lowpass filter dan didapat hasil yaitu OUT5 sesuai
lembah yang tajam. Sinyal tersebut memiliki Gambar 4.20 berikut:
frekuensi 454.5 Hz dan amplitudo 5.2 Volt. Sinyal
tersebut memiliki amplitudo yang sama dengan
sinyal informasi (IN1) yang berwarna kuning.
Selanjutnya, sinyal TP8 dilakukan phase shifter dan
hasilnya terlihat pada Gambar 4.18 berikut:
12
kehilangan beberapa informasi. Jadi teknik Dari Gambar 4.22, terlihat bahwa sinyal yang
demodulasi ini belum dilakukan dengan baik. berwarna biru merupakan sinyal hasil IF amplifier.
Sinyal tersebut memiliki frekuensi 500 Hz dan
4.7 Percobaan 7: Detektor Fasa amplitudo yang naik yakni 4.96 Volt. Selanjutnya
Pada percobaan ketujuh sekaligus terakhir, sinyal TP6 akan digunakan sebagai input untuk
penulis juga melakukan demodulasi sinyal namun detektor fasa yang memiliki rangkaian seperti
menggunakan detektor fasa. Penulis Gambar 2.8. Penulis mengamati sinyal yang
menghubungkan GEN1 dengan IN1, GEN2 dengan dihasilkan oleh local oscillator dan terlihat hasil
IN2, dan OUT3 dengan IN3 menggunakan kabel berikut:
banana-to-banana. Setelah itu penulis mengamati
sinyal luaran dari OUT3 dan didapatkan hasil seperti
Gambar 4.8.
Sinyal OUT3 pada Gambar 4.8 merupakan
keluaran hasil modulasi SSB-SC yang akan
digunakan sebagai input pada Superheterodyne
receiver. Selanjutnya, sinyal tersebut akan masuk ke
Gambar 4.23 Sinyal TP11 pada percobaan 7
mixer dan keluarannya sesuai Gambar 4.21 berikut:
13
receiver (TP6) dapat dilihat pada Gambar 4.25
berikut:
Gambar 4.25 Sinyal TP13 pada percobaan 7 Dari Gambar 4.27, terlihat bahwa sinyal hasil
adder sinyal TP13 dan TP14 memiliki amplitudo 4.8
Dari Gambar 4.25 diatas, terlihat bahwa Volt dan frekuensi 53.19 Hz. Selanjutnya sinyal
sinyal hasil mixer sinyal TP6 dan TP11 memiliki tersebut akan dilewatkan pada lowpass filter dan
amplitude 4.8 Volt dan frekuensi 53.76 Hz. didapat hasil yaitu OUT6 sesuai Gambar 4.28
Selanjutnya, hasil dari perkalian sinyal TP12 dan berikut:
keluaran superheterodyne receiver (TP6) dapat
dilihat pada Gambar 4.26 berikut:
14
metode modulasi detektor fasa lebih baik dari pada [2] https://www.physics-and-radio-
detektor produk karena tidak banyak informasi yang electonics.com/blog/amplitude-modulation/
hilang. (diakses 20 September 2019 pukul 14.00 WIB)
2. Metode yang paling baik untuk melakukan Penulis bernama Hadiyan Rafi
3. Hasil dari demodulasi dengan detektor selubung Rafi. Lahir sebagai anak pertama
yang dilakukan pada percobaan 5 dapat dilihat dari pasangan Ditry Armandsyah
pada Gambar 4.14, hasil dari demodulasi dan Ratna Dewi di Bandung
percobaan 6 dapat dilihat pada Gambar 4.20, Penulis memiliki hobi travelling dan bermain game.
dan hasil dari demodulasi dengan detektor fasa Meskipun lahir di Bandung, penulis besar di Bekasi.
yang dilakukan pada percobaan 7 dapat dilihat Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD
pada Gambar 4.28. Islam Al-Fajar Bekasi pada tahun 2011, kemudian
4. Metode yang paling baik untuk melakukan melanjutkan pendidikan di SMPN 12 Bekasi dan
demodulasi adalah dengan menggunakan lulus tahun 2014. Pada tahun 2017, penulis
15