Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Konsep Picky Eater

1. Konsep Picky Eater

Makan merupakan suatu proses fisiologis yang terus berkembang

sesuai dengan bertambahnya usia secara alami. Setelah usia 6 bulan

bayi mulai memperlihatkan minat terhadap makanan selain ASI atau

susu formula (Piazza & Hernandes, 2004). Perkembangan

keterampilan makan dimulai dari gerakan reflex, kemudian belajar

daripengalaman sensorik serta motoric, dan mencapai pola gerakan

yang terampil (Chatoor, 2009).

Kesulitan makan (picky eater) adalah suatu perilaku dimana anak

tidak mau atau menolak untuk makan atau kesulitan mengkonsumsi

makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan

usia anak secara fisiologis, mulai dari membuka mulut tanpa paksaan,

mengunyah, menelan, hingga sampai terserap pada organ pencernaan

tanpa pemberian vitamin atau obat tertentu (Judarwanto, 2006).

Kriteria diagnosis picku eater adalah anak yang menolakjenis

makanan tertentu atau memilih-milih makanan, tetapi tetap

mengkonsumsi makanan dari karbohidrat, protein,sayur atau buah dan

susu (Piazza, 2004).


Dengan porsi yang cukup, sering kali memilih makanan, serta

makan dengan lambat atau terlihat tidaktertarik terhadap suatu

makanan (Beucham & Menella, 2009).

Picky eater merupakan kesulitan makan yang ditandai dengan

menolak makan, neuphobia dan memiliki makanan yang disukai

(Diana & Lies, 2012). Sementara Dorfman (2011) menyebutkan picky

eater ialah perilaku dimana anak sangat memilih dalam hal makanan,

sehingga tidak mendapatkan menu yang seimbang dimana didalamnya

termasuk sayuran, buah-buahan, nasi dan hanya ingin mengkonsumsi

makanan yang manis saja. Picky eater adalah proses perkembangan

dengan pola penerimaan makanan yang terganggu dan kemunculan

pola makanan yang terkait dengan pertumbuhan fisik,usia, dan

perkembangan emosional(Horodynski, 2010).

2. Tipe Picky Eater

Berdasarkan Babycenter, (Henry, 2016), beberapa jenis picky eater

yang umumnya dialami oleh balita diantaranya :

a. The Veggie Hater

Anak dengan tpe The Veggie Hater biasanya menolak

mengkonsumsi sayuran, dalam segi nutrisi sayuran banyak

mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan untuk

pertumbuandan perkembangan anak. Selain itu sayuran juga dapat

meningkatkan kondisi sel tubuh membantu penyembuhan luka,

melindungi mata, kulit dan tulang, juga membantu menghindari


tubuh dari infeksi serta penyakit. Sayur juga mengandung serat

yang sangat berperan dalam proses pencernaan makanan dan

membantu menstabilkan kadar gula dalam darah.

b. The One-Color Kid

Anak dengan tipe The One-Color Kid hanya akan

mengkonsumsi makanan dengan satu warna saja seperti warna

beige atau putih (roti, keju, pasta,susu, nasi, kentang). Anak

menjadi tidak mendapatkan nutrisi dari berbagai jenis makanan.

Dan pada kebanyakan kasus, anak juga menolak untuk

mengkonsumsi kembang kolmeskipun memiliki warna yang

sama. Makanan yang disukai oleh anak tipe ini tidak banyak

mengandung serat, sehingga resiko konstipasi kekurangan zat gizi

pada anak meningkat.

c. The Fast-Food Friend

Anak dengan tipe The Fast-Food Friend hanya akan

mengkonsumsi makanan cepat saji seperti nugget, kentang

goring, pizza, dan burger. Sementara makanan cepat saji

mengandung lemak jenuh sodium, gula, dan hanya sedikit vitamin

serta mineral. Sehingga tidak baik jika dikonsumsi secara

berlebihan dan terus menerus.

d. The Texture Tyrant

Anak dengan tipe The Texture Tyrant hanya akan

mengkonsumsi makanan yang memiliki tekstur lembut dan lunak,


serta selalu menolak makanan dengan tekstur kasar seperti

daging. Anak yang menghindari makanan dengan tekstuer

tertentu akan membatasi asupan protein, serat, dan vitamin.

e. The Carbo Loader

Anak dengan tipe The Carbo Loader hanya akan

mengkonsumsi makanan seperti roti, pasta, biscuit, atau keripik

kentang. Ia selalu menolak jika diberikan makanan sehat oleh

orang lain. Anak membutuhkan karbihidrat untuk melakukan

aktivitasnya sehari-hari. Namun tidak semua karbohidrat

memiliki kandungan yang sama karbohidrat kompleks seperti roti

gandum, sereal dan beberapa jenis buah serta sayur, memiliki

dandungan serat dan membutuhkan waktu untuk dicerna dalam

tubuh hingga si kecil tak mudah merasa lapar. Namun,

karbohidrat sederhana seperti roti tawar dan kue, memiliki

kandungan gula yang lebih banyak dan sedikit zat gizi.

f. The Stuck in a Rut Child

Anak dengan tipe The Stuck in a Rut Childhanya akan

mengkonsumsi satu jenis makanan saja disaat pagi, siang dan

malam hari pada saat makan. Pada kebanyakan kasus, anak hanya

mau mengkonsumsi mie atau telur, serta menolak untuk mencoba

makanan yang lain.


g. The No Fruit Kid

Pada buah mengandung banyak vitamin dan mineral yang

dibutuhkan oleh tubuh anak, namun anak dengan tipe The No

Fruit Kid menolak ketika diberikan buah-buahan. Tidak hanya

buah yang memili rasa asam atau pahit, namun juga buah yang

memiliki rasa manis.

3. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Picky Eater

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya picky eater pada anak

menurut Dorfman, 2008, yaitu

a. Nafsu Makan

Hilangnya nafsu makan pada anak yang mengalami picky

eater ditandai dengan gejala ringan hingga gejala berat. Pada

tahap ringan gejala berupa : kurangnya nafsu makan anak, tidak

menghabiskan susu,mengeluarkan atau menyembur-nyemburkan

makanan, serta pada anak yang mengkonsumsi ASI biasanya

waktu minum ASI menjadi lebih singkat. Sedangkan pada tahap

berat : anak menutup mulutnya dengan rapat atau menolak

makanan dan minuman susu.

b. Kondisi Psikologis

Terdapat banyak faktor psikologis yang mempengaruhi

nafsu makan, diantaranya anak sedang merasa bahagia,

sedih,depresi bahkan sedang merasa tidak nyaman dapat

mengalami gangguan nafsu maka. Mood pada saat stress berperan


pada rendahnya pada variasi makanan dan kecenderungan

terhadap rasa manis.

c. Kondisi Fisik

Anak yang mengalami kesehatan fisik, terutama pada

organ-organ pencernaan akan mengalami picky eater. Hal ini

terjadi pada anak yang mengalami gangguan penyerapan atau

gangguan enzim sehingga nutrisi tidak terserap dengan baik.

Beberapa gangguan cerna yang dialami oelh anak yaitu alergi

makanan,celiac, reflux, kolik, pancreatic insufficiency, diare,

hepatitis, sirosis, bibir sumbing dan sebagainya. Hal ini

menyebabkan ketidaknyamanan pada anak dan cenderung untuk

menolak makanansehingga kejadian gizi buruk pada anak

menjadi lebih beresiko lebih tinggi.

d. Interaksi Ibu Anak

Makan merupakan proses yang kompleks dan dinamis yang

tidak haya koordinasi gerak beberapa otot tetapi juga iteraksi

efektif anatara pengasuh, anak dan lingkungan. Masalah makan

dapat menjadi indicator kesulitan emosi antara anak dan orang tua

khususnya ibu. Klesges et all mengungkapkan bahwa interaksi

orang tua yang mendorong anaknya untuk makan berpengaruh

pada perilaku makan dan berat badan anak (Olivena, 2008).

Interaksi yang negative seperti memaksa anak untuk makan,

mengancam serta perilaku yang mengganggu anak (melemparkan


makanan) dapat berpengaruh terhadap nafsu makan anak (Claude

& Bernard, 2006).

e. Perilaku Makan Orang Tua

Kebutuhan balita dalam pemenuhan masih tergantung

kepada orang lain, khusunya ibu atau pengasuh karena balita

merupakan golongan consumer semipasif/semiaktif (Soedibyo,

2008). Hasil studi menunjukan secara kuat asupan gizi

berhubungan dengan ibu dan anak dibandingaan antara ayah dan

anak. Pada anak prasekolah kebiasaan makan orang tua

mempunyai dampak terhadap asupan gizi anak (Oliveria, 2008).

Penelitian menunjukan bahwa anak perempuan yang memilik

picky eater mempunyai ibu dengan variasi asupan sayuran yang

rendah (Galloway,2003).

Pengasuh anak dengan karakteristik tertentu mempunyai

dampak positif pada keadaan gizi anak. Ibu dan anak yang bergizi

baik, merupakan ibu yang terampil mengurus anak, sabar,dan

tampak dewasa dibandingkan ibu dari kelompok dengan anak

bergizi rendah (UNICEF, 2008).

f. Pemberian ASI eklusif

Perilaku picky eater dibentuk karena anak terlalu dini

mengenal makanan. Anak yang mengkonsumsi ASI cenderung

tidak, karena anak telah terbiasa dengan variasi rasa melalui ASI.

Sebuah penelitian mengungkapkan semakin lam ibu menysui


anaknya, maka semakin rendah merekamemaksa anaknya makan

pada usia satu tahun. Perilaku positif dari menyusui tersebut dapat

mengurangi terjadinya picky eater pada anak (Piazaa &

Hemandez, 2004).

Menurut terapis wicara Growing Heart Developmental

Care, Lismiyati AM.d. TW dalam artikel berjudul kenali Picky

Eater pada anak (Lestari, 2017), kesulitan makan disebabkan oleh

4 faktor, anataralain :

1) Faktor sensori, berupa sensori penciuman. Sekitar 80% nafsu

makan ditentukan oleh indra penciuman. Maka tidak

mengherankan jika seseorang sedang mengalami flu maka

nafsu makannya menjadi berkurang. Kurangnya stimulasi

input sensori oral, diantara rasa, tekstur, dan temperature

tidak mebuat oral tidak peka terhadap input tersebut. Maka

sensori pada lidah menyebabkan gag reflek (reflek ingin

muntah)sangat tinggi.

2) Faktor motoric oral. Otot mulut yang lemah menyebabkan

sulit untuk menutup, sehingga bisa menyebabkan drooling

(ngeces). Lemahnya otot rahang sangat mempengaruhi

pergerakan membuka mulut dan mengunyah makanan. Otot

lidahyang lemah menyebabkan keterbatasan dalam proses

pergerakan.
3) Faktor psikis, Anak mempunyai pengalaman negatif saat

sedang mengkonsumsi makanan dengan tekstur tertentu.

Misalnya tersedak saat makan. Anak mengalami trauma atau

mempunyai pengalaman negative membutuhkan penanganan

psikolog untuk membantu menghilangkan trauma psikis.

4) Faktor medis. Anak picky eater yang mengalami kembung

atau nyeri setelah mengkonsumsi makanan tertentu,

penangananya harus dilakukan oleh dokter.

4. Gejala Picky Eater

Masalah makan pada anak merupakan masalah yang bervariasi

mulai dari menolak atau memilih-milih makanan (picky eater), serta

makan dalam porsi besar serta tidak dapat mengontrol kapan harus

berhenti (binge eating). Masalah picky eater yang lebih parahnya yaitu

menolak atau takut terhadap makanan yang baru (Neophobic, Fussy

Ester). Anak dengan picky eater hanya makan sedikit,memiliki

kesukaan makanan yang berlebihan.Makan perlahan-lahan kurang

nafsu makan, makan dengan variasi makanan yang sedikit, sulit

mencoba makanan baru, dan menghindari beberapajenis makanan

(Wright, Parkinson, Shipton & Drewett, 2008). Menurut Judarwanto

(2006) anak dengan picky eater memiliki gejala :

a. Kesulitan mengunyah, mengisap, menelan makanan atau hanya

mempu mengkonsumsi makanan lunak atau cair.


b. Memuntahkan atau menyemburkan makanan yang telah

dimasukan kedalam perut.

c. Makan terlalu lama dan memainkan makanan.

d. Tidak mau memasukan makanan kedalam mulut atau menutup

mulut dengan rapat

e. Tidak menyukai variasi banyak makanan

5. Dampak Picky Eater

Picky eater merupakan fase yang biasa terjadi pada perkembangan

anak yang selalu menyebabkan masalah kesehatan atau social. Namun

picky eater yang terlalu berlebihan dan ekstreme dapat berakibat

buruk, seperti kegagalan dalam tahptumbuh kembang, penyakit

kronis, dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan kematian

(Manikam & Perman, 2000).

Picky eater juga dapat menyebabkan kurangnya mikro dan

makronutrien yang pada akhirnya mengganggu pertumbuhan fisik

yang ditandai berat badan dan tinggi badan kurang atau kesulitan

untuk meningktkan berat badan dan juga gangguan pertumbuhan

kognitif (Judarwanto, 2006, Wright, 2008)

Picky eater pada anak yang tidak ditangani dan berlangsung lama

akan berakibatburuk pada tumbuh anak.Beberapa dampak dari picky

eater yaitu (Lestari,2017).


a. Otot tidak terstimulus dengan baik. Gerakan mengunyah makanan

dapat mempengaruhi pergerakan otot pada area mulut. Jika anak

jarang makan maka ototakan menjadi lemah.

b. Mempengaruhi kelancaran komuikasi, khususnya artikulasi

(kejelasan bicara). Otot motoric oral bisa mempengaruhi cara

berbicara. Semakin lemah otot motoric oral makan cara

berbicaranya pun akan semakin kurang jelas.

c. Menjadi tidak praktis dan mempengaruhi kemandirian anak. Saat

bepergian orang tua harus membawa makanan khusus untuk

anaknya. Karena hanya mau mengkonsumsi makanan tertentu

saja. Ketidak jelasan dalam menyampaikan sesuatu juga menjadi

kendala saat komunikasi dengan orang lain. Orang tua harus

membantu saat anaknya menyampaikan sesuatu.

d. Kendala dalam bersosialisasi. Anak akan mengalami kesulitan

dalam bersosialisasi karena teman-temanya mengalami kesultan

dalam memahami apa yang disampaikannya.

e. Emosi yang tidak stabil. Hal ini dikarenakan orang lain tidak

memahami apa yang disampaikan anak, maka anak picky eater ini

cenderung lebih mudah emosi.

f. Percaya diri menurun. Kemampuan komunikasi yang berbeda

dengan teman sebayanya dapat menurunkan percaya diri pada

anak.
6. Cara Mengatasi Picky Eater

Menurut Prawihartono (2009), cara untuk mengatasi sulit makan

pada anak yaitu :

a. Melatih anak makan tiga kali sehari secara teratur. Jangan

memberi makanan ringan, susu, atau jus diantara waktu makan

agar nafsu makan anak tetap terjaga.

b. Ibu hanya memberikan anak porsi makan kecil dan diharapkan

anak meminta porsi berikutnya.

c. Anak harus duduk dikursi makannya dan ibu berusaha menahan

anak tetap susuk dengan tanpa memaksa anak.

d. Membatasi waktu makan maksimum 30 menit kemudian

mengambil makanan bila anak tidak menghabiskannya dalam

waktu tersebut. Meskipun anak hanya makan satu hingga dua

sendok makan.

e. Jangan memberikan komentar tentang jumlah makanan yang

dimakan.

f. Jangan memberikan anak makan sambal bermain atau menonton

televise.

g. Jangan memberikan makanan sebagai hadiah atau ungkapan

perasaan orang tua, seperti memberikan coklat pada anak sebagai

tanda terima kasih.

h. Jangan memberikan anak bermain dengan makanannya atau

membuang alat makan.


i. Jangan membiarkan anak yang lebih tua terlalu banyak berbicara

pada saat makan.

Perilaku makan picky eatermembuat orang tua menjadi

fous pada kecukupan asupan anaj dan biasanya orang tua akan

memaksa anaknya untuk makan, karena khawatir yang berlebihan

anak mengalami berat badan yang tidak sesuai dengan usianya,

padahal perilaku tersebut dapat berakibat negative pada anak

(Claude & Bernard, 2006).

b. Status Gizi

1. Definisi Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh yang diakibatkan oleh

keseimbangan asupan zat gizi dengan kebutuhan, dimana dapat dilihat

melalui berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan

panjang tungkai(Gibson, 2005)

Status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

yaitu konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Seseorang yang

memperoleh zat-zat gizi yang cukup dan digunakan secara efisien

akan memperoleh status gizi yang cukup. Defisiensi zat gizi makro

meliputi kekurangan karbohidrat, protein, dan lemak berdampak

dalam waktu singkat, Sementara defisiensi zat gizi mikro seperti


kekurangan vitamin, dan mineral dan berdampakdalam waktu yang

lama (A Imatsier, 2011)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberap efek

negative seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap

penyakit, menurunnya tingkat kesadaran, dan terganggunya mental

anak. Kekurangangizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak.

Sebagai akibat kuranya asupan giz, status gizi dibagi dua sifat yaitu

status gizi yang sifatnya akut dan status gizi yang sifatnya kronis.

Status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat keadaan yang berlansung

dalam waktu yang pendek, seperti menurunnya nafsu makan akibat

sakit atau karena menderita diare (Santoso & Rianti, 2009).

Status gizi balita dipengaruhi banyak factor, baik penyebab

langsung maupun penyebab tidak lansung. Penyebab langsung yang

mempengaruhi status gizi adalah asupan makan dan penyakit infeksi

yang diderita balita, penyebab tidak langsung meliputi ketersediaan

pangan dalam hal ini dengan mengetahui pekerjaan dan pendapatan

orang tua, pola asuh anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan

lingkungan. Ketiga factor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan

dengantingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga

(Adisasmito, 2007).

Menurut Warmani dkk (2005) status gizi dipengaruhi oleh internal

faktor, intermediate, dan proximal factor.


a. Internal factor

Usia pada pengenalan makanan pedamping mempunyai

hubungan dengan status gizi dimanan ibu lebih sering

mengenalkan makanan tambahan lebih awal ketika bayi memiliki

status gizi kurang.Balita dan anak yang berada pada masa

pertumbuhan memerlukan makanan yang bergizi relative lebih

banyak dibandingkan dengan orang dewasa(Simondon, et all,

2001). Kecepatan pertumbuhan berat badan dan panjang badan

pada anak yang sehat tidak sama, dimana pada triwulan pertama

yaitu 700-1000 gr, lebih cepat dibandingkan triwulan kedua yaitu

500-600gr, pada triwulan kedua lebih cepat dibandingkan

triwulan ketiga 350-450 gr, danberlangsung hingga anak berusia

12 bulan dengan kenaikan berat badan mencapai 3kali berat badan

lahir sementara pada triwulan keemapat mencapai 250-350 gr

(Pudjiadi, 2001).

b. Distal Faktor

Meliputi pendidikan rang tua, kejahteraan keluarga,

kepemilikan barang rumah tangga. Tingkat pendidikan dan

pengetahuan mengenai gizi akan mempengaruhi status gizi anak.

Ibu yang memiliki pendidikan terakhir setingkat SD cenderung

mempunyai balita dengan status gizi kurang. Umumnya

pendapatan sehari-hari mempengaruhi tingkat konsumsi.

Makanan dan jumlahnya akan membaik jika pendapatan naik. Ini


berkaitan dengan tingkat kemampuan keluarga dalam pemenuhan

buah-buahan dan makanan berkualitas tinggi (Andarwati, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat dengan golongan

ekonomi rendah banyak mengalami penyakit kurang gizi yang

berakibat menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hal ini

terjadi karena kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan

sangat rendah, baik seara kualitatif maupun kuantitatif

(Khumaidi, 1994).

c. Intermdiate Faktor

Meliputi paritas dan status imunisasi. Kebutuhan pangan

akan semakin banyak sebanding dengan semakin banyak jumlah

anggota dalam keluarga. Jika kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan pangan terbatas, maka keluarga dengan anggota

keluarga yang lebih banyak akan mendapatkan bagian yang lebih

kecil dibandingkan keluarga dengan jumlah anggota keluarga

yang sedikit. Hal ini akan berdampak pada terbatasnya asupan

gizi yang diperoleh oleh anggota keluarga (Sediaoetama, 2004)

d. Proximal Faktor

Meliputi status pemberian ASI. Frekuensi pemberian

makanan pedamping ASI dan status kesehatan. Bayi usia 3 bulan

pertama yang diberikan air dan MP-ASI sebelum usia 6 bulan

akan mempunyai berat badan yang rendah dan tinggi badan yang

rendah yang tidak sesuai usia. Anak yang tidak


pernahmendapatkan ASI mempunyai prevalensi gizi kurang lebih

tinggi dibandingkan dengan anak yang mendapatkan ASI ekslusif

(Sediaoetama, 2004).

Reaksi imunologis akan terhambat apabila seorang anak

memiliki gizi kurang yang kurang. Status kesehatan seseorang

sangat dipengaruhi oleh status gizi dan tingkat konsumsi pangan.

Namun tidak hanya status gizi yang mempengaruhi tingkat

kesehatan tetapi status kesehatan juga sangat mempengaruhi

status gizi. Kuman-kuman yang tidak terlalu berbahaya pada

anak-anak dengan statusgizi baik, akanbisa menyebabkan

kematian pada anak dengan status gizi kurang (Andarwati, 2007).

3. Penilaian Status Gizi

Menurut Supariasa (2002) mengemukakan penilaian terhadap

status gizi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian langsung,

meliputi: antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangakan

penelitian tidak langsung meliputi: survey konsumsi makanan, statistic

vital dan factor ekologi. Metode yang paling sering digunakan dalam

penilaian status gizi dimasyarakat adalah antropometri dan survey

konsumsi makanan:

a. Antropometri

Merupakan metode penilaian status gizi yang umum

digunakan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Jenis ukuran tubuh
yang digunakan seperti berat badan, tinggi badan, panjang badan,

lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, dan tebal lrmak

dibawah lipatan kulit.

Antropomentri sangat umum digunakan untuk mengukur

status gizi dari berbagai keseimbangan antara asupan energy dan

protein. Biasanya gangguan terlihat dari pola pertumbuhan fisik

dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot,dan jumlah air

didalam tubuh. Penelitian antropometri memiliki beberapa

kelebihan, yaitu (Supariasa, 2002).

1) Alat mudah didapatkan dan digunakan seperti dacin, pita

lingkar lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi

yang dapat dibuat sendiri di rumah.

2) Prosedurnya sederhana, dapat dilakukan berulang-

ulangdengan mudah dan objektif, aman dan dapat dilakukan

dengan jumlah sampel yang besar.

3) Pengukuran dilkukan bukan hanya oleh tenaga ahli namun

juga bisa dilakukan oleh tenaga yang terlatih.

4) Biaya relative murah, mudah didapat dan dibawa, tahan lama

dapat di pesen dan dibuat di daerah setempat.

5) Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibatalkan.

6) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa

lalu.
7) Dapat mengidentifikasi status gizisedang, kurang, dan buruk

karena sudah ambang batas yang jelas.

8) Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode

tertentu atau dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

9) Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan

kelompok yang rawan terhadap gizi.

Sementara kelemahan dari pengukuran antropometri yaitu

(Supariasa, 2002).

1) Tidak sensitive karena metode ini tidak dapat mendeteksi

status gizi dalam waktu yang singkat, serta tidak dapat

membedakan kekurangan zat gizi yang dibutuhkan tubuh

seperti zink dan Fe

2) Faktor dari luar seperti penyakit, genetic, dan penurunan

penggunaan energy dapat menurunkan spesifikasi dan

sensitifitas pengukuran.

3) Kesalahn yang terjadi pada saat pengukuran dapat

mempengaruhi presisi, akurasi serta validitas pengukuran.

4) Kesalahan biasanya berhubungan dengan latihan petugas

yang tidak cukup, kesalahn alat serta kesulitan pengukuran.

Standar internasional penguuran untuk mengetahui berat badan dan

tinggi badan normal, lebih rendah atau bahkan tinggi dari yang seharusnya

berdasarkan ketetapan WHO (Supariasa, 2002).


1. IndikatorBerat Badan/Umur (BB/U)

Berat badan merupakan parameter yang sangat labil dimana dalam

keadaan normal, antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin,

makan berat badan berkembang mengikuti umur. Indikator BB/U

lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat ini.

Pengkategorian dibagi menjadi tiga yaitu dalam keadaan normal,

rendah atau lebih setelah dibandingkan dengan standar WHO.

Apabila BB/U normal maka termasuk kedalam golongan status gizi

baik. Apabila BB/U rendah termasuk ke golongan status gizi kurang

stau buruk atau underweight. Namun bila BB/U tinggi maka

termasuk ke golongan status gizi lebihatau overweight, (Soekirman,

2000).

Dalam keadaan normal dimana kesehatan dan kebutuhan zat gizi

tercukupi berat badan akan mengikuti umur sehingga indeks BB/U

digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi seseorang pada

saat ini (Supariasa, 2000). Kelebihan indicator BB/U anatara lain

(Supariasa, 2000) :

1) Dapat dengan mudah dan dimengerti oleh masyarakat umum.

2) Sensitive untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu

pendek.

3) Dapat mendeteksi kegemukan.


Kelemahan indicator BB/U anatar lain (Supariasa, 2000) :

1) Interpretasi status gizi menjadi keliru apabila mengalami eudema.

2) Data umur yang akurat sangat sulit diperoleh terutama di negara-

negara berkembang.

3) Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak

dilepas atau dikoreksi karena anak terus bergerak.

4) Masalah social budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk

tidak mau menimbang anaknya karena alasan tertentu.

b. Indikator Tinggi Badan/Umur (TB/U)

Indikator TB/U menurut WHO dikategorikan dalam keadaan

normal, kurang dan tinggi. Apabila TB/U kurang makan digolongkan

sebagai stuanted atau panjang badan tidak sesuai dengan umur

(Soekirman, 2000). Ini hanya digunakan pada anak usia 0 sampai 24

bulan. Pengukuran menggunakan indicator TB/U menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan akan

tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pengukuran ini relative kurang

sensitive terhadap masalah kurang gizi dalam jangka waktu pendek,

pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan terlihat dalam

waktu yang relative lama. Berdasarkan karakteristik tersebut Indikatir

TB/U atau PB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang di masa lalu

(Supariase, 2002). Kelebihan pengukuran TB/U (Supariase, 2002) :

1) Memberikan gambaran riwayat gizi masa lalu.

2) Dapat menjadi indicator keadaan social ekonomi penduduk.


Kelamahan pengukuran TB/U (Supariase, 2002).

1) Akan mendapat kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang

badan pada kelompok usia balita.

2) Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini.

3) Memerlukan data umur yang akurat, dimana sulit diperoleh di negara-

negara berkembang.

4) Kesalahan sering diperoleh pada pembacaan skala umur, terutama jika

dilakukan oleh tenaga non professional.

c. Indikator Berat Badan/Tinggi Badan (BB/TB)

Indikator BB/TB dapa menggambarkan status gizi pada saat ini

dengan lebih sensitive dan spesifik sehingga merupakan pegukuran

antropometri terbaik. Apabila BB/TB kurang maka seseorang akan masuk

kedalam kategori kurus atau wasted (Soekirman, 2000).

Kelebihan dari BB/TB (Supariase, 2002).

1) Independen terhadap umur dan ras.

2) Dapat menilai status kurus dan gemuk serta keadaan marasmus atau

kekurangan energy krinik lainnya.

Kelemahan BB/TB (Supariase, 2002).

1) Kesalahn dapat terjadi apabila pakaian anak pada saat pengukuran

tidak dilepas atau anak terus bergerak.

2) Masalah social budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk

tidak mau menimbang anaknya.


3) Akan mendapat kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang

badan pada kelompok usia balita.

4) Kesalahan sering dijumpai pada saat pembacaat skala umur, terutama

bila dilakukan oleh petugas non professional.

5) Tidak dapat membedakan apakan anak tersebut pendek normal atau

jangkung.

d. Penilaian Klinis

Penilaian klinis merupakan suatu metode yang sangat penting

untuk menilai status gisi masyarakat. Untuk mempelajari dan

mengevaluasi tanda fisik yang ditimnbulkan sebagai akibat dari

gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi ternasuk hambatan

pertumbuhan dan perkembangan yanf ditentukan dengan

membandingkan individu atau kelompok dengan nilai-nilai normal

(Supariase,2002).

Kelebihan metode ini adalah penyakit kurang gizi menimbulakan

atau memberikan gejala-gejala klinis yang khas, seperti rambut yang

jarang, tipis, mudah dicabut, pucat dan eudema. Sementara kekurangan

metode ini yaitu sering terjadi kesalahndalam mendiagnosis gejala

penyakit yang hampir sama antara satu penyakit kurang gizi dengan

bukan penyakit kurang gizi dan harus dilakukan oleh tenaga professional

(Supariase, 2002).
c. Penilaian Biokimia

Metode yang menggunakan saran laboratorium untuk menilai

status gizi dengan cara mengukur kandungan berbagai zat gizi dan

substansi kimia dalam darah dan urine. Seperti mengukur kadar albumin

dalam darah untuk membedakan KurangEnergi Protein (KEP) berat karena

deficit energy atau bersamaan denga deficit protein (Supariase, 2002).

d. Penilaian Biofiisk

Merupakan metode penetuan status gizi dengan melihat

kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur serta jaringan.

Penggunaan metode ini pada umumnya digunakan dalam situasu tertentu

seperti kejadian buta senja yang menggunakan tes adaptasi gelap

(Supariase, 2002)

Sementara penilaian status gizi tidak langsung meliputi (Supariase, 2002):

1) Survey Konsumsi Makanan

Dengan melihat jumlah dan zat gizi yang dikunsumsi.

Pengumpulan data konsumsi makanan dapat mengidentifikasi

kelebeihan dan kekurangan zat gizi (Supariase, 2002).

2) Statistik Vital

Yaitu menganalisa data beberapa statistic kesehatan sepertiangka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian, dan data

lainnya ynang berhubungan dengan gizi (Supariase, 2002).


3) Faktor Ekologi

Menurut Bangoa (Supariase,2002) malnutrisi merupakan masalah

ekologi sebagai hasil interaksi beberapa factor fisik, biologis, dan

lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat

bergantung dari keadaan seperti iklim, tanah dari irigasi.

4) Stanadar Penentuan Status Gizi

Standar baku untuk mamantau status gizi dan pertumbuhan balita di

Indonesia adalah standar baku WHO-NCHS.

Anda mungkin juga menyukai