A. PENDAHULUAN
Semakin berkembangnya zaman, sistem pendidikan dokter di seluruh dunia juga semakin
berkembang. Demikian pula sistem pendidikan dokter di Indonesia. Dulu proses pendidikan
kedokteran di Indonesia cenderung masih tradisional dan sangat mengandalkan kuliah yang
berpusat pada dosen, yang cenderung menekankan pada transfer pengetahuan, bukan pada
pemfasilitasan pembelajaran. Proses pendidikan kedokteran yang seperti itu sudah tidak cocok
dengan tuntutan keadaan saat ini. Untuk saat ini, didalam pendidikannya, dokter sangat harus
dididik dan dituntut untuk belajar secara mandiri yang berkonsep pada konsep dasar belajar
berbasis bukti ilmiah (evidence based medicine), yang bertujuan agar mahasiswa kedepannya
dapat benar – benar siap dan mampu untuk menjadi seorang dokter yang dapat membantu pasien
sesuai dengan yang diharapkan.
Bukan hanya didalam sistem pendidikan saja, demikian juga dengan berkembangnya
teknologi informatika yang dapat dilihat dari semakin pesatnya perkembangan bioinformatika
dan teknologi informasi yang mempunyai kontribusi besar pada munculnya era ledakan
informasi ilmiah yang secara mendasar merubah cara dokter mendefinisikan, mendiagnosis,
memberikan terapi, dan mencegah penyakit. Semakin pesatnya perkembangan informasi tentang
cara melakukan praktik kedokteran dan perubahan informasi juga sangat membantu dokter
didalam mencari dan mengambil informasi catatan-catatan medis elektronik melalui internet.
Dari semuanya tersebut, tujuan utama dari seorang dokter adalah mengobati pasien sampa
pasien benar-benar sembuh. Oleh karena itu, maka berkembanglah seni kedokteran yang sangat
diperlukan dalam praktik kedokteran yang berbasis ilmiah atau yang sering disebut dengan
Evidence Based Medicine.
EBM merupakan suatu pendekatan medis yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini
untuk keperluan pelayanan kesehatan penderita (Seckett et al,1996). EBM adalah suatu proses
1
yang digunakan secara sistematik untuk menemukan,menelaah/mereview, dan memanfaatkan
hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik.
EBM adalah penggunaan teliti, tegas dan bijaksana berbasis bukti saat membuat
keputusan tentang perawatan individu pasien. Praktek EBM berarti mengintegrasikan individu
dengan keahlian klinis terbaik eksternal yang tersedia bukti dari penelitian sistematis (DL
Sackett). EBM ini digunakan Sebagai Paradigma baru ilmu kedokteran , Dasar praktek
kedokteran harus berdasar bukti ilmiah yg terkini dan dipercaya (baik klinis maupun statistik)
karena EBM sendiri adalah suatu teknik yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam
mengelola pasien dengan mengintegrasikan tiga prinsip yaitu :
Kemampuan klinik (clinical skills) untuk secara cepat mengidentifikasi kondisi pasien dan
memperkirakan diagnosis secara cepat dan tepat. Mampu mengidentifikasikan faktor-faktor
resiko yang menyertainya dan memperkirakan kemungkinan resiko dan keuntungan dari bentuk
intervensi yang diberikan.
Setiap pasien mempunyai nilai-nilai yg unik tentang status kesehatan dan penyakitnya. Sehingga
setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan harus dapat diterima pasien dan berdasarkan
nilai-nilai subjektif yang dimiliki pasien. Memahami harapan-harapan atas upaya penanganan
dan pengobatan yang diterima pasien.
Dengan kata lain EBM adalah cara untuk membantu dokter dalam membuat keputusan
saat merawat pasien sesuai dengan kebutuhan pasien dan keahlian klinis dokter berdasarkan
bukti-bukti ilmiah.
2
C. TUJUAN EBM (EVIDENCE BASED MEDICINE)
Kedua, EBM mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis berorientasi
penyakit ke pelayanan medis berorientasi pasien (patient-centered medical care). Selama lebih
dari 80 tahun sccara kasar mata terlihat kecenderungan bahwa praktik kedokteran telah terjebak
pada paradigma reduksionis, yang memereteli pendekatan holistik menjadi pendekatan
fragmented dalam memandang dan mengatasi masalah klinis pasien. Dengan pendekatan
reduksionis, bukti-bukti yang dicari adalah bukti yang berorientasi penyakit, yaitu surrogate end
points, intermediate outcome, bukti-bukti laboratorium, bukannya bukti yang bernilai bagi
pasien, bukti-bukti yang menunjukkan perbaikan klinis yang dirasakan pasien. EBM bertujuan
meletakkan kembali pasien sebagai principal atau pusat pelayanan medis. EBM mengembalikan
fokus perhatian bahwa tujuan sesungguhnya pelayanan medis adalah untuk membantu pasien
hidup lebih panjang, lebih sehat, lebih produktif, dengan kehidupan yang bebas dari gejala
ketidaknyamanan. Implikasi dari re-orientasi praktik kedokteran tersebut, bukti-bukti yang dicari
dalam EBM bukan bukti-bukti yang berorientasi penyakit (Disease-Oriented Evidence, DOE),
3
melainkan bukti yang berorientasi pasien (Patient-Oriented Evidence that Matters, POEM)
(Shaugnessy dan Slawson, 1997).
Praktisi medik, khususnya dokter umum, tidak mungkin tahu segalanya. EBM membantu
para dokter memberi informasi yang lebih luas
Para dokter dapat menemukan informasi yang pada awalnya mereka tidak tahu bahwa
mereka membutuhkan, tetapi ternyata sangat penting untuk praktik klinik yang baik.
Bukti dapat dipakai untuk mengukur outcome (bukti empirik), ini memungkinkan
masyarakat untuk menilai kemungkinan mendapatkan manfaat dari terapi atau aktivitas tertentu
daripada hanya sekedar mempertimbangkan mekanisme yang mendasari.
Pasien menyukai pendekatan empirik EBM karena lebih muda dimengerti dan
memungkinkan mereka untuk berbagi dalam membuat keputusan sehingga mengurangi peluang
untuk tuntutan hukum dikemudian hari.
D. LANGKAH-LANGKAH EBM
Langkah 1: Rumuskan pertanyaan klinis tentang pasien, terdiri atas empat komponen: Patient,
Intervention, Comparison, dan Outcome
Langkah 2: Temukan bukti-bukti yang bisa menjawab pertanyaan itu. Salah satu sumber
database yang efisien untuk mencapai tujuan itu adalah PubMed Clinical Queries.
4
Langkah 3: Lakukan penilaian kritis apakah bukti-bukti benar (valid), penting (importance), dan
dapat diterapkan di tempat praktik (applicability)
Langkah 4: Terapkan bukti-bukti kepada pasien. Integrasikan hasil penilaian kritis dengan
keterampilan klinis dokter, dan situasi unik biologi, nilai-nilai dan harapan pasien
Langkah 5: Lakukan evaluasi dan perbaiki efektivitas dan efisiensi dalam menerapkan keempat
langkah tersebut
Ada 2 macam pertanyaan yaitu Pertanyaan Latar belakang (background) dan Pertanyaan
Latar depan (foreground)
(2) Apakah gejala dan tanda yang terbanyak dijumpai pada abortus?
(3) Bagaimana cara hiperkolesterolemia meningkatkan risiko pasien untuk mengalami infark otot
jantung?
Foreground questions, Banyak pertanyaan klinis lainnya yang sulit dijawab, yang tidak
memadai untuk dijawab hanya berdasarkan pengalaman, membaca buku teks, atau mengikuti
seminar. Pertanyaan yang sulit dijawab disebut pertanyaan latar depan (foreground questions)
(Sackett et al., 2000; Hawkins, 2005). Pertanyaan latar depan bertujuan untuk memperoleh
informasi spesifik yang dibutuhkan untuk membuat keputusan klinis. Contoh pertanyaan klinis
5
yang sulit dijawab/ foreground questions: Apakah vaksin MMR (mumps, measles, rubella)
menyebabkan autisme pada anak, sehingga sebaiknya tidak diberikan kepada anak? (Halsey et
al., 2001)
(1) Apakah vaksin MMR (mumps, measles, rubella) menyebabkan autisme pada anak,
sehingga sebaiknya tidak diberikan kepada anak? (Halsey et al., 2001)
(2) Manakah yang lebih efektif, penisilin intramuskuler atau penisilin per oral untuk
mencegah rekurensi demam rematik dan infeksi streptokokus tenggorok? Manakah yang lebih
baik, injeksi penisilin tiap 2-3 minggu atau tiap 4 minggu? (Manyemba dan Mayosi, 2002,
diperbarui 2009).
(3) Manakah yang lebih efektif, doxapram intravena atau methylxanthine (misalnya,
theophylline, aminophylline atau caffeine) intravena untuk pengobatan apnea pada bayi
prematur? (Henderson-Smart dan Steer, 2000, diperbarui 2010)
(4) Apakah akupunktur efektif dan aman untuk mengobati depresi? (Smith et al., 2010)
(5) Apakah suplemen mikronutrien multipel efektif dan aman untuk mengurangi mortalitas
dan morbiditas orang dewasa dan anak dengan infeksi HIV? (Irlam et al., 2010)
Agar jawaban yang benar atas pertanyaan klinis latar depan bisa diperoleh dari database,
maka pertanyaan itu perlu dirumuskan dengan spesifik, dengan struktur terdiri atas empat
komponen, disingkat P I C O :
• Menunjukkan siapa orang-orang yang berhubungan dengan masalah klinis yang ada
dalam pikiran anda.
• Hal-hal yang berhubungan atau relevan dengan penyakit pasien seperti usia , jenis
kelamin atau suku bangsa.
6
2. Intervention
• Menunjukkan strategi manajemen, penjelasan atau uji yang ingin anda temukan
sehubungan dengan permasalahan klinis.
3. Comparison
Menunjukkan sebuah strategi alternative atau pengendalian, paparan atau uji komparasi dengan
sesuatu yang kita uji.
4. Outcome
Hasil akhir yang berorientasi pasien (patient-oriented outcome) dari sebuah intervensi medis
(Shaugnessy dan Slawson, 1997). Patient-oriented outcome dapat diringkas menjadi 3D : (1)
Death; (2) Disability; dan (3) Discomfort. Intervensi medis seharusnya bertujuan untuk
mencegah kematian dini, mencegah kecacatan, dan mengurangi ketidaknyamanan.
7
1. Death. Death (kematian) merupakan sebuah hasil buruk (bad outcome) jika terjadi dini atau
tidak tepat waktunya. Contoh, balita yang mati akibat dehidrasi pasca diare, kematian mendadak
(sudden death) yang dialami laki-laki usia 50 tahun pasca serangan jantung, merupakan kematian
dini yang seharusnya bisa dicegah.
Contoh:
1) Seorang wanita Ny Susi , 28 th G1P0A0 hamil 36 minggu datang ke dokter ingin konsultasi
mengenai cara-cara melahirkan. Ibu Susi punya pengalaman kakaknya divakum karena
kehabisan tenaga mengejan , anaknya saat ini 6 tahun menderita epilepsy dan kakaknya harus
dijahit banyak pada saat melahirkan.Ia tidak mau melahirkan divakum.Dia mendengar tentang
teknik yang menggunakan forsep.Dia bertanya yang mana yang lebih aman untuk ibu dan bayi.
I : vakum
C : forcep
8
Pertanyaan: Untuk penanganan melahirkan kala II lama manakah yang lebih aman untuk ibu dan
bayi antara vakum dan forcep ?
Apa yang harus dilakukan Intervensi Sejauh ini pertanyaan klinis yang paling sering
terhadap kondisi atau masalah ditanyakan adalah bagaimana menangani
ini? sebuah penyakit atau keadaan , atau
mengurangi masalah-masalah kesehatan yang
lain. Kita menyebut tindakan tersebut
intervensi
Apa penyebab masalah Etiologi Kita sering ingin tahu penyebab dari masalah-
tersebut dan Faktor masalah kesehatan seperti apakah asap rokok
Risiko menyebabkan kanker paru atau apakah
kelebihan berat badan meningkatkan risiko
penyakit jantung
Apakah orang ini memiliki Diagnosis Untuk mengobati seseorang, hal penting yang
kondisi atau masalah tersebut? harus dilakukan pertama kali adalah
menentukan dengan tepat kondisi dan masalah
kesehatan yang dialami. Karena sebagian besar
metode deteksi tidak akurat 100% maka
pertanyaan-pertanyaan tentang diagnosis sering
muncul, sehubungan dengan keakuratan uji
yang ada.
Siapa yang akan mengalami Prognosis Sebelum terapi dilakukan yang perlu diketahui
kondisi atau masalah tersebut? dan adalah kemungkinan seseorang akan menderita
prediksi suatu masalah atau keadaan tertentu, sehingga
perlu dilakukan tindakan pencegahan. Sebagai
contoh, risiko stroke deep vein thrombosis pada
seorang pasien atau risiko seorang perempuan
mengalami preeklampsia
Seberapa umum atau sering Frekuensi Seringkali sangat penting untuk mengetahui
masalah tersebut muncul? dan angka prevalensi atau insidensi sebuah masalah
kesehatan, dalam suatu populasi. Sebagai
contoh frekuensi cacat bawaan dari ibu dengan
usia atau latar belakang genetik tertentu, atau
insidensi sebuah penyakit infeksi selama
musim panas atau dingin
9
anak-anak mereka, atau hambatan untuk
perubahan gaya hidup seperti pola makan yang
sehat
Jenis-jenis penelitian yang memberikan bukti terbaik berbeda untuk masing-masing jenis
pertanyaan. Meskipun demikian dalam tiap kasus , bukti terbaik berasal dari dari penelitian yang
memakai metode untuk memaksimalkan kesempatan menghilangkan bias.
10
Case Control Subjek dengan atau tanpa outcome yang
Study/ Studi dimaksud dibandingkan menurut paparan atau
Kasus Kontrol faktor risiko sebelumnya ( retrospektif)
Prognosis dan prediksi Studi kohort / Tindak lanjut jangka panjang penelitian kohort
kelangsungan yang mewakili.
hidup
Meta-analysis merupakan suatu metode yang melakukan analisis secara mendalam terhadap
suatu topic dari beberapa penelitian valid yang dijadikan satu sehingga menerupai sebuah
penelitian besar.
Systematic Reviews dilakukan dengan melakukan review atas literature-literatur yang berfokus
pada suatu topic untuk menjawab suatu pertanyaan literatur-literatur tersebut dilakukan analisis
dan hasilnya di rangkum.
Randomized controlled clinical trials atau yang disingkat RCT adalah suatu metode penelitian
yang mengunakan sample pasien sesungguhnya yang kemudian dibagi atas dua grup yaitu grup
control dan grup yang diberi perlakuan .Group control dan yang diberi perlakuan sifatnya harus
sama. Penggolongan pasien masuk ke group kontrol atau perlakuan dilakukan secara acak
(random) dan biasanya juga dengan cara blinding untuk mengurangi kemungkinan
subjectivity.Biasa digunakan untuk jurnal-jurnal jenis terapi.
Cohort Studies adalah suatu penelitian yang biasanya bersifat observasi yang diamati ke depan
terhadap dua kelompok (control dan perlakuan).
11
Case Control Studies adalah suatu penelitian yang membandingkan suatu golongan pasien yang
menderita penyakit tertentu dengan pasien tang tidak menderita penyakit tersebut.
Case series and Case reports adalah laporan kasus dari seorang pasien.
c Bukti yang digunakan dalam EBM adalah bukti yang bernilai bagi pasien (Patient
Oriented Evidence that Matters, “POEM”), bukan bukti yang berorientasi penyakit (Disease
Oriented Evidence, “DOE”) (Shaughnessy dan Slawson, 1997, Mathew, 2010).
12
tekanan darah kematian
Skrining prostat Skrining PSA Skrining PSA tidak Hasil riset POEM
mendeteksi dini menurunkan tidak mendukung
kanker kematian karena riset DOE
kanker prostat
PVC= premature ventricle contraction, disebut juga denyut jantung ektopik,
extrasystole. Tes PSA= tes Prostate Specific Antigen
Menyajikan algoritme untuk mencari bukti dari artikel riset asli dengan lebih efisien. Pertama,
mulailah dengan memperhatikan judul artikel. Meskipun hanya terdiri atas sekitar 10-15 kata,
judul artikel sangat penting.Judul artikel sesungguhnya sudah bisa mengisyaratkan apakah artikel
yang bersangkutan relevan dan akan menjawab pertanyaan klinis (PICO). Jika judul tidak
relevan dengan praktik klinis, artikel tersebut tidak perlu dibaca, dan klinisi bisa meneruskan
pencarian bukti dari artikel lainnya. Sebaliknya jika relevan dengan praktik klinis, klinisi perlu
membaca abstrak artikel.
13
Gambar 16. Tipe Database ( Kaura, 2013)
14
Gambar 17 . Panduan pembuatan penelitian/ karya ilmiah ( Fletcher , 2012)
EBM merupakan praktik penggunaan bukti riset terbaik yang tersedia (best available
evidence). Tetapi “not all evidences are created equal”- tidak semua sumber bukti memberikan
kualitas bukti yang sama. Dokter dituntut untuk berpikir kritis dan menilai kritis bukti (critical
appraisal). Nilai bukti ditentukan oleh dua hal: (1) Desain riset; dan (2) Kualitas pelaksanaan
riset.
Contoh, ada kecenderungan di antara dokter untuk bersikap paternalistik dan mengekor
pendapat pakar (expert opinion) ketika membuat keputusan masalah klinis yang cukup
kompleks. Apakah pendapat pakar memiliki nilai tinggi sebagai sebuah bukti ilmiah? Tidak.
15
Dalam aspek efektivitas terapi, bukti yang memiliki nilai tertinggi (excellent evidence) berasal
dari kajian sistematis (systematic review) dari sejumlah randomized controlled trial (RCT), dan
bukti yang buruk (poor evidence) berasal dari pendapat pakar.
Secara formal penilaian kritis (critical appraisal) perlu dilakukan terhadap kualitas buki-
bukti yang dilaporkan oleh artikel riset pada jurnal. Intinya, penilaian kritis kualitas bukti dari
artikel riset meliputi penilaian tentang validitas (validity), kepentingan (importance), dan
kemampuan penerapan (applicability) bukti-bukti klinis tentang etiologi, diagnosis, terapi,
prognosis, pencegahan, kerugian, yang akan digunakan untuk pelayanan medis individu pasien,
disingkat “VIA”.
1) validity
Validitas (kebenaran) bukti yang diperoleh dari sebuah riset tergantung dari cara peneliti
memilih subjek/ sampel pasien penelitian, cara mengukur variabel, dan mengendalikan pengaruh
faktor ketiga yang disebut faktor perancu (confounding factor). Kesalahan sistematis yang
dilakukan peneliti dalam memilih sampel pasien sehingga sampel kelompok-kelompok yang
dibandingkan tidak sebanding dalam distribusi faktor perancu, atau sampel yang diperoleh tidak
merepresentasikan populasi sasaran penelitian, sehingga diperoleh kesimpulan yang salah (bias,
tidak valid) tentang akurasi tes diagnostik, efek intervensi, atau kesimpulan tentang faktor risiko/
etiologi/ kausa penyakit atau akibat-akibat penyakit, disebut bias seleksi.
Untuk memperoleh hasi riset yang benar (valid), maka sebuah riset perlu menggunakan
desain studi yang tepat. Sebagai contoh, jika bukti yang diinginkan menyangkut efektivitas dan
keamanan intervensi terapetik, maka bukti yang terbaik berasal dari kajian sistematis/ meta-
analisis dari randomized, triple-blind, placebo-controlled trial (RCT), yaitu eksperimen random
dengan pembutaan ganda dan pembanding plasebo, dengan penyembunyian (concealment) hasil
randomisasi, serta waktu follow-up yang cukup untuk melihat hasil yang diinginkan. Di pihak
lain, testimoni (pengakuan) pasien, laporan kasus (case report), bahkan pendapat pakar, memiliki
nilai rendah sebagai bukti, karena efek plasebo (yaitu, perbaikan kesehatan yang dapat dihasilkan
oleh intervensi medis palsu), bias yang timbul ketika mengamati atau melaporkan kasus, dan
kesulitan dalam memastikan siapa yang bisa disebut pakar, dan sebagainya.
16
2) importance
Bukti yang disampaikan oleh suatu artikel tentang intervensi medis perlu dinilai tidak
hanya validitas (kebenaran)nya tetapi juga apakah intervensi tersebut memberikan informasi
diagnostik ataupun terapetik yang substansial, yang cukup penting (important), sehingga berguna
untuk menegakkan diagnosis ataupun memilih terapi yang efektif.
Suatu intervensi medis yang mampu secara substantif dan konsisten mengurangi risiko
terjadinya hasil buruk (bad outcome), atau meningkatkan probabilitas terjadinya hasil baik (good
outcome), merupakan intervensi yang penting dan berguna untuk diberikan kepada pasien.
Perubahan substantif yang dihasilkan oleh suatu intervensi terhadap hasil klinis (clinical
outcome) pada pasien, disebut signifikansi klinis (kemaknaan klinis). Perubahan konsisten yang
dihasilkan oleh suatu intervensi terhadap hasil klinis pada pasien, disebut signifikansi statistik
(kemaknaan statistik).
Suatu intervensi disebut penting hanya jika mampu memberikan perubahan yang secara
klinis maupun statistik signifikan, tidak bisa hanya secara klinis signifikan atau hanya secara
statistik signifikan. Ukuran efek yang lazim digunakan untuk menunjukkan manfaat terapi dalam
mencegah risiko terjadinya hasil buruk adalah absolute risk reduction (ARR), relative risk
reduction (RRR), dan number needed to treat (NNT).
Ukuran efek yang lazim digunakan untuk menunjukkan manfaat terapi dalam
meningkatkan kemungkinan terjadinya hasil baik adalah absolute benefit increase (ABI), relative
benefit increase (RBI), dan number needed to treat (NNT).Setiap intervensi medis di samping
berpotensi memberikan manfaat juga kerugian (harm). Ukuran efek yang digunakan untuk
menunjukkan meningkatnya risiko terjadi kerugian oleh suatu intervensi medis adalah rasio
17
risiko (RR), odds ratio (OR), absolute risk increase (ARI), relative risk increase (RRI), dan
number needed to harm (NNH).
3) Applicability
Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya berguna jika bisa diterapkan pada
pasien di tempat praktik klinis. Bukti terbaik dari sebuah setting riset belum tentu bisa langsung
diekstrapolasi (diperluas) kepada setting praktik klinis dokter. Untuk memahami pernyataan itu
perlu dipahami perbedaan antara konsep efikasi (efficacy) dan efektivitas (effectiveness). Efikasi
(efficacy) adalah bukti tentang kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik
secara klinis maupun statistik, seperti yang ditunjukkan pada situasi riset yang sangat terkontrol.
Situasi yang sangat terkontrol sering kali tidak sama dengan situasi praktik klinis sehari-hari.
Suatu intervensi menunjukkan efikasi jika efek intervensi itu valid secara internal (internal
validity), dengan kata lain intervensi itu memberikan efektif ketika diterapkan pada populasi
sasaran (target population).
Agar intervensi efektif ketika diterapkan pada populasi yang lebih luas, yang tidak hanya
meliputi populasi sasaran tetapi juga populasi eksternal (external population), maka intervensi
tersebut harus menunjukkan efektivitas. Efektivitas (effectiveness) adalah bukti tentang
kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik secara klinis maupun statistik,
sebagaimana ditunjukkan/ diterapkan pada dunia yang nyata (the real world). Dokter bekerja di
dunia nyata, bukan dunia maya atau dunia lain. Karena itu keputusan untuk menggunakan/ tidak
menggunakan intervensi perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
(effectiveness) intervensi. Suatu riset yang menemukan efektivitas intervensi, dengan kata lain
intervensi yang efektif ketika diterapkan pada populasi umum (populasi eksternal), maka temuan
riset itu dikatakan memiliki validitas eksternal (external validity). Berdasarkan fakta tersebut
maka dalam praktik EBM,bukti efektivitas (evidence of effectiveness) lebih bernilai daripada
bukti efikasi (evidence of efficacy) (Mathew, 2010).
Dalam melakukan telaah kritis ada beberapa langkah yang diimplementasikan yaitu:
(Glasziou,2009)
18
Allocation or Adjustment: apakah grup yang akan diberikan perlakuan atau
paparan sama?
Measurement: apakah pengukuran dilakukan oleh orang stau subjek yang tidak
memiliki kepentingan didalamnya?
Apakah kita mengetahui kelompok pasien ini Metode harus menjelaskan bagaimana pasien
( lokasi , kriteria inklusi/ eksklusi? ) Idealnya dipilih untuk penelitian
subjek harus berhubungan ( atau kadang acak)
tapi proporsi pasien yang memenuhi syarat
setuju dan setuju terlibat harus diketahui
Pengacakan dengan komputer yang terpusat Metode harus menerangkan bagaimana pasien
adalah ideal dan sering dipakai dalam ditempatkan ke kelompok-kelompok dan
percobaan-percobaan multisenter. Percobaan apakah diacak secara sembunyi atau tidak.
yang lebih kecil mungkin menggunakan orang Penulis harus mendeskripsikan bagaimana
yang tidak terkait penelitian ( misal pegawai proses pengawasan atau jika ada efek
farmasi rumah sakit) untuk menjaga masking( misal plasebo dengan tampilan yang
keamanan pengacakan sama atau terapi palsu)
Jika proses pengacakan dilakukan dengan Hasil harus mempunyai tabel karakteristik
19
baik yaitu dicapai kelompok yang sebanding dasar yang membandingkan kelompok-
maka semua kelompok akan tampak serupa. kelompok yang diacak pada sejumlah variabel
Semakin mirip kelompok-kelompok ini , yang bisa mempengaruhi outcome( usia,
maka semakin baik. Harus ada beberapa faktor risiko dan lain-lain). Jika tidak,
petunjuk apakah perbedaan antara kelompok- mungkin ada deskripsi tentag kesamaan
kelompok ini signifikan secara statistik( misal kelompok dalam paragraf pertama dari bagian
nilai P) hasil.
Selain dari intervensi, pasien dari kelompok Lihat dalam metode tentang protokol
yang berbeda harus diperlakukan persis sama perlakuan yang diikuti untuk setiap kelompok
( misal berkenaan dengan perlakuan tambahan ( seperti jadwal follow up, pengobatan
atau tes , pengukuran tambahan yang diizinkan) dan dalam hasil
untuk informasi lebih lanjut
Kehilangan pada tindak lanjut harus Bagian hasilharus menjelaskan berapa banyak
diminimalisasi- lebih baik kurang dari 20%. pasien yang diacak dan berapa banyak pasien
Pasien juga harus dianalisis dalam grup ini yang benar-benar dimasukkan dalam analisis.
dimana mereka diacak- intention to treat Kadang-kadang dalam bentuk sebuah diagram
analysis alur ( tapi jika tidak, cobalah untuk
menggambar sendiri)
Pengukuran- Apakah subjek dan penilai disamarkan terhadap perlakuan yang diterima
dan atau apakah pengukurannya objektif?
20
Langkah 3: Apa makna hasil penelitian?
Pertanyaan utama yang diajukan harus Judul, abstrak dan paragraf akhir dari
dinyatakan dengan jelas. Paparan seperti pendahuluan biasanya menyatakan pertanyaan
terapi atau tes diagnostik dan outcomes yang dengan jelas. Jika anda masih tidak bisa
dimaksud sering dinyatakan dengan istilah memastikan apa pertanyaan yang terfokus
hubungan yang sederhana setelah membaca bagian ini, carilah artikel
yang lain
...... dan menggunakan pertanyaan untuk mengarahkan pencarian dan pemilihan artikel
yang akan dimasukkan?
Inklusi atau eksklusi penelitian dalam tinjauan Bagian metode harus menjelaskan dengan
sistematik harus jelas didefinisikan detail kriteria inklusi dan eksklusi. Biasanya
sebelumnya. Kriteria kelayakan yang termasuk penjelasan tentang rancangan
digunakan harus menentukan pasien, penelitian
intervensi atau pemaparan dan outcomes yang
dicari. Pada beberapa kasus jenis rancangan
penelitian juga akan menjadi komponen kunci
21
kriteria kelayakan
Titik awal pencarian yang komprehensif dan Bagian metode harus menjelaskan strategi
relevan adalah database bibliografi utama pencarian, termasuk penggunaan istilah,
( yaitu medline, cochrane, embase) juga secara detail. Bagian hasil akan menguraikan
termasuk pencarian daftar referensi dari jumlah judul dan abstrak yang dikaji, jumlah
penelitian yang relevan, menggunakan laporan penelitian yang diambil, dan jumlah
science citation index, kontak dengan ahli, penelitian yang dieksklusi dan alasannya.
terutama untuk menanyakan tentang Informasi ini mungkin ditampilkan dalam
penelitian yang tidak dipublikasikan. gambar atau bagian alur
Pencarian tidak harus dibatasi hanya pada
informasi berbahasa inggris saja. Strategi
pencarian harus memasukkan baik istilah
MeSH maupun kata dalam teks
Penelitian harus dinilai secara independen Bagian metode harus menjelaskan bagaimana
oleh minimal 2 pe-review. Keseluruhan penilaian dilakukan dan oleh siapa. Bagian
kualitas harus sedemikian rupa sehingga hasil harus menyediakan tabel dengan
hasilnya tidak mungkin timbul bias seperti informasi tentang kualitas penelitian dan
kurang pengacakan atau subjek tidak kemungkinan derajat bias
disamarkan
22
SINTESIS- Sudahkah hasilnya disintesis dengan tabel ringkasan dan plot yang tepat?
Hasil penelitian minimal ditampilkan dalam Bagian hasil harus mencakup semua tabel
tabel ringkasan. Jika hasilnya serupa, ringkasan dan plot serta penjelasan dari hasil
mungkin ada hasil meta-analisis dalam bentuk
forest-plot, idealnya termasuk juga analisis
heterogenitas
Idealnya, hasil dari penelitian yang berbeda Bagian hasil harus menyatakan apakah
harus serupa atau homogen. Jika hasilnya heterogen dan membahas alasan
heterogenitas ada maka penulis dapat yang mungkin. Forest plot menunjukkan hasil
menghitung apakah perbedaannya bermakna tes cochran 1 untuk heterogenitas dan
(tes Cochran Q). Alasan terjadinya membahas alasan heterogenitas, jika ada
heterogenitas harus dieksplorasi
Apa ukuran yang digunakan dan seberapa besar efeknya? ( bisakah ini terjadi karena
kebetulan?
Komentar lain
Pasien direkrut idealnya pada awal penyakit, Bagian metode seharusnya menggambarkan
23
disebut “inception cohort”. Pasien seharusnya saat pasien masuk penelitian ( misalnya waktu
mewakili populasi dasar. Pasien dari pusat pertama kali terjadi infark miokard, saat
rujukan tersier kemungkinan mengalami didiagnosis kanker payudara stadium 3).
penyakit yang lebih parah dan prognosis yang Bagian metode seharusnya juga menyediakan
lebih jelek daripada pasien dari pelayanan informasi mengenai rekrutmen pasien,
primer termasuk apakah pasien direkrut dari
puskesmas atau pasien rujukan tersier.
Prognosis akan selalu tergantung pada Lihat pada bagian metode untuk mendapatkan
perlakuan dan karenanya pengobatan awal informasi manajemen kelompok penelitian
dan lanjutan harus disebutkan dengan jelas , selama masa follow up ( misalnya jadwal
dan penilaian ditujukan terhadap follow up, kegiatan, atau paparan yang
kemungkinan dampak perlakuan pada “ diperbolehkan) dan pada bagian hasil untuk
perjalanan alamiah penyakit” ( tanpa informasi lebih lanjut
perlakuan )
Follow up seharusnya cukup lama untuk Bagian hasil seharusnya menjelaskan berapa
mendeteksi outcome tertentu ( misalnya untuk subjek pada masing-masing kelompok
24
outcome kehamilan, 9 bulan; untuk kanker, ( misalnya tabel karakteristik dasar) dari
beberapa tahun). Semua pasien seharusnya di berapa yang sebenarnya masuk dalam
follow up sampai adanya outcome tertentu analisis. Anda perlu membaca bagian hasil
atau terjadi kematian untuk memperjelas makna angka dan alasan
follow up.
Akan sangat ideal jika baik penilai hasil dan Bagian metode seharusnya menjelaskan
subjek tidak mengetahui kelompok penelitian. bagaimana hasil dinilai dan apakah penilai
Jika hasilnya objektif ( misalnya kematian) menyadari kelompok subjek
maka penyamaran kurang penting. Jika
hasilnya subjektif ( misalnya gejala atau
fungsi ) maka penyamaran penilai outcome
sangatlah penting
P-Value
25
terhadap spektrum pasien keseluruhan- informasi bagaimana pasien diambil dan
dengan gangguan ringan, parah, kasus baru apakah diseleksi secara acak atau berurutan.
dan lama. Sangat bagus jika pasien diseleksi Juga memberitahu dari mana pasien berasal
secara acak atau berurutan dari admisi dan apakah mewakili pasien dimana tes akan
sehingga bias seleksi dapat diminimalisasi digunakan
Tes akhir standar baku ( misalnya apakah Bagian metode seharusnya menjelaskan
subjek memiliki penyakit atau tidak ) harus apakah tes akhir standar baku dikenakan
diukur untuk semua subjek. Dalam kasus untuk semua subjek.
dimana tergantung pada periode waktu tindak
lanjut ( lamanya tergantung pada penyakit
yang diteliti ) untuk melihat apakah subjek
benar-benar tidak mengalami penyakit, maka
tindak lanjut ini harus cukup lama untuk
memastikan hasilnya
PENGUKURAN- apakah penilai disamarkan terhadap hasil tes dan atau apakah tes
akhir standar baku bersifat objektif?
Tes standar baku dan tes indeks yang dinilai Bagian metode seharusnya juga
harus dikerjakan pada setiap pasien secara mendeskripsikan pelaksanaan tes dan apakah
independen dan disamarkan. Mereka yang tiap tes dilaksanakan secara independen dan
menginterpretasikan hasil tes harus tidak disamarkan terhadap hasil tes yang lain
mengetahui hasil tes lainnya.
Bagian metode seharusnya mendeskripsikan
Akhirnya makalah ini harus juga menjelaskan pengujian secara rinci
tes indeks dengan lengkap sehingga
memungkinkan replikasi dan interpretasi hasil
Pengukuran Hasil
Sensitivitas( Sn)
26
Spesifisitas ( Sp )
Langkah EBM diawali dengan merumuskan pertanyaan klinis dengan struktur PICO,
diakhiri dengan penerapan bukti intervensi yang memperhatikan aspek PICO – patient,
intervention, comparison, dan outcome. Selain itu, penerapan bukti intervensi perlu
mempertimbangkan kelayakan (feasibility) penerapan bukti di lingkungan praktik klinis.
Patient
1. Apakah pasien yang digunakan dalam penelitian memiliki karakteristik yang sama
dengan pasien di tempat praktik?
2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan maupun kebutuhan
sesungguhnya (real need) pasien?
Bagaimana cara menentukan bahwa suatu intervensi bisa/ tidak bisa diterapkan pada
pasien di tempat praktik? Apakah menggunakan rumus statistik? Perlu diingat bahwa banyak
orang memiliki pandangan yang salah tentang statistik dan berharap terlalu banyak kepada
statistik, seolah semua masalah bisa dan lebih baik jika diselesaikan dengan cara statistik. Cara
berpikir sesat dan tolol tersebut menyebabkan sering kali terjadi statistical misuse, yaitu salah
penggunaan statistik, ataupun statistical abuse, yaitu sengaja menyalahgunakan statistik untuk
suatu niat yang tidak baik, misalnya membohongi pembaca. ini satu hal pasti bahwa tidak ada
resep atau formula statistik yang dapat digunakan untuk menentukan generalizability, yakni
kemampuan penerapan bukti riset kepada masalah pasien di tempat praktik. Dokter perlu
menggunakan pengetahuan yang ada, pertimbangan klinis (clinical judgment) terbaik dan
27
pemikiran logis (logical thinking) untuk menentukan apakah bukti riset tepat untuk diterapkan
pada pasien di tempat praktik (Rothman, 2002).
Sebagai contoh, dokter di Indonesia menulis resep ratusan jenis obat yang efektivitasnya
diuji dalam riset yang dilakukan di negara maju, seperti AS, Kanada, Eropa Barat, Jepang,
Australia, bukan di Indonesia. Hampir tidak ada satupun dari ribuan riset tersebut menggunakan
sampel orang Indonesia, sehingga sampel yang digunakan ―tidak merepresentasikan‖ populasi
Indonesia. Tetapi faktanya, semua dokter di Indonesia memberikan obat tersebut untuk pasien
Indonesia. Jadi salahkah praktik yang dilakukan semua dokter di Indonesia ketika memberikan
obat kepada pasien? Jika efektivitas semua obat tersebut valid secara internal untuk orang
Amerika, bisakah kesimpulan tersebut diekstrapolasi kepada orang Indonesia (populasi
eksternal)? Tidak ada rumus statistik untuk menentukan generalizability. Tetapi pengetahuan
yang ada, pertimbangan klinis dan pemikiran logis bisa mengatakan tidak ada hubungan antara
ras dan warna kulit dengan efektivitas obat. Karena itu perbedaan ras dan warna kulit tidak
menghalangi perluasan kesimpulan efektivitas obat-obat tersebut ketika digunakan pada pasien
orang Indonesia.
Intervention
Tiga pertanyaan perlu dijawab terkait intervensi sebelum diberikan kepada pasien:
Efektivitas (effectiveness) adalah “the quality of being able to bring about an effect”, atau
“producing a decided or decisive effect”. Efektivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan
efek yang diinginkan. Intervensi yang rasional untuk digunakan adalah intervensi yang
efektivitasnya didukung oleh bukti yang valid, memberikan perbaikan klinis secara substansial
(clinically significant), menunjukkan konsistensi hasil (statistically significant), dan dapat
diterapkan (applicable). Efektivitas berbeda dengan efikasi. Efektivitas lebih realistis daripada
efikasi. Intervensi yang menunjukkan efektivitas memiliki kemungkinan lebih besar untuk bisa
diterapkan pada pasien di tempat praktik klinis daripada intervensi yang menunjukkan efikasi.
28
Comparison
Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang aspek perbandingan untuk menerapkan bukti:
1. Apakah terdapat kesesuaian antara pembanding/ alternatif yang digunakan oleh peneliti
dan pembanding/ alternatif yang dihadapi klinisi pada pasien di tempat praktik?
Outcome
2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
sesungguhnya (real need) pasien?
3. Apakah pasien memandang manfaat dari intervensi lebih penting daripada kerugian yang
diakibatkannya?
Prinsip EBM, hasil yang diharapkan dari suatu intervensi adalah hasil yang berorientasi
pada pasien. Pengambilan keputusan klinis harus memperhatikan nilai-nilai dan ekspektasi
pasien. Menerapkan bukti riset terbaik dengan mengabaikan nilai-nilai dan preferensi pasien
29
dapat menyebabkan lebih banyak mudarat (harm) daripada manfaat (benefit, utility) kepada
pasien.
Contoh, pemberian kemoterapi yang agresif untuk melawan kanker harus memperhatikan
preferensi dan toleransi pasien terhadap ketidaknyamanan, kerugian (harm), ketidakpastian hasil,
dan biaya penggunaan kemoterapi tersebut. Meskipun bukti menunjukkan, pemberian
kemoterapi agresif pada suatu kanker bisa memperpanjang hidup pasien tiga bulan lebih lama,
penerapan kemoterapi tergantung dari preferensi pasien untuk memilih antara waktu hidup yang
lebih lama atau menghindari penderitaan dan kerugian akibat kemoterapi itu.
Kelayakan
Lima pertanyaan perlu dijawab berkaitan dengan kelayakan (feasibility) intervensi yang akan
diberikan kepada pasien:
4. Jika intervensi tersedia di lingkungan pasien/ di tempat praktik, apakah intervensi terjangkau
secara finansial (affordable)?
5. Apakah konteks sosial-kultural pasien menerima penggunaan intervensi yang akan diberikan
kepada pasien?
Kelayakan (feasibility) adalah “the quality of being doable” atau “capable of being done
with means at hand and circumstances as they are”. Kelayakan menunjukkan sejauh mana
intervensi bisa dilakukan dengan metode yang ada dan pada lingkungan yang diperlukan.
Meskipun sebuah intervensi efektif, tepat (appropriate) untuk diterapkan kepada individu pasien,
sesuai dengan kebutuhan pasien, penerapan intervensi tergantung dari kelayakan, yaitu
ketersediaan sumber daya di lingkungan praktik klinis.
30
Contoh, sebuah intervensi terbukti efektif, memberikan lebih banyak manfaat daripada
mudarat, dan secara sosio-kultural diterima oleh pasien. Tetapi intervensi tidak tersedia di
lingkungan pasien, atau tersedia tetapi pasien tidak mampu membayar biaya intervensi.
Intervensi tersebut tentu tidak fisibel untuk dilakukan. Intervensi fisibel untuk dilakukan jika
terdapat pihak ketiga yang membayar biaya pelayanan medis, misalnya Jamkesmas.
Menerapkan EBM ke dalam praktik klinis merupakan proses berdaur ulang, terdiri atas
sejumlah langkah EBM. Penerapan masing-masing langkah EBM membutuhkan berbagai
kompetensi yang berbeda, yang menentukan keberhasilan implementasi EBM. Langkah 1 EBM
memerlukan pengetahuan untuk merumuskan pertanyaan dengan struktur PICO. Langkah 2
memerlukan pengetahuan dan keterampilan untuk menelusuri literatur pada aneka database hasil-
hasil riset pada web. Langkah 3 memerlukan pengetahuan dan keterampilan epidemiologi dan
biostatistik untuk menilai kritis validitas, kepentingan, dan kemampuan penerapan bukti.
Langkah 4 memerlukan pengetahuan dan keterampilan mensintesis bukti-bukti untuk
pengambilan keputusan klinis pada pasien. Langkah 5 memerlukan keterampilan untuk
mengevaluasi kinerja penerapan bukti pada pasien (Price, 2000; Ilic, 2009).
31
Kinerja penerapan EBM perlu dievaluasi, terdiri atas tiga kegiatan sebagai berikut
(Hollowing dan Jarvik, 2007).
Dalam audit klinis dilakukan kajian (disebut audit) pelayanan yang telah diberikan, untuk
dievaluasi apakah terdapat kesesuaian antara pelayanan yang sedang/ telah diberikan (being
done) dengan kriteria yang sudah ditetapkan dan harus dilakukan (should be done). Jika belum/
tidak dilakukan, maka audit klinis memberikan saran kerangka kerja yang dibutuhkan agar bisa
dilakukan upaya perbaikan pelayanan pasien dan perbaikan klinis pasien. Ketiga,
mengidentifikasi area riset di masa mendatang. Kendala dalam penerapan EBM merupakan
masalah penelitian untuk perbaikan implementasi EBM di masa mendatang.
Hasil evaluasi kinerja implementasi EBM berguna untuk memperbaiki penerapan EBM,
agar penerapan EBM di masa mendatang menjadi lebih baik, efektif, dan efisien. Jadi langkah-
langkah EBM sesungguhnya merupakan fondasi bagi program perbaikan kualitas pelayanan
kesehatan yang berkelanjutan (continuous quality improvement) (Ilic, 2009).
32
Daftar Pustaka
BMJ Evidence Center (2010). About evidence-based medicine. group.bmj.com. Diakses 13 Desember 2010.
Fletcher, R. H., Fletcher, S. W., & Fletcher, G. S. (2012). Clinical epidemiology: the essentials. Lippincott Williams
& Wilkins.
Glasziou, P. P., Del Mar, C., & Salisbury, J. (2009). Evidence-based practice workbook. John Wiley & Sons.
Halsey NA, Hyman SL, the Conference Writing Panel (2001).Measles-Mumps-Rubella vaccine and autistic
spectrum disorder: Report from the new challenges in childhood immunizations conference convened in Oak
Brook, Illinois, June 12-13, 2000.
Harris, M., & Taylor, G. (2014). Medical statistics made easy. Scion Publications.
Hawkins RC (2005). The evidence based medicine approach to diagnostic testing: practicalities and limitations. Clin
Biochem Rev, 26: 7-18.
Hawkins, G., McMahon, A. D., Twaddle, S., Wood, S. F., Ford, I., & Thomson, N. C. (2003). Stepping down
inhaled corticosteroids in asthma: randomised controlled trial. BMj, 326(7399), 1115.
Henderson-Smart DJ, Steer PA (2000). Doxapram versus methylxanthine for apnea in preterm infants. Cochrane
Database of Systematic Reviews 2000, Issue 4. Art. No.: CD000075. DOI: 10.1002/14651858.CD000075
Ilic D, O'Connor D, Green S, Wilt TJ (2006). Screening for prostate cancer. Cochrane Database of Systematic
Reviews 2006, Issue 3. Art. No.: CD004720. DOI: 10.1002/14651858.CD004720.pub2
Irlam JH, Visser MME, Rollins NN, Siegfried N (2010). Micronutrient supplementation in children and adults with
HIV infection. Cochrane Database of Systematic Reviews 2010, Issue 12. Art. No.: CD003650. DOI:
10.1002/14651858.CD003650.pub3
Kalaivani, M., Amudhan, S., Upadhyay, A. D., & Kamal, V. K. (2017). Biostatistics. In Essentials of
Neuroanesthesia (pp. 975-995). Academic Press.
Kaura, A. (2013). Crash course evidence-based medicine: reading and writing medical papers-e-Book. Elsevier
Health Sciences.
33
Kusuma W. (2011). Di https://www.slideshare.net/f1smed/uji-statistik. Diakses 9 April 2014.
Mahajan, B. K., & Lal, S. (2016). Methods in biostatistics for medical students and research workers. Indian
Journal of Community Medicine, 24(03), 140.
Mann, C. J. (2003). Observational research methods. Research design II: cohort, cross sectional, and case-control
studies. Emergency medicine journal, 20(1), 54-60.
Mathew JL (2010). Beneath, behind, besides and beyond evidence-based medicine. Indian Pediatrics, 47: 225-227
Montori, VM, Guyatt GH (2008). Progress in evidence-based medicine. JAMA. 300 (15): 1814-16
Murti,B., 2009, Introduction to Evidence Based Medicine, Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta.
Price CP (2000). Evidence-based laboratory medicine: Supporting decision-making. Clinical Chemistry, 46(8):
1041-50
Sacket D.L, Richardson W.S, Rosenberg W.M.C, Haynes R.B., 2000. Evidence based medicine: How to practice
and teach Evidence based medicine. Churchill Livingstone. Edinburgh.
Sackett DL, Rosenberg WM (1995). The need for evidence-based medicine. J R Soc Med;88:620-624
Sackett DL, Straus SE, Richardson WS, Rosenberg WM, Haynes B (2000). Evidence based medicine: how to
practice and teach EBM. (2nd ed.) Toronto: Churchill Livingstone
Siswosudarmo R., 2015, Pendekatan Praktis Penelitian Epidemiologi Klinis dan Aplikasi SPSS Untuk Analisis
Statistika, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
Smith CA, Hay PPJ, MacPherson H (2010). Acupuncture for depression. Cochrane Database of Systematic Reviews
2010, Issue 1. Art. No.: CD004046. DOI: 10.1002/14651858. CD004046.pub3
Straus, S. E., Glasziou, P., Richardson, W. S., & Haynes, R. B. (2018). Evidence-Based Medicine E-Book: How to
Practice and Teach EBM. Elsevier Health Sciences.
34