Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PASIEN DENGAN MANAJEMEN KRISIS

Di Ruang 23 Psikiatri RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Oleh : Fahrizal Muharram

Nim : 201920461011099

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
MANAJEMEN KRISIS
I. Definisi
Krisis adalah : Reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat kemampuan
menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respon kopingnya tidak adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan psikologis (Isaacs Aan,279:2005). Menurut Maramis
(1994) krisis adalah suatu keadaan yang mendadak yang menimbulkan stress baik pada
individu atau kelompok. Krisis adalah Suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba
dalam kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme koping individu
tersebut tidak dapat memecahkan masalah.
Suatu konflik atau ganggaun internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan
stress dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu (Stuart Sundeen,1991). Manajemen krisis atau
intervensi krisis adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa krisis, dimana masalah
yang membutuhkan penanganan yang cepat dapat segera diselesaikan dan keseimbangan psikis dapat
dipulihkan. Selama krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu, koping yang biasa digunakan tidak
efektif lagi dan terjadi peningkatan kecemasan.
II. Jenis krisis
1. Krisis maturasi / krisis perkembangan
Dipicu oleh stressor normal dalam proses perkembangan. Terjadi pada masa transisi proses
pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap perkembangan tergantung pada tahap sebelumnya,
setiap tahap perkembangan merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat menyelesaikan
tugas perkembangan Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalkan rumah,menjadi
orang tua, pensiun dll.
2. Krisis situasional
Merupakan respon terhadap peristiwa traumatic yang tiba-tiba dan tidak dapat dihindari yang
mempunyai pengaruh besar terhadap peran dan identitas seseorang. Cenderung mengikuti proses
kehilangan, seperti kehilangan pekerjaan, putus sekolah, putus cinta, penyakit terminal,
kehamilan/kelahiran yang tidak diinginkan. Respon yang biasa mucul terhadap kehilangan adalah
depresi. Kesulitan dalam beradaptasi dengan krisis situasional ini berhubungan dengan kondisi
dimana seseorang sedang berjuang menyelesaikan krisis perkembangan.
3. Krisis social
Krisis yang terjadi di luar kemampuan individu. Adanya situasi yang diakibatkan kehilangan
multiple dan perubahan lingkungan yang luas Contoh : terorisme, kebakaran, gempa bumi, banjir,
perang.
Krisis kesehatan jiwa dapat berupa mendesak atau darurat

Mendesak Darurat

Definisi Onset akut dari perilaku tidak Onset akut dari kondisi
menimbulkan resiko berbahaya yang menjadi nyata dengan
segera, namun jika dibiarkan dapat kemungkinan secara
berakibat buruk hingga menjadi langsung dan signifikan
kegawatan kesehatan jiwa atau terjadi kejadian yang
menyebabkan seseorang menjadi berbahaya bagi diri sendiri
sulit untuk dikendalikan dan tidak dan orang lain
mampu melakukan apapun tanpa
bantuan

Respon Membutuhkan perhatian namun Membutuhkan tindakan


bukan merupakan kegawatan yang segera
mengancam nyawa

Contoh Ingin bunuh diri, intoksikasi, Bunuh diri yang akan


sikap perilaku yang aneh, agitasi akut, segera terjadi, intoksikasi
respon pasca trauma atau serangan obat-obatan, perilaku yang
kejam atau mengancam
orang lain

Tindakan Melakukan pengkajian fisik dan Melakukan pengkajian dan


tenaga status mental, serta menentukan intervensi
kesehatan tindakan yang tepat

(Sheila, 2008).
III. Kriteria Fase-fase Gangguan Jiwa

1. Kriteria Fase Krisis


a. Ada ide bunuh diri
b. Aktual sedangkan melakukan ide tersebut atau telah melakukan ide tersebut
maksimal 3 hari sebelumnya
c. Tidak ada respon dalam komunikasi, pasien tidak mampu menjawab atau tidak
sadar
d. Tidak tersedia atau tidak mampu berinteraksi
e. Mencoba untuk melakukan ADL secara mandiri
f. Gangguan tidur berat atau pasien tidak sadar
g. Menolak pengobatan
h. Tidak mampu mengikuti pengarahan terhadap aktivitas yang terjadwal
2. Kriteria Fase Akut
a. Resiko besar, pasien memiliki ide tersebut tetapi belum melakukannya atau pasien
dengan resiko perilaku kekerasan tingkat 3-4 dan tidak mampu
mengendalikannya, tetapi juga belum melakukan tindakan kekerasan
b. Ada respon komunikasi, tetapi tidak sesuai
c. Bersedia interaksi sosial hanya dengan satu orang
d. Perlu bantuan dalam melakukan ADL
e. Tidak dapat tidur dan kadang perlu intervensi keperawatan atau farmakologi
f. Respon pasien dalam pengobatan berpartisipasi dengan intervensi lebih dari 1
orang tenkes
g. Mengikuti jadwal tetapi rentang waktu sesuai lebih lama dari yang diharapkan dan
lebih 1 kali pengarahan dan motivasi
3. Kriteria Fase Maintenence
a. Risiko kecil, bila pasien memiliki ide mencederai diri atau orang lain tetapi tidak
ingin melakukan setelah tahu konsekuensinya, atau menunjukkan perilaku tingkat
1-2 atau dengan perilaku kekerasan 3-4 tetapi dapat mengendalikannya
b. Ada respon komunikasi tetapi tidak lancar
c. Bersedia interaksi dengan lebih dari 1 orang
d. Dalam melakukan ADL mandiri tetapi perlu pengawasan untuk memastikan
kegiatan yang dilakukan
e. Dapat tidur tetapi perlu intervensi keperawatan
f. Berpartisipasi dengan intervensi 1 orang tenaga kesehatan atau keluarganya
g. Mengikuti jadwal dan rentang waktu yang diharapkan, tetapi dengan lebih 1 kali
pengarahan dan motivasi
4. Kriteria Fase Promotion
a. Tidak ada ide atau keinginan untuk mencederai diri atau orang lain
b. Komunikasi ada respon, sesuai, dan lancar
c. Bersedia interalasi atau terlibat dengan sebuah kelompok besar
d. ADL mampu mandiri dan tidak membahayakan pasien
e. Tidur dengan tenang
f. Respon terhadap pengobatan oral atau injeksi aktif berpartisifasi dengan 1 kata
pengarahan
g. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai yang diharapkan

IV. Implementasi Keperawatan Sesuai dengan Fase Gangguan Jiwa

1. Pengkajian
1) Apakah pasien mempunyai ide untuk bunuh diri atau pulang paksa karena
keinginan diri sendiri yang kuat, bukan resiko perilaku kekerasan? Ya/Tidak
(jika Ya, termasuk dalam kategori krisis)
2) Apakah ada ide/keinginan untuk mencederai diri sendiri atau orang lain?
a. Tidak ada (o)
b. Risiko kecil
 Pasien memiliki ide tersebut tapi masih bisa
mengendalikan
 Menunjukkan halusinasi tingkat 1-2 (16)
 Menunjukan perilaku kekerasan tingkat 3-4
c. Resiko besar
 Pasien memiliki ide (34) tidak mampu mengendalikan,
Tapi belum melakukan
 Halusinasi tingkat 3-4
d. Aktual: sedang melakukan ide tersebut maksimal 3 hari sebelumnya (50)
3) Bagaimana respon klien terhadap komunikasi
a. Ada respon sesuai dan lancar (0)
b. Ada respon sesuai tetapi tidak lancar (14)
c. Ada respon tetapi tidak sesuai (26)
d. Tidak ada respon, pasien tidak mampu menjawab atau tidak sadar (40)
4) Bagaimana interaksi sosial pasien
a. Bersedia interaksi atau terlibat dalam satu kelompok besar (0)
b. Bersedia interaksi dengan lebih dari 1 orang (5)
c. Bersedia interaksi hanya dengan 1 orang (10)
d. Tidak bersedia interaksi atau tidak mampu (15)
5) Bagaimana tidur atau istirahat pasien
a. Tenang (0)
b. Dapat tidur tapi perlu intervensi keperawatan (3)
c. Tidak dapat tidur, perlu intervensi keperawatan atau farmakologi (7)
d. Gangguan tidur berat atau pasien tidak sadar (10)
6) Bagaimana respon pasien terhadap pangobatan atau injeksi?
a. Aktif berpartisifasi dengan hanya mengikuti 1x pengarahan (0)
b. Berpartisipasi dengan intervensi 1 orang tenkes atau keluarga (3)
c. Berpartisipasi dengan intervensi lebih dari 1 orang tenkes atau keluarga (7)
d. Menolak pengobatan (10)
7) Bagaimana respon pasien dengan aktivitas yang terjadwal?
a. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai dengan yang diharapkan (0)
b. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai yang diharapkan tetapi lebih
dari 1x pengarahan dan motivasi (3)
c. Mengikuti jadwal, tapi rentang waktu lebih lama dari yang diharapkan, dan
dengan lebih dari 1x pengarahan dan motivasi (7)
d. Tidak mampu mengikuti pengarahan (10)

Berdasarkan hasil skoring, kategorinya adalah:


a. Krisis (kategori IV) skor lebih dari 120
b. Akut (kategori III) skor 60-90
c. Maintenance (kategori II) skor 31-59
d. Promotion (kategori I) skor 0-30

2. Implementasi Keperawatan Sesuai Fase Gangguan Jiwa


1) Fase Krisis, fokus:
a. Intervensi: stabilisasi untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi
pasien dan oarang lain
b. Implementasi
 Terapi lingkungan (isolasi lingkungan)
 Psikoterapi intervensi fasilitatif, tetapi perilaku (relaksasi, meditasi).
Psikoreligus
 Kolaborasi: terapi somatik psikofarmaka
2) Fase Akut, fokus:
a. Intervensi: menghilangkan gejala dan mekanisme koping maladaptif
pasien
b. Implementasi:
 Terapi psikofarmaka
 Bantuan ADL
 Terapi lingkungan
 Psikoterapi: terapi oforatif
 Terapi keluarga (fase awal, sesuai dengan keterlibatannya)
3) Fase Meitenance
a. Intervensi: memberikan dukungan terhadap koping adaptif pasien,
sehingga tingga fungsional klien meningkat
b. Implementasi:
 Kolaborasi: terapi somatik psikofarma
 Tindakan psikoterapeutik
 Bantuan ADL
 Lingkungan terapeutik
 Psikoterapi: terapi perilaku (reward-punishment), terapi kognitif,
psikoreligi
 TAK, terapi keluarga lanjutan, terapi fisik
4) Fase Promotion
a. Intervensi: tercapainya kualitas hidup normal
b. Implementasi:
 Psikoterapeutik
 Lingkungan terapeutik
 Psikoterapi: terapi perilaku, kognitif, psikoreligi
 TAK, terapi keluarga lanjutan

V. Tipe krisis yang lain (Townsend, 2006)


1. Dispisitional crises, merupakan respon akut terhadap stressor eksternal
2. Crises of anticipated life transition, suatu transisi siklus kehidupan yang normal yang diantisipasi
secara berlebihan oleh individu saat merasa kehilangan kendali.
3. Crises resulting from traumatic stress, krisis yang dipicu oleh stressor eksternal yang tidak
diharapkan sehingga individu merasa menyerah karena kurangnya atau bahkan tidak mempunyai
control diri.
4. Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai respon terhadap situasi yang mencetuskan emosi
yang berhubungan dengan konflik kehidupan yang tidak dapat dipecahkan
5. Crises reflecting psychopathology, misalnya neurosis, schizophrenia, borderline personality
6. Psychiatric emergency, krisis yang secara umum telah mengalami kerusakan yang parah terhadap
fungsi kehidupan. Misalnya acute suicide, overdosis, psikosis akut, marah yang tidak terkontrol,
intoksikasi alcohol, reaksi terhadap obat-obatan halusinogenik.
IV. Gejala umum
1. Gejala fisik
 Keluhan somatic : Sakit kepala, keluhan gastrointestinal, rasa sakit
 Gangguan nafsu makan : Peningkatan atau penurunan berat badan yang
signifikan
 Gangguan tidur : Insomnia, mimpi buruk
 Gelisah, sering menangis, iritabilitas
2. Gejala kognitif
 Konfusi sulit berkonsentrasi
 Pikiran yang kejar mengejar
 Ketidakmampuan mengambil keputusan
3. Gejala perilaku
 Disorganisasi
 Impulsif ledakan kemarahan
 Sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa
 Menarik diri dari interaksi sosial
4. Gejala emosional
 Ansietas, marah, merasa bersalah
 Sedih, depresi
 Paranoid, curiga
 Putus asa, tidak berdaya

V. Kegawatdaruratan Psikiatri

Merupakan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain:


1. Kondisi gaduh gelisah
2. Perilaku kekerasan
3. Riwayat bunuh diri
4. Delirium
5. Insomnia
6. Sindrom Neuroleptik Malignancy
7. Gejala Extrapiramidal akibat obat

VI. Pertimbangan umum tentang krisis :


1. Krisis terjadi pada semua individu pada satu saat atau saat yang lain
2. Krisis tidak selalu bersifat patologis; krisis dapat menjadi stimulus pertumbuhan dan
pembelajaran
3. Krisis sangat terbatas dalam hal waktu dan biasanya teratasi dengan satu atau lain cara
dalam periode yang singkat (4-6 minggu).
 Penyelesaian krisis dapat dikatakan berhasil bila fungsi kembali pulih atau
ditingkatkan melalui pembelajaran baru.
 Penyelesaian krisis dinyatakan gagal bila fungsi tidak kembali pulih ke tingkat
sebelum krisis, dan individu mengalami penurunan tingkat fungsi
4. Persepsi individu terhadap masalah yang dihadapi dapat menetukan krisis. Setiap
individu memiliki respon yang UNIK terhadap masalah yang dialaminya
5. Faktor penyeimbang merupakan hal yang penting dalam memprediksi hasil dari
respon individu terhadap krisis. Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai predictor
hasil yang baik (Aguilera,1998)
1) Persepsi terhadap kejadian pencetus
 Kejadian apa yang mengubah kehidupan individu
 Kapan itu terjadi dan apa arti kejadian itu
 Apa individu memandang secara realistis
 Apa pengaruhnya terhadap masa depan
 Bagaimana perasaan individu sekarang
 Apa pengaruhnya terhadap orang lain
2) Dukungan situasional
 Adakah individu lain, keluarga, masyarakat yang mau menolong
 Dengan siapa individu tinggal
 Siapa yang mau mengerti individu tersebut
 Siapa yang dipercaya individu tersebut
3) Mekanisme koping yang ada
 Apa yang biasa dilakukan individu dalam menghadapi masalah
 Duduk sejenak atau merenung
 Apakah menangis dianggap memperingan masalah
 Apakah dihadapi dengan marah dengan memukul sesuatu
 Apakah pergi membicarakan dengan orang lain
 Apakah sudah berusaha untuk menyelesaikan masalah dan bagaimana hasilnya

VI. Perkembangan Krisis


1. Periode prakrisis : individu memiliki keseimbangan emosional
2. Periode krisis : individu memiliki pengalaman subjektif berupa kekecewaan, gagal
melakukan mekanisme koping yang biasa, dan mengalami berbagai gejala
3. Periode pascakrisis : resolusi krisis
1) Fase I : Dampak emosional, dengan ; panic, ketakutan
2) Fase II : Pemberani (heroic), respon ; bersifat pembela, solidaritas tinggi
3) Fase III : Bulan madu (honeymoon) ; menjalin kebersamaan ( 1 minggu
sampai dengan beberapa bulan
4) Fase IV : Kekecewaan ; kecewa, marah, frustasi, cemburu, bermusuhan
5) Fase V : Rekonstruksi dan reorganisasi ; menerima, bangkit kembali

Gerald Caplan (1964), pelopor dalam bidang intervensi krisis, mengidentifikasi empat
fase krisis yang dapat diprediksi:

a. Ancaman awal atau peristiwa pemicu


Orang dihadapkan dengan masalah atau konflik, dalam upayanya menurunkan
tingkat kecemasan (ketakutan) akan menggunakan berbagai mekanisme pertahanan,
seperti kompensasi (menggunakan upaya ekstra), rasionalisasi (penalaran), dan
penolakan. Bagi beberapa orang dengan mekanisme koping yang kuat, masalahnya
mungkin dapat diatasi, ancamannya menghilang, dan tidak ada krisis.
b. Escalation
Jika masalah berlanjut dan respons defensif yang biasa gagal, kecemasan terus
meningkat ke tingkat yang serius, menyebabkan ketidaknyamanan yang ekstrem.
Kemampuan memecahkan masalah tertahan atau menjadi tidak berhasil. Orang
tersebut menjadi kacau dan sulit berpikir, sulit tidur, dan berfungsi. Upaya trial and
error dimulai untuk memecahkan masalah dan mengembalikan keseimbangan
emosional. Kurangnya keberhasilan dalam menemukan strategi koping yang tepat
menyebabkan rasa tidak berdaya.

c. Krisis
Individu memperluas pencarian sumber daya yang bermanfaat dalam upaya untuk
meringankan ketidaknyamanan psikologis, menarik semua sumber daya yang
tersedia. Ketika semua upaya gagal, kecemasan meningkat ke tingkat yang parah
dan kemudian panik, dan orang tersebut memobilisasi perilaku bantuan otomatis
(melarikan diri atau berkelahi). Pada titik ini, beberapa orang mungkin mencari
bantuan dari para profesional untuk kemungkinan jawaban dan resolusi. Beberapa
bentuk resolusi dapat dibuat, seperti mendefinisikan kembali masalah,
menyerangnya dari sudut pandang baru, dan mencoba lagi untuk menemukan solusi.
Jika metode baru berhasil, krisis akan menyelesaikan dan orang tersebut akan
kembali ke tingkat fungsional yang mungkin sama, lebih tinggi, atau lebih rendah
dari sebelumnya.
d. Disorganisasi Kepribadian
Jika masalah tidak terselesaikan pada fase kedua atau ketiga dan keterampilan
koping baru tidak efektif, kecemasan mungkin meliputi individu dan menyebabkan
kepanikan atau keputusasaan, ciri khas fase ini. Disorganisasi yang serius,
kebingungan, depresi, kemungkinan pemikiran psikotik, atau kekerasan terhadap
diri sendiri atau orang lain mungkin ada, dan pada titik inilah dukungan eksternal
menjadi perlu (Swan & Hamilton, 2017)

VII. Konsep krisis


1. Krisis terjadi pada semua individu, tidak selalu patologis
2. Krisis dipicu oleh peristiwa yang spesifik
3. Krisis bersifat personal
4. Krisis bersifat akut, tidak kronis, waktu singkat ( 4-6 minggu )
5. Krisis berpotensi terhadap perkembangan psikologis atau bahkan akan membaik
VIII. Faktor yang berpengaruh
1. Pengalaman problem solving sebelumnya
2. Persepsi individu terhadap suatu masalah
3. Adanya bantuan atau bahkan hambatan dari orang lain
4. Jumlah dan tipe krisis sebelumnya
5. Waktu terakhir mengalami krisis
6. Kelompok beresiko
7. Sense of mastery
8. Resilence; factor perlindungan berupa perilaku yang berkontribusi terhadap keberhasilan koping
dengan stress lain. Faktor perlindungan antara lain kompetensi social, ketrampilan memecahkan
masalah, otonomi, berorientasi pada tujuan, ide belajar, dukungan keluarga, dukungan social.
Resilient (individu yang tabah/ulet ) mempunyai harga diri tinggi, berdaya guna,mempunyai
keterampilan memecahkan masalah, mempunyai kepuasan dalam hubungan interpersonal
IX. Faktor resiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko krisis kesehatan mental antara lain:

a. Kehadiran penyakit bersamaan, cedera, gizi buruk, sakit kronis, kurang tidur
b. Kehadiran peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.
c. Sikap negatif tentang kemampuan untuk mengatasi masalah/tekanan.
d. Kurangnya kesadaran emosional.
e. Kurangnya dukungan sosial.
f. Pandangan pesimistis.
g. Sejarah keterampilan koping yang buruk.
h. Tantangan perkembangan atau fisik.
i. Sejarah penyalahgunaan zat.
j. Penyakit mental atau kondisi medis lain (National Alliance on Mental Illness/NAMI,
2016).
X. Proses Terjadinya Krisis
Stressor

Keseimbangan
terganggu

Faktor-faktor
penyeimbang:
 Persepsi
 Situasi
 Mekanisme koping
Berhasil Gagal

Krisis Krisis
Terselesaikan

XI. Penatalaksanaan Krisis


1. Bantuan
Untuk individu yang mengalami krisis, bantuan meliputi konseling melalui
telepon, hotlines, dan konseling krisis singkat (1-6 sesi).
Untuk kelompok atau komunitas yang mengalami krisis, tim bantuan krisis
terdiri dari tim interdisipliner yang memiliki rencana yang terorganisir untuk
membantu segmen populasi yang terkena. Konseling stress akibat krisis untuk
kelompok profesional seperti petugas Rumah Sakit, polisi dan pemadam kebakaran
yang terlibat dalam situasi krisis.
2. Peran perawat
Perawat memberikan layanan langsung pada orang-orang yang mengalami krisis dan
bertindak sebagai anggota tim intervensi krisis (ANA, 1994).
1) Perawat di lingkungan rumah sakit akut dan kronik membantu individu dan keluarga berespons
terhadap krisis penyakit yang serius, hospitalisasi, dan kematian.
2) Perawat di lingkungan masyarakat (mis., kantor, klinik rumah, sekolah, kantor) memberikan
bantuan pada individu dan keluarga yang mengalami krisis situasional dan perkembangan
3) Perawat yang bekerja dengan sekelompok klien tertentu harus mengantisipasi situasi dimana
krisis dapat terjadi.
4) Keperawatan ibu dan anak.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kelahiran bayi prematur atau lahir mati, keguguran
dan lahir abnormal.
5) Keperawatan pediatrik.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti awitan penyakit serius, penyakit kronis atau
melemahkan, cedera traumatik, atau anak menjelang ajal.
6) Keperawatan medikal-bedah.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti diagnosis penyakit serius, penyakit yang
melemahkan, hospitalisasi karena penyakit yang melemahkan, hospitalisasi karena penyakit
akut atau kronis, kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kematian dan menjelang ajal
7) Keperawatan gerontologi.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kehilangan kumulatif, penyakit yang melemahkan,
ketergantungan, dan penempatan di rumah perawatan.
8) Keperawatan darurat.
Perawat harus mengantisispasi krisis seperti trauma fisik, penyakit akut, krisis perkosaan, dan
kematian.
9) Keperawatan psikiatri.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti hospitalisasi akibat penyakit jiwa, stressor
kehidupan karena sakit jiwa yang serius, dan bunuh diri.
10) Perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk membantu individu mengatasi
situasi krisis

XII. Prinsip Intervensi Krisis


1. Tujuan intervensi krisis adalah resolusi, berfokus pada pemberian dukungan
terhadap individu sehingga individu mencapai tingkat fungsi seperti sebelum krisis,
atau bahkan pada tingkat fungsi yang lebih tinggi. Selain itu juga untuk membantu
individu memecahkan masalah dan mendapatkan kembali keseimbangan
emosionalnya.
2. Penekanan intervensi adalah memperkuat dan mendukung aspek-aspek kesehatan
dari fungsi individu
3. Dalam intervensi krisis, pendekatan pemecahan masalah secara sistematis dengan
pendekatan proses keperawatan
4. Kerangka kerja Hierarki Maslow tentang kebutuhan dasar manusia menentukan
prioritas intervensi seperti sumber daya fisik untuk bertahan hidup (makanan,
rumah singgah, keselamatan), sumber daya social untuk mendapatkan kembali rasa
memiliki ( dukungan keluarga, jaringan kerja social, dukungan komunitas), sumber
daya psikologis untuk mendapatkan kembali harga diri (penguatan positif,
pencapaian tujuan)
5. Petugas intervensi krisis berfungsi membentuk hubungan dan mengkomunikasikan
harapan dan optimisme, melaksanakan peran aktif dan mengarahkan, memberikan
anjuran alternative, membantu memilih alternative dan bekerja sama dengan
professional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber daya yang diperlukan
klien.

XIII. Peran intervener adalah membantu individu dalam :


1. Menganalisa situasi yang penuh stress
2. Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian
3. Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan
4. Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan
5. Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )
6. Menghindari stress yang akan datang dengan anticipatory guidance Intervensi dilakukan dengan
pendekatan proses perawatan yaitu melalui pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan.
XIV. Tinjauan Proses Keperawatan Intervensi Krisis

1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
 Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya pada fase-fase
tumbuh kembang akan memengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi stres yang terjadi di hidupnya. Setiap fase, individu
mengalami krisis yang lazim disebut krisis maturasi.
 Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi yang dapat
mempengaruhi keseimbangan psikologi, seperti pada masa pubertas, masa
perkawinan, dll.
 Krisis maturasi memerlukan perubahan peran yang dipengaruhi oleh
contoh peran yang memadai, sumber interpersonal, tingkat penerima orang
lain terhadap peran baru
b. Faktor presipitasi
 Mengidentifikasi faktor pencetus termasuk kebutuhan yang terancam
 Mengidentifikasi persepsi klien terhadap kejadian
- Persepsi terhadap kejadian menimbulkan krisis, termasuk pokok
pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut
- Makna kejadian terhadap individu
- Pengaruh kejadian terhadap masa depan
 Mengidentifikasi sifat dari kekuatan sistem pendukung (keluarga, sahabat,
dan orang penting bagi klien)
- Dengan siapa klien tinggal
- Apakah punya tempat mengeluh
- Apakah punya keterampilan untuk mengganti fungsi yang hilang
 Mengidentifikasi kekuatan dan mekanisme koping yang lalu, termasuk
strategi koping yang berhasil dan yang tidak berhasil
c. Perasaan
 Perasaan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri, keinginan
merusak diri sendiri dan orang lain
 Perasaan diasingkan oleh lingkungannya
 Kadang-kadang menunjukkan gejala somatik

Analisis
 Analisis persepsi unik klien terhadap krisis dan kejadian pencetusnya.
 Analisis keadekuatan faktor penyeimbang dan tingkat dukungan pribadi, social dan
lingkungan klien.
 Analisis sejauh mana orang lain terpengaruh oleh krisis, seperti keluarga klien, jaringan kerja
sosial, dan masyarakat.
2. Diagnosis Keperawatan
 Tentukan diagnosa keperawatan spesifik untuk klien, keluarga, masyarakat, atau gabungan
dari itu, namun tidak terbatas pada yang berikut ini :
 Gangguan citra tubuh
 Ketegangan peran pemberi asuhan
 Koping komunitas tidak efektif 
 Koping individu tidak efektif 
 Penyangkalan tidak efektif 
 Koping keluarga : potensi untuk pertumbuhan
 Disfungsi berduka
 Respon pasca trauma
 Ketidakberdayaan
 Sindrom trauma perkosaan
 Perubahan kinerja peran
 Distres spiritual
 Resiko kekerasan pada diri sendiri /orang lain
 
3. Perencanaan dan Identifikasi Hasil
1) Bantu klien, keluarga, masyarakat, atau gabungan dari itu, dalam menetapkan tujuan jangka
pendek yang realistis untuk pemulihan seperti sebelum krisis.
2) Tentukan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, keluarga, masyarakat, atau gabungan dari
itu. Individu yang mengalami krisis akan :
 Mengungkapkan secara verbal arti dari situasi krisis
 Mendiskusikan pilihan-pilihan yang ada untuk mengatasinya
 Mengidentifikasi sumber daya yang ada yang dapat memberikan bantuan
 Memilih strategi koping dalam menghadapi krisis
 Mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi krisis.
 Menjaga keselamatan bila situasi memburuk 

4. Implementasi
1) Bentuk hubungan dengan mendengarkan secara aktif dan menggunakan respon empati.
2) Anjurkan klien untuk mendiskusikan situasi krisis dengan jelas, dan bantu kien mengutarakan
pikiran dan perasaannya.
3) Dukung kelebihan klien dan penggunaan tindakan koping.
4) Gunakan pendekatan pemecahan masalah.
5) Lakukan intervensi untuk mencegah rencana menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
 Kenali tanda-tanda bahaya akan adanya kekerasan terhadap diri sendiri (mis ;klien
secara langsung mengatakan akan melakukan bunuh diri, menyatakan secara tidak
langsung bahwa ia merasa kalau orang lain akan lebih baik jika ia tidak ada, atau adanya
tanda-tanda depresi)
 Lakukan pengkajian tentang kemungkinan bunuh diri
 Singkirkan semua benda yang membahayakan dari tempat atau sekitar klien.
 Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan jiwa untuk menentukan apakah hospitalisasi
perlu dilakukan atau tidak.
 
Implementasi untuk klien yang marah atau melakukan kekerasan
1) Lakukan intervensi dini untuk mencegah klien melakukan kekerasan terhadap orang lain.
 Kenali tanda-tanda verbal adanya peningkatan rasa marah (mis; berteriak,berbicara cepat,
menuntut perhatian, pernyataan-pernyataan agresif)
 Kenali tanda-tanda non verbal adanya peningkatan rasa marah (mis;rahang dikencangkan,
postur tubuh menegang, tangan dikepalkan, berjalan mondar-mandir).
2) Lakukan beberapa tindakan untuk mengurangi kemarahan klien.
 Jawab pertanyaan dan tuntutan klien dengan informasi faktual dan sikap yang mendukung
serta meyakinkan.
 Berikan respon terhadap ansietas, marah dan frustasi yang dirasakannya. Sebagai contoh :
Perawat dapat mengatakan ”Tampaknya Anda merasa frustasi karena tidak
dapat pulang ke rumah sesuai keinginan Anda.”
 Biarkan klien mengeluarkan kemarahannya secara verbal, tunjukan bahwa perawat
menerima kemarahan yang diperlihatkannya.
 Jangan membela atau membenarkan perilaku anda sendiri ataupun perilaku orang lain.
(mis., anggota tim pengobatan, kebijakan Rumah Sakit).
 Pantau bahasa tubuh anda sendiri, gunakan postur yang rileks dengan kedua tangan
bergantung santai disamping tubuh. Berikan kontrol pada klien terhadap situasi masalah
dengan menawarkan solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah.
3) Berespons terhadap perilaku klien
 Lindungi diri anda sendiri dengan berdiri diantara klien dan pintu keluar sehingga
memungkinkan anda mudah untuk melarikan diri
 Lindungi orang lain dengan menginstruksikan mereka untuk meninggalkan tempat
 Ikuti protokol lembaga, gunakan kode khusus untuk menghadapi kekerasan jika ada.
4) Gunakan prinsip-prinsip penatalaksanaan kode kekerasan bila diperlukan (mis.,bila klien
mengancam akan melukai, klien yang lain atau anggota staf atau jika klien melempar barang-
barang atau merusak perabotan).
 Pastikan untuk dilakukannya unjuk kekuatan (minimal lima staf).
 Tugaskan satu anggota tim sebagai ketua, yang akan berinteraksi dengan klien dan arahkan
respons tim.
 Ketua tim berdiri di depan, sedangkan yang lain berdiri di belakangnya dalam dua atau tiga
barisan.
 Bila diperlukan restrain fisik, ketua tim akan memutuskan siapa yang akan memegang kaki
dan tangan, dan siapa yang akan memegang kepala (agar tidak digigit).
 Tim bertindak sebagai satu kesatuan dan melakukan penaklukan yang lancar dan tenang.
 Lakukan latihan dimana jika teknik-teknik ini dilakukan dapat memastikan keamanan dan
menghindarkan klien dan staf dari cedera.
 
5. Evaluasi hasil
  Perawat menggunakan kriteria hasil yang spesifik dalam menentukan efektifitas
implementasi keperawatan. Keselamatan klien, keluarga, dan masyarakat dapat dipertahankan
sebagai hasil dari intervensi yang adekuat terhadap ekspresi perilaku yang tidak terkendali. Klien
mengidentifikasi hubungan antara stresor dengan gejala yang dialami selama krisis. Klien
mengevaluasi solusi yang mungkin dilakukan untuk mengatasi krisis. klien memilih berbagai
pilihan solusi. Klien kembali ke keadaan sebelum krisis atau memperbaiki situasi atau perilaku.
Hal yang perlu dievaluasi (Issacs, 2004) :
a. Klien dapat menjalankan fungsinya kembali seperti sebelum terjadi krisis
b. Perilaku maladaptif atau gejala yang ditunjukkan oleh klien berkurang
c. Klien dapat menggunakan mekanisme koping adaptif
d. Klien mempunyai sistem pendukung untuk membantu koping terhadap krisis
yang akan datang (Issacs, 2004)
6. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri


sendiri dan orang lain Efek

Gangguan Proses Resiko Perilaku


Pikir Kekerasan

Core Problem
Kekacauan neuro
transmitter

Stimulus internal

Isolasi sosial

Harga diri
rendah

Koping individu
tidak efektif
Faktor predisposisi: Faktor presipitasi:

Keberhasilan seseorang 1. Mengidentifikasi faktor pencetus Causa


dalam menyelesaikan termasuk kebutuhan yang terancam
masalahnya 2. Persepsi klien terhadap kejadian
3. Sifat dari kekuatan sistem pendukung
4. Mengidentifikasi kekuatan dan
mekanisme koping yang lalu
7. Strategi Manajemen Krisis
STRATEGI PELAKSANAAN MANAJEMEN KRISIS

No Pasien Keluarga
.
1 Bina hubungan saling percaya Bina hubungan saling percaya
 Mengucapkan salam  Mengucapkan salam
 Memperkenalkan diri  Memperkenalkan diri
 Menanyakan nama pasien  Menanyakan nama keluarga pasien
 Menjelaskan tujuan pertemuan  Menjelaskan tujuan pertemuan
 Melakukan kontrak waktu, tempat,  Melakukan kontrak waktu, tempat,
tujuan, dan orang tujuan, dan orang
2 Pasien mendapatkan rasa aman dan Pasien mendapatkan rasa aman dan
nyaman nyaman
 Menjelaskan alasan pasien berada  Menjelaskan alasan pasien berada
diruangan isolasi diruangan isolasi
 Menjelaskan kepada pasien alasan  Menjelaskan kepada pasien alasan
difiksasi difiksasi
 Menjelaskan kepada pasien syarat-  Menjelaskan kepada pasien syarat-
syarat jika fiksasi dilepas syarat jika fiksasi dilepas
3 Mendapatkan terapi yang adekuat Mendapatkan terapi yang adekuat
 Menjelaskan 8 benar (benar obat,  Menjelaskan 8 benar (benar obat,
benar pasien, benar dosis, benar benar pasien, benar dosis, benar
rute, benar waktu, benar efek rute, benar waktu, benar efek
samping, benar edukasi, benar samping, benar edukasi, benar
dokumentasi) dokumentasi)
 Menjelaskan manfaat dan efek  Menjelaskan manfaat dan efek
samping obat samping obat
4 Klien dapat memenuhi kebutuhan Klien dapat memenuhi kebutuhan
ADL ADL
 Identifikasi kebutuhan yang belum  Identifikasi kebutuhan yang belum
terpenuhi terpenuhi
 Membantu pasien memenuhi  Membantu pasien memenuhi
kebutuhannya kebutuhannya
(Budi, 2005).

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


HARI KE-1 KLIEN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak gelisah, mata melotot, berbicara dengan suara tinggi, tangan mengepal,
dan klien terfiksasi diatas tempat tidur
2. Diagnosa Keperawatan
Manajemen Krisis
3. Tujuan Keperawatan
 Pasien dapat membina hubungan saling percaya
 Pasien dapat tercipta rasa aman dan nyaman
 Pasien mendapatkan terapi yang adekuat
 Pasien dapat memenuhi kebutuhan ADL
4. Tindakan Keperawatan
 Menyapa pasien dengan baik dan ramah
 Memperkenalkan diri kepada pasien
 Menanyakan perasaan pasien hari ini
 Menjelaskan tujuan pertemuan kepada pasien
 Melakukan kontrak waktu dan tempat
 Menjelaskan alasan pasien di tempatkan diruang isolasi
 Menjelaskan alasan pasien di fiksasi
 Menjelaskan kapan ikatan akan dilepaskan
 Menjelaskan pemberian obat dengan cara 7 B (pasien, nama, dosis, tempat, waktu,
edukasi, dokumentasi)
 Menjelaskan kegiatan ADL yang belum terpenuhi
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum mbak/mas, perkenalkan nama saya Anisa Rizky Aulia. Nama
Panggilan saya Anisa. Saya mahasiswa praktek dari UMM”.
“Mbak/mas namanya siapa?, nama panggilan siapa mbak/mas?
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan mbak/mas hari ini?
“Apa mbak/mas masih ingat kenapa mbak/mas diikat ini?
c. Kontrak

 Topik : “Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang tentang


alasan mengapa mbak/mas diikat diatas tempat tidur, dan
kapan ikatannya akan dilepas.
 Waktu : “Bagaimana kalau waktunya 15 menit mbak/mas”
 Tempat : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang dikamar mbak/mas
ini saja?, “Apakah mbak/mas bersedia?

2. Fase Kerja
“Sekarang kita berbincang-bincang sebentar ya mbak/mas. tujuan saya disini bukan
untuk mengganggu mbak/mas, tapi untuk membantu mbak/mas. mbak/mas boleh
bercerita apa saja ke saya.
“Mbak/mas aman dengan saya disini, mbak/mas bisa bercerita dengan saya jika
mbak/mas berkenan saya akan mendengarkan curahan hati mbak/mas.
“Mbak/mas tau gak, kenapa mbak/mas diikat?
“iya mbak/mas sementara ini harus diikat karena kamaren mbak/mas ngamuk-ngamuk
dan gelisah,. Nanti kalau mbak/mas sudah tenang, tidak ngamuk-ngamuk, tidak
gelisah, ikatannya ini akan dilepaskan”.”
“Mbak/mas udah makan belum?”
“Mbak/mas harus makan teratur biar bisa cepet pulang”,
“nanti kalau ikatannya sudah boleh dilepas, mbak/mas harus segera mandi, ganti
bajunya ya”
“mbak/mas harus nurut sama perawat, kalau waktunya makan harus makan, waktunya
minum obat harus minum obat. Biar cepet sembuh dan talinya bisa segera dilepaskan.
“mau gak kalau talinya dilepas, makanya mbak/mas harus nurut dengan perawat.
Insyallah kita disini akan berusaha membantu merawat mbak/mas agar segera cepat
sembuh”.
3. Fase Terminasi
a. Fase Subjektif
“Bagaimana perasaan mbak/mas setelah berbincang-bincang tentang alasan
mbak/mas diikat?
“Bagaimana perasaan mbak/mas setelah berkenalan dengan saya?
b. Fase Objektif
“Mbak/mas masih ingat gak tentang apa yang sudah saya sampaikan?
“Coba jelaskan kenapa mbak/mas sekarang diikat?
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jadi kita telah berbincang-bincang, harapannya mbak/mas memahami kenapa
mbak/mas sekarang diikat”.
d. Kontrak yang Akan Datang
 Topik : “Bagaimana kalau besok bertemu lagi dengan saya mbak/mas?
 Waktu : Kira-kira jam 09.00 wib
 Tempat : “Bagaimana kalau berbincang-bincangnya dikamar mbak/mas
ini saja?
“Apa mbak/mas bersedia?
“Baik, kalau begitu saya pamit dulu, terima kasih.
“Wassalamualaikum..”.
DAFTAR PUSTAKA

Lilik.M.A, Imam.Z, Amar.A. (2016) Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa : Yogyakarta :
Indomedika Pustaka

Budi, K. A. (2005). Management Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan


Jiwa:CMHN.Jakarta: EGC.

Issacs. (2004). Panduan Belajar Keperawatan Jiwa dan Psikiatri Edisi 3. Jakarta: EGC

Sheila L.(2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Alimul H, A. Aziz. (2006), Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta : Salemba Medika.


Sunaryo, (2004). Psikologi untuk keperawatan. EGC.

Anda mungkin juga menyukai