Anda di halaman 1dari 9

Nama : Alfredo Pratama Putra S.

Kembaren

Mawar Alvionita Juliati Purba

Sari Mutiara br Sinuhaji

Ting/Jur : III-C/Theologia

Mata Kuliah : Teologi PB I

Dosen : Dr. Jon Riahman Sipayung

Meneliti dan Menggali Teologi Spiritualitas Kitab Injil Lukas dan Kisah Rasul Serta
Refleksinya di Era Revolusi Industri 4.0.

I. Pendahuluan
Kitab Lukas dan Kisah Para Rasul adalah dua kitab yang dimuat di dalam
Perjanjian Baru. Kedua kitab ini memiliki kaitan yang erat mengenai spiritualitas
yang dimuat di dalam keduanya. Spiritualitas yang akan digali dan yang pada
akhirnya dapat direfleksikan di dalam Era Revolusi Industri 4.0 memiliki nilai
yang penting untuk dibahas. Sehingga tujuan dari bahasan kali ini yaitu agar
setiap pembaca dapat merefleksikan spiritualitas yang didapat di dalam kedua
kitab tersebut dapat tercapai. Semoga bahasan kali ini dapat berguna bagi para
pembaca.
II. Pembahasan
II.1. Arti dan Makna Spiritualitas Seacara Umum

Spiritual berasal dari kata spirit yang berarti “semangat, jiwa, roh, sukma,
mental, batin, rohani dan keagamaan”.1 Sedangkan Anshari dalam kamus psikologi
mengatakan bahwa spiritual adalah asumsi mengenai nilai-nilai transcendental.2

II.2. Pengertian Spritualitas Kitab Injil Lukas dan Kisah para rasul

Arti Dan Makna Spiritualitas Dalam Injil Lukas Bagaimana sebenarnya


spiritualitas dalam Injil Lukas erat sekali dengan pemaknaan Spiritualias dalam Kisah
Para Rasul. Dalam Injil Lukas sangat ditekankan sikap Allah/ karya Allah yang nyata

1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), 857
2
M. Hafi Anshori, Kamus Psikologi, (Surabaya: Usaha Kanisius, 1995), 653
di dalam Kristus. Adanya kesadaran manusia akan tindakan Allah yang diperlihatkan
di dalam Kristus.

Mengapa Injil Lukas? Tentu saja Alkitab di berbagai tempat mengajarkan


bagaimana sikap melayani Tuhan sebagai hamba (Yes. 49:5-6; Mzm. 101:6; Mat.
20:28; 25:44-45; Mrk. 10:45; Luk. 8:3; 10:40-42; Yoh. 12:26; Rm. 7:6; 16:18; 1Kor.
12:28; Ef. 6:7; 1Ptr 4:11; dll.). Meskipun demikian, Lukas memberikan kekhasan
menarik ketika membahas pelayanan. Renungkan saja Luk. 10:38:42 tentang Marta
dan Maria. Kisah ini memberikan arti kepada aktivitas melayani kita. Kita bisa
bersimpati dengan semangat “melayani Tuhan” yang diperlihatkan Marta, namun apa
kata Tuhan? Lukas mengajak kita melihat karakter seorang hamba dalam
“keheningan” bukan hanya dalam semangat dan keaktifan dalam melayani. Hal ini
menarik, bukan? Apalagi di saat orang-orang bisa terlena dengan kualitas pelayanan
yang diukur dari kelihaian berkhotbah, keaktifan, kesibukan, dan “jam terbang”
seorang hamba Tuhan.

Seorang sarjana Perjanjian Baru bernama John M. Creed pernah menyebutkan


bahwa penulis Injil ketiga, Lukas, hanya mengimpor teologi atau gagasan yang ada
dalam tradisi sumbernya3. Seirama dengan apa yang diyakini penulis lain semisal
Thomas Brodie, tulisan pendek ini hendak menunjukkan kenyataan yang berbeda:
Lukas adalah seorang penggagas yang kreatif. Melalui caranya menyusun bahan-
bahan Injil, ternyata ia memiliki gagasan teologis yang otentik terutama seputar tema
spiritualitas.

Dalam Injil Lukas ada dua tokoh yang dengan eksplisit menyebut dirinya
sebagai hamba. Mereka adalah Maria bunda Tuhan Yesus dan Simeon, seorang saleh
yang merindukan kedatangan Mesias. Maria dalam nyanyian pujiannya (Magnificat)
berkata: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah,
Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya” (Luk. 1:46-
48). Maria juga pernah berkata, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan.”
Adapun dalam pujian Simeon (Nunc Dimittis), dalam sukacita dan harunya,
terungkap demikian: “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam
sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang
dari pada-Mu” (Luk. 2:29-30).

3
Jhon M. Creed, the Gospel According to St. Luke, (London: Macmillan, 1930), 31.
Berikutnya, kisah Marta dan Maria memberikan kita perspektif untuk melihat
pelayanan kita. Ada spiritualitas yang dapat kita pelajari dari semua tokoh tersebut di
atas. Dalam cuplikan singkat kehidupan mereka, Maria dan Simeon, serta Marta dan
Maria memberikan keteladanan sikap sebagai hamba. Tidak hanya menyebut dirinya
hamba, mereka menunjukkan hidup hamba yang melayani yang tidak serta merta
muncul karena motivasi diri atau semangat melainkan lahir dari kecintaan yang
mendalam kepada Tuhan dan sabda-Nya4

Dalam Kisah Para Rasul, Roh Kudus memberi kuasa kepada murid-murid
untuk bersaksi mulai dari kota Yerusalem sampai ke ujung bumi (Kisah Para Rasul
1:8). Roh Kudus memenuhi rasul-rasul untuk memberitakan nama Tuhan Yesus
dengan berani hati kepada orang banyak dan menggerakkan orang-orang untuk
bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2-4). Roh Kudus
menambahkan jumlah orang-orang percaya dengan orang-orang yang diselamatkan
(Kisah Para Rasul 2:47). Roh Kudus memenuhi orang-orang percaya sehingga mereka
dapat memberitakan firman Allah dengan berani hati (Kisah Para Rasul 3:31).Kelima,
Roh Kudus mendisiplin orang percaya sehingga mereka hidup dalam ketakutan akan
Allah (Kisah Para Rasul 5).5

II.3. Spritualitas Kitab Injil Lukas dan Kisah para rasul


II.3.1. Injil Lukas
II.3.1.1. Tindakan Allah yang Diperlihatkan Dalam Kristus
a. Peduli Pada Orang Bukan Yahudi

Injil Lukas tidak hanya diberitakan kepada orang-orang Yahudi tetapi juga


kepada orang-orang yang dianggap kafir dan berdosa. Ini tampak dalam penjabaran
silsilah Yesus yang ditelusuri hingga Adam, bapa semua manusia.[1] Dari awal, telah
dikisahkan tentang malaikat yang datang mengabarkan kesukaan besar yakni
kelahiran Juruselamat bagi seluruh bangsa.[1]Dalam cerita tentang Yohanes Pembaptis,
Injil Lukas juga mengutip dari Yesaya 40:3-5 yang menyatakan bahwa keselamatan
ditawarkan kepada semua bangsa (Lukas 3:4-6). Lukas pun menggambarkan peta
pelayanan Yesus yang tidak hanya meliputi daerah Palestina. Tirus dan Sidon, kota-

4
Thomas L. Brodie, Luke the Literary Interpreter, (Pontificia, 1981), 8
5
 Benny Hinn, Selamat Datang Roh Kudus, (Jakarta:Penerbit Immanuel Publishing House, 2008), 202-
203.
kota yang bukan milik orang Yahudi (Lukas 6:17) juga menjadi sasaran pelayanan
Yesus.6

b. Sahabat Bagi Orang Miskin

Penulis Injil Lukas hidup pada masa ketika orang banyak pada umumnya
menganggap hina orang-orang miskin. Pandangan yang muncul pada waktu itu adalah
orang yang miskin berarti tidak berkenan pada Allah. Pandangan seperti inilah yang
ditolak oleh penulis Lukas.7 Oleh karena itu, bila dibandingkan dengan penulis-
penulis Injil yang lain, penulis Lukaslah yang benyak memberikan perhatian terhadap
kehidupan kaum miskin. Istilah ptokhos dalam bahasa Yunani yang berarti miskin
banyak digunakan dalam Injil Lukas sedangkan bahasa Ibraninya adalah aniyang
artinya orang-orang yang miskin dalam hal materi. Dalam Injil Lukas,
istilah ptokhos dapat dijumpai pada Lukas 4:18-19; 7:22; 23; 14:13-21; 20:22-23.
Pada perikop-perikop ini orang-orang miskin yang dimaksud adalah mereka yang
tertindas, lumpuh, buta, kusta dan cacat. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa
orang-orang miskin dalam Lukas adalah orang-orang yang miskin materi sehingga
dijauhi dan dipinggirkan oleh masyarakat. Namun, walaupun perhatian Yesus
terhadap orang miskin sangat besar ia tidak bermaksud mendorong orang-orang
miskin untuk melakukan gerakan revolusioner. Yesus hanya menunjukkan bela rasa
terhadap kelompok yang dikucilkan masyarakat ini melalui karya-karya pelayanannya
seperti menyembuhkan orang-orang buta, lumpuh, kusta, tulis, bahkan
membangkitkan orang mati. Semua itu dilakukannya agar orang-orang dapat terbebas
dari segala hambatan sehingga mendapatkan masa depan yang lebih baik.8

c. Sahabat Bagi Kaum Perempuan

Dalam dunia Yahudi, perempuan tidak dihargai dan dianggap sebagai kaum


yang rendah martabatnya. Perempuan juga dipandang tak ada bedanya dengan barang
yang dapat dimiliki atau dibuang. Berbeda dengan orang-orang Yahudi kebanyakan,
Yesus sebagai orang Yahudi justru tidak berpandangan demikian. Injil Lukas
memperlihatkan keakraban Yesus dengan kaum perempuan sebagai sahabat. Ia
digambarkan sangat menghargai harkat dan martabat mereka sebagai manusia. Potret

6
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru:Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok Teologisnya, (Bandung: Bina Media
Informasi, 2010), 291-294
7
C.Groenen, Mengantar "Berita untuk Manusia, (Ende: Nusa Indah, 1973), 78
8
Samuel Benyamin Hakh, Pemberitaan tentang Yesus menurut Injil-injil Sinoptik, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 126-127.
perempuan yang sangat menonjol dalam Injil Lukas sudah terlihat sejak awal Injil ini
ditulis. Elisabet dan Maria digambarkan sebagai dua orang perempuan yang dipakai
Allah terkait rencana-Nya untuk menyelamatkan dunia. Dalam pelayanan-Nya, Yesus
pun melakukan berbagai mujizat terhadap beberapa perempuan seperti
menyembuhkan mertua Petrus yang sedang sakit keras dan perempuan yang selama
delapan belas tahun kerasukan roh, membangkitkan anak perempuan janda di Nain,
memberi diri-Nya disentuh perempuan yang sedang mengalami
pendarahan. Perempuan tidak sekadar tampil sebagai kaum yang dibela tetapi juga
sebagai kaum yang ikut terlibat dalam pelayanan Yesus. Lukas melaporkan ada
sejumlah perempuan yang menjadi murid Yesus.9

d. Sahabat Bagi Pemungut Cukai Dan Orang Berdosa

Meskipun kekuasaan pusat ada pada pemerintah Romawi akan tetapi pada


pelaksanaan tugas ada pendelegasian tugas dan wewenang kepada alat-alat
pemerintahan. Untuk mengurusi bidang keuangan diberikan kekuasaan kepada orang-
orang Yahudi untuk menarik pajak. Agar dapat menjadi pemungut cukai, seseorang
harus membayar sejumlah besar uang yang diambil dari pajak bangsa Israel kepada
pemerintah Romawi. Walaupun sudah ada tarif pajak yang ditetapkan tetapi tanpa
pengawasan yang ketat mudah saja bagi para pemungut cukai untuk menarik uang
dari rakyat lebih banyak dari yang seharusnya diberikan.10

II.3.2. Kitab Kisah Para Rasul

Ada lima hal yang menjadi fokus di dalam kitab ini.


Pertama, Kisah Para Rasul ini berisi tentang kelanjutan dari misi Tuhan dalam
sejarah. Sejarah ini dipahami sebagai kelanjutan dan pelayanan Yesus. Hal inilah
yang menjadi topik yang hangat di dunia teologi masa kini, yaitu dalam
mengungkapkan sejarah keselamatan. Konteks kitab ini merujuk kepada pemahaman
akan segala peristiwa di dalam hidup dan gereja mula-mula sebagai peristiwa sejarah
di dalam karya Tuhan dinyatakan. Iman Kristen juga diperhadapkan langsung dengan
Tuhan yang menyatakan diri-Nya Juruselamat di dalam panggung sejarah.

Kedua, Kitab Kisah Rasul ini merupakan kitab misi. Gereja sebagai
persekutuan orang percaya memiliki tujuan untuk menjadi saksi tentang Yesus. Misi

9
Samuel Benyamin Hakh, Pemberitaan tentang Yesus menurut Injil-injil Sinoptik, 121
10
R.Soedarmo, Makna Ungkapan-ungkapan Asing dalam Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 33-34
yang menjadi tujuan kekristenan ini berisi Injil. Injil tetang keselamatan umat
manusia. Fokus kitab ini juga bercerita tentang kebangkitan Yesus dari kematian.
Kebangkitan dari kematian menjadi tanda bahwa Dia adalah Allah dan Juruselamat.
Kematian-Nya membawa pengampunan dosa bagi manusia. Pesan ini dinyatakan oleh
Allah Bapa kepada Yesus sebagai otoritas untuk melimpahkan keselamatan dan karya
keselamatan itu di dalam gereja.

Ketiga, Kisah Para Rasul banyak juga berkonsentrasi terhadap hal-hal yang
menjadi tantangan di dalam pemberitaan Injil. Di dalam pasal 14:22 dituliskan bahwa
sekalipun banyak kesengsaraan, kita harus tetap memberitakan Kerajaan Allah. Lukas
mengakui bahwa hanya jalan Yesus yang membawanya kepada puncak tantangan
tersebut yaitu kematian. Tantangan itu biasanya diawali dengan ejekan rasul-rasul
pada hari pentakosta. Selain itu, dilanjutkan lagi dengan usaha oleh para kaum
bijaksana untuk diam tentang Yesus. Hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya
mati martir. Stefanus, salah seorang tokoh mati martir. Dia menjadi tokoh mati martir
pertama di dalam kekristenan. Tugas untuk memberitakan Injil memang beban yang
berat. Tantangan dan penderitaan menjadi faktor penghalang setiap orang percaya
dalam memberitakan Injil.

Keempat, Kisah Para Rasul merefleksikan tekanan luar biasa yang terdapat di
gereja awal. Tekanan-tekanan ini melebihi misi kekafiran. Kisah Rasul menjelaskan
bahwa orang-orang non-Yahudi, yang dianggap kafir oleh Yahudi adalah termasuk
umat Allah. Injil dengan jelas mencatat pesan yang diberikan
oleh Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya. Pesan itu menjelaskan bahwa murid-
murid-Nya memberitakan Injil kepada seluruh bangsa-bangsa. Namun, inti
persoalannya adalalah apakah munculnya gereja telah menghasilkan sebuah
komunitas baru yang berbeda dengan Yudaisme. Yudaisme memang adalah awal dari
kekristenan. Orang-orang Kristen awal pun adalah orang Yahudi. Dalam hal ini,
setiap orang berhak untuk menerima kabar keselamatan yang diberikan oleh Yesus
itu. Oleh sebab itu, tidak lagi mempersoalkan Yahudi atau non-Yahudi.

Terakhir, hidup dan oraganisasi gereja. Lukas menawarkan sebuah gambaran


tentang kehidupan dan ibadah gereja yang tidak ragu sebagai sebuah pola untuk
menyediakan petunjuk bagi gereja sekitarnya. Kita mendapatkan gambaran tentang
persekutuan kelompok-kelompok kecil dalam pengajaran, pemuridan, ibadah, dan
perjamuan. Selain itu, ada juga jalan masuk untuk ke gereja dengan dibaptis dengan
air. Hal-hal ini terdapat di dalam ringkasan singkat pada pasal-pasal awal Kisah Para
Rasul ini (2:42-47;4:32-37). Hal ini juga seperti yang digambarkan oleh Injil Lukas.
Lukas juga mencatat bahwa pentingnya peranan Roh Kudus di dalam kehidupan
gereja. Roh Kudus merupakan milik dari setiap orang Kristen. Selain itu, Roh Kudus
menjadi sumber sukacita dan kekuatan. Pemimpin-pemimpin Kristen sendiri
merupakan orang-orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus untuk menunjukkan fungsi-
fungsinya yang bermacam-macam.11

II.4. Refleksinya Spritualitas Kitab Injil Lukas dan Kisah Para Rasul
di Era Revolusi Industri 4.0

Spiritualitas dapat merujuk pada kata sikap dalam hidup yang akhirnya di
kaitkan dengan suatu kesadaran dan menjadi sumber hidup kita. Refleksi dari pada
sajian ini bisa kita ambil melalui spritualitas menjadi arah hidup kita yang tercermin
melalui hati, pikiran, tindakan dan perkataan kita. Dalam Lukas bagaimana benar
sikap Allah tercermin di dalam Yesus. Yesus bukan hanya menjadi sahabat bagi orang
Yahudi namun kepada orang yang bukan Yahudi Yesus bersahabat. Yesus juga
menjadi sahabat bagi orang miskin, pemungut cukai dll. Dari sini kita bisa mengerti
dan memahami bahwa kita harus bisa meneladani bagaimana sikap Yesus di dalam
hidup kita. Dalam sajian, penyaji menyampaikan bahwa di Kitab Kisah Para Rasul
bagaimana Injil dapat di beritakan, dan melalui Roh Kuduslah gereja juga mampu
mengabarkan Injilnya.

Pada saat ini kita berada di Zaman Teknologi Industri 4.0 dimana zaman yang
sudah diliputi dengan berbagai kecanggihan pada teknologinya. Melalui Lukas dan
Kisah Para Rasul ini kita kembali diingatkan bahwa Spritualitas merujuk dalam sikap
hidup kita. Penyaji menggabungkan antara refleksi dari Lukas dan Kisah Para Rasul,
dikarena ini sangat berkaitan erat dan inti dari ini adalah menjalankan misi Allah, Injil
di beritakan. Orang lain yang mungkin belum mengenal Kristus hanya melihat kita
kemudian menilai bagaimana sebenarnya Kristus. Maka dari itu inilah yang dikatakan
merujuk pada sikap dalam hidup, biarlah melalui perbuatan kita Injil semakin
diberitakan. Yesus yang tidak memilih-milih bahkan sikap saling tolong-menolong

11
Howard Marshall, Tyndlae New Testament Commentaries: Acts.England.Inter-Varsity Pres,
1980), 17-49
nya yang bisa kita teladani, kemudian kita harus melihat bagaimana sikap gereja
dalam melakukan pelayanannya.

Kita harus bisa melihat bagaimana Allah menunjukkan kemurahanNya lewat


apa yang kita rasakan, kita harus pintar dalam mengendalikan teknologi, jangan
sampai teknologi mengendalikan kita. Kita bisa menggunakan teknologi untuk jalan
kita mengabarkan Injil kepada semua orang. Tidak mengatakan teknologi salah,
namun kita harus bisa menggunakan dengan baik. Teknologi yang ada itu adalah
bentuk kemurahan Tuhan kepada kita. Contohnya kita bisa menggunakan Grup Wa
untuk Sharing mengenai Alkitab, seperti sekarang saat di landa Covid-19 gereja sudah
menggunakan Live Streaming di Channel Youtobe untuk menjadi perwartaan ibadah.

III. Kesimpulan

Spiritual berasal dari kata spirit yang berarti “semangat, jiwa, roh, sukma, mental,
batin, rohani dan keagamaan”. Spiritualitas adalah sikap hidup yang benar-benar
menunjukkan hubungan yang indah atau relasi antara Allah dan manusia. Hubungan yang
indah itu terlihat dari tindakan manusia yang melaksanakan yang baik di dalam hidupnya
dan tindakan ini memang lahir dari hati yang benar-benar tulus dan bersih. Dalam Injil
Lukas sangat ditekankan sikap Allah/ karya Allah yang nyata di dalam Kristus. Dalam
Kisah Para Rasul Spritualitas itu menyatakan bagaimana Roh Kudus bekerja dalam
penyataan Injil dan menjalankan setiap orang akan dimampukan untuk menjalankan Misi
Allah. Melalui semuanya itu, kita yang sudah menerima berkat kemurahan Tuhan
hendaklah melihat bagaimana kita diperhadapkan dengan teknologi yang ada, yang
membuat kita terkadang di lema. Namun bukan hanya gereja, kita pribadi juga harus
menggunakan teknologi yang ada dengan baik dan benar.

IV. Daftar Pustaka

Anshori, M. Hafi, Kamus Psikologi. Surabaya: Usaha Kanisius, 1995.


Brodie Thomas L., Luke the Literary Interpreter. Pontificia, 1981.
Creed Jhon M., the Gospel According to St. Luke. London: Macmillan, 1930.
Groenen, C., Mengantar "Berita untuk Manusia. Ende: Nusa Indah, 1973.
Hakh Samuel Benyamin, Pemberitaan tentang Yesus menurut Injil-injil Sinoptik.
Bandung: Jurnal Info Media, 2007.
Hakh, Samuel Benyamin. Perjanjian Baru:Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok
Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi, 2010.
 Hinn, Benny, Selamat Datang Roh Kudus. Jakarta:Penerbit Immanuel Publishing
House, 2008.
Marshall, Howard, Tyndlae New Testament Commentaries: Acts.England.Inter-
Varsity Pres, 1980.
Soedarmo R., Makna Ungkapan-ungkapan Asing dalam Alkitab. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Anda mungkin juga menyukai