Nim : 201920461011099
2020
MANAJEMEN KRISIS
I. Definisi
Krisis adalah : Reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat kemampuan
menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respon kopingnya tidak adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan psikologis (Isaacs Aan,279:2005). Menurut Maramis
(1994) krisis adalah suatu keadaan yang mendadak yang menimbulkan stress baik pada
individu atau kelompok. Krisis adalah Suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba
dalam kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme koping individu
tersebut tidak dapat memecahkan masalah.
Suatu konflik atau ganggaun internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan
stress dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu (Stuart Sundeen,1991). Manajemen krisis atau
intervensi krisis adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa krisis, dimana masalah
yang membutuhkan penanganan yang cepat dapat segera diselesaikan dan keseimbangan psikis dapat
dipulihkan. Selama krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu, koping yang biasa digunakan tidak
efektif lagi dan terjadi peningkatan kecemasan.
II. Jenis krisis
1. Krisis maturasi / krisis perkembangan
Dipicu oleh stressor normal dalam proses perkembangan. Terjadi pada masa transisi proses
pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap perkembangan tergantung pada tahap sebelumnya,
setiap tahap perkembangan merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat menyelesaikan
tugas perkembangan Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalkan rumah,menjadi
orang tua, pensiun dll.
2. Krisis situasional
Merupakan respon terhadap peristiwa traumatic yang tiba-tiba dan tidak dapat dihindari yang
mempunyai pengaruh besar terhadap peran dan identitas seseorang. Cenderung mengikuti proses
kehilangan, seperti kehilangan pekerjaan, putus sekolah, putus cinta, penyakit terminal,
kehamilan/kelahiran yang tidak diinginkan. Respon yang biasa mucul terhadap kehilangan adalah
depresi. Kesulitan dalam beradaptasi dengan krisis situasional ini berhubungan dengan kondisi
dimana seseorang sedang berjuang menyelesaikan krisis perkembangan.
3. Krisis social
Krisis yang terjadi di luar kemampuan individu. Adanya situasi yang diakibatkan kehilangan
multiple dan perubahan lingkungan yang luas Contoh : terorisme, kebakaran, gempa bumi, banjir,
perang.
Krisis kesehatan jiwa dapat berupa mendesak atau darurat
Mendesak Darurat
Definisi Onset akut dari perilaku tidak Onset akut dari kondisi
menimbulkan resiko berbahaya yang menjadi nyata dengan
segera, namun jika dibiarkan dapat kemungkinan secara
berakibat buruk hingga menjadi langsung dan signifikan
kegawatan kesehatan jiwa atau terjadi kejadian yang
menyebabkan seseorang menjadi berbahaya bagi diri sendiri
sulit untuk dikendalikan dan tidak dan orang lain
mampu melakukan apapun tanpa
bantuan
(Sheila, 2008).
III. Kriteria Fase-fase Gangguan Jiwa
1. Pengkajian
1) Apakah pasien mempunyai ide untuk bunuh diri atau pulang paksa karena
keinginan diri sendiri yang kuat, bukan resiko perilaku kekerasan? Ya/Tidak
(jika Ya, termasuk dalam kategori krisis)
2) Apakah ada ide/keinginan untuk mencederai diri sendiri atau orang lain?
a. Tidak ada (o)
b. Risiko kecil
Pasien memiliki ide tersebut tapi masih bisa
mengendalikan
Menunjukkan halusinasi tingkat 1-2 (16)
Menunjukan perilaku kekerasan tingkat 3-4
c. Resiko besar
Pasien memiliki ide (34) tidak mampu mengendalikan,
Tapi belum melakukan
Halusinasi tingkat 3-4
d. Aktual: sedang melakukan ide tersebut maksimal 3 hari sebelumnya (50)
3) Bagaimana respon klien terhadap komunikasi
a. Ada respon sesuai dan lancar (0)
b. Ada respon sesuai tetapi tidak lancar (14)
c. Ada respon tetapi tidak sesuai (26)
d. Tidak ada respon, pasien tidak mampu menjawab atau tidak sadar (40)
4) Bagaimana interaksi sosial pasien
a. Bersedia interaksi atau terlibat dalam satu kelompok besar (0)
b. Bersedia interaksi dengan lebih dari 1 orang (5)
c. Bersedia interaksi hanya dengan 1 orang (10)
d. Tidak bersedia interaksi atau tidak mampu (15)
5) Bagaimana tidur atau istirahat pasien
a. Tenang (0)
b. Dapat tidur tapi perlu intervensi keperawatan (3)
c. Tidak dapat tidur, perlu intervensi keperawatan atau farmakologi (7)
d. Gangguan tidur berat atau pasien tidak sadar (10)
6) Bagaimana respon pasien terhadap pangobatan atau injeksi?
a. Aktif berpartisifasi dengan hanya mengikuti 1x pengarahan (0)
b. Berpartisipasi dengan intervensi 1 orang tenkes atau keluarga (3)
c. Berpartisipasi dengan intervensi lebih dari 1 orang tenkes atau keluarga (7)
d. Menolak pengobatan (10)
7) Bagaimana respon pasien dengan aktivitas yang terjadwal?
a. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai dengan yang diharapkan (0)
b. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai yang diharapkan tetapi lebih
dari 1x pengarahan dan motivasi (3)
c. Mengikuti jadwal, tapi rentang waktu lebih lama dari yang diharapkan, dan
dengan lebih dari 1x pengarahan dan motivasi (7)
d. Tidak mampu mengikuti pengarahan (10)
V. Kegawatdaruratan Psikiatri
Gerald Caplan (1964), pelopor dalam bidang intervensi krisis, mengidentifikasi empat
fase krisis yang dapat diprediksi:
c. Krisis
Individu memperluas pencarian sumber daya yang bermanfaat dalam upaya untuk
meringankan ketidaknyamanan psikologis, menarik semua sumber daya yang
tersedia. Ketika semua upaya gagal, kecemasan meningkat ke tingkat yang parah
dan kemudian panik, dan orang tersebut memobilisasi perilaku bantuan otomatis
(melarikan diri atau berkelahi). Pada titik ini, beberapa orang mungkin mencari
bantuan dari para profesional untuk kemungkinan jawaban dan resolusi. Beberapa
bentuk resolusi dapat dibuat, seperti mendefinisikan kembali masalah,
menyerangnya dari sudut pandang baru, dan mencoba lagi untuk menemukan solusi.
Jika metode baru berhasil, krisis akan menyelesaikan dan orang tersebut akan
kembali ke tingkat fungsional yang mungkin sama, lebih tinggi, atau lebih rendah
dari sebelumnya.
d. Disorganisasi Kepribadian
Jika masalah tidak terselesaikan pada fase kedua atau ketiga dan keterampilan
koping baru tidak efektif, kecemasan mungkin meliputi individu dan menyebabkan
kepanikan atau keputusasaan, ciri khas fase ini. Disorganisasi yang serius,
kebingungan, depresi, kemungkinan pemikiran psikotik, atau kekerasan terhadap
diri sendiri atau orang lain mungkin ada, dan pada titik inilah dukungan eksternal
menjadi perlu (Swan & Hamilton, 2017)
a. Kehadiran penyakit bersamaan, cedera, gizi buruk, sakit kronis, kurang tidur
b. Kehadiran peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.
c. Sikap negatif tentang kemampuan untuk mengatasi masalah/tekanan.
d. Kurangnya kesadaran emosional.
e. Kurangnya dukungan sosial.
f. Pandangan pesimistis.
g. Sejarah keterampilan koping yang buruk.
h. Tantangan perkembangan atau fisik.
i. Sejarah penyalahgunaan zat.
j. Penyakit mental atau kondisi medis lain (National Alliance on Mental Illness/NAMI,
2016).
X. Proses Terjadinya Krisis
Stressor
Keseimbangan
terganggu
Faktor-faktor
penyeimbang:
Persepsi
Situasi
Mekanisme koping
Berhasil Gagal
Krisis Krisis
Terselesaikan
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya pada fase-fase
tumbuh kembang akan memengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi stres yang terjadi di hidupnya. Setiap fase, individu
mengalami krisis yang lazim disebut krisis maturasi.
Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi yang dapat
mempengaruhi keseimbangan psikologi, seperti pada masa pubertas, masa
perkawinan, dll.
Krisis maturasi memerlukan perubahan peran yang dipengaruhi oleh
contoh peran yang memadai, sumber interpersonal, tingkat penerima orang
lain terhadap peran baru
b. Faktor presipitasi
Mengidentifikasi faktor pencetus termasuk kebutuhan yang terancam
Mengidentifikasi persepsi klien terhadap kejadian
- Persepsi terhadap kejadian menimbulkan krisis, termasuk pokok
pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut
- Makna kejadian terhadap individu
- Pengaruh kejadian terhadap masa depan
Mengidentifikasi sifat dari kekuatan sistem pendukung (keluarga, sahabat,
dan orang penting bagi klien)
- Dengan siapa klien tinggal
- Apakah punya tempat mengeluh
- Apakah punya keterampilan untuk mengganti fungsi yang hilang
Mengidentifikasi kekuatan dan mekanisme koping yang lalu, termasuk
strategi koping yang berhasil dan yang tidak berhasil
c. Perasaan
Perasaan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri, keinginan
merusak diri sendiri dan orang lain
Perasaan diasingkan oleh lingkungannya
Kadang-kadang menunjukkan gejala somatik
Analisis
Analisis persepsi unik klien terhadap krisis dan kejadian pencetusnya.
Analisis keadekuatan faktor penyeimbang dan tingkat dukungan pribadi, social dan
lingkungan klien.
Analisis sejauh mana orang lain terpengaruh oleh krisis, seperti keluarga klien, jaringan kerja
sosial, dan masyarakat.
2. Diagnosis Keperawatan
Tentukan diagnosa keperawatan spesifik untuk klien, keluarga, masyarakat, atau gabungan
dari itu, namun tidak terbatas pada yang berikut ini :
Gangguan citra tubuh
Ketegangan peran pemberi asuhan
Koping komunitas tidak efektif
Koping individu tidak efektif
Penyangkalan tidak efektif
Koping keluarga : potensi untuk pertumbuhan
Disfungsi berduka
Respon pasca trauma
Ketidakberdayaan
Sindrom trauma perkosaan
Perubahan kinerja peran
Distres spiritual
Resiko kekerasan pada diri sendiri /orang lain
3. Perencanaan dan Identifikasi Hasil
1) Bantu klien, keluarga, masyarakat, atau gabungan dari itu, dalam menetapkan tujuan jangka
pendek yang realistis untuk pemulihan seperti sebelum krisis.
2) Tentukan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, keluarga, masyarakat, atau gabungan dari
itu. Individu yang mengalami krisis akan :
Mengungkapkan secara verbal arti dari situasi krisis
Mendiskusikan pilihan-pilihan yang ada untuk mengatasinya
Mengidentifikasi sumber daya yang ada yang dapat memberikan bantuan
Memilih strategi koping dalam menghadapi krisis
Mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi krisis.
Menjaga keselamatan bila situasi memburuk
4. Implementasi
1) Bentuk hubungan dengan mendengarkan secara aktif dan menggunakan respon empati.
2) Anjurkan klien untuk mendiskusikan situasi krisis dengan jelas, dan bantu kien mengutarakan
pikiran dan perasaannya.
3) Dukung kelebihan klien dan penggunaan tindakan koping.
4) Gunakan pendekatan pemecahan masalah.
5) Lakukan intervensi untuk mencegah rencana menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
Kenali tanda-tanda bahaya akan adanya kekerasan terhadap diri sendiri (mis ;klien
secara langsung mengatakan akan melakukan bunuh diri, menyatakan secara tidak
langsung bahwa ia merasa kalau orang lain akan lebih baik jika ia tidak ada, atau adanya
tanda-tanda depresi)
Lakukan pengkajian tentang kemungkinan bunuh diri
Singkirkan semua benda yang membahayakan dari tempat atau sekitar klien.
Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan jiwa untuk menentukan apakah hospitalisasi
perlu dilakukan atau tidak.
Implementasi untuk klien yang marah atau melakukan kekerasan
1) Lakukan intervensi dini untuk mencegah klien melakukan kekerasan terhadap orang lain.
Kenali tanda-tanda verbal adanya peningkatan rasa marah (mis; berteriak,berbicara cepat,
menuntut perhatian, pernyataan-pernyataan agresif)
Kenali tanda-tanda non verbal adanya peningkatan rasa marah (mis;rahang dikencangkan,
postur tubuh menegang, tangan dikepalkan, berjalan mondar-mandir).
2) Lakukan beberapa tindakan untuk mengurangi kemarahan klien.
Jawab pertanyaan dan tuntutan klien dengan informasi faktual dan sikap yang mendukung
serta meyakinkan.
Berikan respon terhadap ansietas, marah dan frustasi yang dirasakannya. Sebagai contoh :
Perawat dapat mengatakan ”Tampaknya Anda merasa frustasi karena tidak
dapat pulang ke rumah sesuai keinginan Anda.”
Biarkan klien mengeluarkan kemarahannya secara verbal, tunjukan bahwa perawat
menerima kemarahan yang diperlihatkannya.
Jangan membela atau membenarkan perilaku anda sendiri ataupun perilaku orang lain.
(mis., anggota tim pengobatan, kebijakan Rumah Sakit).
Pantau bahasa tubuh anda sendiri, gunakan postur yang rileks dengan kedua tangan
bergantung santai disamping tubuh. Berikan kontrol pada klien terhadap situasi masalah
dengan menawarkan solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah.
3) Berespons terhadap perilaku klien
Lindungi diri anda sendiri dengan berdiri diantara klien dan pintu keluar sehingga
memungkinkan anda mudah untuk melarikan diri
Lindungi orang lain dengan menginstruksikan mereka untuk meninggalkan tempat
Ikuti protokol lembaga, gunakan kode khusus untuk menghadapi kekerasan jika ada.
4) Gunakan prinsip-prinsip penatalaksanaan kode kekerasan bila diperlukan (mis.,bila klien
mengancam akan melukai, klien yang lain atau anggota staf atau jika klien melempar barang-
barang atau merusak perabotan).
Pastikan untuk dilakukannya unjuk kekuatan (minimal lima staf).
Tugaskan satu anggota tim sebagai ketua, yang akan berinteraksi dengan klien dan arahkan
respons tim.
Ketua tim berdiri di depan, sedangkan yang lain berdiri di belakangnya dalam dua atau tiga
barisan.
Bila diperlukan restrain fisik, ketua tim akan memutuskan siapa yang akan memegang kaki
dan tangan, dan siapa yang akan memegang kepala (agar tidak digigit).
Tim bertindak sebagai satu kesatuan dan melakukan penaklukan yang lancar dan tenang.
Lakukan latihan dimana jika teknik-teknik ini dilakukan dapat memastikan keamanan dan
menghindarkan klien dan staf dari cedera.
5. Evaluasi hasil
Perawat menggunakan kriteria hasil yang spesifik dalam menentukan efektifitas
implementasi keperawatan. Keselamatan klien, keluarga, dan masyarakat dapat dipertahankan
sebagai hasil dari intervensi yang adekuat terhadap ekspresi perilaku yang tidak terkendali. Klien
mengidentifikasi hubungan antara stresor dengan gejala yang dialami selama krisis. Klien
mengevaluasi solusi yang mungkin dilakukan untuk mengatasi krisis. klien memilih berbagai
pilihan solusi. Klien kembali ke keadaan sebelum krisis atau memperbaiki situasi atau perilaku.
Hal yang perlu dievaluasi (Issacs, 2004) :
a. Klien dapat menjalankan fungsinya kembali seperti sebelum terjadi krisis
b. Perilaku maladaptif atau gejala yang ditunjukkan oleh klien berkurang
c. Klien dapat menggunakan mekanisme koping adaptif
d. Klien mempunyai sistem pendukung untuk membantu koping terhadap krisis
yang akan datang (Issacs, 2004)
6. Pohon Masalah
Core Problem
Kekacauan neuro
transmitter
Stimulus internal
Isolasi sosial
Harga diri
rendah
Koping individu
tidak efektif
Faktor predisposisi: Faktor presipitasi:
No Pasien Keluarga
.
1 Bina hubungan saling percaya Bina hubungan saling percaya
Mengucapkan salam Mengucapkan salam
Memperkenalkan diri Memperkenalkan diri
Menanyakan nama pasien Menanyakan nama keluarga pasien
Menjelaskan tujuan pertemuan Menjelaskan tujuan pertemuan
Melakukan kontrak waktu, tempat, Melakukan kontrak waktu, tempat,
tujuan, dan orang tujuan, dan orang
2 Pasien mendapatkan rasa aman dan Pasien mendapatkan rasa aman dan
nyaman nyaman
Menjelaskan alasan pasien berada Menjelaskan alasan pasien berada
diruangan isolasi diruangan isolasi
Menjelaskan kepada pasien alasan Menjelaskan kepada pasien alasan
difiksasi difiksasi
Menjelaskan kepada pasien syarat- Menjelaskan kepada pasien syarat-
syarat jika fiksasi dilepas syarat jika fiksasi dilepas
3 Mendapatkan terapi yang adekuat Mendapatkan terapi yang adekuat
Menjelaskan 8 benar (benar obat, Menjelaskan 8 benar (benar obat,
benar pasien, benar dosis, benar benar pasien, benar dosis, benar
rute, benar waktu, benar efek rute, benar waktu, benar efek
samping, benar edukasi, benar samping, benar edukasi, benar
dokumentasi) dokumentasi)
Menjelaskan manfaat dan efek Menjelaskan manfaat dan efek
samping obat samping obat
4 Klien dapat memenuhi kebutuhan Klien dapat memenuhi kebutuhan
ADL ADL
Identifikasi kebutuhan yang belum Identifikasi kebutuhan yang belum
terpenuhi terpenuhi
Membantu pasien memenuhi Membantu pasien memenuhi
kebutuhannya kebutuhannya
(Budi, 2005).
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak gelisah, mata melotot, berbicara dengan suara tinggi, tangan mengepal,
dan klien terfiksasi diatas tempat tidur
2. Diagnosa Keperawatan
Manajemen Krisis
3. Tujuan Keperawatan
Pasien dapat membina hubungan saling percaya
Pasien dapat tercipta rasa aman dan nyaman
Pasien mendapatkan terapi yang adekuat
Pasien dapat memenuhi kebutuhan ADL
4. Tindakan Keperawatan
Menyapa pasien dengan baik dan ramah
Memperkenalkan diri kepada pasien
Menanyakan perasaan pasien hari ini
Menjelaskan tujuan pertemuan kepada pasien
Melakukan kontrak waktu dan tempat
Menjelaskan alasan pasien di tempatkan diruang isolasi
Menjelaskan alasan pasien di fiksasi
Menjelaskan kapan ikatan akan dilepaskan
Menjelaskan pemberian obat dengan cara 7 B (pasien, nama, dosis, tempat, waktu,
edukasi, dokumentasi)
Menjelaskan kegiatan ADL yang belum terpenuhi
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum mbak/mas, perkenalkan nama saya Anisa Rizky Aulia. Nama
Panggilan saya Anisa. Saya mahasiswa praktek dari UMM”.
“Mbak/mas namanya siapa?, nama panggilan siapa mbak/mas?
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan mbak/mas hari ini?
“Apa mbak/mas masih ingat kenapa mbak/mas diikat ini?
c. Kontrak
2. Fase Kerja
“Sekarang kita berbincang-bincang sebentar ya mbak/mas. tujuan saya disini bukan
untuk mengganggu mbak/mas, tapi untuk membantu mbak/mas. mbak/mas boleh
bercerita apa saja ke saya.
“Mbak/mas aman dengan saya disini, mbak/mas bisa bercerita dengan saya jika
mbak/mas berkenan saya akan mendengarkan curahan hati mbak/mas.
“Mbak/mas tau gak, kenapa mbak/mas diikat?
“iya mbak/mas sementara ini harus diikat karena kamaren mbak/mas ngamuk-ngamuk
dan gelisah,. Nanti kalau mbak/mas sudah tenang, tidak ngamuk-ngamuk, tidak
gelisah, ikatannya ini akan dilepaskan”.”
“Mbak/mas udah makan belum?”
“Mbak/mas harus makan teratur biar bisa cepet pulang”,
“nanti kalau ikatannya sudah boleh dilepas, mbak/mas harus segera mandi, ganti
bajunya ya”
“mbak/mas harus nurut sama perawat, kalau waktunya makan harus makan, waktunya
minum obat harus minum obat. Biar cepet sembuh dan talinya bisa segera dilepaskan.
“mau gak kalau talinya dilepas, makanya mbak/mas harus nurut dengan perawat.
Insyallah kita disini akan berusaha membantu merawat mbak/mas agar segera cepat
sembuh”.
3. Fase Terminasi
a. Fase Subjektif
“Bagaimana perasaan mbak/mas setelah berbincang-bincang tentang alasan
mbak/mas diikat?
“Bagaimana perasaan mbak/mas setelah berkenalan dengan saya?
b. Fase Objektif
“Mbak/mas masih ingat gak tentang apa yang sudah saya sampaikan?
“Coba jelaskan kenapa mbak/mas sekarang diikat?
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jadi kita telah berbincang-bincang, harapannya mbak/mas memahami kenapa
mbak/mas sekarang diikat”.
d. Kontrak yang Akan Datang
Topik : “Bagaimana kalau besok bertemu lagi dengan saya mbak/mas?
Waktu : Kira-kira jam 09.00 wib
Tempat : “Bagaimana kalau berbincang-bincangnya dikamar mbak/mas
ini saja?
“Apa mbak/mas bersedia?
“Baik, kalau begitu saya pamit dulu, terima kasih.
“Wassalamualaikum..”.
DAFTAR PUSTAKA
Lilik.M.A, Imam.Z, Amar.A. (2016) Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa : Yogyakarta :
Indomedika Pustaka
Issacs. (2004). Panduan Belajar Keperawatan Jiwa dan Psikiatri Edisi 3. Jakarta: EGC