Anda di halaman 1dari 13

GANGGUAN ADRENAL

Pengertian
Kelenjar Adrenal (Suprarenal) atau yang sering disebut dengan kelenjar anak ginjal adalah
kelenjar yang berbentuk seperti segitiga yang terletak di atas ginjal. Berat kelenjar adrenal
adalah sekitar 4 – 5 gram. Kelenjar adrenal tidak mempunyai saluran, oleh karena itu disebut
kelenjar ductless. Melalui sekresi hormonnya, kelenjar adrenal memegang beberapa fungsi
penting di dalam tubuh. Pada manusia kelenjar ini terletak sejajar dengan tulang punggung
thorax ke 12.
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan /
defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).

Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal:


a.  Hiperfungsi kelenjar adrenal
1.      Sindrom Cushing: disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal, terutama
kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid
sintetik
2.      Sindrom Adrenogenital: Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau
menyeluruh,  satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid
3.      Hiperaldosteronisme
a.  Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn): Kelaianan yang disebabkan karena
hipersekresi    aldesteron autoimun
b.       Aldosteronisme sekunder: Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin
primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.

b.  Hipofungsi Kelenjar Adrenal


  Insufisiensi Adrenogenital :
1.      Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal): Kelainan yang terjadi karena
defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi mendadak sehubungan sakit / stress.
2.      Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison): Kelainan yang
disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih penting adalah defisiensi
gluko dan mineralokortikoid.
3.      Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder: Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom
kegagalan hipofisis anterior respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena
atrofi adrenal.

1.   Pengertian Sindrom Chushing


               Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik
gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. (Price, 2005).
Syndrome cushing adalah Ganbaran klinis yang timbul akibat peningkatan glukokortikoid
plasma jangka panjang dalam dosisi farmakologik (latrogen).(Wiliam F. Ganang , Fisiologi
Kedokteran, Hal 364).
            Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik
gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang
tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-
senyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, Hal. 1088)
2.    Etiologi
                  Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang
berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa
adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom
cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH.
Syndrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing. (buku ajar ilmu
bedah, R. Syamsuhidayat, hal 945)
Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis
farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis
hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks
adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang
mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091)

3.    Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar
glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik
sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid.
Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
Glukokortikoid :  Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah
kortisol.
Mineralokortikoid : Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
Androgen.
Estrogen.
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:
Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan
menurunnya kemampuan sel-sel pembentUk protein untuk mensistesis protein, sebagai
akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan
tulang. Secara klinis dapat ditemukan:
o   Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
o   Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna
ungu (striae).
o   Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
o   Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule
menyebabkan mudah tibul luka memar.
o   Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat
dengan mudah terjadi fraktur patologis.
Distribusi jaringan adiposa.
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh.
o   Obesitas.
o   Wajah bulan (moon face)
o   Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison).
o   Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawaH yang kurus akibat atropi otot
memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
Elektrolit
Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan
pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
Sistem kekebalan
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat
germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
o   Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten
o   Produksi anti bodi
o   Reaksi peradangan
o   Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
Sekresi lambung
Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa
dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
Fungsi otak
perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh
ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah
kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid: dapat
menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler, menghambat
pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang
merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai
layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-
1091)
4.    Klasifikasi
Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :
a.    Penyakit Cushing
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70 %
dari kasus yang dilaporkan.Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) dan
umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
b.    Hipersekresi ACTH Ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi ACTH
ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-paru; tumor ini menjadi
penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik lebih sering pada
laki-laki. Rasio wanita: pria adalah 1:3 dan tertinggi pada umur 40-60 tahun.
c.    Tumor-tumor Adrenal Primer
Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17-19 % kasus-kasus Sindroma Cushing.
Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada wanita,
tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki.
Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75 % kasus terjadi pada orang
dewasa.
d.    Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma
adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51 %), adenoma adrenal terdapat
sebanyak 14 %. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit
Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasa dan berjumlah sekitar 35 % kasus,
sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis
dibuat, insidens jenis kelamin adalah sama.

5.    Manifestasi Klinis


o   Amenorea                                                    
o   Nyeri punggung                                           
o   Kelemahan otot                                            
o   Nyeri kepala                                                 
o   Luka sukar sembuh                                       
o   Penipisan kulit                                               
o   Petechie                                                        
o   Ekimosis                                                      
o   Striae                                                            
o   Hirsutisme (tumbuh bulu diwajah)     
o   Punuk kerbau pada posterior leher                  
o  Psikosis                                                            
o   Depresi
o   Jerawat
o   Penurunan konsentrasi
o   Moonface
o   Hiperpigmentasi
o   Edema pada ekstremitas
o   Hipertensi
Miopati
Osteoporosis
Pembesaran klitoris
Obesitas
Hipokalemik
Perubahan emosi
Retensi Natrium

6.    Komplikasi
a.      Krisis Addisonia
b.      Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
c.       Patah tulang akibat osteoporosis

7.    Pemeriksaan Penunjang


a.      Tes supresi dexamethason
o   Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah
hipofisis atau adrenal
o   Untuk menentukan kadar kortisol
Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan : Steroid <5 style=""> àNormal
Pada pagi hari sekresi kortisol tidak ditekan : Steroid >10 uL /dl àSindrom Cushing
b.      Kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam:
Untuk memeriksa kadar 17- hidroksikortikosteroid serta 17- kortikosteroid, yang merupakan
metabolic kortisol dan androgen dalam urin.
Kadar metabolic dan kortisol plasma meningkat à Sindrom Cushing
c.       Stimulasi CRF (Corticotrophin-Releasing Faktor)
Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH sebagai
penyebab.
d.      Pemeriksaan Radioimmunoassay ACTH Plasma
Untuk mengenali penyebab Sindrom Cushing
e.      CT, USG, dan MRI
Dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada
kelenjar adrenal.

i.   Penatalaksanaa
a.    Terapi Operatif
o   Hipofisektomi Transfenoidalis : Operasi pengangkatan tumor pada kelenjar hipofisis
o   Adrenalektomi : terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer
b.    Terapi Medis
Preparat penyekot enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane, ketokonazol)
digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi
ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN GANGGUAN ADRENAL
A.    Pengkajian
Pengumpalan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek tubuh dari hormone
korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal untuk
berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron.
a. Data Biografi : nama, usia, jenis kelamin
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Data subjektif
·         Amenorea
·         Nyeri punggung
·         Mudah lelah / kelemahan otot
·         Sakit kepala
·         Luka sukar sembuh
2) Data objektif
a.    Integumen
·         Penipisan - Kulit Striae
·         Petechie - Hirsutisme (pertumbuhan bulu bulu wajah)
·         Ekimosis - Edema pada ekstremitas
·         Jerawat - Hiperpigmentasi
·         Moonface
·         Punuk kerbau (buffalo hump) pada posterior leher
b.    Kardiovaskuler
·         Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
·         Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid klavikula
·         Perkusi : Pekak
·         Auskultasi : S1 S2 Terdengar tunggal
c.    Sistem Pernapasan
·         Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, tidak terlihat retraksi intercouste
hidung, pergerakan dada simetris
·         Palpasi : Vocal premilis teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
·         Perkusi : Suara sonor
·         Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan
ronchi wheezing
d.    Muskuloskeletal
·         Kelemahan otot
·         Miopati
·         Osteoporosis
e.    Reproduktif: Pembesaran klitoris
f.     Makanan dan cairan
·         Obesitas
·         Hipokalemia
·         Retensi natrim
g.    Psikiatrik
·         Perubahan emosi
·         Psikosis
·         Depresi
·        Penurunan konsentrasi
h.    Pembelajaran
·         Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis dan pengobatannya.

B.     Diagnosis
a.      Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
b.      Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
c.       Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
d.      Resiko cidera b.d kelemahan
e.      Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan
kulit

C.    Intervensi Dan Rasional


a. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
            Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan
Intervensi Rasional

1.    Ukur intake output 1.    Menunjukkan status volume sirkulasi


terjadinya perpindahan cairan dan respon
2.    Hindari intake cairan berlebih
ketika pasien hipernatremia terhadap nyeri
3.    Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 2 2.    Memberikan beberapa rasa kontrol dalam
jam menghadapi upaya pembatasan
4.    Timbang BB klien 3.    TD meningkat, nadi menurun dan RR
meningkat menunjukkan kelebihan cairan
5.    Monitor ECG untuk
abnormalitas (ketidakseimbangan 4.    Perubahan pada berat badan
elektrolit) menunjukkan gangguan keseimbangan cairan
6.    Lakukan alih baring setiap 2 5.    Hipernatremi dan hipokalemi
jam menunjukkan indikasi kelebihan cairan
7.    Kolaborasi hasil lab (elektrolit : 6.    Alih baring dapat memperbaiki
Na, K, Cl) metabolisme
7.    Menunjukkan retensi cairan dan harus
dibatasi

    

          b.   Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
               Tujuan : Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Intervensi Rasional
1.      Kaji kemampuan klien dalam 1.      Mengetahui tingkat perkembangan
melakukan aktifitas klien dalam melakukan aktivitas
2.      Tingkatkan tirah baring / duduk 2.      Periode istirahat merupakan tehnik
penghematan energi
3.      Catat adanya respon terhadap
aktivitas seperti :takikardi, dispnea, 3.      Respon tersebut menunjukkan
fatique. peningkatan O2, kelelahan dan kelemahan
4.      Tingkatkan keterlibatan pasien 4.      Menambah tingkat keyakinan pasien
dalam beraktivitas sesuai dan harga dirinya secar baik sesuai dengan
kemampuannya tingkat aktivitas yang ditoleransi
5.      Berikan bantuan aktivitas sesuai 5.      Memenuhi kebutuhan aktivitas klien
dengan kebutuhan
6.      Meningkatkan relaksasi dan
6.      Berikan aktivitas hiburan yang penghematan energi, memusatkan kembali
tepat seperti : menonton TV dan perhatian dan meningkatkan koping
mendengarkan radi

           c.    Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi


                 Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi
Intervensi Rasional
1.      Kaji tanda-tanda infeksi 1.      Adanya tanda-tanda infeksi (tumor,
rubor, dolor, calor, fungsio laesa) merupakan
2.      Ukur TTV setiap 8 jam
indicator adanya infeksi
3.      Cuci tangan sebelum dan
2.      Suhu yang meningkat merupan indicator
sesudah melakukan tindakan
adanya infeksi
keperawatan
3.      Mencegah timbulnya infeksi silang
4.      Batasi pengunjung sesuai
indikasi 4.      Mengurangi pemajanan terhadap
patogen infeksi lain
5.      Tempatkan klien pada ruang
isolasi sesuai indikasi 5.      Tehnik isolasi mungkin diperlukan
untuk mencegah penyebaran/ melindungi
6.      Pemberian antibiotik sesuai
pasien dari proses infeksi lain
indikasi
6.      Terapi antibiotik untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi nosokomial

           d.   Resiko cidera b.d kelemahan


                 Tujuan : Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi
Intervensi Rasional

1.      Ciptakan lingkungan yang 1.      Lingkungan yang protektif dapat


protektif mencegah jatuh, fraktur dan cedera
lainnya pada tulang
2.      Bantu klien saat ambulansi
2.      Kondisi yang lemah sangat
3.      Berikan penghalang tempat tidur
beresiko terjatuh
/ tempat tidur dengan posisi yang
rendah 3.      Menurunkan kemungkinan adanya
trauma
4.      Anjurkan kepada klien untuk
istirahat secara adekuat dengan 4.      Memudahkan proses
aktivitas yang sedang penyembuhan
5.      Anjurkan klien untuk diet tinggi 5.      Untuk meminimalkan
protein, kalsium dan vitamin D pengurangan massa otot
6.      Kolaborasi pemberian obat- 6.      Dapat meningkatkan istirahat.
obatan seperti sedative.
e.  Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan
kulit
Tujuan : Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan
Intervensi Rasional

1.      Kaji ulang keadaan kulit 1.      Mengetahui kelaianan / perubahan kulit


serta untuk menentukan intervensi
klien selanjutnya
2.      Ubah posisi klien tiap 2 jam 2.      Meminimalkan / mengurangi tekanan
yang berlebihan didaerah yang menonjol serta
3.      Hindari penggunaan plester
melancarkan sirkulasi
4.      Berikan lotion non alergik
3.      Penggunaan plester dapat menimbulkan
dan bantalan pada tonjolan tulang
iritasi dan luka pada kulit yang rapuh
dan kulit
4.      Lotion dapat mengurangi lecet dan
iritasi

D.    Evaluasi
a.      Kebutuhan volume cairan kembali adekuat.
b.      Klien toleransi terhadap aktivitas.
c.       Infeksi tidak terjadi.
d.      Cedera tidak terjadi.
e.      Integritas kulit klien kembali normal.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.17th . Jakarta: EGC.


Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.9th . Jakarta: EGC.
Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th . New Jersey: Prentice Hall, inc.
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Mona, Sosya. 2011. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Adrenal.http://sosyamonaseprianti.blogspot.com/2011/06/laporan-pendahuluan-
dan-asuhan_9837.html. Diakses pada 3 Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai