Anda di halaman 1dari 84

SKRIPSI

KAJIAN BAGI HASIL DAN PEMANFAATAN PENDAPATAN NELAYAN


KEC. SUPPA KAB. PINRANG

IMRAN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
SKRIPSI

KAJIAN BAGI HASIL DAN PEMANFAATAN PENDAPATAN NELAYAN


KEC. SUPPA KAB. PINRANG

sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh


gelar Sarjana Ekonomi

disusun dan diajukan oleh

IMRAN
A111 12 266

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

ii
PRAKATA

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Kajian Bagi Hasil Dan Pemanfaatan Pendapatan Nelayan Kec. Suppa Kab. Pinrang”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Serjana Ekonomi

pada program studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak menemui hambatan tetapi berkat

keyakinan, kesabaran dan bantuan berbagai pihak, penulis akhirnya mampu

menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta saya Ayahanda Amri dan Ibunda Nur, terima

kasih atas doa dan dukungan baik materi dan non materi yang tak pernah

putus dan semoga apa yang diinginkan semua pada saya bisa terwujud.

Terima kasih atas segala pengorbanan dan ilmu sabar yang diajarkan serta

limpahan kasih sayang yang tulus, kakanda saya Irma Ayu Wandira, terima

kasih atas segala perhatian, kasih sayang, marah – marah dan motivasi

serta doanya, dan semua keluarga besar saya tante dan om saya Om Dr.

Mursalim Nohong, SE., M. Si dan Tante Rahmatia karodda yang telah

menjadi orang tua kedua saya selama saya mengikuti jenjang pendidikan

S1, Almarhum Porda Karodda dan Tante Uma, Om Anwar dan Tante

Misna Wati, Om Kamaruddin Dan Tante Abbasia, Tante Nani, Tante Tini,

vi
Tante Enni, Tante Asma , Sepupu sepupu sy Sakiyah Mutia, Fauzia Mutia,

fitriani, Ansar, Asriani, Kiki, Anti, Wawan.

2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prof. Dr. Abd. Rahman

Kadir,S.E.,M.Si.,CIP. Ibu Prof. Dr. Mahlia S.E.,M.Si selaku wakil dekan I

, Ibu Dr. Kartini S.E.,M.Si.,Ak.CA selaku wakil dekan II, dan Dr. Madris.

DPS.,M.Si selaku wakil dekan III.

3. Drs. Muh. Yusri Zamhuri, M.A., Ph.D. Selaku Ketua Departemen

Ilmu Ekonomi. Terima kasih atas segala bantuan yang senantiasa

diberikan hingga peneliti dapat menyelesaikan studi di Departemen Ilmu

Ekonomi.

3. Bapak Drs. A. Baso Siswadharma, M.Si. selaku Pembimbing I dan Bapak

Dr. Sabir, SE., M.Si selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini,

terima kasih atas segala keikhlasan dan ketersediaan meluangkan waktu

dalam memberikan arahan, segala pemikiran, ide, bantuan, nasehat, serta

ilmu dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi yang telah menginspirasi dan

bersedia membagi ilmunya kepada penulis, terimakasih atas pembelajaran

dan bantuan selama tahun kuliah penulis.

5. Segenap Pegawai Akademik, Kemahasiswaan dan Perpustakaan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Ibu Saharibulan, Ibu Saidah,

Pak Masse, Pak Aspar, Pak Akbar, Pak Safar, Pak Tamsir, Pak dandu,

Pak Ambang dan pak Parman terima kasih telah membantu dalam

pengurusan administrasi selama masa studi penulis.

6. Sahabatku serta saudara-saudara angkatan 2013 “SPARK”. Kiky Risky

Amalia, Merlyn PD, Nurfaini Rofifah, Irmayati Aisyah Oesman, Putri Rezky

Indria, Aseptiana Widiastuti, Rahayu Nurhidayah, Hardianti Nur,

vii
Mujahidah, Andi Munashirah, Muthya Zulhira, Nurul Aulia Ananda, Nurul

Izza, Putri Widyastuti, Latifa Qalby, Andi Astrini S.Y, Andi Gaung Lessang,

Andi Suryani, Annisa Elma Nabila, Aan, Adiatma, Azharifarmawan, Aska

Mallongi, Atika Paranoan, Aldilla Gea Azuari, Chaerunnisa Astari, Cindy

Noviela S, Sri Devi, Dinda Deanita, Eka Kaharuddin, Herlina Hamzah,

Jelita, Khaerunnida, Marwa Sari, Melatituhfatunn, Rafidah Musyirah,

Mutriani Dewi, Nia Indriani, Nur Hidayah, Hasmawati Ibrahim, Nurjannah

R, Nurul Fatmawati, Ririn Ariska, Siska H, Suryaningsih, Syakirah, Thalita

Ayuba, Firah Ambar Wulansari. Terkhusus CROCODILE team ; M Sapar

(manusia sakkulu), Nabil (Orang tanfann dan selalu kalah dalam

percintaan), Bayu Pamungkas D (bahan callaannya anakanak ka), Muh

Jasman Karase (ustad yang gagal dalam percintaan), Sudirman (manusia

yang penuh keberuntungan), Fakhrul Indra (manusia paling sok asik),

Arinal Haq (manusia spesialis tikungan), Muh Arifandi (manusia yang

paling sok keren), Bahtiar Herman (raja patungan/ckck, aslinya mi tukang

“patah“), Abdul Rasul Umar (manusia ajaib lulusan SLB), Muh Ridhol AM

(manusia penuh bau kaos kaki dan paling kepala batu), Arung Pairunan

(manusia seribu tanya, “hidup hanya untuk bertanya”), Yasin Susilo

(mahasiswa salah jurusan, harusnya masuk seni), Muh Ahmad Muh

(manusia terkreatif mi ini dan teman pertama yang saya kenal di ekonomi

karena sokapnya jadi orang serta teman seperjuangan dalam

berlembaga), Angga ( teman paling baperan tapi andalanku ),

viii
Muh Dwiki Argawinata (ketua angkatan terandalan yang mati kiri)

terima kasih atas segala dukungan dan bantuannya yang diberikan

kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Teman-teman pengurus SEMA FEB-UH (Senat Mahasiswa Fakultas

Ekonomi dan Bisinis) periode 2016-2017

9. Keluarga besar Himpunan Jurusan Ilmu Ekonomi Solid, Musketeer,

Signum Crus, Veir Spiritium, Excelsior, Iconic, Spartans, SPultura,

Regallians, Spark, Primes, Antares Andalanku, Sphere, dan

Erudite.

10. Keluarag besar Kreatifitas Seni Ekonomi ( KRESEK ) jaga selalu

konsistensi berseni dan berlembaga kalian, “karena ilmu

mengajarkan kita untuk merasa pintar sedangkan seni

mengajarkan kita untuk pintar merasa”.

11. Terima kasih juga buat andalancu Nurainun Wirfiana yang telah

setia selalu menemani dalam setiap proses pengurusan skripsi,

kanda Ali akbar selaku Guru Spritualku, kanda Haidir Selaku Guru

Bela Diriku, Fahri Pratama Putra Dan Alif alfian selaku Guru

Musikku, Ismail Soleh selaku junior patotoai, St Nurfajriani Syam

selaku ibu Rektornya KRESEK, Velop nda ku tau nama aslimu bela

selaku adinda terbaikku,dan Arianshari dan Mail calon brandalnya

HIMAJIE.

ix
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang

terdapat dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran

dan kritik bagi pembaca demi kesempurnaan, skripsi ini. Penulis juga

mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan

pengetahuan bagi kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Makassar, 14

Agustus 2018

IMRAN

x
ABSTRAK

Kajian Pola Bagi Hasil Dan Pemanfaatan Pendapatan Nelayan


Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang

IMRAN AMRI
BASO SISWADHARMA
SABIR

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui


pola bagi hasil nelayan pemilik modal (punggawa) dan nelayan buruh (sawi) serta
bagaimana pemanfaatan pendapatan yang diperoleh nelayan buruh (sawi) di
kecamatan Suppa kabupaten Pinrang. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode studi kasus. Data yang dianalisis adalah hasil wawancara
dengan nelayan pemilik modal (punggawa) dan nelayan buruh (sawi) di
kecamatan suppa kabupaten Pinrang. Hasil penelitian menunjukan pembagian
hasil antara pemilik modal (punggawa) dengan nelayan buruh (sawi) tidak sama
dan pembagian hasil antara sesama nelayan buruh (sawi) tidak sama. Penelitian
ini juga menemukan pemanfatan pendapatan nelayan Kecamatan Suppa
Kabupaten Pinrang dialokasikan paling utama untuk konsumsi sehari-hari, biaya
pendidikan dan tabungan.

Kata kunci: Pola bagi hasil, Pemanfaatan pendapatan, Nelayan pemilik modal,
Nelayan buruh

xi
ABSTRACT

Study of Revenue Sharing Pattern and Utilization of Fisherman's


Income Sub Sup of Pinrang Regency

IMRAN AMRI
BASO SISWADHARMA
SABIR

This research is a qualitative research that aims to find out the pattern for
the results of fisherman owners of capital (punggawa) and fisherman
workers (mustard) and how the utilization of income obtained fisherman
workers (mustard) in the district Suppa Pinrang district. This research uses
qualitative approach with case study method. The data analyzed is the
result of interview with fisherman owner of capital (punggawa) and
fisherman of laborer (mustard) in subpres district of Pinrang Regency. The
results showed the distribution of results between the owners of capital
(punggawa) with the fisherman workers (mustard) is not the same and the
distribution of results between fellow workers (mustard) is not the same.
This research also found that the utilization of fisherman income of
Kecamatan Suppa Pinrang Regency is allocated mainly for daily
consumption, education cost and saving.

Keywords: Profit Sharing Pattern, Income Utilization, Fisherman Owner of


Capital, Fisherman Workers

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN................................................................................ v

PRAKATA .......................................................................................................... vi

ABSTRAK ......................................................................................................... xi

ABSTRACT....................................................................................................... xii

DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Bealakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 9
2.1 Landasan Teoritis.................................................................................. 9
2.1.1 Nelayan....................................................................................... 9
2.1.2 Sistem Punggawa – Sawi ......................................................... 11
2.1.3 Pola Bagi Hasil Punggawa Sawi ............................................... 13
2.1.4 Pendapatan ............................................................................. 14
2.2 Tinjauan Empiris ................................................................................ 22
2.3 Kerangka Pikir..................................................................................... 25

xiii
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................... 27
3.1 Lokasi Penelitian................................................................................ 27
3.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 27
3.3 Instrumen Penelitian .......................................................................... 27
3.4 Keabsahan dan Keajegan Penelitian ................................................. 29
3.4.1 Keabsahan Konstruk (Construct Validity).................................. 29
3.4.2 Keabsahan Internal (Internal Validity) ....................................... 30
3.4.3 Kebasahan Eksternal (Eksternal Validity) ................................ 30
3.4.4 Keajegan (Reabilitas................................................................. 30
3.5 Teknik Analisis Data .......................................................................... 31
3.5.1 Reduksi Data (Data Reduction) .............................................. 33
3.5.2 Penyajian Data (Data Display) ................................................ 35
3.5.3 Penarikan Kesimpulan (Conclusions) ..................................... 35
3.6 Definisi Operasional.......................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN............................................................................. 36
4.1 Karakteristik Wilayah Penelitian & Karakteristik Informan.................... 36
4.1.1 Kondisi Geografis dan Kependudukan Kabupaten Pinrang ..... 36
4.1.2 Karakteristik Informan ............................................................. 39
4.2 Informan Pertama (KP) ( Punggawa ) ................................................ 41
4.2.1 Coding (Pengkodean) Wawancara KP (Pemilik Modal) ......... 41
4.2.2 Ringkasan Coding Wawancara KP (Punggawa) .................... 43
4.2.3 Kategorisasi Pola Jawaban KP (Punggawa) .......................... 43
4.3 Informan kedua GS (Sawi) ................................................................ 44
4.3.1 Coding (Pengkodean) Wawancara GS (Abk Pengemudi Kapal 44
4.3.2 Ringkasan Coding Wawancara GS (Sawi) .............................. 45
4.3.3 Kategorisasi Pola Jawaban GS (Sawi) .................................... 46
4.4 Informan ketiga HS (Sawi) ................................................................ 47
4.4.1 Coding (Pengkodean) Wawancara GS (Sawi) ....................... 47
4.4.2 Ringkasan Coding Wawancara GS (Sawi) ............................. 49

xiv
4.4.3 Kategorisasi Pola Jawaban GS (Sawi) .................................. 49
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 51
5.1 Pola Bagi Hasil ................................................................................. 51
5.2 Pendapatan Nelayan ........................................................................ 55
5.3 Pemanfaatan Pendapatan ................................................................ 56
BAB VI PENUTUP ............................................................................................ 58
5.1 Kesimpulan........................................................................................ 58
5.2 Saran................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 59
LAMPIRAN........................................................................................................ 60

xv
DAFTAR TABEL

1.1 Jumlah tangkap ikan laut setiap kecamatan .................................................. 1


4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Pinrang Tahun 2011 - 2015 .......................... 38
4.2 Jumlah Rumah Tangga Perikanan Laut tahun 2015 .................................... 39
4.3 Karakteristik Informan ................................................................................. 39
5.1 Pendapatan Nelayan Kecamatan Suppa ..................................................... 39

xvi
DAFTAR GAMBAR
2.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ................................................................. 26
2.1 Metode Analisis Data ................................................................................... 32

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau

dengan wilayah laut yang lebih luas dari pada luas daratannya. Luas seluruh

wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima juta km2 terdiri dari luas

daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km 2, dan perairan kepulauan seluas

2,8 juta km2. Artinya seluruh laut Indonesia berjumlah 3,1 juta km 2 atau sekitar

62% dari seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, Indonesia juga merupakan

negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dengan jumlah panjang garis

pantainya sekitar 81.000 km. Luas laut yang besar menjadikan Indonesia unggul

dalam sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005). Tujuan pembangunan sektor

perikanan di Indonesia pada prinsipnya memiliki dua sasaran pokok yaitu

meningkatkan produksi dan pendapatan pada sektor perikanan. Hal ini sejalan

dengan upaya memperbaiki taraf hidup nelayan dan meningkatkan produksi

perikanan nasional. Bangsa Indonesia juga merupakan negara yang memiliki

sumber daya alam yang melimpah baik yang ada di darat maupun yang ada di

laut. Sumberdaya dan tenaga yang dimiliki oleh masyarakat merupakan modal

yang sangat penting dalam mengembangkan usaha-usaha yang ada, terutama

usaha di bidang perikanan.

Sektor perikanan mempunyai peranan yang cukup penting dalam

pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor,

diantaranya adalah sekitar 2.274.629 orang nelayan dan 1.063.140 rumah

tangga budidaya, menggantungkan hidupnya dari kegiatan usaha perikanan.

1
2

Adanya sumbangan devisa yang jumlahnya cukup signifikan dan cenderung

meningkat dari tahun ke tahun. Mulai terpenuhinya kebutuhan sumber protein

hewani bagi sebagian masyarakat. Terbukanya lapangan kerja bagi angkatan

kerja baru, sehingga diharapkan mampu mengurangi angka pengangguran dan

adanya potensi perikanan yang dimiliki Indonesia (DKP, 2006).

Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang

memunculkan pemukiman-pemukiman penduduk di sekitar garis pantai. Dalam

hal ini, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari para penduduk yang

bermukim di daerah pantai tersebut pada umumnya memilih pekerjaan sebagai

nelayan selain pekerjaan-pekerjaan sampingan lainnya.Nelayan adalah orang

atau individu yang aktif dalam melakukan penangkapan ikan dan binatang air

lainnya (Suyitno, 2012). Nelayan memiliki peran penting terhadap pembangunan

sektor perikanan di Indonesia.

Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya.

Seiring dengan banyaknya tangkapan maka akan terlihat juga besarnya

pendapatan yang diterima oleh nelayan yang nantinya dipergunakan untuk

konsumsi keluarga, dengan demikian tingkat pemenuhan konsumsi keluarga

sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterima.Menurut Mubyarto et.al (1984),

tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir umumnya menempati strata paling

rendah dibanding masyarakat lainnya di darat. Bahkan nelayan termasuk paling

miskin di semua negara dengan atribut “the poorest of poor’’ (termiskin diantara

yang miskin) (Nikijuluw, 2002). Menurut Sukirno (2006), pendapatan adalah

jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama

satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Hal ini dapat

diartikan bahwa kebutuhan–kebutuhan pangan, sandang, perumahan,

kesehatan, keamanan, dan sebagainya tersedia dan mudah dijangkau. Sumber


3

daya perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan, namun pada

kenyataannya masih cukup banyak nelayan yang belum dapat meningkatkan

hasil tangkapannya, sehingga tingkat pendapatan nelayan tidak meningkat.

Kemiskinan salah satunya dapat dilihat melalui kehidupan masyarakat

pesisir. Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana

adanya ketidakmampuan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar seperti

makanan, pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan, dan ketidaksamaan dalam

memperoleh basis kekuasaan sosial. Pada masyarakat nelayan kemiskinan

umumnya terjadi akibat tekanan sosial dan keterbatasan akses yang dimiliki.

Pekerjaan nelayan yang banyak bergantung pada kondisi alam membuat

pendapatan tidak menentu pada rumah Tangga nelayan.

Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki potensi laut yang cukup besar,

terlihat dari besarnya dominasi sub sektor perikanan sebagai penyumbang

terbesar kedua dalam PDRB sektor pertanian wilayah ini. Hasil laut Sulawesi

Selatan terdiri dari beragam jenis ikan kualitas ekspor, bandeng, serta rumput

laut yang banyak dibudidayakan sebagai salah satu sumber ekonomi

masyarakat. Sebagian besar produksi perikanan di Provinsi Sulsel merupakan

perikanan budidaya laut dengan hasil produksi tahun 2013 sebesar 1,6 juta ton.

Hasil perikanan budidaya lainnya terdiri atas tambak, kolam, karamba, jaring

apung dan sawah (mina padi) dengan hasil produksi terbesar hasil produksi

tambak sebesar 918.245 ton. Perikanan tangkap laut hasil produksinya sebesar

277.896 ton atau sebesar 10 persen dari total produksi perikanan di Sulsel.

Sulawesi selatan dalam struktur ekonomi masyarakat nelayan dikenal

adanya Punggawa dan Sawi yang merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat
4

pendapatan nelayan. Punggawa merupakan pemilik modal dan Sawi adalah

peminjam atau pekerja atau juga dapat disebut buruh atau bahasa lainnya

disebut nelayan kecil. Khususnya masyarakat nelayan di Sulawesi Selatan

adalah kelompok sosial punggawa-sawi yang dalam pengamatan selintas telah

menempatkan nelayan sawi secara tradisional pada posisi yang kurang

menguntungkan, tetapi pola hubungan kerja ini anehnya demikian mapan dan

bahkan punggawa tersebut seperti yang dijumpai pula dalam kelompok

masyarakat nelayan yang lain adalah orang yang dihormati, disegani dan

dianggap sebagai penolong terutama pada saat para sawi amat memerlukan

pertolongan (Sanusi, 1997).

Menurut Irawan (2011) jalinan hubungan antara punggawa dan sawi dalam

Bagang lebih terbentuk hubungan banyak benang jalinan tidak terbatas pada

hubungan kerja semata, yakni di mana seorang punggawa mempekerjakan

beberapa orang sawi di dalam usaha Bagangnya, akan tetapi dalam pola

hubungan tersebut terjalin pula suatu hubungan sosial yang lebih bersifat intern

antara punggawa dengan sawinya. Dalam hubungan kerja yang dibangun oleh

punggawa dan sawi yang berdasarkan pada kesepakatan lisan tanpa ada

kontrak maupun perjanjian yang jelas dari segi hukum menyebabkan harus dapat

menerima apa yang telah ada atau ketidakberdayaan dalam menghadapi situasi

dan permasalahan dalam lingkungan perkerjaan merupakan bentuk untuk

bersedia menerima konsekuensi dari pekerjaan yang ditentukan sebelumnya.

Modal yang diberikan oleh Punggawa tidak terbatas pada modal materi berupa

uang, namun juga dalam bentuk peralatan seperti kapal, mesin kapal, jaring,

pancing, pukat, dan sebagainya. Hubungan ini sebenarnya dapat melahirkan

ketergantungan sawi kepada punggawa. Apalagi ketika sawi mengalami masa-

masa sulit maka yang akan didatangi adalah punggawa. Sebab hampir sebagian
5

besar sawi tidak memiliki pekerjaan sehingga hanya mengandalkan bantuan dari

punggawa. Hal ini akan berlangsung berikutnya, punggawa sebagai yang diikuti

dan sawi sebagai pengikutnya.

Kabupaten Pinrang merupakan bagian dari provinsi Sulawesi Selatan yang

memiliki areal perikanan yang cukup potensial baik perikanan darat maupun

perikanan laut hal ini dapat dilihat dari banyaknya daerah pesisir pantai.

Kabupaten Pinrang terbagi atas 12 kecamatan, 39 kelurahan, 65 desa, dan dari

12 kecamatan tersebut terdapat 6 kecamatan yang berada pada pesisir pantai

yaitu Kecamatan Suppa, kecamatan mattirosompe, kecamatan lanrisang,

kecamatan cempa, kecamatan duampanua dan kecamatan lembang.

Tabel 1.1

Jumlah tangkap ikan laut setiap kecamatan

Jumlah tangkap
Kecamatan 2011 2012 2013 2014 2015
Suppa 5 669,49 5 710,82 5 749,97 6 243,53 6 302, 38
mattiro sompe 2 467,81 2 485,35 2 507,28 2 724,90 2 750,58
lanrisang 1 127,50 1 142,95 1 158,25 1 257,94 1 269,80
Cempa 197.57 215,21 236,92 257,74 260,17
Duapanua 1 133,11 1 147,67 1 167,42 1 265,63 1 277,56
Lembang 951,83 972,08 988,22 1 073,29 1 083,41
Jumlah 11.547,31 1.052.641 11.808,06 1.282,303 12.943,9
Sumber : Bps Kabupaten Pinrang

Pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa data jumlah tangkap masyarakat

nelayan Kec. Suppa paling tinggi dari tahun 2011 sebanyak 5.669 ton sampai

tahun 2015 sebanyak 6.302 ton dibanding kecamatan mattiro sompe pada tahun

2011 sebanyak 2.467 ton sampai tahun 2015 sebanyak 2.750 ton, kecamatan

lasinrang pada tahun 2011 sebanyak 1.127 ton sampai tahun 2015 sebanyak

1.269 ton.
6

Kecamatan Suppa adalah kecamatan yang memiliki jumlah masyarakat

yang bekerja sebagai rumah tangga nelayan terbanyak diantara ke enam

kecamatan, dan juga memiliki jumlah tangkap ikan laut yang paling tertinggi

diantara keenam kecamatan lainnya.

Berdasarkan jumlah tangkap yang meningkat berarti tingkat pendapatan

nelayan tentu lebih baik yang tercermin dari kehidupan nelayan itu sendiri,

karena produksi berhubungan dengan pendapatan, apabila produksi meningkat

tentunya pendapatan juga akan meningkat dan kesejahteraan masyarakat pun

lebih baik. Namun pada kenyataan yang dilihat dari struktur sosial kehidupan

masyarakat nelayan di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang belum

mencerminkan tingkat pendapatan nelayan itu lebih baik. Produksi ikan yang

meningkat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan, namun

peningkatan produksi ikan tidak selamanya atau tidak secara otomatis dapat

meningkatkan pendapatan nelayan. Hal ini masih sangat tergantung pada

pengolahan, penanganan serta pemasaran ikan.

Adapun hasil wawancara prapenelitian beberapa responden yang sempat

saya temui yang merupakan masyarakat Nelayan Kecamatan Suppa yang

bernama SM ( 35 tahun, nelayan sawi) ”kalau masalah pendapatan yah Cuma

begitu begitu, tidak pernah meningkat biasa cuma 700 ribu,bahkan paling tinggi

itu 1 juta saya dapat sekali melaut”. Sehubungan dengan hal ini responden

kedua yang bernama RA (45 tahun, istri nelayan sawi)” pendapatan bapak setiap

bulannya itu cuma begitu saja apalagi kalua musim angin sedang kencang

biasanya bapak tidak melaut selain itu kapal yang bapak biasa ikuti cuma kapal

orang“. Selanjutnya responden ketiga yang bernama SU (48 tahun, nelayan

sawi)” saya punya pendapatan dari melaut itu tidak pernah banyak apalagi
7

sekarang saya sering sakit sakitan jadi saya pergi melaut itu sudah jarang”.

Berdasarkan dari hasil wawancara pra penelitian ini, dapat di gambarkan bahwa

jumlah pendapatan rata-rata nelayan di Kec. Suppa tidak mengalami

peningkatan yang signifikan.

Jika pendapatan nelayan rendah mereka tidak mampu untuk membiayai

kebutuhan hidup sehari-hari dan akan mengakibatkan tingkat kesejahteraan

masyarakat nelayan semakin menurun. Hal ini bisa terlihat dengan banyaknya

angkatan kerja produktif yang tidak bekerja secara maksimal bahkan

menghabiskan waktu untuk bersantai tanpa melakukan kegiatan produktif yang

bisa menghasilkan pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraannya (Todaro,

2002).

Maka dari permasalahan di atas, dilakukan penelitian mengenai pengaruh

beberapa faktor yang memiliki dampak terhadap pendapatan nelayan di

Kecamatan Suppa. Adapun judul penelitian ini adalah “Kajian Bagi Hasil Dan

Pemanfaatan Pendapatan Nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola bagi hasil nelayan pemilik modal (punggawa) dan

nelayan buruh (sawi) Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang?

2. Bagaimana pemanfaatan pendapatan yang diperoleh nelayan buruh

(sawi) Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang.


8

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola bagi hasil nelayan pemilik modal (punggawa)

dengan nelayan buruh (sawi) Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang

2. Untuk mengetahui pemanfaatan pendapatan yang diperoleh nelayan

buruh (sawi) Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Digunakan sebagai salah satu bahan referensi untuk peneliti selanjutnya

yang akan meneliti mengenai hal berkaitan dengan penelitian ini.

2. Digunakan sebagai salah satu sumber informasi dan bahan pertimbangan

kepada pemerintah, masyarakat setempat, maupun instansi yang terkait

dalam pengambilan kebijakan.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Nelayan

Nelayan adalah suatu kelompok mayarakat yang kehidupannya

tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan

ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal dipinggir pantai, sebuah

lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003).

Sedangkan menurut (Mulyadi, 2005) yang dikatakan nelayan adalah orang yang

secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti

penebar dan pemakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi

perahu layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal

penangkap ikan), sebagai mata pencaharian.

Komunitas nelayan adalah kelompok yang bermata pencaharian hasil laut

dan tinggal di desa-desa pantai atau pesisir (Sastrawidjaya, 2002). Ciri

komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu:

a) Pertama, dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang

aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut atau pesisir, atau mereka

yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama.

b) Kedua, dari cara segi hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong

royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat

penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran

biaya besar dan pengerahan tenaga kerja yang banyak.


10

c) Ketiga, dari segi keterampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah

pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memilik

keterampilan sederhana.

Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang

diturunkan oleh orang tua, bukan yang dipelajari secara professional.

Penangkapan ikan dan pengumpulan hasil laut lainnya merupakan mata

pencaharian pokok usaha nelayan. Pada dasarnya usaha penangkapan ikan

yang dilakukan usaha nelayan secara teknis ekonomis merupakan suatu proses

produksi yang bersifaf ekstraktif, yakni mengambil hasil alam tanpa

mengembalikan sebagian hasilnya untuk keperluan produksi dikemudian hari,

(Mubyarto, 1985). Namun demikian tidak mesti berarti bahwa usaha perikanan

rakyat merupakan usaha yang bersifat subsistem.

Menurut Hamid (2005), Dari segi status kepemilikan, nelayan dapat

dikategorikan ke dalam 5 kategori utama :

1) Nelayan Sawi (buruh), adalah seorang yang sama sekali tidak memiliki

modal dan peralatan yang bekerja sebagai buruh pada seorang

punggawa pemilik modal.

2) Pemilik Modal Merangkap Punggawa Perahu (pemilik operasional) adalah

seorang punggawa yang memiliki modal, alat tangkap dan perahu serta

memiliki pengetahuan yang dalam tentang cara-cara penangkapan dan

cara-cara pelayaran serta memimpin langsung operasional penangkapan

ikan di laut.

3) Punggawa Caddi/Punggawa Kecil, adalah seorang yang mendapat

kepercayaan dari pemilik modal atau punggawa darat/punggawa lompo

untuk memimpin operasional penangkapan ikan di laut.


11

4) Punggawa Darat (punggawa lompo), yang dominan memiliki fasilitas alat

alat penangkapan dan pelayaran serta menyediakan bahan-bahan

kebutuhan operasional bagi para sawi bersama-sama dengan punggawa

laut (punggawa perahu/punggawa caddi) dan sekaligus turut

menanggung biaya-biaya kebutuhan hidup keluarga para sawi, selama

sawi berada dilokasi penangkapan.

5) Nelayan Tunggal (Pa’boya), adalah seorang yang memiliki alat tangkap

berupa pancing dan perahu katinting dan atau lepa-lepa (sampan) yang

dioperasikan sendiri (kepemilikan tunggal).

Menurut Mulyadi (2005) sesungguhnya, nelayan bukanlah suatu entitas

tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi kepemilikan alat

tangkap, nelayan terbagi atas tiga yaitu:

a. Nelayan buruh

Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik

orang lain.

b. Nelayan Juragan

Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang

digunakan oleh orang lain.

c. Nelayan perorangan

Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap

sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain

2.1.2 Sistem Punggawa – Sawi

Sistem ponggawa-sawi juga dapat dianggap sebagai institusi sosial yang

dibutuhkan untuk mengumpulkan aspirasi dalam memanfaatkan dan mengelola

sumberdaya dan selanjutnya mendistribusikannya kepada masyarakat


12

sekitarnya. Dengan perlakuannya sebagai suatu institusisosial, maka

pemanfaatan berkelanjutan dan distribusi proporsional suatu sumberdaya akan

dicapai karena sebagai institusi sosial, terdapat norma sosial yang mengikat,

seringkali dihubungkan dengan perangkat hubungan sosial yang masih dianggap

mempunyai nilai yang sangat dihormati. Peran sistem ponggawa-sawi sebagai

institusi sosial dapat mengontrol dan menentukan tindakan, prilaku dan pola

hubungan antara pengguna sumberdaya (Anwar 1983). Walaupun disadari

bahwa tidaklah mudah menerapkan konsep ini karena dampaknya akan

menyebabkan terjadinya “rediversifikasi potensi” dalam masyarakat. Karenanya

disarankan penerapannya dimulai dengan tujuan yang beragam, seperti penggun

aan teknologi yang sesuai dengan kebijakan harga pasar, pendidikan yang

sesuai dan lainnya. Dampak lainnya adalah kemungkinan terjadinya distribusi

pendapatan yang tidak seimbang dan prinsip pemerataan pemanfataan

sumberdaya akan sulit diterapkan. Dalam sistem ponggawa-sawi sebagai suatu

institusi, biasanya menerapkan sejumlahaturan, seperti yang dijelaskan oleh

Suriamihardja dan Yusran (1997) :

1. Rekruitmen sawi biasanya dilakukan pada musim penangkapan;

2. Membentuk kader dalam suatu kelompok

3. Pinjaman dan mekanisme pengembalian pinjaman

4. Komunikasi tertentu dengan kelompok sawi dalam mencapai suatu

tujuan

5. Distribusi pendapatan

Norma yang mengikat pada aturan tersebut meliputi:

1. Pola prilaku institusi

2. Pengaturan prilaku perseorangan dalam institusi dan atau masyarakat


13

3. Pola yang mengikutsertakan kesepakatan normatif, dan memuat sanksi

dana apresiasi yang diakui menurut norma yang berlaku.

2.1.3 Pola Bagi Hasil Punggawa Sawi

Dalam perikanan laut pada umumnya, baik yang modern maupun

tradisional, diterapkan sistem aturan pembiayaan dan bagi hasil, sebaliknya

hanya sebagian kecil di antara perikanan modern berskala besar yang kapitalistik

menerapkan sistem pengupahan. Untuk perikanan tradisional berskala kecil,

secara umum aturan bagi hasil menetapkan bahwa setiap anggotanya

memperoleh satu bagian pendapatan dari jumlah keseluruhan pendapatan per

aktifitas yang dilakukan. Pembagian hasil dilakukan setiap kali setelah

pemasaran ikan dilakukan diluar biaya operasional, seperti bahan bakar. Namun,

pembagian hasil bukan dilihat dari peran dan status, tetapi karena bantuan jasa

transportasi dan tenaga saat pemasaran. Salah satu bentuk insentif bagi nelayan

adalah pendapatan yang mereka peroleh dari kegiatan penangkapan, yang pada

kenyataannya sangat dipengaruhi oleh sistem bagi hasil yang berlaku. Jika

sistem bagi hasil menguntungkan semua pihak (pemilik modal dan pekerja

/ABK), maka pendapatan yang diperoleh masing-masing akan menjadi wajar

sesuai dengan perannya masing-masing. Selanjutnya, apabila hal ini dapat

terwujud, maka motivasi dari masing-masing pelaku usaha penangkapan

tersebut akan semakin besar. Implikasinya, kesejahteraan nelayan dapat

diharapkan akan membaik, ketersediaan ikan berkualitas akan meningkat dan

kinerja perikanan secara umum dapat diperbaiki. Adapun pengertian perjanjian

bagi hasil perikanan yang di atur dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor. 16

Tahun 1964 tentang bagi hasil perikanan adalah sebagai berikut :

a) Perjanjian bagi hasil ialah perjanjian yang diadakan dalam usaha

penangkapan atau pemeliharaan ikan antara nelayan pemilik dan nelayan


14

20 penggarap atau pemilik tambak dan penggarap tambak, menurut

perjanjian mereka masing-masing menerima bagian dari hasil usaha

tersebut yang telah disetujui sebelumnya.

b) Nelayan pemilik ialah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun

berkuasa atas sesuatu kapal/perahu yang dipergunakan dalam usaha

penangkapan ikan dan alat-alat penangkapan ikan.

Pada BAB II UU bagi hasil perikanan juga membahas mengenai

Persentase bagi hasil perikanan sebagai berikut : Usaha perikanan laut maupun

darat atas dasar perjanjian bagi hasil harus diselenggarakan berdasarkan

kepentingan bersama dari nelayan pemilik dan nelayan penggarap serta pemilik

tambak dan penggarap tambak yang bersangkutan, hingga mereka masing-

masing menerima bagian dari hasil usaha itu sesuai dengan jasa yang

diberikannya.

2.1.4. Pendapatan

Pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja; pendapatan

dari kekayaan seperti sewa, bunga dan dividen, serta pembayaran transfer atau

penerimaan dari pemerintah seperti tunjangan sosial atau angsuran si

pengaguran (Samuelson dan Nordhaus, 1997). Dalam perekonomian pasar,

pendapatan terutama tergantung pada upah, yaitu tergantung pada produktivitas

sumber daya yang dimiliki. Penadapatan tengah seluruh rumah tangga adalah

pendapatan tengah saat pendapatan diurutkan dari terendah hingga tertinggi.

Pada suatu tahun tertentu, setengah dari rumah tangga berada diatas

pendapatan median dan sisa setengahnya berada dibawah pendapatan median.

Alasan mengapa pendapatan rumah tangga berbeda-beda yaitu usia, perbedaan

pendidikan, kemampuan, pengalaman kerja dan jumlah anggota keluarga yang

bekerja juga berbeda-beda (McEachern, 2001). Pendapatan (income) adalah


15

hasil berupa uang atau material lainnya, yang dicapai dari penggunaan kekayaan

atau jasa-jasa. Pendapatan dicapai dengan mengalokasikan dana pada faktor-

faktor produksi secara tepat, sehingga dalam setiap usaha pengelola usaha

harus mampu mengkombinasikan faktor-faktor produksi untuk meningkatkan

pendapatan usaha. Pengalokasian faktor-faktor produksi sama artinya dengan

mengeluarkan biaya untuk memperoleh berbagai faktor produksi yang lebih

dikenal dengan biaya produksi (Budiono, 2002).

Konsep pendapatan menurut Ilmu Ekonomi Pendapatan merupakan nilai

maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam seminggu dengan

mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula.

Pengertian tersebut menitikberatkan pada pola kuantitaif pengeluaran terhadap

konsumsi selama satu periode. Secara garis besar, pendapatan adalah jumlah

harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama

satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi. Defenisi pendapatan menurut ilmu

ekonomi menutup kemungkinan perubahan lebih dari total harta kekayaan,

badan usaha awal peeriode dan menekankan pada jumlah nilai yang statis pada

akhir periode. Konsep pendapatan menurut ilmu ekonomi dikemukakan oleh

Wild (2003), “economic income is typically measured as cash flow plus the

change in the fair value of net assets. Under this definition, income includes both

realized (cash flow) and unrealized (holding gain or loss) components”. Menurut

Wild, pendapatan secara khusus diukur sebagai aliran kas perubahan dalam nilai

bersih aktiva. Wild memasukkan pendapatan yang dapat direalisasi sebagai

komponen pendapatan. Dari definisi yang dikemukakan diatas, pendapatan

menurut ekonomi mengindikasikan adanya suatu aliran dana (kas) yang terjadi

dari satu pihak kepada pihak lainnya. Menurut Rosyidi (1999) “pendapatan harus

didapatkan dari aktivitas produktif”. Pendapatan bagi masyarakat (upah, bunga,


16

sewa dan laba) muncul sebagai akibat jasa produktif (productive service) yang

diberikan kepada pihak business. Pendapatan bagi pihak business diperoleh dari

pembelian yang dilakukan oleh masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa

yang dihasilkan atau diproduksi oleh pihak business.

Pendapatan atau income dari seorang warga masyarakat adalah hasil

penjualannya dari faktor-faktor produksinya kepada sektor produksi dan sektor

produksi ini “membeli” faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai

input proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar faktor produksi. Hasil

faktor produksi di pasar faktor produksi (seperti halnya juga untuk barang-barang

di pasar barang) ditentukan oleh tarik menarik, antara penawaran dan

permintaan (Boediono, 2010). Secara singkat “income” seorang warga

masyarakat ditentukan oleh:

a) Jumlah faktor-faktor produksi yang ia miliki yang bersumber pada:

(i) hasil-hasil tabungannya di tahun-tahun yang lalu

(ii) warisan/pemberian

b) Harga per unit dari faktor-fakttor produksi. Harga harga yang ditentukan

oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar faktor produksi

(Boediono, 2010). Soekartawi (2006) keuntungan merupakan total

penerimaan dikurangi dengan total biaya.

a. Pengertian Pendapatan Nelayan

Sumber utama pendapatan nelayan adalah dari usaha perikanan,

sehingga pendapatannya tergantung dari kondisi alam untuk melaut, semakin

mendukung kondisi alam maka semakin tinggi peluang untuk mendapatkan hasil

yang baik, sebaliknya semakin buruk kondisi alamnya maka semakin rendah

peluang untuk mendapatkan hasil yang baik. Jumlah tangkapan nelayan

tradisional sangat mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan tradisional, dan


17

tingkat pendapatan nelayan tradisional sudah pasti berimbas pada pengeluaran

untuk kebutuhan sehari-hari dan tingkat kelayakan hidup nelayan tradisional

beserta anggota keluarganya (Manurung, 2014). Peningkatan produksi perikanan

akan menuju kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.

Pendapatan yang merupakan salah satu faktor ekonomi sangat bergantung pada

faktor sosial nelayan (usia, pendidikan, jumlah tanggunga keluarga dan

pengalaman kerja) begitu sebaliknya (Hamdi dan Raudatul, 2011).

Banyaknya tangkapan tercermin pula besaran pendapatan yang diterima

dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga,

dengan demikian tingkat pemenuhan konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik

minimum (KFM) sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterima. Sumber daya

perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan

taraf hidup dan kesejahteraan nelayan, namun pada kenyataannya masih cukup

banyak nelayan yang belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga

tingkat pendapatan nelayan tidak meningkat (Sujarno, 2008).

Dari sisi ekonomi pendapatan nelayan masih sangat rendah, sehingga

mereka miskin. Hal ini dikarenakan: keterbatasan modal, skill, adanya tekanan

dari pemilik modal (sistem bagi hasil perikanan yang tidak adil), sistem

perdagangan atau pelelangan ikan yang tidak transparan (tidak ada regulasi

yang tepat dan lemahnya otoritas atau pemerintah), budaya kerja yang masih

tradisional atau konvensional (Retnowati, 2011). Pendapatan nelayan sangat

tergantung pada banyaknya hasil tangkapan yang sangat berfluktuasi sesuai

dengan musim. Pada saat musim paceklik, tidak jarang para nelayan tidak

memperoleh hasil sama sekali. Sebaliknya pada saat musim ikan hasil

tangkapan bisa melimpah sehingga pendapatan yang diterima pun besar

(Muflikhati, 2010). Pendapatan nelayan adalah selisih antara penerimaan (TR)


18

dan semua biaya (TC). Jadi Pd = TR – TC. Penerimaan nelayan (TR) adalah

perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya

nelayan biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan

biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap

jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau

sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh

produksi yang diperoleh, contohnya biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC)

adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC

(Soekartawi, 2002).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan

1. Modal

Menurut Mubyarto (1973) modal adalah barang atau uang yang secara

bersama – sama faktor produksi, tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang

yang baru. Pentingnya peranan modal karena dapat membantu menghasilkan

produktivitas, bertambahnya keterampilan dan kecakapan pekerja juga

menaikkan produktivitas produksi. Modal mempunyai hubungan yang sangat

kuat dengan berhasil tidaknya suatu usaha produksi yang didirikan. Modal dapat

dibagi sebagai berikut : Modal Tetap adalah modal yang dapat dipakai untuk

proses produksi dalam jangka waktu yang relatif lama dan tidak terpengaruh oleh

besar kecilnya jumlah produksi, misalnya Modal perahu, modal jaring, dan lain

sebagainya. Modal Lancar adalah modal memberikan jasa hanya sekali dalam

proses produksi, bisa dalam bentuk bahan baku dan kebutuhan lain sebagai

penunjang usaha tersebut misalnya makanan, solar, rokok dan lain sebagainya.

Modal dalam kegiatan nelayan sangat mutlak dibutuhkan, karena tanpa modal

seperti sampan/perahu/kapal, jaring dan peralatan menangkap ikan lainnya


19

nelayan tidak akan mendapatkan ikan/ memproduksi ikan. Dengan kata lain

nelayan tidak memiliki Pendapatan. Produksi ikan nelayan di tentukan oleh

seberapa besar modal yang di gunakan dalam melaut. Dengan modal yang

besar para nelayan akan mampu memproduksi hasil ikan tangkapnya dan

pendapatannya semakin besar.

Modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap

usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Dalam memulai suatu usaha,

modal merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga

suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa

suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya

modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal menjadi faktor utama dan penentu

dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang akan melakukan

kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan

mencari modal untuk usahanya. Modal merupakan kekayaan yang dimiliki

perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan pada waktu yang akan

datang dan dinyatakan dalam nilai uang.

2. Lama Kerja

Menurut Masyhuri dalam Sujarno (2008:39) setidaknya ada tiga pola

penangkapan ikan yang lazim dilakukan oleh nelayan, yaitu:

a) Pola penangkapan lebih dari satu hari Penangkapan ikan seperti ini

merupakan penangkapan ikan lepas pantai. Jauhdekatnya daerah

tangkapan dan besar kecilnya perahu yang digunakanmenentukan

lamanya melaut.

b) Pola penangkapan ikan satu hari Biasanya nelayan berangkat melaut

sekitar jam 14.00 kembali sekitar jam 09.00 hari berikutnya.


20

Penangkapan ikan seperti ini biasanya dikelompokkan juga sebagai

penangkapan ikan lepas pantai.

c) Pola penangkapan ikan tengah hari Penangkapan ikan seperti ini

merupakan penangkapan ikan dekat pantai. Umumnya mereka berangkat

sekitar jam 03.00 dini hari atau setelah Subuh, dan kembali pagi harinya

sekitar jam 09.00.

Pada umumnya penangkapan ikan lepas pantai yang dilakukan dalam

waktu yang lebih lama dan lebih jauh dari daerah sasaran tangkapan ikan

mempunyailebih banyak kemungkinan memperoleh hasil tangkapan (produksi)

yang lebih banyak dan tentu memberikan pendapatan yang lebih besar

dibandingkan dengan penangkapan ikan dekat pantai.

3. Faktor Tenaga Kerja

Teori Keynes mengatakan cara mengurangi pengangguran yaitu dengan

memperbanyak investasi, misalnya mesin karena mesin butuh operator otomatis

akan menyerap tenaga kerja. Selain itu konsumsi harus sama dengan

pendapatan, karena banyaknya tingkat konsumsi akan memerlukan juga banyak

output sehingga otomatis harus menambah perkerja, apabila outpunya banyak

otomatis gaji para pekerja akan naik sehingga daya beli mereka meningkat.

Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat penting dalam produksi,

karena tenaga kerja merupakan faktor penggerak faktor input yang lain, tanpa

adanya tenaga kerja maka faktor produksi lain tidak akan berarti. Dengan

meningkatnya produktifitas tenaga kerja akan mendorong peningkatan produksi

sehingga pendapatan pun akan ikut meningkat.

Aset utama para usaha nelayan, hanya tenaga kerja dan keterampilan,

serta kreatifitas yang relaitif masih rendah. Meskipun pekerjaan sebagai nelayan

cepat mendatangkan hasil, tetapi seringkali penghasilan itu tidak mencukupi


21

kebutuhan rumah tangga mereka. Usaha nelayan mempunyai peranan yang

sangat substansial dalam modernisasi kehidupan manusia. Mereka termasuk

agent of development yang saling reaktif terhadap perubahan lingkungan. Sifat

yang lebih terbuka dibanding kelompok masyarakat yang hidup di pedalaman,

yang menjadi stimulator untuk menerima perkembangan modern.

Setiap usaha kegiatan nelayan yang akan dilaksanakan pasti

memerlukan tenaga kerja, banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus sesuai

dengan kapasitas kapal motor yang dioperasikan sehingga akan mengurangi

biaya melaut (lebih efisien) yang diharapkan pendapatan tenaga kerja akan lebih

meningkat, karena tambahan tenaga tersebut profesional, (Masyhuri, 1999).

Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan usaha nelayan, penggunaan

tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan kerja. Curahan tenaga kerja

yang dipakai dalam besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai.

4. Faktor Pengalaman

Pengalaman sebagai nelayan secara langsung maupun tidak,

memberikan pengaruh kepada hasil penangkapan ikan. Semakin lama

seseorang mempunyai pengalaman sebagai nelayan, semakin besar hasil dari

penangkapan ikan dan pendapatan yang diperoleh, (Yusuf, 2003).

Faktor pengalaman, faktor ini secara teoritis dalam buku, tidak ada yang

membahas bahwa pengalaman merupakan fungsi dari pendapatan atau

keuntungan. Namun, dalam aktivitas nelayan dengan semakin berpengalaman

dalam menangkap ikan bisa meningkatkan pendapatan atau keuntungan.

5. Faktor Teknologi

Nelayan dikategorikan sebagai seseorang yang pekerjaannya

menangkap ikan dengan mengunakan alat tangkap yang sederhana, mulai dari
22

pancing, jala, jaring, pukat, dan lain sebagainya. Namun dalam

perkembangannya dikategorikan sebagai seorang yang berprofesi menangkap

ikan dengan alat yang lebih modern ialah kapal ikan dengan alat tangkap

modern.

Semakin canggih teknologi yang digunakan nelayan maka akan semakin

meningkatkan produktifitas hasilnya lebih meningkatkan produksi, yang

didalamnya tersirat kesimpulan bahwa masyarakat akan memperoleh

penghasilan yang lebih tinggi. Keberadaan nelayan digolongkan menjadi 4

tingkatan dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi

pasar dan karakteristik pasar. Keempat kelompok tersebut, antara lain nelayan

tradisional (peasant-fisher) yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan

sendiri; post peasant-fisher atau nelayan yang menggunakan teknologi

penangkapan ikan yang lebih maju, seperti motor tempel atau kapal motor;

commercial fisher atau nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan

keuntungan, dan industrial fisher yang memiliki beberapa ciri, seperti

terorganisasi, padat modal, pendapatan lebih tinggi, dan berorientasi ekspor,

(Satria, 2002).

2.2 Tinjauan Empiris

Adhar ( 2012 ) data yang digunakan adalah data primer dengan jumlah

responden 51 orang,. Variabel dalam penelitian ini adalah modal kerja, tenaga

kerja, pengalaman kerja dan teknologi sebagai variabel independen dan

pendapatan usaha nelayan sebagai variabel dependen. Pengujian hipotesis

dilakukan dengan analisis regresi linear berganda, sebelum dilakukan pengujian

hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Hasil penelitian ini

menunjukkan modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja, dan teknologi


23

berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Bone.

Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk kegiatan

terhadap menstimulus peningkatan pendapatan usaha nelayan di Kabupaten

Bone.

Sedangkan St. Aisyah (2016) data yang digunakan adalah data primer

dengan jumlah responden sebanyak 30 orang yang terdiri dari 19 punggawa dan

11 sawi. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif

deskriptif. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa total penerimaan nelayan

per/trip melaut sebesar Rp.25.276.000-, dan total biaya dari keseluruhan

pengeluaran per/trip melaut (biaya tetap+biaya variabel) sebesar Rp.11.564.745.

Sehingga total keuntungan nelayan per/trip melaut sebesar Rp.13.711.255. Jadi

sistem pembagian hasil antara punggawa dan sawi yaitu sebesar 50:50. Akan

tetapi punggawa juga ikut dalam proses melaut, sehingga punggawa juga

mendapatkan bagian diluar dari pendapatan sebagai punggawa. Oleh karena itu,

rata-rata pendapatan bersih punggawa yaitu sebesar Rp.8.569.000 per/trip

melaut, dan 3 sawi lainnya masing-masing memperoleh pendapatan sebesar

Rp.1.713.900 per/trip melaut. Sehingga dikatakan pendapatan nelayan masih

rendah karena pendapatan yang diterima hanya mampu memenuhi kebutuhan

keluarga selama proses melaut. Kata kunci : Pendapatan, Punggawa,Sawi, dan

Bagi Hasil.

Rizki Aprilian Wijaya dan Maulana Firdaus (2014) ketersediaan tenaga

kerja perikanan yang semakin langka, dan timpangnya sistem bagi hasil

merupakan salah satu isu strategis dalam memetakan permasalahan tenaga

kerja pada usaha perikanan tuna. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis

sistem perekrutan pekerja dan ketersediaan tenaga kerja serta menganalisis


24

hubungan kerja antara pemilik kapal dan tenaga kerjanya pada usaha perikanan

tuna di Kota Bitung. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif.

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (In-depth Interviews)

kepada 30 orang informan dengan status sebagai pemilik kapal, nahkoda dan

anak buah kapal (ABK). Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil

kajian menunjukan bahwa sistem perekrutan tenaga kerja terjadi melalui jalur

informal. Ketersediaan tenaga kerja ABK lebih mudah dicari dibandingkan

dengan tenaga kerja nahkoda. Hubungan kerja antara pemilik kapal dan

pekerjanya merupakan sebuah hubungan kerjasama dalam mencapai tujuan

keberlanjutan usaha perikanan. Hambatan untuk peningkatan usaha terdapat

pada proses penjualan ikan. Peningkatan posisi tawar pelaku usaha dapat

dijadikan sebagai jalan keluar pemecahan masalah.

Ida Ayu Sukma Dewi dan Surya Dewi Rustariyunu (2000) nelayan sangat

tergantung pada kondisi alam dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Aktivitas

ekonomi telah menimbulkan stratifikasi dalam masyarakat nelayan menempati

level paling bawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

pendapatannya di saat musim ikan dan musim sepi ikan serta mengetahui

pengaruh jumlah tanggungan, jam kerja, umur dan jarak tempuh melaut terhadap

pendapatan nelayan buruh di Kawasan Muara Sungai Ijo Gading, Jembrana.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Menggunakan teknik purposive

sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 responden. Teknik analisis data

menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

perbedaan yang signifikan antara pendapatan nelayan buruh pada saat musim

ikan dan musim sepi ikan. Jumlah tanggungan, jam kerja, usia dan jarak tempuh

melaut berpengaruh signifikan secara simultan terhadap pendapatan nelayan


25

buruh di Kawasan Muara Sungai Ijo Gading Kabupaten Jembrana. Namun

secara parsial hanya usia dan jarak tempuh yang berpengaruh signifikan.

2.3 Kerangka Pikir

Kegiatan penangkapan ikan umumnya dilakukan oleh masyarakat pesisir.

Aktivitas sehari-hari mereka menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut yang

mereka dapatkan. Hasil pendapatan yang diperoleh bergantung pada banyak

sedikitnya hasil tangkapan yang mereka dapatkan.

Pola Bagi hasil dalam masyarakat pesisir merupakan suatu sistem yang

meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana (punggawa) dan

pengelola dana (sawi), penyedia dana dan pengelola dana dapat melakukan

kesepakatan dalam bagi hasil usaha yang dijalankan. Dalam kehidupan sawi,

masalah yang paling mendasar dan sangat mengikat adalah pembagian hasil

penangkapan seluruhnya dijalankan oleh punggawa yang dalam mekanismenya,

punggawa memiliki bagian yang lebih besar dibandingkan dengan sawi serta

tingginya ketergantungan pemenuhan kebutuhan hidup Sawi terhadap

Punggawa.

Pendapatan nelayan sangat bergantung dari bagi hasil yang diterima dari

pemilik modal (punggawa), pendapatan yang diterima nelayan rata-rata hanya

digunakan untuk kebutuhan sehari hari dan tidak adanya usaha yang dilakukan

nelayan selain dari melaut. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini :
26

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pikir Penelitian

Bagi Hasil

Pendapatan

Pemnafaatan Pendapatan
27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pinrang, tepatnya di

Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, dimana Kecamatan Suppa merupakan

lokasi penelitian yang dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa lokasi

tersebut penduduknya sebagian besar adalah nelayan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi

pertimbangan untuk menentukan metode pengumpulan data. Penelitian ini

dirancang dengan menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dipilih

karena lebih sensitif dan adaptif terhadap peran dan berbagai pengaruh

yang timbul. Disamping itu karena peneliti menggali atau mengeksplorasi,

menggambarkan atau mengembangkan pengetahuan bagaimana kenyataan

dialami, sehingga peneliti tidak menggunakan perhitungan (Moleong, 2009).

Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi

wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain-lain.

3.3 Instrumen Penelitian

Menurut Poerwandari (1998) penulis sangat berperan dalam seluruh

proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut,


28

mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan

hasil penelitian.

Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat bantu yang

disebut instrumen penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 alat

bantu, yaitu:

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak

menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman wawancara digunakan untuk

mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga

menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut

telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian peneliti harus

memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit

dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks

actual saat wawancara berlangsung (poerwandari, 1998).

2. Alat Pendokumentasian

Alat Pendokumentasian yang dimaksud adalah perekam suara dan

kamera digital. Perekam suara berguna sebagai alat bantu pada saat

wawancara berlangsung, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses

pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban

dari informan. Dan kamera digital berguna untuk mendokumentasikan

gambar yang dapat menjadi bukti fisik bahwa peneliti benar-benar melakukan

proses wawancara dengan informan.


29

3.4 Keabsahan dan Keajegan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif. Yin (2003)

mengajukan empat kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam

suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah sebagai berikut:

3.4.1 Keabsahan Konstruk (Construct Validity)

Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa

yang berukur benar- benar merupakan variabel yang ingin di ukur. Keabsahan ini

juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu

caranya adalah dengan proses triangulasi. Triangulasi adalah sebuah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data

itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Menurut Patton (dalam Sulistiany 1999) ada 3 macam triangulasi sebagai teknik

pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu:

1. Triangulasi data

Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil

wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu

informan yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.

2. Triangulasi Pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil

pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing bertindak

sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap

hasil pengumpulan data.


30

3. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data

yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori

telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya

data tersebut.

3.4.2 Keabsahan Internal (Internal Validity)

Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa

jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.

Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat.

Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya

akan mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah dilakukan uji

keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang

berbeda.

3.4.3 Kebasahan Eksternal (Eksternal Validity)

Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat

digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memiliki

sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, tetapi penelitiaan kualitatif dapat dikatakan

memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut

memiliki konteks yang sama.

3.4.4 Keajegan (Reabilitas)

Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh

penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang

penelitian yang sama, sekali lagi. Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada

kemungkinan peneliti selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila

penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan
31

bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain

penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis

catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan

pemahaman tentang kasus yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan bagi

orang lain Muhadjir (2002). Sedangkan Moleong (2010) mengatakan bahwa

analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa

yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat

diceriterakan kepada orang lain.

Metode analisis data pada penelitian kualitatif berbeda dengan metode

yang digunakan pada pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kuantitatif, metode

analisis data menggunakan alat uji statistik, sedangkan pada pendekatan

kualitatif, metode analisis data merupakan proses yang kompleks dan melibatkan

penalaran induktif dan deduktif, serta deskripsi dan interpretasi sehingga tidak

dapat diuji secara statistik.

Secara umum, metode analisis data pada penelitian kualitatif dibagi

menjadi tiga bagian, yakni data reduction, data display dan conclusions.
32

Gambar 3.1

Metode Analisis Data

Sumber: Miles dan huberman (dalam Sugiyono 2013)

3.5.1 Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan, perhatian,

pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan (Basrowi dan

Suwandi, 2008). Data yang diperoleh dari proses wawancara diseleksi dan

diorganisir melalui coding dan tulisan ringkas. Dalam mereduksi data, data-data

yang tidak relevan dipisahkan dari data yang relevan dengan penelitian.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya serta

membuang yang tidak perlu. Jadi, data yang digunakan diharapkan benar- benar

data yang valid. Reduksi data mencakup beberapa kegiatan seperti berikut:

1. Organisasi data

Data hasil wawancara dibuat dalam bentuk transkrip wawancara

kemudian dikelompokkan menurut format tertentu. Transkrip hasil wawancara


33

dianalisis, lalu kata kuncinya dikumpulkan dalam tabel terpisah sekaligus

diklasifikasikan sesuai dengan pertanyaan penelitian. Kata kunci (key points)

dalam penelitian ini adalah hasil wawancara yang berkaitan dengan pertanyaan

sudah sejauh mana transformasi pertanian dari subsiten ke komersial di

Kabupaten Sidrap dan bagaimana taraf hidup petani sidrap setelah beralih ke

model pertanian komersial.

2. Coding data

Coding atau pengkodean data adalah proses memilah-milah dan

memberikan label pada teks dalam rangka memperoleh informasi dan tema-tema

umum yang terkandung di dalam data. Tujuan dari proses pengkodean adalah

untuk membangun gambaran (pemahaman) umum tentang data yang tertuang

dalam teks, memilah-milahnya ke dalam segmen-segmen teks atau gambar.

Meskipun sebenarnya tidak ada prosedur yang sudah baku mengenai

cara mengkoding data, akan tetapi Creswell (2003) menyarankan langkah-

langkah berikut:

a) Dapatkan sebuah pemahaman umum.

Baca semua transkrip data secara cermat. Buat catatan di pinggir

ketika muncul beberapa ide di kepala.

b) Ambil sebuah dokumen (hasil wawancara, atau catatan lapangan).

Telusuri dokumen tersebut, ajukan pertanyaan “Apa yang dibicarakan

orang ini? “Cari makna yang tersirat dan tuliskan di pinggir dalam bentuk

dua atau tiga kata dan lingkari.

c) Mulai proses ini dengan mengkode dokumen.

Dalam hal ini peneliti mengidentifikasi segmen-segmen teks dengan

cara menandai dengan tanda kurung dan beri kode berupa kata atau

frasa yang secara tepat mendeskripsikan makna dari segment teks


34

tersebut. Kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf yang secara tepat terkait

dengan sebuah kode disebut “text segment”.

d) Setelah selesai mengkode sebuah teks secara keseluruhan, buatlah

daftar kode tersebut.

e) Ambil daftar kode tersebut dan lihat data kembali.

Uji coba rancangan awal skema pengorganisasian data ini untuk

melihat apakah ada tema-tema baru yang muncul. Lingkari kutipan-

kutipan para partisipan yang mendukung kode-kode tersebut.

3. Mengelompokkan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban.

Data yang telah diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian

dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis. Data yang telah

dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan

ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat

menangkap pengalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada

informan.

4. Pemahaman dan Mengujinya

Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, maka peneliti mulai

memahami data secara rinci. Langkah selanjutnya adalah meninjau kembali

landasan teori pada bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan

antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak

memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-

asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor-faktor yang ada.


35

3.5.2 Penyajian Data (Data Display)

Miles dan Huberman (1992) menyarankan agar data ditampilkan baik

dalam bentuk uraian (naratif), tabel, charts, networks dan format gambar lainnya.

Hal ini berfungsi untuk memberi kemudahan dalam membaca dan menarik

kesimpulan. Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian

(naratif) mengenai esensi dari fenomena yang diteliti.

3.5.3 Penarikan Kesimpulan (Conclusions)

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Setelah dapat ditarik kesimpulan, peneliti meminta

informan untuk membaca kembali hasilnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari

kesalahpahaman antara peneliti dan informan sehingga informasi yang

dihasilkan sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan, atau minimal

sesuai berdasarkan data yang diperoleh peneliti di lapangan. Hal ini disebut

dengan langkah verifikasi.

3.6 Definisi Operasional

a) pola bagi hasil ialah perjanjian yang diadakan dalam usaha

penangkapan atau pemeliharaan ikan antara nelayan pemilik dan

nelayan penggarap atau pemilik tambak dan penggarap tambak,

menurut perjanjian mereka masing-masing menerima bagian dari

hasil usaha tersebut yang telah disetujui sebelumnya.

b) Pendapatan adalah diukur dengan rata-rata pendapatan bersih

nelayan (sawi) dan punggawa atau bagian dari hasil usaha yang

diterima oleh sawi dan punggawa selama melaut.

c) Pemanfaatan pendapatan adalah hasil dari pendapatan yang diterima

nelayan akan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan.


36

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan analisis data terhadap hasil wawancara

peneliti dengan informan terkait pola bagi hasil dan pemanfaatan pendapatan

nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang. Adapun cara menganalisisnya

sesuai dengan teknik analisis data yang telah dijabarkan pada bab III yakni

melalui proses coding (pengkodean) dan pengkategorian. Namun sebelum

proses coding dan pengkategorian dilakukan, terlebih dahulu peneliti

mendeskripsikan profil informan guna memberikan gambaran umum mengenai

karakteristik wilayah penelitian dan karakteristik informan yang digunakan

sebagai sumber data.

4.1 Karakteristik Wilayah Penelitian & Karakteristik Informan

4.1.1 Kondisi Geografis dan Kependudukan Kabupaten Pinrang

Kabupaten Pinrang dengan ibukota Pinrang terletak disebelah 185 km

utara ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, berada pada posisi 3°19’13” sampai

4°10’30” lintang selatan dan 119°26’30” sampai 119°47’20” bujur timur. Secara

administratif, Kabupaten Pinrang terdiri atas 12 kecamatan, 39 kelurahan dan 65

desa. Batas wilayah kabupaten ini adalah:

1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Tana Toraja,

2. Sebelah Timur dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan Enrekang,

3. Sebelah Barat Kabupaten Polman Provinsi Sulawesi Barat dan Selat

Makassar,

4. Sebelah Selatan dengan Kota Parepare.


37

Kabupaten Pinrang memiliki Luas wilayah mencapai 1.961,77 km² dan

garis pantai sepanjang 93 Km sehingga terdapat areal pertambakan sepanjang

pantai, pada dataran rendah didominasi oleh areal persawahan, bahkan sampai

perbukitan dan pegunungan. Kabupaten Pinrang dipengaruhi oleh 2 musim pada

satu periode yang sama, untuk wilayah Kecamatan Suppa dan Lembang

dipengaruhi oleh musim sektor barat dan lebih dikenal dengan sektor peralihan

dan 10 kecamatan lainnya termasuk sektor timur.

Wilayah Kabupaten Sidrap terdiri dari 12 (dua belas) Kecamatan masing-

masing :

a. Kecamatan Batulappa

b. Kecamatan Cempa

c. Kecamatan Duampanua

d. Kecamatan Lanrisang

e. Kecamatan Lembang

f. Kecamatan Mattirobulu

g. Kecamatan Mattirosompe

h. Kecamatan Paleteang

i. Kecamatan Patampanua

j. Kecamatan Suppa

k. Kecamatan Tiroang

l. Kecamatan Watangsawitto
38

Jumlah penduduk Kabupaten Pinrang pada tahun 2015 sebanyak

366.789jiwa,. Data jumlah penduduk Kabupaten Pinrang 3 tahun terakhir

menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 361.293 jiwa, lalu

meningkat pada tahun 2014 mencapai 364.087 jiwa. Periode 5 tahun terakhir

(2011-2015), dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kabupaten Pinrang
Tahun 2011 - 2015

No Kecamatan 2011 2012 2013 2014 2015


1. Batulappa 9 674 9771 9 805 9 880 9 953
2. Cempa 17 303 17 506 17 567 17 703 17 833
3. Duampanua 43 882 44 265 44 422 44 764 45 096
4. Lanrisang 17 084 17 198 17 258 17 390 17 518
5. Lembang 38 202 38 489 38 623 38 918 39 206
6. Mattirobulu 26 998 27 325 27 422 27 635 27 839
7. Mattirosompe 27 402 27 611 27 709 27 922 28 126
8. Paleteang 37 921 39 054 39 194 39 502 39 799
9. Patampanua 31 679 32 045 32 158 32 404 32 645
10. Suppa 30 709 31 105 31 214 31 454 31 687
11. Tiroang 21 160 21 538 21 614 21 781 21 943
12. Watangsawitto 52 638 54 112 54 307 54 734 55 144
Jumlah 354 652 360 019 361 293 364 087 366 789

Sumber : Pinrang dalam angka 2015

Kabupaten Pinrang memiliki jumlah rumah tangga perikanan laut pada

tahun 2015 sebnayak 9.122 jiwa, dengan rumah tangga terbanyak berada di

kecamatan suppa yaitu sebayak 4 324 jiwa dibanding 11 Kecamatan lainnya. Hal

ini dapat di lihat pada table berikut:


39

Tabel 4.2
Jumlah Rumah Tangga Perikanan Laut tahun 2015
No. Kecamatan Perikanan Laut
1. Batulappa -
2. Cempa 341
3. Duampanua 986
4. Lanrisang 825
5. Lembang 887
6. Mattirobulu -
7. Mattirosompe 1.759
8. Paleteang -
9. Patampanua -
10. Suppa 4.324
11. Tiroang -
12. Watangsawitto -
Jumlah 9.122
Sumber: Pinrang dalam angka 2015

4.1.2 Karakteristik Informan

Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview)

dengan para informan. Identitas informan merupakan gambaran umum

mengenai para nelayan yang berkaitan dengan pola bagi hasil yang ia lakukan

guna mengetahui jumlah pendapatan dan pemanfaatan pendapatan nelayan

kabupaten pinrang kecamatan suppa. Karakteristik tersebut meliputi umur,

pengalaman melaut, dan tingkat pendidikan.

Tabel 4.3
Karakteristik Informan

Pengalaman Tingkat
No Informan Umur Jenis Kelamin
melaut Pendidikan
1. KP (punggawa) 57 Laki-laki 30th SMK
2. 50 Laki-laki 29th SMP
GS ( sawi )
3. HS ( sawi ) 52 Laki-laki 30th SMP
Sumber : Data primer, Agustus 2017

Umur adalah lamanya waktu hidup yang terhitung sejak lahir sampai

sekarang. Kategori umur pada umumnya dikategorikan menjadi dua yaitu tua

dan muda. Dalam hal produktivitas, kelompok muda adalah mereka yang
40

mempunyai semangat yang tinggi, dinamis, dan pikirannya cenderung terbuka.

Sedangkan kelompok tua adalah mereka orang-orang yang lebih bertanggung

jawab, pemikiran matang, dan lebih berpengalaman.

Menurut tabel 4.2informan atau nelayan yang ada di Kecamatan Suppa

Kabupaten Pinrang memiliki umur kisaran 50 tahun ke atas. Sehingga dapat

dilihat dari sudut pandang umur sendiri informan masuk dalam kelompok tua,

namun dari umur informan tersebut dapat diketahui bahwa informan memiliki

pengalaman yang lebih banyak dan lebih lama dalam menggeluti dunia nelayan.

Pengalaman melaut adalah seluruh waktu yang diperoleh seorang

nelayan dalam menggeluti dunia melaut mulai dari awal ia memutuskan untuk

terjun ke dunia melaut hingga dengan saat ini. Semakin lama suatu usaha maka

akan melahirkan banyak pengalaman, dimana pengalaman adalah guru terbaik

bagi setiap orang maka juga akan mempengaruhi dalam bertingkah laku dan

mengambil keputusan.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengalaman melaut dari ketiga

informan yaitu diatas 29 tahun. Sehingga dari segi pengalaman melaut, para

informan sudah melewati berbagai tahap dalam proses melaut. Nelayan yang

sudah lebih lama bertani memiliki pengalaman yang lebih banyak daripada

nelayan pemula, sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam

mengambil keputusan terhadap anjuran penyuluhan.

Tingkat pendidikan adalah suatu kondisi jenjang pendidikan yang dimiliki

oleh seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai oleh pemerintah serta

disahkan oleh departemen pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang maka dianggap semakin cakap kemampuan dan keahlian dalam

melakukan sesuatu, termasuk memproduksi suatu barang ataupun jasa.


41

Dari data tabel 4.3 di atas diketahui bahwa tingkat pendidikan ketiga

informan adalah setingkat SMP dan SMA atau 10 – 13 tahun waktu yang

ditempuh untuk menyelesaikan pendidikannya. Sehingga dari data tingkat

pendidikan diketahui nelayan tergolong cepat dalam mengadopsi inovasi baru.

Dengan mengadopsi inovasi baru mengakibatkan meningkatnya hasil produksi

melaut sehingga nelayan dapat meningkatkan komersil hasil melaut.

4.2 Informan Pertama (KP) ( Punggawa )

Bapak KP adalah pria berusia 60 tahun yang pekerjaan utamanya adalah

melaut, pendidikan terakhir lulusan SMK dan telah melaut selama 30 tahun,

jumlah tanggungan 1 orang istri 6 orang anak. Ia merupakan pemilik kapal

dengan nama usahanya Cahaya Lero. Jumlah kapal yang dimilik Bapak KP

sebanyak 2 buah kapal ukuran medium.

4.2.1 Coding (Pengkodean) Wawancara KP (Pemilik Modal) :

a. Pola Bagi Hasil


T : berapa jumlah pemilik dalam satu kapal?
J : satu kapal itu dua sama tiga orang

T : berapa orang yang bekerja di kapal bapak


J : paling banyak 15 orang dan paling sedikit 12 orang

T : Apakah bapak juga ikut melaut?


J : kalau saya nda ikut ka saya cuma tinggal jka di rumah

T : berapa hari kapal ta di pake melaut?


J : paling lama itu 15 hari

T : hasil tangkapan dari melaut di jual dimana?


J : hasil tangkapannya langsung dijual di pasar kalau dari mi melaut

T : apakah uang hasil penjualan di serahkan langsung ke bapak?


J :iya jadi kalau mereka pulang mi dari jual itu ikan uangnya langsung na kasi
ka

T : bagaimana cara pembagiannya pak ?


J : pertama itu di hitungi dulu biaya makannya sama biaya kapalnya juga
selamai melaut, kalau kapal itu tetap mi sewa memang jadi kalau sudah
42

itu di hitung mi berapa sisanya terus di bagimi untuk yang punyak kapal
dan untuk abk

T : apa apa yang termasuk dalam biaya makan sama biaya kapal ?
J : jadi biaya itu seperti:
1. Solar
2. Es balok
3. Beras
4. Minyak
5. Rokok
6. Oli
7. Gula pasir
8. Kopi
9. Rompong ( alat tangkap ikan )

T : apakah pembagiannya antara atar bapak dengan abk sama?


J : tidak sama kalau pemilik kapale lebih banyak pembagiannya

T : apakah pembagian untuk abk sama?


J : eh tidak, lebih banyaki yang na dapat untuk pengemudi kapal karena
dibagi lagi itu ada 2 orang yang pengemudi kapal jadi itumi nanti yang
lebih tnggi na dapat pembagian dari pada yang lain

T : apakah hasil pembagian itu langsung di serahkan ke abk?


J : tidak dulu krn ada jg biasa abk yg na simpan dl uangnya sama ada jg yg
biasa ambil panjar jadi itu nnt di hitungi semua sama gaji

T : berapa lama hasil pembagiannya di ambil oleh abk?


J : biasa itu na ambil i paling lama dua bulan biasa i juga kalau butuh sekali
mi langsung ji na minta

T : bagaimana menurut bapak dengan pembagian hasil seperti ini?


J : menurut saya sampai sekarang bagus ji karena dari dulu begini terus ji
pembagiannya begitu juga di kapal kapal lain dan tidak pernah ji juga ada
abk yang mengeluh

b. Pendapatan

T : berapa hasil penjualan sekali melaut?


J : tergantung berapa banyak ikan yang di tangkap kalau sedikit biasa ada
30 juta paling tapi kalau banyak itu biasa 50 juta

T :berapa bapak dapatkan dari hasil pembagiannya?


J :yah tergantung hasil penjualan biasa juga 5 juta biasa jg lebih kalau bagus
rejeki

T : apakah itu untuk perorang pemilik kapal?


J : iya itu untuk perorang pemilik kapal
43

T : pembagian untuk abknya bepara?


J : kalau untuk abk itu biasa 10 juta biasa juga lebih itumi nanti di bagi
berapai pergi melaut

T : apakah pembagian untuk abk dibagi rata?


J : eh tidak, untuk pengemudi kapal itu biasa 2 juta na dapat kalau abk biasa
1 juta biasa intinya nda samai

4.2.2 Ringkasan Coding Wawancara KP ( Punggawa ):


a) Pola bagi hasil
1. Pemilik kapal 2 sampai 3 orang
2. Pekerja 12 sampai 15 orang
3. Pemilik kapal tidak ikut serta melaut
4. Lama melaut nelayan 15 hari
5. Hasil tangkapan langsung dijual ke pasar
6. Uang hasil penjualan langsung diserahkan ke pemilik kapal
7. Perhitungan untuk biaya makan dan kapal selama melaut
8. Biaya Makan dan kapal itu solar, es balok, beras, minyak rokok,
oli, gula pasir, rompong ( alat tangkap ikan )
9. Pembagian untuk pemilik kapal dan abk tidak sama
10. Pembagian antar abk tidak sama
11. Hasil pembagian tidak langsung di serahkan ke abk
12. Perhitungan utang abk
13. Hasil pembagian paling lama dua bulan untuk diserahkan ke
abk

b) Pendapatan
1. Hasil penjualan 30 sampai 50 juta sekali melaut
2. Pembagian untuk peliki kapal kurang lebih 5 juta untuk perorang
3. 10 sampai 30 juta untuk dibagi ke abk
4. Untuk pengemudi kapal 2 juta dan abk biasa 1 juta

4.2.3 Kategorisasi Pola Jawaban KP ( Punggawa ):

a. Pola bagi hasil

1. Perhitungan biaya

2. Perbedaan pembagian hasil antara pemilik kapal dengan

abk

3. Perbedaan pembagian hasil sesama abk

b. Pendapatan

1. Pendapatan kurang lebih Rp. 5.000.000


44

4.3 Informan kedua GS ( Sawi )

Bapak GS adalah pria berusia 50 tahun yang pekerjaan utamanya adalah

melaut, pendidikan terakhir lulusan SMP dan telah melaut selama 29 tahun,

jumlah tanggungan 1 orang istri 3 orang anak. Ia merupakan abk pengemudi

kapal yang bekerja di salah satu kapal laut.

4.3.1 Coding (Pengkodean) Wawancara GS ( Abk Pengemudi Kapal ):

a. Pola Bagi Hasil


T : berapa jumlah abk yang ikut melaut?
J : yang ku temani itu biasa 12 biasa juga 15 orang tidak lebih mi itu

T : Apakah pemilik kapal juga ikut melaut?


J : tidak ikuti dia

T : berapa hari bapak melaut?


J : biasa satu minggu biasa juga 15 hari

T : hasil tangkapan dari melaut di jual dimana?


J : langsung ji dijual di pasare

T : apakah uang hasil penjualan di serahkan langsung ke pemilik k apal ?


J : iye jadi kalau pulang meki dari juali ikan e langsung mi di kasi

T : bagaimana cara pembagiannya itu pak ?


J : nahitungi dulu bose semua biaya kapal sama makan e selamaki di laut
baru itumi nanti di bagi

T : apa apa yang termasuk dalam biaya makan sama biaya kapal ?
J : Solar, Es balok, Beras, Minyak, Rokok, Oli, Gula pasir, Kopi,Rompong (
alat tangkap ikan )

T : apakah pembagiannya anatar pemilik kapal dengan abk sama?


J : tidak samai lebih banyak bagiannya pemilik kapal e

T : apakah pembagian untuk sesama abk sama?


J : tidak samai jadi lebih banyak bagiannya yang pebgemudi kapal e dari
pada abk biasa e

T : apakah hasil pembagian itu langsung di serahkan ke abk?


J : tidak langsungi karena na hitung semuai dulu bos e biaya biaya e waktu
melautki sama biasa ada utangnya teman teman

T : berapa lama hasil pembagiannya baru diambil ?


45

J : biasa satu dua bulan baru diambil tapi biasa juga kalau butuh sekali ki
langsung jki mintaip

T : bagaimana menurut bapak dengan pembagian hasil seperti ini?


J : kalau saya bagus ji karena bagus ji juga bos e jadi nda adaji masalah

b. Pendapatan

T : berapa hasil penjualan sekali melaut?


J : tergantung ikan ji yang di tangkap jadi biasa itu ada 20 juta tapi paling
banyak itu biasa 40 juta

T :berapa bapak dapatkan dari hasil pembagiannya?


J : kalau banyak ikan di tangkap biasa 2 juta paling tinggi

T : apakah bapak punya penghasilan lain selain melaut?

J : tidak ada jadi kalau pulang mi dari melaut itu tinggal mi sj di rmh

c. Pemanfaatan pendapatan

T : dari pembagian hasil yang diterima bapak pergunakan untuk apa ?

J : kalau itu dek paling itu untuk beli beras apa, sayaur pokoknya untuk

kebutuhan e sehari hari

T : apakah bapak punya tabungan?

J : iye ada tabunganku di bank,

T : apakah anak bapak sekolah?

J : Alhamdulillah sekolah semuaji ada masih SD adami juga SMA

T : apakah dengan pendapatan dari melaut sudah cukup untuk membiayai

keluarga bapak ?

J : Alhamdulillah cukupji untuk beli makanan sama kasi sekolah anak anak
46

4.3.2 Ringkasan Coding Wawancara GS (Sawi):

a. Pola Bagi Hasil

1. Jumlah nelayan yang yang ikut melaut 10-15 orang

2. Pemilik kapal tidak ikut serta melaut

3. Lama melaut 15 hari

4. Hasil tangkapan dijual langsung

5. Uang hasil penjualan langsung di serahkan ke pemilik kapal

6. Perhitungan semua biaya makan dan kapal selama melaut

7. Perhitungan utang abk

8. Pembagian untuk pemilik kapal lebih banyak disbanding abk

9. Pembagian untuk pengemudi kapal lebih banyak dibanding

abk

10. Hasil pembagian tidak langsung diterima

11. Lama pengambilan pembagian 2 bulan

b. Pendapatan

1. Total Hasil penjualan penjualan 20 sampai 40 juta sekali

melaut

2. Hasil pembagian abk sebagai pengemudi kapal kurang lebih

2 juta

3. Tidak memiliki usaha

c. Pemanfaatan pendapatan

1. Konsumsi sehari hari

2. Memiliki tabungan di bank

3. Untuk menyekolahkan anak

4. Cukup untuk biaya sehari hari


47

4.3.3 Kategorisasi Pola Jawaban GS (Sawi):


a. Pola bagi hasil

1. Perhitungan biaya

2. Perbedaan pembagian hasil antara pemilik kapal dengan

abk

3. Perbedaan pembagian hasil sesama abk

b. Pendapatan

1. Pendapatan kurang lebih Rp. 2.000.000

c. Pemanfaatan pendapatan

1. Konsumsi

2. Tabungan

3. Pendidikan anak

4.4 Informan ketiga HS (Sawi)

Bapak HS adalah pria berusia 52 tahun yang pekerjaan utamanya adalah

melaut, pendidikan terakhir lulusan SMP dan telah melaut selama 30 tahun,

jumlah tanggungan 1 orang istri 5 orang anak. Ia merupakan nelayan buruh (

ABK ) yang bekerja di salah satu kapal laut yang ada di daerahnya.

4.4.1 Coding (Pengkodean) Wawancara HS ( Sawi ) :

a. Pola Bagi Hasil

T : berapa jumlah abk yang ikut melaut?


J :kalau biasa tu ada 12 sampai 15 orang ki paling banyak

T : Apakah pemilik kapal juga ikut melaut?


J : tidak ikut ki

T : berapa hari bapak melaut?


J : 15 hari paling lamai

T : hasil tangkapan dari melaut di jual dimana?


J : dijual di pasar

T : apakah uang hasil penjualan di serahkan langsung ke pemilik kapal ?


J : iya langsung ji dikasi
48

T : bagaimana cara pembagiannya itu pak ?


J : pertama itu dihitung semuai biaya kapal e sama makan dulu baru sudah
itumi nanti na bagi bos e

T : apa apa yang termasuk dalam biaya makan sama biaya kapal ?
J : Solar, Es balok, Beras, Minyak, Rokok, Oli, Gula pasir, Kopi,Rompong
(alat tangkap ikan )

T : apakah pembagiannya anatar pemilik kapal dengan abk sama?


J : tidak lebih banyak na dapat bos itu kalau pembagiannya

T : apakah pembagian untuk sesama abk sama?


J: tidak samai karena pembagiannya lebih banyak na dapat kalau pengemudi
kapal dari pada kalau kaya saya yang

T : apakah hasil pembagian itu langsung di serahkan ke abk?


J : tergantung ji biasa kalau perlu meki langsung ji di minta sama bos e

T : berapa lama hasil pembagiannya baru diambil ?


J: biasa satu bulan biasa juga ada teman yang langsung na ambil kalau
butuh mi

T : bagaimana menurut bapak dengan pembagian hasil seperti ini?


J : kalau saya bagus tidak bagus maupi diapai karena ini mi kerjaan tidak
adami yang lain

b. Pendapatan

T : berapa hasil penjualan sekali melaut?


J : kalau itu tergantung ikan yang ditangkap kalau banyak biasa ada 30 juta
40 itu paling banyak mi tapa kalau sedkit biasa ada 10 samapai 20 juta
paling sedikit mi itu

T : berapa bapak dapatkan dari hasil pembagiannya?


J : kalau saya itu ada biasa say adapt ta 2 juta kalau banyak lagi rejeki biasa
juga satu juta

T : apakah itu untuk perorang abk kapal?


J : iye perorang

T : apakah bapak punya penghasilan lain selain melaut?

J : tidak ada kalau usaha sy punya dek ituji saja pergi melaut
49

c. Pemanfaatan pendapatan

T : hasil dari pembagian hasil yang diterima bapak pergunakan untuk apa ?

J : yah paling itu untuk kebutuhan sehari hari ji dek, beli beras apa kaya

begitu ji heheheheh

T : apakah bapak punya tabungan?

J : kalau tabungan iye adaji di simpan tasedikit di bank sama istri kasian

T : apakah anak bapak sekolah?

J : alhamdulillah sekolah ji semua anakku kasian

T : apakah dengan pendapatan dari melaut sudah cukup untuk membiayai

keluarga bapak ?

J : yah kalau diliat cukup ji karena sampai sekarang Alhamdulillah bisa jeki

makan kasian sama biayai anak anak hehehee

4.4.2 Ringkasan Coding Wawancara HS (Sawi):

a. Pola Bagi Hasil

1. Jumlah nelayan yang yang ikut melaut 10-15 orang

2. Pemilik kapal tidak ikut serta melaut

3. Lama melaut 15 hari

4. Hasil tangkapan dijual langsung

5. Uang hasil penjualan langsung di serahkan ke pemilik

kapal

6. Perhitungan semua biaya makan dan kapal selama

melaut

7. Pembagian untuk pemilik kapal lebih banyak disbanding

abk

8. Pembagian untuk pengemudi kapal lebih banyak


50

dibanding abk

9. Hasil pembagian tidak langsung diterima

10. Lama pengambilan pembagian 1 sampai 2 bulan

b. Pendapatan

1. Total Hasil penjualan penjualan 10 sampai 40 juta sekali

melaut

2. Hasil pembagian kurang lebih 1 juta

3. Tidak memiliki usaha

c. Pemanfaatan pendapatan

1. Konsumsi sehari hari

2. Memiliki tabungan di bank

3. Menyekolahkan anak

4. Cukup untuk kebutuhan sehari hari

4.4.3 Kategorisasi Pola Jawaban HS ( Sawi ):

a. Pola bagi hasil

4.4.3.1 Perhitungan biaya

4.4.3.2 Perbedaan pembagian hasil antara pemilik kapal

dengan abk

4.4.3.3 Perbedaan pembagian hasil sesama abk

b. Pendapatan

1. Pendapatan kurang lebih Rp. 1.000.000

c. Pemanfaatan pendapatan

1. Konsumsi

2. Tabungan

3. Pendidikan anak
51

BAB V

PEMBAHASAN

Setelah melakukan tahap analisis data pada bab IV, akhirnya peneliti

mampu mendapatkan berbagai macam jawaban dan respon informan terkait

bagaimana pola bagi hasil, pendapatan dan pemanfaatan pendapatan nelayan

Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang. Hal ini dikarenakan metode kualitatif

pendekatan studi kasus yang digunakan peneliti memang mampu menjelaskan

kondisi alami dari suatu fenomena, seperti yang dikatakan Nasution (2003)

bahwa pendekatan kualitatif berguna dalam perolehan pemahaman dan

penggambarkan realitas yang kompleks.

Dari serangkaian tahap analisis data yang telah dilakukan peneliti,

akhirnya peneliti memperoleh makna mengenai pola bagi hasil yang diterapkan,

dan pendapatan serta pemanfaatan pendapatan nelayan Kecamatan Suppa

Kabupaten Pinrang sebagai berikut:

5.1 Pola Bagi Hasil

Bagi hasil merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian

hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana. Penyedia dana dan

pengelolah dana dapat melakukan kesepakatan dalam bagi hasil usaha yang

dijalankan. Sistem bagi hasil merupakan suatu sistem kerjasama antara

Punggawa dan Sawi setelah adanya perjanjian kerjasama. Suatu perjanjian

dimana pihak-pihak yang bekerja sama saling mengikat diri untuk bekerja sama
52

sesuai dengan kesepakatan tertentu yang telah disetujui antara pemilik modal

(punggawa) dan nelayan buruh (sawi). Adapun pengelola dana atau punggawa

yang ada di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang tidak ikut serta dalam proses

penangkapan.

Berikut potongan wawancara pemilik modal KP:

T : Apakah bapak juga ikut melaut?

J : kalau saya nda ikut ka, saya cuma tinggal dirumah saja

Terjemahan : “pemilik kapal tidak ikut serta dalam proses melaut, dia hanya

tinggal di rumah“

Sistem bagi hasil yang digunakan nelayan kecamatan suppa kabupaten

pinrang yaitu:

1. Perhitungan Biaya

Nelayan di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang biasa melaut selama 15

hari yang tentunya memakai biaya. Biaya yang dikeluarkan dapat berubah-ubah

bergantung pada jauh dan jumlah operasi penangkapan dalam semusim. Dalam

proses pembagian, pemilik modal terlebih dahulu menghitung semua biaya

selama melaut, berikut potongan wawancara pemilik kapal KP:

T : bagaimana cara pembagiannya pak ?

J : pertama itu di hitungi dulu biaya makannya sama biaya kapalnya juga

selamai melaut, kalau kapal itu tetap mi sewa memang jadi kalau sudah

itu di hitung mi berapa sisanya terus di bagimi untuk yang punya kapal

dan untuk abk


53

Terjemahan : “pertama dia menghitung semua biaya selama melaut. Setelah

perhitungan selesai maka hasil dari itu yang akan di bagi“

2. Perbedaan Pembagian hasil antara pemilik kapal dengan abk

Setelah semua biaya dihitung oleh pemilik kapal maka hasil itulah yang

akan dibagi. Dalam pembagiannya Pemilik modal mendapatkan bagian paling

besar dibanding abk. Hal ini disebabkan karena pemilik modal merupakan

penyedia dana sekaligus pengelola dana sedangkan abk hanyala penyedia jasa.

Berikut potongan wawancara pemilik kapal KP dan abk GS :

Potongan wawancara pemilik kapal KP

T : apakah pembagian hasilnya antara bapak dengan abk sama?

J : tidak sama kalau pemilik kapal lebih banyak pembagiannya karena kita

semua yang tanggung

Terjemahan : “pembagian untuk dia lebih banyak dibanding abk“

Potongan wawancara abk GS

T : apakah pembagiannya antara pemilik kapal dengan abk sama?

J : tidak samai lebih banyak bagiannya pemilik kapal e karena kita cuma kerja

jeki saja kalau pemilik kapal e kan dia semua yang punya

Terjemahan : “pemilik modal mendapatkan pembagian lebih banyak

dibandingan dia“

3. Perbedaan pembagian hasil sesama abk

Perbedaan bagian dari pembagian hasil juga dilakukan pada pekerja

kapal dimana pembagian untuk pengemudi kapal lebih banyak dibanding abk

biasa. Pengemudi kapal yang ditunjuk biasanya merupakan orang yang sudah

memiliki banyak pengalaman melaut, dapat mengantisipasi permasalahan yang

terjadi selama melaut, dan dipercaya dapat memimpin operasi penangkapan ikan
54

yang dilakukan. Sedangkan ABK bertugas untuk mengoperasikan alat tangkap

dengan sebaik mungkin agar mendapat hasil tangkapan yang maksimal. Berikut

potongan wawancara KP:

T : apakah pembagian untuk abk sama?

J : eh tidak, lebih banyaki yang na dapat untuk pengemudi kapal karena

dibagi lagi itu ada 2 orang yang pengemudi kapal jadi itumi nnt yang lebih

tinggi na dapat pembagian dari pada yang lain

Terjemahan: “pembagian untuk 2 orang pengemudi kapal lebih banyak

dibanding dia sebagai abk biasa“

Namun hasil dari pembagian tersebut tidak langsung di serahkan ke

abk. Hasil pembagian tersebut diserahkan paling lama dua bulan, hal ini

disebabkan karena adanya beberapa abk yang memiliki utang ke pemilik modal

dan beberapa abk yang sengaja untuk menyimpannya. Berikut potongan

wawancara KP:

T : apakah hasil pembagian itu langsung di serahkan ke abk?

J : tidak dulu, karena ada juga biasa abk yang na simpan dulu uangnya sama

ada juga yang biasa ambil panjar jadi itu nanti di hitungi semua sama gaji

T : berapa lama hasil pembagiannya di ambil oleh abk?

J : biasa itu na ambil i paling lama dua bulan biasa i juga kalau butuh sekali

mi langsung ji na minta

Terjemahan : “hasil pembagian tidak langsunng dia serahkan ke abk, pembagian

di serahkan paling lama 2 bulan karena adanya abk yang memiliki utang dan

sebagian abk yang sengaja menyimpan uangnya“


55

5.2 Pendapatan Nelayan

Pendapatan merupakan jumlah uang yang diterima dari suatu aktivitas yang

dilakukan. Pendapatan nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang sangat

begantung pada hasil penjualan dari ikan yang mereka tangkap. jika hasil

penjualan tinggi maka bagi hasil yang mereka dapatkan juga tinggi, berikut

kutipan responden GS:

“pembagian hasil itu sangat tergantung dari ikan yang di tangkap kalau

jumlah ikan yang di tangkap banyak makanya yang didapat juga banyak “

berdasarkan hasil wawancara berikut pendapatan dari bagi hasil yang

diterima nelayan kecamatan suppa kabupaten pinrang berdasarkan jabatannya :

TABEL 5.1

Pendapatan Nelayan Kecamatan Suppa

N Jabatan Pendapatan
o

1 Pemilik kapal ± 5.000.000

2 Pengemudi kapal ± 2.000.000

3 Abk biasa ± 1.000.000

Sumber : Hasil wawancara

Berdasarkan tabel di atas rata-rata pendapatan dari bagi hasil yang di

terima pemilik kapal kurang lebih Rp 5.000.000 dibanding pengemudi kapal

kurang lebih Rp 2.000.000 dan abk biasa kurang lebih Rp 1.000.000


56

Pendapatan nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang hanya

diperoleh dari hasil melaut. Hal tersebut diakibatkan dari tidak adanya mata

pencaharian lain selain melaut. Berikut potongan wawancara GS :

T : apakah bapak punya penghasilan lain selain melaut?

J : tidak ada jadi kalau pulang mi dari melaut itu tinggal mi sj di rmh lagi

Terjemahan : “ dia tidak memiliki usaha selain melaut jika dia pulang dari

melaut dia hanya tinggal di rumah “

5.3 Pemanfaatan Pendapatan

Hasil Pendapatan yang diperoleh nelayan dipergunakan untuk berbagai

kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan primer, sekunder

maupun tersier. Penggunaan pendapatan tersebut dapat dikatakan sebagai

pemanfaatan pendapatan nelayan. Berdasarkan hasil wawancara, maka

pemanfaatan pendapatan nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang

dialokasikan untuk :

1. Konsumsi sehari-hari

Sebagian pendapatan yang diperoleh nelayan Kecamatan Suppa

Kabupaten Pinrang dialokasikan untuk memenuhi konsumsi sehari-

harinya. Berikut potongan wawancara HS ( Abk Biasa ) :

T : hasil dari pembagian hasil yang diterima bapak pergunakan

untuk apa ?

J : yah paling itu untuk kebutuhan sehari hari ji dek, beli beras

apa kaya begitu ji hehehehe


57

Terjemahan : “ digunakan untuk membeli kebutuhan sehari seperti

beras “

2. Tabungan

Selain dialokasikan untuk konsumsi, sebagian pendapatan yang

diperoleh nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang juga

dipergunakan untuk menabung di bank. Berikut potongan wawancara GS

( abk pengemudi kapal ) :

T : apakah bapak punya tabungan?

J : iye ada tabunganku di bank, itu semua istri yang urus

Terjemahan : “ dia memliki tabungan di bank yang diurus oleh istrinya

3. Pendidikan anak

Pendidikan anak nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang juga

teralokasikan dari total pendapatan yang mereka peroleh. Berikut

potongan wawancara GS ( Abk Pengemudi Kapal ) :

T : apakah anak bapak sekolah?

J : Alhamdulillah sekolah semuaji ada masih SD adami juga SMA

Terjemahan “ alhamdulillah semua anaknya sekolah ada SD dan ada


juga yang SMA “
58

BAB VI

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan dibahas dalam – dalam

sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan yakni:

1. Pola bagi hasil nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang yaitu

pembagian hasil antara pemilik modal (punggawa) dengan nelayayan

buruh (sawi) tidak sama, dan pembagian hasil antara sesama nelayan

buruh (sawi) tidak sama.

2. Persentase bagi hasil terbanyak ditujukan kepada pemilik kapal

sebesar kurang lebih 5 juta, selanjutnya pengemudi kapal sebesar

kurang lebih 2 juta, kemudian yang paling sedikit memperoleh hasil

adalah anak buah kapal sebesar kurang lebih 1 juta.

3. Pemanfatan pendapatan nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten

Pinrang dialokasikan paling utama untuk konsumsi sehari-hari, biaya

pendidikan dan saving.

5.2 Saran

Setelah pemaparan yang telah dilakukan oleh penulis, beberapa saran

yang diajukan, yakni:

1. Pemerintah harus lebih memperhatikan lagi kondisi perekonomian

nelayan dengan membuat atau meninjau kembali kesesuaian regulasi


59

yang ada dengan kondisi realita masyarakat yang berprofesi sebagai

nelayan dilapangan.

2. Pemerintah harus membuat atau setidaknya meninju kembali

kebijakan yang berkorelasi langsung dengan peningkatan kualitas


LAMPIRAN
Pelabuhan Ujunglero
Kapal Nelayan Ujunglero
Informan
BIODATA
Identitas Diri

Nama : imran

Tempat/Tanggal Lahir : lappa-lappae, 19 juni 1995

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat Rumah : BTP Blok AF No. 35

Nomor HP : 081242187679

Alamat E-mail : imranamri1906@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1) SDN 102 Lappa-Lappae Tahun 2001 - 2007

2) SMPN 1 Suppa Tahun 2007 - 2010

3) SMAN 1 Suppa Tahun 2010 - 2013

4) Universitas Hasanuddin Tahun 2013 – 2018

Demikian biodata ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Makassar, 14 Agustus 2018

Imran
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, J., J. Damanik. N Hisyam & A. J. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem


Sumatera. Yogyakarta: UGM Press. hlm. 317-318, 419-421, 424.
Boediono. 2010. Seri Sinopsis Pengantar Ekonomi No.1 Ekonomi Mikro. Edisi
Kedua. Yogyakarta : BPFE
Budiono. 2002. Ekonomi Mikro Seri Sinopsis: Pengantar Ilmu Ekonomi No.1. BPFE,
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Pinrang Dalam Angka
Basrowi & Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta
Creswell, J. W. 2003. Research Design Qualitative, Quantitative and Mixed Methods
Approaches Second Edition. New Delhi: Sage Publications.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan.
Hamid. Abu. 2005. Penegembangan orang bugis (Passompe). Pustaka Refleksi.
Makassar
Irawan, R., Basrowi, & Iskandar. 2011. Pendidikan Nilai-Nilai Kecakapan Hidup
Punggawa dan Sawi dalam Sistem Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Etnis
Bugis Perantauan di Kota Bandarlampung. Jurnal Ekonomi & Pendidikan,
Volume 8 Nomor 2. November 2011. Lampung
Imron, Masyuri (ed). 2003. “Kemiskinan Dalam Masyarakat Nelayan”. Jurnal
Masyarakat dan Budaya. Jakarta: PMB – LIPI.
Manurung, Rahardja. 2006. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Ketiga. LP Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta
Muflikhati, I., dkk. 2010. Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan
Keluarga Kasus di Wilayah Pesisir Jawa Barat. Jurnal Ilmu Keluarga. &
Konsumsi,Volume 3, No 1, 1-10
Moleong, Lexy J. (2010), Metodologi penelitian kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung
Muhadjir, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV. Yogyakarta: Penerbit Rake
Sarasin
Mubyarto. 1984. Strategi Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta: P3PK UGM.
Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku
Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.
Mubyarto, et al. 1984. Nelayan dan Kemiskinan; Studi Antropologi di Dua Desa
Pantai. Rajawali. Jakarta.
Mulyadi, 2005. Ekonomi Kelautan, Jakarta: PT. Rajagarfindo Persada

Mulyadi, 2005. Ekonomi Kelautan, Jakarta: PT. Rajagarfindo Persada


Mc Eachern, William. 2001. Pengantar ekonomi mikro. Jakarta. PT. Salemba Empat
Nasution, 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara.
Nontji. A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta.
Nikijuluw, P.H.V. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan P3R. Pustaka
Cidesindo. Jakarta.
Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam penelitian Psikologi. Jakarta :
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi
(LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Retnowati, E. 2011. Nelayan Indonesia Dalam Pusaran Kemiskinan Struktural
Perspektif Sosial, Ekonomi dan Hukum. Jurnal Perspektif , Volume 16 No 3,
149-159.
Sanusi. Fattah 1997. Peranan Institusi Lokal Dalam Pembangunan Ekonomi
Wilayah Pesisir, Studi Kasus Kelompok Sosial Punggawa-Sawi di Pulau
Barang Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kotamadya Ujung Pandang. Tesis
Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Sulistiany. (1999). Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Media Pustaka
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukirno, 2006. Makroekonomi: Teori Pengantar, Penerbit PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Sastrawidjaya. 2002. Nelayan Nusantara. Pusat Riset Pengolahan Produk Sosial
Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Samuelson dan William D Nordhaus 1997. Mikroekonomi. Jakarta: Erlangga

Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Raja Grafindo : Jakarta.


Yin, Robert K, Studi Kasus: Desain & Metode, M.Djauzi Mudjakir (penerjemah), PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003
Wild, John J, K. R. Subramanyam dan Robert F. Halsey, 2005. Financial Statement
Analysis. Edisi 8, Buku 1, Salemba Empat, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai