OLEH:
CHORY NUR FADILLA
2019.04.011
Oleh:
Pembimbing Institusi
(.................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
3. Etiologi
a. Kerusakan paru akibat inhalasi (mekanisme tidak langsung) Penyebabnya:
kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas oksigen, aspirasi asam
lambung, tenggelam, sepsis, syok (apapun penyebabnya), DIC, dan
pankreatitik idiopatik.
b. Obat-obatan Penyebabnya : heroin dan salisilat.
c. Infeksi Penyebabnya : virus, bakteri, jamur, dan TB paru.
d. Sebab lain Emboli lemak, emboli cairan amnion, emboli paru trombosis,
rudapaksa (trauma), radiasi, keracunan, oksigen, tranfusi massif, kelainan
metabolik (uremia), dan bedah mayor
(Arif Muttaqin, 2008)
4. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut
adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas
kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis
kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien
mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya.
Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal
10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat
karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau
dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit
paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
5. Manifestasi Klinis
Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4. Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
6. Dispnea dengan kesulitan bernafas
7. Terdapat retraksi interkosta
8. Sianosis
9. Hipoksemia
10. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang mengalami Distress Pernafasan
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam
basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia
dapat menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
hitung jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancama
kehidupan dengan segera, antara lain :
1. Terapi Oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan
secara potensial mempunyai efek samping toksik. Pasien tanpa riwayat
penyakit paru-paru tampak toleran dengan oksigen 100% selama 24-72
jam tanpa abnormalitas fisiologi yang signifikan.
2. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi
modalitas ini bertujuan untuk memmberikan dukungan ventilasi sampai
integritas membrane alveolakapiler kembali membaik. Dua tujuan
tambahan adalah :
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenisasi selama periode
kritis hipoksemia berat.
b. Mengatasi factor etiologi yang mengawali penyebab distress
pernapasan.
3. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigen adekuat diberikan melaui volume ventilator
dengan tekanan dan kemmampuan aliran yang tinggi, di mana PEEB
dapat ditambahkan. PEEB di pertahankan dalam alveoli melalui siklus
pernapasan untuk mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
4. Memastikan volume cairan yang adekuat
Dukungan nutrisi yang adekuat sangatlah penting dalam mengobati
pasien ARDS, sebab pasien dengan ARDS membutuhkan 35 sampai 45
kkal/kg sehari untuk memmenuhi kebutuhan normal.
5. Terapi Farmakologi
Penggunaan kortikosteroid dalam pengobatan ARDS adalah
controversial, pada kenyataanya banyak yang percaya bahwa
penggunaan kortikosteroid dapat memperberat penyimpangan dalam
fungsi paru dan terjadinya superinfeksi. Akhirnya kotrikosteroid tidak
lagi di gunakan.
6. Pemeliharaan Jalan Napas
Selan endotrakheal di sediakan tidak hanya sebagai jalan napas,
tetapi juga berarti melindungi jalan napas, memberikan dukungan
ventilasi kontinu dan memberikan kosentrasi oksigen terus-menerus.
Pemeliharaan jalan napas meliputi : mengetahui waktu penghisapan,
tehnik penghisapan, dan pemonitoran konstan terhadap jalan napas
bagian atas.
7. Pencegahan Infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernapasan bagian
atas dan bawah serta pencegahan infeksi melalui tehnik penghisapan
yang telah di lakukan di rumah sakit.
8. Dukungan nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan
masaalah kritis. Nutrisi parenteral total atau pemberian makanan melalui
selang dapat memperbaiki malnutrisi dan memmungkinkan pasien untuk
menghindari gagal napas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot
inspirasi.
8. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis
hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi
surfaktannya.
e. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Identitas pasien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan pasien/asuransi kesehatan.
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, pernapasan cepat,
mengorok ekspiratori, pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu,
tidak responsive, penurunan bunyi napas.
b) Riwayat Penyakit Saat Ini
Sesak nafas dan pernafasan cepat, frekuensi pernafasan > 60x/menit,
pernafasan cepat dan dangkal timbul 6-8 jam pertama setelah kelahiran
dan gejala karak mulai terlihat pada umur 24-72 jam.
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun,
edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/
epigastrik/ intercosta, grunting expirasi.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-
paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir
premature dengan operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen saat
janin saat kelahiran pada bayi matur atau premature, atelektasis, diabetes
mellitus, hipoksia, asidosis.
d) Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi
seperti perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan,
stress fetal atau intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar
akibat ibu yang memiliki riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi
minuman keras serta tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit
-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature / Caesar
sehinnga menimbulakan membrane hyialin disease. Biasanya keluarga
memiliki riwayat penyakit DM atau hipertensi.
3. Genogram
Genogram tiga generasi, Identifikasi penyakit yang pernah di derita / sedang di
derita keluarga, riwayat penyakit keturunan, penyakit ensefalitis yang diderita
keluarga.
4. Pemeriksaan Fisik
1. Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
c. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung
3. Mulut dan bibir
a. Membrane mukosa sianosis
b. Bernafas dengan mengerutkan mulut
4. Vena leher
Adanya distensi/bendungan
5. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b. Sianosis secara umum (hipoksemia)
c. Penurunan turgor (dehidrasi)
d. Edema
e. Edema periorbital
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan rongten dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
- Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
b) Data laboratorium
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2:1 atau lebih mengindikasikan maturitas
paru
Phospatidyglicerol: meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phosphatydylinositol
- Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
- Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak
6. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakstabilan alveolar.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tahanan vaskular paru
d. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan keseimbangan
ventilasi perfusi
e. Hipervolemia berhubungan dengan edema paru
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia
7. Intervensi
DX 1 : Gangguan pertukaran gas b.d ketidakstabilan alveolar.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola
nafas efektif.
Kriteria hasil :
Jalan nafas bersih
Pernapasan 40-60 x/mnt
Takipneu atau apneu tidak ada
Sianosis tidak ada
Intervensi Rasionalisasi
Posisikan pasien untuk memaksimalkan untuk mencegah adanya penyempitan jalan
ventilasi nafas.
Identifikasi pasien perlunya pemasangan karena akan membantu membuka jalan
alat jalan nafas bantuan nafas
Monitor rata-rata , irama dan suara nafas Untuk mengetahui keedalaman nafas pasien
pasien
Keluarkan sekret dengan batuk atau menghilangkan mukus yang terakumulasi
section dari nasofaring, trakea, dan selang
endotrakeal
Monitor pola nafas memastikan bahwa jalan napas bersih
KIE keluarga terkait pemasangan alat Menambah pengetahuan pasien
bantu
DAFTAR PUSTAKA
Leifer, Gloria. 2015. Introduction to Maternity and Pediatric Nursing. Edisi 7. United
Sates of America: Elsevier.
Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates of
America: Elsevier.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA. 2018. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Surasmi, Asrining , dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC