I. Pendahuluan
Dalam dunia ini ada dua jenis kuasa, kuasa Roh Kudus (Kisah Rasul 10:38) dan kuasa
kegelapan (1Timotius 4:1). Manusia dalam memilih jalan hidupnya diberikan kebebasan,
apakah ia memilih Roh Kudus atau memilih kuasa kegelapan. Okultisme adalah kegiatan dari
kuasa kegelapan itu, kini menjadi terminologi teologi yang khusus membicarakan roh-roh
yang berkaitan dengan kekuatan “misterius”. [1]
Pada zaman sekarang ini, yang semuanya telah dipenuhi dengan teknologi, mulai dari
kebutuhan pokok manusia seperti makan, minum dan mandi sudah berhubungan dengan
teknologi, belum lagi kepada hubungan antara manusia yang semakin mudah akibat adanya
teknologi komunikasi sampai kepada pengobatan penyakit sudah menggunakan teknologi.
Dengan kata lain, pada era sekarang ini penggunaan logika adalah yang paling utama.
Namun sekalipun zaman telah menggunakan logika, okultisme, yaitu kepercayaan
terhadap kekuatan gaib tetap masih ada. Dan ironisnya, dalam teknologi yang menggunakan
logika itu, dipakai dalam kegiatan okultisme.
Tulisan ini bukannya membahas bagaimana teknologi diperhadapkan dengan
okultisme, tetapi bagaimana sebenarnya okultisme itu? Apakah itu dibenarkan oleh Iman
Kristen?
Dan tidak hanya itu saja, dalam Alkitab pun menceritakan adanya praktek okultisme pada
saat itu, seperti :[18]
Keluaran 23:24, yaitu membuat patung-patung berhala dan juga tugu-tugu berhala.
Imamat 19:31, yaitu mempercayai dan berpaling kepada arwah orang mati serta berpaling
kepada roh-roh peramal.
Ulangan 18:10-11, yaitu mempersembahkan anaknya laki-laki atau perempuan sebagai
korban dalam api, juga menunjukkan adanya petenung, peramal, penyihir, pemantera dan
seorang yang menanyakan kepada arwah dan juga roh peramal.
Yehezkiel 13:17-23, yaitu bernubuat sesuka hati, perdukunan, menggunakan tali-tali
pengikat dan jimat-jimat.
Mika 5:11-14, yaitu penggunaan alat-alat sihir, meramal dan menyembah buatan tangan.
2 Tawarikh 33:1-9, yaitu Raja Manasye yang mempraktekkan praktek okultisme seperti
membangun mezbah untuk Baal, mambuat patung Asyera, mempersembahkan anak-
anaknya sebagai korban api Lebak Ben-Hinom, meramal, melakukan sihir dan memasukkan
patung berhala di rimah Allah.
Dan nabi Yesaya memberitakan dengan jelas akan okultisme dalam:
Yesaya 57:6-21,
Jenis-jenis Okultisme pada ayat 6-9, yaitu menganggap benda (batu) memiliki hidup dan daya,
menganggap puncak gunung sebagai tempat berdiam para dewa, menaruh lambang berhala
di pintu masuk rumah, penggunaan jimat, penyembahan kepada Moloch dengan minyak-
minyak dan wewangian.
Akibat penggunaan okultisme pada ayat 10-13.
Bagaimana memperoleh kelepasan, pada ayat 14
Efek pengguna okultisme, ayat 15-18; 20-21.
Dan Pertobatan dari okultisme, ayat 18-19.
Kemudian dalam zaman sekarang ini, dimana jemaat Kristen pada umumnya sudah
memasuki tahap pematangan iman, justru dalam jemaat itu sendiri lahir okultisme. Apakah itu
disadari atau tidak, tetapi okultisme itu masih juga diakui. Misalnya:
Kegiatan ziarah pada hari Paskah, yang ada justru pemahaman bahwa ziarah itu adalah
untuk meminta berkat kepada orang yang meninggal di makam orang yang meninggal itu.
Penyalahgunaan Alkitab sehingga Alkitab mempunyai kekuatan magis. Misalnya meletakkan
Alkitab dibawah bantal dengan tujuan agar setan tidak mengganggu, atau menggunting
Alkitab lalu dibungkus dengan timah dan dibungkus lagi dengan kain merah dan dijadikan
sebagai ikat pinggang untuk menjaga diri dan pemberi nasib baik.
Penggunaan tanda salib sebagai jimat, misalnya dalam berperang, atau menghadapi ujian.
Dan ada pula yang menganggap bahwa adanya kekuatan dari gereja. Dengan membawa
tanah dari gereja maka diyakini akan menjauhkan diri dan melindungi diri dari musuh.
Minyak Urapan yang dipercaya memiliki kuasa dan dapat menyembuhkan penyakit serta
mengusir roh-roh jahat.[19]
Dengan adanya kepercayaan masyarakat dulu terhadap hal yang di atas, maka tidaklah
heran jika kepercayaan itu turun kepada generasi berikutnya sampai pada masa sekarang.
Bahkan orang yang telah menganut dan menerima Kekristenan sekalipun, ternyata masih
menganut akan hal-hal yang diajarkan oleh okultisme ini.
Dalam sebuah buku karangan Eric J. Dingwal dan John Langdon Davies,[22]
okultisme berawal dari kehausan akan kepastian akan sesuatu hal yang belum diketahui oleh
manusia. Dengan alasan bahwa agama tidak mampu memberikan jawaban atas “kehausan”
itu. Maka manusia beralih kepada “alam gaib”, dimana ada sesuatu kuasa yang tidak nampak
atas pengelihatan manusia biasa. Dan dalam pikiran manusia itu, kuasa itu dapat berakibat
baik ataupun berakibat buruk. Akhirnya manusia menciptakan sesuatu yang tidak dapat
dijangkau dengan indrawi dalam pikirannya dan mengakui pikirannya itu hingga pada
akhirnya ciptaannya itu menjadi hal yang ditakutinya. Ada sebuah kekuatan supranatural
dalam dunia ini, dan pada klimaksnya lahirlah setan, benda gaib, tempat-tempat keramat, dll.
[23] Untuk itu ada orang-orang tertentu yang dapat menentukan atau membentuk komunikasi
antara kehidupan dan kematian, antara manusia dan roh/arwah.[24]
Dalam pernyataan Akulah Tuhan Allahmu adalah sebuah penegasan bahwa Dia adalah
Tuhan Allah. Dan dia memperkenalkan diriNya melalui umat pilihanNya Israel. Maksudnya
bahwa Dia bukanlah hasil ciptaan pikiran manusia, yang mana sepertinya manusialah yang
menurunkan Allah dari surga dan menjadi sesuai dengan keinginan manusia. Akhirnya
manusia tidak lagi mempercayai Allah, tetapi menjadi mempercayai allah (ilah).[26]
Selanjutnya, setelah masuk kepada kepercayaan ilah, maka yang muncul adalah
keinginan untuk menciptakan ilah yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhannya.
Misalnya, jika seseorang menginginkan kekayaan, maka ia akan menciptakan ilah yang
memberikan kekayaan. Sehingga terciptalah banyak ilah dan keberadaan ilah itu ternyata
semakin jauh dari manusia dan seakan-akan ilah itu sangat sombong, sampai-sampai untuk
memanggil ilah itu pun harus dengan sesajen dan wewangian.[27]
Dari penyataan Allah kepada umatNya dan pemberian 10 Firman Tuhan menjelaskan
secara nyata bahwa antara Allah dan manusia terdapat suatu hubungan yang erat. Namun
dalam keeratan ini bukan berarti manusia yang bertindak atas nama Allah, melainkan Allah
yang bertindak atas manusia.[28] Maksudnya, bahwa segala usaha dan kegiatan manusia,
mulai dari awal lahirnya hingga pada akhir hidupnya ada dalam tindakan Allah (Amsal 19:21;
Yesaya 55:8).[29] Allah di sini tidak menunjukkan posisi diktator, tetapi menunjukkan kasih
sayangNya kepada umatNya. Manusia tidak perlu untuk takut kepada apa yang terjadi
dengan manusia. Allah memberi manusia Iman, kekuatan dan karunia serta Roh Kudus
dalam menjalani hidup dengan segala masalah-masalah yang ada.[30]
Kembali ke okultisme, yaitu usaha-usaha manusia yang hendak mendapatkan sesuatu
atau takut akan sesuatu, sehingga cara yang dipakai untuk itu (mendapatkan sesuatu atau
takut akan sesuatu) adalah melakukan tindakan okultisme. Intinya pada pikiran manusia ada
sikap memaksakan kehendaknya, hingga pada akhirnya memakai cara yang dilarang Tuhan.
Okultisme sangat ditentang oleh titah pertama dan titah kedua.
Adalah kebodohan dan keterkungkungan diri apabila masih percaya kepada okultisme.
Sebab okultisme tidak dapat dibuktikan dengan analisa yang dalam, dan apabila dilakukan
penelitian selalu berujung kepada kesimpang-siuran. Ini adalah pernyataan seorang
antropolog yang meneliti Tunggal Panaluan, W.H.Rassers.[35] Jadi orang yang menganut
okultisme akan berpikir simpang-siur.
Sedangkan dalam Iman Kristen mengajarkan bahwa pada mulanya adalah Firman,
dan Firman itu adalah terang bagi manusia dengan segala yang menyangkut manusia, bukan
kegelapan apalagi kesimpangsiuran.[36] Tuhan memberikan manusia rasio, maka rasio itu
dipakai untuk melihat terang itu, bukan melihat kegelapan. Jikalau rasio dipakai untuk
kegelapan, maka yang terjadi adalah kemerosotan akhlak,[37] dan itulah yang harus
diselamatkan.
V. Kesimpulan
Firman Allah melarang segala tindakan okultisme dan hanya Allah yang berkuasa atas segala
yang ada dibumi. Firman Allah adalah terang, dan Allah memberikan manusia rasio untuk
melihat terang.
[1] Misteri berasal dari kata Miein yang berarti menutup mata untuk mengalami misteri.
[2] Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal. 795.
[3] Occult sangat berkaitan dengan cultur, yang menunjukkan peranan kebudayaan sangat berpengaruh.
[4] John M. Echols & Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, 2000, hal. 401.
[5] Pondsius & Susanna Takaliuang, Antara Kuasa Gelap dan Kuasa Terang, Departemen Literatur YPPII, Batu-Jawa Timur,
2004, hal. xvi.
[6] Ibid, hal. 182-209.
[7] Ibid, hal. 215.
[8] Lihat Ingo Wulfhorst, Spirits, Ancestor and Healing: A Global Challenge to the Church, The LWF-A Communion of
Churches Geneva, Switzerland, 2006, hal. 17.
[9] Pondsius & Susanna Takaliuang, Op.Cit, hal. 221-249.
[10] Lihat Ingo Wulfhorst, Op.Cit, hal. 28. Roh nenek moyang diakui dapat menunjukkan kekuatannya. Roh ini dapat
berkomunikasi dengan orang tertentu, sehingga dengan komunikasi ini, roh nenek moyang ini dapat diperintah.
[11] Pondsius & Susanna Takaliuang, Op.Cit, hal. 264-265.
[12] T.Sianipar, Alwisol & Munawir Yusuf, Dukun, Mantra dan Kepercayaan Masyarakat, Grafikatama Jaya, 1992, hal. 19.
[13] Pondsius & Susanna Takaliuang, Op.Cit, hal. 269.
[14] Ibid, hal. 271.
[15] Dapat dilihat pada praktek perdukunan yang menggunakan Alkitab sebagai alat tipuannya. Selain itu Doa Bapa Kami
diucapkan sebagai pembukaan ritual okultismenya. Dan tragisnya, dukun masuk dalam jabatan gereja (misalnya Sintua)
yang menjadikan jemaat menganggap perdukunan itu direstui oleh Allah.
[16] Pondsius & Susanna Takaliuang, Op.Cit, hal. 273.
[17] Ibid, hal. 285.
[18] Rudolf H. Pasaribu, Okultisme di Kalangan Masyarakat Batak, Atalya Rileni Sudeco, Jakarta, 2003, hal. 57-62.
[19] Dalam hal ini, Rudolf pada bukunya: Rudolf H. Pasaribu, Op.Cit., hal. 62-63, menyinggung akan minyak urapan yang
diberikan oleh para hamba Tuhan. Rudolf mengungkap minyak urapan yang diramu dan mengenai kegunaannya dapat
memberikan pengertian yang salah kepada warga jemaat dan mengarah kepada okultisme. Banyak yang menganggap
bahwa minyak urapan itu memiliki kekuatan magis, padahal yang sebenarnya kekuatan bukan pada KUASA minyak itu,
tetapi pada DOA yang disampaikan kepada Tuhan. Dan penulis dalam hal ini sependapat dengan Rudolf. Jemaat
menganggap bahwa hamba Tuhan tersebut memiliki kekuatan supranatural yang disalurkan lewat minyak urapannya. Dan
ini termasuk pengarahan jemaat kepada okultisme.